Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) atau Trial of Labor After Cesarean (TOLAC)
adalah proses persalinan per vaginam yang dilakukan terhadap pasien yang pernah
mengalami seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami operasi
dinding Rahim (misalnya satu atau lebih miomektomi intramural).
Persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio (P4S) merupakan maslah di bidang
obstetric. Baik seksio sesarea maupun partus pervaginam tidak bebas dari resiko. Untuk
meminimalkan resiko kegagalan P4S, dokter harus dapat melakukan seleksi dan manajemen
pasien secara tepat, selain itu diperlukan konseling pada pasien dalam memilih cara
persalinannya. Keberhasilan P4S ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: Usia
ibu, indikasi seksio sebelumnya, riwayat persalinan pervaginam, cara timbulnya persalinan
dan jumlah skor bishop. Keputusan menjalani P4S ditentukan oleh dokter dan pasien,
tingginya keberhasilan P4S merupakan salah satu parameter pelayanan obstetri yang baik.
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit Pendidikan
berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan seksio sesarea
yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan
berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam 4 pada pasien dengan
riwayat operasi seksio sesarea tidak bebas dari risiko. Keputusan tersebut ditentukan oleh
dokter dan pasien. Angka keberhasilan partus pervaginam sekitar 50 85 %, dengan
komplikasi yang dapat terjadi adalah ruptura uteri sekitar 0,5 1 %, histerektomi, cedera
operasi, dan infeksi sehingga dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan
kematian ibu dan janin. Dengan adanya pilihan untuk persalinan pervaginam pada pasien
dengan riwayat seksio sesarea ini menurunkan angka kelahiran dengan seksio sesarea 20,7%
pada tahun 1996.
Tujuan penulisan adalah untuk mendapatkan gambaran P4S aman digunakan selama
semua syarat terpenuhi, tidak terdapat kontraindikasi, dengan mengantisipasi segala resiko.
Meskipun sistem penilaian telah dipakai untuk memperkirakan keberhasilan, namun tidak ada
jaminan bahwa persalinan pervaginam akan sukses pada seorang individu.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan Vaginal Birth After
Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang dilakukan terhadap pasien yang
pernah mengalami operasi seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya.
2.2 Indikasi VBAC
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun 1999 dan
2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan
pervaginal pada bekas seksio sesarea.
Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim
Secara klinis panggul adekuat atau imbang fotopelvik baik
Tidak ada bekas rupture uteri bekas operasi lain pada uterus.
Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio

sesarea emergensi .
5. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat.
Kriteria yang masih kontroversi adalah:
a. Parut uterus yang tidak diketahui
b. Parut uterus pada segmen bawah Rahim vertikal
2.3 Kontraindikasi
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain2,5:
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat
histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa,makrosomia,
malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera
operator,anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
6. Pasien menolak untuk dilakukan persalinan percobaan.
Gambaran dari kontraindikasi VBAC

karena

tidak

adanya

2.4 Resiko Terhadap Maternal


Resiko terhadap ibu yang melakukan persalinan pervaginal dibandingkan dengan
seksio sesarea ulangan elektif pada bekas seksio sesarea adalah seperti berikut :
1.

Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang berhasil

2.

dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif


Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio sesarea insiden

3.

demam lebih tinggi


Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginal dibanding

4.

dengan seksio sesarea elektif.


Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8 kali dari seksio
sesarea elektif.
6. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal sangat
rendah
7. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih singkat, penurunan
insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan insiden demam paska
persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif
2.5 Resiko Terhadap Anak
Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500 persalinan
pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada persalinan percobaan adalah 2.1
kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif namun jika berat badan janin < 750 gram dan
kelainan kongenital berat tidak diperhitungkan maka angka kematian perinatal dari persalinan
pervaginal tidak berbeda secara bermakna dari seksio sesarea ulangan elektif. Dilaporkan 463
dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama
adalah 8 atau lebih. Skor Apgar bayi yang lahir tidak berbeda bermakna pada VBAC
dibanding seksio sesarea ulangan elektif. Dilaporkan juga morbiditas bayi yang lahir dengan
seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhasil

VBAC dan morbiditas bayi yang berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang
lahir normal.
2.6 Manajemen Persalinan
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu
(Ash, 1993) :
1

Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah seksio sesarea,
riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam pasca SS serta

usia ibu.
Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia, usia

kehamilan, kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi janin.


Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan seperti induksi dan

augmentasi, maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.


Pemantauan penatalaksanaan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria
terhadap tanda ancaman ruptura uteri seperti takikardi ibu, nyeri suprasimpisis dan

hematuria.
Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadi
ancaman ruptura uteri
Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio

sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai Bishop,
persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi seksio sesarea sebelumya.
Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem penilaian untuk memperkirakan
keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Namun, menurut ACOG,
tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak.

2.7 Skoring Keberhasilan VBAC


Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesaria.
Skor Weistein :

Weinstein

Tidak

Ya

Indikasi SC yang lalu


Grade A

0
0

4
6

Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension)
Gemelli
Grade B
Plasenta previa atau Solusio
Prematur
Ketuban pecah
Grade C
Gawat janin
CPD atau Distosia
Prolaps tali pusat
Grade D
Makrosomia
PJT
Interpretasi :

Skor > 4 : keberhasilan > 58%


Skor > 6 : keberhasilan > 67%
Skor > 8 : keberhasilan > 78%
Skor > 10 : keberhasilan > 85%
Skor > 12 : keberhasilan > 88%

Skor Alamia :
No

Skor Alamia

Nilai

Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya


Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif

.
1
2

Distosia pada pembukaan < 5 cm


Distosia pada pembukaan > 5 cm
3
Dilatasi serviks
> 4 cm
> 2,5 < 4 cm
< 2,5 cm
4
Station dibawah 2
5
Panjang serviks < 1 cm
6
Persalinan timbul spontan
Interpretasi :

1
0
2
1
0
1
1
1

Skor 7 10 : keberhasilan 94,5%


Skor 4 6 : keberhasilan 78,8%
Skor 0 3 : keberhasilan 60,0%

Skor Flamm-Geiger :
No

Kriteria

Nilai

Usia dibawah 40 tahun


Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea
- setelah seksio sesarea pertama
- sebelum seksio pertama
- Belum pernah
Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan

.
1
2

persalinan
4
Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75%
- 25 75 %
- < 25%
5
Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit 4 cm
Interpretasi :

4
2
1
0
1

2
1
0
1

Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 %


Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 %
Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67%
Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%
Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89%
Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%
Skor 8-10 : keberhasilan VBAC 95-99%
Pada pasien-pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan persalinan pervaginam

dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus dilakukan :


6

Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih da dilakukan persiapan

seperti persalinan biasa.


Dilakukan pemerikssaan NST atau CST ( bila sudah inpartu ), jika dimungkinkan

malahan dilakukan continuous electronic fetal heart monitoring.


Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan biasanya,

yakni menggunakan partograf standar.


Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk segera

mengakhiri persalinan itu secepatnya ( yakni dengan seksio sesarea kembali ).


Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga harus
diambil tindakan untuk mempercepat kala II ( ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum )

jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.


Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan dinding

uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio sesarea terdahulu.
Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri ( perasat Kristeller ).
Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi ( misalnya kala II

dengan kepala yang masih tinggi ), dapat dilakukan seksio sesarea kembali.
Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan
mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat 1( satu )
bekas luka / irisan.
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Pada

beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai augmentasi maupun induksi pada


persalinan percobaan dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya tidak menunjukkan nilai
yang cukup signifikan. Namun pada penelitian lainnya penggunaannya dapat meningkatkan
risiko terjadinya ruptura uteri 2-5 kali dibandingkan dengan lahir secara spontan. Menurut
The American Academy of Pediatics dan The American College of Obstetricians and
Gynecologist (2002) menyimpulkan bahwa penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun
augmentasi masih dapat diterima selama pasien dalam pengawasan yang ketat.
2.8 Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan pervaginam dengan riwayat
seksio sesarea adalah rupture uteri.
Secara anatomis, rupture uteri dibagi menjadi rupture uteri komplit (symptomatic
rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada uteri komplit terjadi diskontinuitas
dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran khorioamnion,

sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan
serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan.
Tanda ruptur uteri yang paling sering terjadi adalah Deselerasi lambat, bradikardi,
denyut jantung hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala tanda lain termasuk nyeri uterus
atau parut, hilangnya stasion bagian terbawah janin, perdarahan pervaginam, hipotensi.
Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea sering tersembunyi dan tidak menimbulkan
gejala yang khas (Miller DA, 1999). Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas
seksio sesarea insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 0,8 %). Kejadian ruptur
uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat insisi seksio sesarea korporal dilaporkan oleh
Scott (1997) dan American College of Obstetricans and Gynecologists(1998) adalah sebesar
4 9 %. Kejadian ruptur uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak
0,8% dan dehisensi 0,7% (Martel MJ, 2005).
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan keluar dari
robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan perdarahan pada
ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang - kadang harus dilakukan histerektomi
emergensi. Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan
dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur uteri pada seksio sesarea klasik
terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 % (Hill DA,
2002). Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin tak normal
dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi lambat, bradiakardia, dan
denyut janin tak terdeteksi. Gejala klinis tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri
abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu (Miller DA, 1999).
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut : (Caughey AB, et al, 2001)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nyeri akut abdomen


Sensasi popping( seperti akan pecah )
Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi
Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan persalinan

pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan perinatal 5-10 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim (Chua S, Arunkumaran
S, 1997).

Menurut Landon (2004), komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur uteri,


histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi, endometritis, kematian maternal
dan gangguan-gangguan lain.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi, maka harus dapat mengenali faktor resiko
yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya persalina pervaginam dengna riwayat seksio
sesarea. Adapun faktor resikonya adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jenis parut uterus


Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis
Jumlah seksio sesarea sebelumnya
Riwayat persalinan pervaginam
Jarak kelahiran
Usia ibu
Infeksi paska seksio pada kehamilan sebelumnya
Ketebalan segmen bawah uterus (SBU).

BAB III
KESIMPULAN
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesarea mengalami peningkatan yang
cukup tajam yang memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan berikutnya.
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan Vaginal Birth After
Cesarean (VBAC) menjadi isu yang sangat penting karena pro dan kontra akan tindakan ini.
Banyak para ahli yang berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan
seksio sesarea sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan sectio adalah pilihan terbaik bagi
ibu dan anak. Namun pada tahun 1980 dinyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus
transversal pada segmen bawah rahim adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam
rangka menurunkan angka kejadian seksio sesarea.
ACOG memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk
persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC
menurut ACOG, yaitu; riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah
Rahim, secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik, tidak ada bekas ruptur
uteri atau bekas operasi lain pada uterus, tersedianya tenaga yang mampu untuk
9

melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio sesarea emergensi, serta sarana dan personil
anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat. Sedangkan riwayat insisi klasik atau T
atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri,
miomektomi) dan terdapatnya komplikasi merupakan kontraindikasi untuk melaksanakan
VBAC.
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada persalinan
pervaginam dengan riwayat seksio sesarea. Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita
harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien. Tidak ada suatu cara yang
memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio
sesaria akan berhasil atau tidak. Namun terdapat beberapa sistem skoring untuk memprediksi
keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Persalinan spontan lebih
diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Namun penggunaan oksitosin sebagai
induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien dalam pengawasan yang
ketat.

BAB IV
LAPORAN KASUS OBSTETRI
STATUS ORANG SAKIT
1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. A

Umur

: 29 Tahun

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Jl. Bejo Gg Bambu Bandar Khalifah

Tanggal masuk

: 08-08-2016

Pukul

: 16:00 WIB

10

Identitas Suami
Nama suami

: Tn. A

Umur

: 42 Tahun

Agama

: Islam

Suku

: Melayu

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Jl. Bejo Gg. Bambu Bandar Khalifah

II. ANAMNESA
Ny.A, 29 tahun, G3P2A0, Jawa, Islam, IRT, SMA, i/d Tn.A, 42 tahun, Melayu, Islam, SMA,
Wiraswasta. Pasien datang ke VK dengan:
KeluhanUtama

: Mules-mules

Telaah

: Perut mulai terasa mulai mulas pagi tadi pukul 07:00 WIB, dan

semakin sakit siang hari pukul 12:00 WIB sampai sore ini dan di bawa ke IGD RS Haji
Medan, dan sampai di VK diperiksa sudah pembukaan lengkap. Riwayat demam pada
kehamilan (-), riwayat pemakaian obat-obatan (-), riwayat kelainan bawaan pada keluarga (-),
riwayat mules-mules mau melahirkan (+), riwayat lendir darah (+), riwayat keluar air-air dari
kemaluan (+), riwayat keputihan (-).
Riwayat Persalinan:
1. Laki-laki, Aterm, SC, RS, Dokter Spesialis, 3300Kg, Sehat, 11 Tahun
2. Perempuan, Aterm, PSP, Klinik, Bidan, 3300Kg, Sehat, 6 Tahun
3. Hamil ini
Perdarahan Antepartum :
Kapan mulai : (-)

Perdarahan ke : (-)

Banyaknya

: (-)

Darah Beku

Rasa Nyeri

: (-)

Trauma

: (-)

: (-)

Tanda- tanda keracunan hamil :


Edema

: (-)

Vertigo : (-)

Pening

: (-)

Gangguan visus : (-)

Mual

: (-)

Kejang kejang :(-)

Muntah`

: (-)

Coma

: (-)

Icterus

: (-)

Nyeri ulu hati : (-)

11

Anamnesa Obstetri :
Menarche

: 13 tahun

HPHT

: 01-11-2015

Haid

: 6-7 hari (2-3x ganti duk/hari)

TTP

: 8-08-2016

Dysmenorrhea: (-)
Flour albus

: (-)

ANC

: 5x dokter

Riwayat KB : tidak pernah


Perdarahan Post partum :
Anak ke

: (-)

Retensio plasenta: (-)

Kala

: (-)

Placenta rest

: (-)

Banyaknya

: (-)

Infus/transfusi

: (-)

Atonia uteri

: (-)

Riwayat Kehamilan Dan Persalinan :


Kawin

: 1 kali

Berobat Mandul

: (-)

Family Planing

: (-)

Umur Kawin : -

Penyakit yang Pernah diderita :


Anemia

: (-)

Tuberculosis

: (-)

Hipertensi

: (-)

Penyakit jantung

: (-)

Penyakit Ginjal: (-)

Penyakit lain

: (-)

Reuma

: (-)

Veneral diseases

: (-)

Diabetes

: (-)

Operasi

: (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status present
Sens

: CM

Anemis

: (-/-)

TD

: 140/80 mmHg

Ikterik

: (-/-)

HR

: 92 x/i

Dyspnoe

: (-)

RR

: 24 x/i

Sianosis

: (-)

: 36,50 C

Oedem

: (-)

TB

: 155 cm

Cor

: DBN

12

BB

: 65 kg

Pulmo

B. Status Lokalis
Abdomen

: Membesar asimetris

Tinggi fundus uteri

Punggung

Bagian terbawah

: kepala

Turunnya

: (-)

S.B.R

:DBN

Ring V. Bandl

: (-)

Meteorismus

: (-)

Formula Johnson

: (-)

Osborn

: (-)

HIS

: (-)

Gerak

: (+)

DJJ

: 136x/menit

X Ray Pelvimetri
Conj. Vera

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Conj. Transversa

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Conj . Oblique

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Ro Foto / Sinar tembus


Thorax

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Abdomen

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

C. PEMERIKSAAN DALAM
Tanggal

: 08-08-2016

Jam

: 16.00 wib

Dokter/Bidan

: PPDS

Pembukaan

: Lengkap

Cervix

: Sakral
13

: DBN

Efficement

: (-)

Bagian Terbawah

: kepala

Posisinya

: Sulit dinilai

Promontorium

: Tidak teraba

Lin.inominata

: Teraba 2/3 anterior

Sacrum

: Cekung

S.Ischiadica

:Tidak Menonjol

Arcus Pubis

: Tumpul

Cocccigeus

: Mobile

Vagina

: Dalam Batas Normal

Vulva

: Dalam Batas Normal

SarungTangan

: Lendir darah (+), air ketuban (+)

Meconium

: (-)

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium tanggal 08-08-2016 pukul 20.05WIB
Hematologi
Darah rutin
Nilai
Satuan
Hemoglobin
12,7
g/dl
Hitung eritrosit
3.8
10^6/l
Hitung leukosit
17.400
/l
Hematokrit
36.9
%
Hitung trombosit
242,000
/l

Nilai Rujukan
12 16
3,9 - 5,6
4,000- 11,000
36-47
150,000-450,000

Index eritrosit
MCV
MCH
MCHC

97.9
33.6
34.4

fL
pg
%

80 96
27 31
30 34

Hitung jenis leukosit


Eosinofil
Basofil
N.Stab
N. Seg
Limfosit
Monosit
LED

1
0
0
87
9
3
52

%
%
%
%
%
%
mm/jam

13
01
26
53 75
20 45
48
0 - 20

14

Diagnosa
MG + KDR (38-39) minggu + PK + AH + Inpartu

LAPORAN PERSALINAN
-

Operator : dr. Anwar Sp.OG


Tanggal : 08/08/2016
Jam
: 16:30WIB

Langkah-langkah persalinan

Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan posisi litotomi

Dilakukan pengosongan kandung kemih

Pada his yang adekuat tampak kepala maju mundur di introitus vagina dan kemudian
menetap dengan sub oxiput sebagai hypomoklion.

Pada his yang adekuat berikutnya ibu dipimpin mengedan putas paksi luar lahirlah
berturut-turut UUK, UUB, dahi, wajah, dagu, dan seluruh kepala, kemudian terjadi putar
paksi luar.

Dengan pegangan biparietal, kepala ditarik kebawah untuk melahirkan bahu depan,
kepala ditarik keatas untuk melahirkan bahu belakang. Dengan sanggah susur dilahirkan
seluruh tubuh. Lahir bayi : Perempuan, BB : 2500gr, PB : 46cm, A/S : 7/8. Anus (+) .

Tali pusat di klem di dua tempat dan digunting diantaranya, dengan peregangan tali pusat
terkendali, di tunggu 5 menit plasenta lahir, kesan: lengkap.

Dengan PTT, ditunggu 5-10 menit, plasenta lahir spontan, kesan : lengkap

Laserasi bekas episiotomi dilakukan repair dengan menggunakan Chromic cat-gut no 2.0

Evaluasi jalan lahir

: grade 2, dilakukan Reapare

Evaluasi perdarahan

: Terkontrol

KU ibu post partum baik


15

Terapi:
-

IVFD RL + oksitosin 10 IU / 20 gtt/i


Cefadroxil 2 x 500 mg
Asm Mefenamat 2 x 500 mg
Neurodex 2 x 1 Post.. tab 2 x 1

FOLLOW UP
Follow Up Tgl 16-08-2016 pukul 06.00 WIB
S :
Post Partum Case
O:

Sensorium
TD
HR
RR
T
SL :
Abd
TFU
I/U
BAK
BAB

: Compos Mentis
: 110/70 mmHg
: 80 x/menit
: 18x/menit
: 36,5C

Anemis
Ikterik
Dyspnoe
Sianosis
Oedem

: -/: -/:::-

Anemis
Ikterik
Dyspnoe
Sianosis
Oedem

: -/: -/:::-

: Soepel, peristaltik (+) N


: 1 jari di pusat
: Kontraksi kuat
: (+)
: (+)

A: Post PSP a/i PBK + NH1


P : - Cefadroxil 500mg 2x1
- Asam Mefenamat 500mg 3x1
- Neurodex tab 2x1
- Pospargin tab 2x1
Follow Up Tgl 10-08-2016 pukul 06.00 WIB
S :
O:
Sensorium
: Compos Mentis
TD
: 100/60 mmHg
HR
: 84x/menit
RR
: 20x/menit
T
: 36,5C
SL : Abd : Soepel, peristaltik (+) N
TFU : 3 jari b pusat, kontraksi kuat
P/V : (-), lochia Rubra (+)
BAK : (+)
BAB
A:

Post PSP a/I PBK + NH2


16

: (+)

P:
-

Aff Infus
Cefadroxil 500mg 2x1
Asam Mefenamat 500mg 3x1
Pospargin tab 2x1
Neurodex tab 2x1

DAFTAR PUSTAKA
1. F Gary Cunningham et al. Obstetri Williams edisi 3 volume 1. Jakarta:EGC.2012
2.

17

18

Anda mungkin juga menyukai