Bab 2 Tinjauan Teori
Bab 2 Tinjauan Teori
TINJAUAN TEORI
2.1
Hak-hak karyawan
Menurut Darwan Prints, yang dimaksud dengan hak di sini adalah sesuatu yang harus
diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang,
sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus dilakukan
oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya.
Mengenai hak-hak bagi pekerja adalah sebagai berikut :
1. Hak mendapat upah/gaji (Pasal 1602 KUH Perdata, Pasal 88 s/d 97 Undang-undang
No. 13 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah).
2. Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 4 Undangundang No. 13 Tahun 2003).
3. Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 5
Undang-undang No. 13 Tahun 2003).
4. Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian
dan keterampilan lagi ( Pasal 9 30 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
5. Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama (Pasal 3 Undang-undang No. 3
Tahun 1992 tentang Jamsostek).
6. Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja (Pasal 104 Undangundang No. 13 Tahun 2003 jo. Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh ).
7. Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 (dua
belas) bulan berturut-turut pada satu majikan atau beberapa majikan dari satu organisasi
majikan (Pasal 79 Undang-undang No. 13 Tahun 2003).
8. Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan ( Pasal 88 98 Undang-undang No. 13
Tahun 2003).
9. Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan
hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya enam bulan terhitung
dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir; yaitu dalam hal bila hubungan
kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh
buruh, atau oleh buruh karena alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh Majikan
(Pasal 150 172 Undang-undang No. 13 Tahun 2003).
10.
2.
Kewajiban karyawan
Di samping mempunyai hak-hak sebagaimana diuraikan di atas, tenaga kerja juga
keterangan dokter dinyatakan, bahwa hal itu perlu untuk menjaga kesehatannya. Buruh
perempuan yang anaknya masih menyusul, harus diberi kesempatan untuk menyusukan
anaknya, jikalau hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83).
2.
menyebutkan bahwa :
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
1) Keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Moral kesusilaan.
3) Perlakukan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Undang - undang yang khusus mengatur keselamatan kerja adalah Undang - undang
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Ditinjau dari segi hukum keilmuan,
keselamatan dan kesehatan kerja dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
tempat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap
tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat 3
(tiga) unsur yaitu :
1) Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha sosial.
2) Adanya sumber bahaya.
3) Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus maupun
hanya sewaktu-waktu.
2.1.4 Perlindungan Tenaga Kerja
1.
Perlindungan Upah
Pasal 88 (1) Undang - undang No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah
disebutkan bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada
buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai
dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut persetujuan atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan
buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh itu sendiri maupun keluarganya.
Pasal 88 Ayat (1) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan
bahwa kebijakan pengupahan meliputi :
1) Upah minimum.
2) Upah kerja lembur.
3) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
4) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya.
5) Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya.
6) Bentuk dan cara pembayaran upah.
7) Denda dan potongan upah.
8) Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.
9) Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
10)
11)
3) Untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah dan
4) Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum
pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk kerja sebagai berikut :
1) Pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari
2) Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
3) Mengkhitankan anaknya dibayar untuk selama 2 (dua) hari
4) Membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
5) Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
6) Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari
7) Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu)
hari.
2.1.5 Jaminan Sosial Tenaga Kerja/Kesejahteraan Tenaga Kerja
1.
sakit akibat hubungan kerja, demikian pula terhadap kecelakaan kerja yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali melalui jalan yang
biasa/wajar dilalui. Iuran jaminan kecelakaan kerja ini sepenuhnya ditanggung oleh
pengusaha yang besarnya antara 0,24-1,74% dari upah kerja sebulan. Besarnya iuran sangat
tergantung dari tingkat resiko kecelakaan yang mungkin terjadi dari suatu jenis usaha
tertentu, semakin besar tingkat resiko tersebut, semakin besar iuran kecelakaan kerja yang
harus dibayar dan sebaliknya, semakin kecil tingkat resiko semakin kecil pula iuran yang
harus dibayar.
2.
Jaminan Kematian
Kematian yang mendapatkan santunan adalah tenaga kerja yang meninggal dunia pada
saat menjadi peserta Jamsostek. Jaminan ini dimaksudkan untuk turut menanggulangi
meringankan beban keluarga yang ditinggalkan dengan cara pemberian santunan biaya
pemakaman. Besarnya jaminan kematian ini adalah 0,30% dari upah pekerja selama sebulan
yang ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.
3.
reward ekstrinsik langsung (gaji, upah, imbalan berdasarkan kinerja) reward ekstrinsik tidak
langsung (program proteksi, bayaran diluar jam kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan).
Reward intrinsik adalah reward-reward yang diterima seseorang sebagai imbalan atas jerih
payahnya yang tidak dalam bentuk uang. Biasanya reward tersebut dapat berupa rasa aman
dalam pekerjaan, simbul status, reward masyarakat dan harga diri (Schular dan Huber, 1993).
Reward ekstrinsik langsung disebut juga reward berupa uang merupakan imbalan yang
diterima seseorang atas jerih payahnya dalam bentuk uang berupa gaji. Imbalan berdasarkan
kinerja dapat berupa pembayaran lainnya yang berdasarkan hasil produktivitas yang terdiri
dari insentif, bonus. Reward ekstrinsik tidak langsung (program proteksi, bayaran diluar jam
kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan) didefinikisan disini sebagai reward yang diberikan
oleh organisasi untuk karyawan yang tersebar untuk keanggoaatn mereka (Schuler, 1987)
Program proteksi berupa sistem jaminan sosial, tunjangan keamanan sosial pensiun,
tunjangan pengangguran kompensasi, kecacatan dan manfaat kompensasi pekerja, medis dan
manfaat rumah sakit, manfaat pensiun, manfaat asuransi. Bayaran diluar jem kerja berupa
program kebugaran fisik dan waktu tidak bekerja (cuti atau liburan). Fasilitas-fasiltas untuk
karyawan dapat terdiri dari biaya jasa makanan atau kerugian, dikon karyawan, pusat
penitipan anak, sponsor kinerja, layanan konseling dan konsulasi karyawan, pinjaman murah,
perusahaan yang disewa, kendaraan untuk penggunaan pribadi atau bisnis dan jasa atau
reward (Shculer, 1987).
Ivancevich,
konopaske
dan
Matteson
(2006)
menyatakan
bahwa
reward
diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Reward intrinsik
didefinisikan sebagia reward yang diatur sendiri oleh seseorang. Hal tersebut menyediakan
perasaan puas atau terimakasih dan sering kali perasaan bangga akan pekerjaan yang
dilakukan dengan baik, reward intrinsik in dibedakan atas:
1. Penyelesaian
Kemampuan memulai dan menyelesaikansuatu pekerjaan atau proyek merupakan hal
yang penting bagi sebagian orang. Orang-orang seperti ini menilai apa yang mereka sebut
sebagai penyelesaian tugas. Beberapa orang memiliki kebutuhan untuk menyelesaikan tugas,
dan efek dari menyelesaikan tugas bagi seseorang merupakan suatu bentuk
2. Pencapaian
Pencapaian merupakan reward yang muncul dalam diri sendiri, yang diperoleh ketika
seseorang meraih suatu tujuan yang menantang. McClelland menemukan bahwa terdapat
perbedaan individual ketika seseorang berusaha mencapai pencapaian. Sebagian orang
mencari sasaran yang sulit sementara yang lainnya cenderung untuk mencari sasaran yang
umum atau mudah. Dalam program penetapan tujuan, telah diusulkan bahwa sasaran yang
sulit menghasilkan tingkat kinerja individu yang lebih tinggi dari pada sasaran yang umum.
Akan tetapi, bahkan dalam program semacam itu, perbedaan individual harus
dipertimbangkan sebelum mencapai kesimpulan mengenai pentingnya reward pencapaian.
3. Otonom
Sebagian orang menginginkan pekerjaan yang memberikan hak untuk mengambil
keputusan dan bekerja tanpa diawasi dengan ketat. Perasaan otonomi dapat dihasilkan dari
kebebasan
4. Pertumbuhan pribadi
Pertumbuhan pribadi dari setiap orang merupakan pengalaman yang unik. Seseorang
yang mengalami pertumbuhan semacam itu bisa merasakan perkembangan dirinya dan bisa
melihat bagaimana kemampuannya dikembangkan. Dengan mengembangkan kemampuan,
seseorang mampu untuk memaksimalkan atau setidaknya memuaskan potensi ketrampilan.
Sebagaimana orang sering kali merasa tidak puas dengan pekerjaann dan organisasi mereka
jika tidak diizinkan atau didorong untuk mengembangkan ketrampilan mereka
Reward ekstrinsik datang dari luar orang tersebut. Reward ektrinsik meliputi gaji dan
upah, tunjangan, promosi dan reward interpersonal. Gaji dan upah biasanya berupa uang
yanng merupakan reward ekstrinsik yang utama, mekanisme utama untuk memberikan
reward dan memodifikasi perilaku dalam organisasi. Tunjungan utama di organisasi adalah
berupa dana pensiun, jaminan kesehatan, dan liburan. Promosi merupakan pemeberian
reward atas kinerja yang baik atas dikarenakan lamanya karyawan bekerja diinstansi tersebut.
Reward interpersonal berupa status dan pengakuan yang diberiakan oleh pemimpin untuk
meningkatkan motivasi kerja karyawannya.
Hasibuan (2007) menyatakan bahwa reward dibedakan atas reward langsung dan
reward tidak langsung. Reward langsung berupa gaji, upah, upah insentif. Gaji adalah balas
jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang
pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja.
Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada karyawan harian dengan berpedoman atas
perjanjian yang disepakati membayarnya. Upah insentif adalah upah tambahan balas jasa
yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Reward
tidak langsung berupa benefit dan service yaitu reward tambahan yang diberikan berdasarkan
kebijaksanaan organisasi terhadap karyawannya dalam usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang pensiunan, pakaian dinas,
darmawisata.
Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai resiko yang besar maka
tingkat reward akan meningkta karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk
mengerjakannya.
Teori reward yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah teori Schular (1987)
yang mengemukakan bahwa reward dibedakan menjadi reward intrinsik dan reward ektrinsik.
Reward ektrinsik dibedakan menjadi reward ektrinsik langsung ( gaji, upah, imbalan
berdasarkan kinerja) reward ektrinsik tidak langsung (program proteksi, bayaran diluar jam
kerja, fasilitas-fasilitas untuk karyawan)
2.3
2.3.2
lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan
tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja (Wibowo, 2007). Menurut Wexley
dan YuIk (1977) dalam Asad (2004) teori-teori tentang kepuasan kerja terbagi menjadi tiga
macam yaitu:
dengannya
dalam
suatu
situasi
yang
sama
maupun
berbeda.
Menunit Rivai (2006) komponen utama dalam leon keadilan adalah input. out comes (hasil).
equity (keadilan) dan in equity (ketidakadilan). Yang dimaksud dengan input adalah is
anything of value that an employee perceives that lie contributes to his job . Ini berarti input
dalam teori mi adalah segala sesuatu atau faktor-faktor yang bernilai atau berharga yang
dirasakan seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya. Seperti faktor pendidikan,
pengalaman, kecakapan jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk
melaksanakan pekerjaannya.
Adapunpun yang dimaksud dengan out comes (hasil) dari teori ini adalah is anathing
of valus that the employee perceives he obtains from the job Artinya, hasil dalam teori inii
adalah segala sesuatu yang dianggap bernilai danan berhaaga oleh seseorang yang diperoleh
dan pekerjaannya seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan
kesempatan untuk berhasil alan aktualisasi diri. Menurut teori ini, setiap orang akan
membandingkan rasio input dan hasil dari dirinya dengan rasio input dan hasil dari orang
lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil. maka pegawai akan merasa puas. Bila
perbandingan tersebut tidak seimbang tetapi menguntungkan. hal ini dapat menimbulkan
kepuasan. tetapi bisa pula tidak. Tetapi bala perbandingan itu tidak seimbang akan timbul
ketidakpuasan.
3. Two factor theory frederick Herzberg (teori dua faktor)
Teori dua faktor merupakan teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam
Asad (2004). Berdasarkan atas hasil penelitiannya dalam mengembangkan teori ini.
Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang tethadap pekerjaanya
menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfiers
atau hygiene factor.
Kelompok satisfiers atau motivator ialah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya
sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi kerja, tanggun jawab, kepuasan pada
pekerjaannya sendiri, pengakuan dan peluang untuk maju dan berkembang dalam pekerjaan.
Sedangkan. Kelompok dissatisfiers atau hygiene factors ialah faktor-faktor yang tebukti
menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari kebijakan orgianisasi, pengawasan atau
supervisi, gaji, hubungan interperonal, kondisi keja, status dan jaminan pekerjaan.. Perbaikan
terhadap kondisi tersebut akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetap tidak
akan menimbulkan kepuasan karena faktor-faktor tersebut bukan merupakan sumber
kepuasan kerja.
Hasil penelitian Herzberg juga menunjukkan bahwa jika para pegawai berpandangan
positif terhadap tugas pekerjaan mereka, maka tingkat kepuasan yang mereka rasakan tinggi.
Sebaliknya, jika pegawai memandang tugas pekerjaanya secara negatif. Maka dalam diri
mereka tidak akan merasa puas (Siagian, 2002).
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori dua faktor terdapat faktor pendorong yang
berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaannya yang dapat memberikan kepuasan
kerja dan faktor yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan
motivator internal yang berkaitan dengan pekerjaan dari pekerja itu sendiri, sedangkan
ketidakpuasan berkaitan dengan lindkungan pekerja dimana pekerja harus merasa puas agar
tetap berada dalam organisasi
Gaji/upah
Menurut theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji
yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja dan
bagaimana gaji diberikan. Selain untuk pemenuhan kebutuhan dasar, uang juga
merupakan
simbol
dari
pencapaian
(achievement),
keberhasilan
dan
pengakuan/penghargaan.
Berdasarkan teori keadilan Adams, orang yang menerima gaji yang dipersepsikan
terlalu kecil akan mengalami ketidakpuasan. Jika gaji dipersepsikan adil berdasarkan
tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar gaji yang berlaku
untuk kelompok pekerjaan tertentu maka ada kepuasan kerja.
Jika dianggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tiak puas. Tapi jika gaji
dirasakan tinggi atau sesuai dengan harapan, pekerja tidak lagi tidak puas, artinya tidak
ada dampak pada motivasi kerjanya. Gaji atau imbalan akan mempunyai dampak
terhadap motivasi kerja seseorang jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi
prestasi kerjanya.
2)
(uncomfortable) akan menurunkan semangat untuk bekerja. Oleh karena itu perusahaa
harus membuat kondisi kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga kebutuhankebutuhan fisik terpenuhi dan menimbulkan kepuasan kerja.
3)
Hubungan kerja
pekerjaan
konveksi.
Hubungan
anatar
pekerja
adalah
hubungan
mereka.
Hubungan dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah
tenggang
rasa
(consideration).
Hubungan
fungsional
mencerminkan
individu tersebut dalam bekerja pada suatu organisasi. Dalam menjelaskan teori terkait
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, Gibson membagi kedalam tiga
kelompok berikut:
1) Faktor individu
Faktor individu merupakan faktor-faktor yang terdiri dari karakteristik demografi
seperti umur, jenis kelamin, ras/suku serta faktor-faktro karakteristik individu lainnya
seperti pendidikan dan pengalaman.
2) Faktor psikologi
Yang termasuk dalam faktor psikologi menurut gibson adalah persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi
3) Faktor organisasi
Faktor organisasi yang dapat mempengaruh kepuasan kerja menurut gibson adalah
desain pekerjaan, kebijakan dan aturan, imbalan, hubungan langsung antara manajer
dengan pegawai (supervisi). Hubungan sosial diantara pegawai dan situasi kerja.
3.
diklasifikasikan kedalam dua kelompok faktor, yaitu faktor individu dan faktor organisasi.
Faktor individu atau karakteristik pegawai yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja terbagi
dalam dua prediktor penting, yaitu faktor status dan senioritas. Semakin lama seseorang
bekerja dalam bidang pekerjaannya dan semakin tinggi statusnya, maka semakin besar pula
kepuasan yang dirasakan. Begitu pula, jika pekerjaan seseorang semakin cocok dengan
minatnya, maka semakin besar kepuasan kerja yang diperoleh.
Sebaliknva status kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan mendorong pegawai
untuk mencari pekerjaan lan. Hal tersebut berarti dua faktor yang ada dapat menyebabkan
ketidakpuasan kerja dan pegawai yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan
merasa puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal.
Sedangkan faktor organisasi yang dapat menimbulkan kepuasan kerja terdiri dari faktor
kebijakan organisasi dan iklim kerja (Nanik Sulistyarini, 2013).
2.3.4
Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dan segi analisa
statistik maupun dan segi pengumpulan datanya. informasi yang diperoleh dan kepuasan
kerja biasanya dapat diperolehh dan tanya jawab secara perorangan dengan angket maupun
dengan pertemuan kelompok kerja. Menurut Robbins (2001) terdapat dua macam pendekatan
yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kepuasan kerja, yaitu sebagai
berikut:
1.
digunakan denan meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti dengan
mempertimbangkan semua hal. Sebagia contoh, peneliti bertanya kepada responden tentang
seberapa puas anda dengan pekerjaan anda. Individu yang merupakan responden penelitian
dapat menjawab dengan mengatakan puas atau tidak puas.
2.
Summation Score
Robbins (2001) menyatakan bahwa cara mi dilakukan dengan mengidentifikasi elemen
kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing elemen.
Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah sifat dasar pekerjaan. supervisi, upah, kesempatan
promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Greenberg dan Baron (2003) dalam
Wibowo (2007) terkait cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja. Di mana kepuasan
kerja dapat diukur dengan adanya tiga cara yang dilakukan, yaitu
1) Rating scale dan kuesioner
Greenberg dan Baron (2003) dalam Wibowo (2007) menyatakan bahwa rating scales
dan kuesioner menipakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai
dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Di mana rating scales dalam kuesioner
tersebut telah ditetapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang akan menjawab
pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.
Metode ini merupakan metode yang banyak digunakan oleh peneliti. Hal ini dikarenakan
metode ini lebih memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data.
2)
Critical incident
Greenberg dan Baron (2003) dalarn Wibowo (2007) menyatakan bahwa pengukuran
kepuasan kerja dengan metode ini adalah individu menjelaskan kejadian yang
menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasakan terutama mernuaskan atau tidak
memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai
contoh apabila banyak pekerja menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan
perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
3)
Interviews
Greenberg dan Baron (2003) dalam Wibowo (2007) menyatakan bahwa interview
nierupa kan metode yang digunakan dengan melakukan wawancara tatap muka dengan
pekerja. Dengan melakukaN wawancara tersebut diharapkan dapat diketahui sikap mereka
secara langsung dan dapat rnengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner
terstruktur. Dengan mengajukan pertanyaan secara hati-hati kepada pekerja dan mencatat
jawaban secara sisternatis, hubungan pekerja dengan sikap terhadap pekerjaan dapat
diketahui. Dan segi biaya jauh lebih besar dibandingkan dengan tehnik lain.
Dalam mengukur kepuasan kerja juga dapat dliakukan dengan berbagai cara. Berikut
ini akan diuraikan pengukuran kerja yang dikemukakan oleh para ahli yang dikutip dalam
Mangkunegara (2000):
1.
Pengukuran Kepuasan Kerja dengan Skala indeks Deskripsi jabatan ( job descriptions
Indeks)
Mangkunegara (2009) menyatakan bahwa skala pengukuran ini dikembangkan oleh
Smith, Kendall dan Hullin pada tahun 1969. Dalam penggunaannya, pegawai ditanya
mengenai pekerjaan maupun jabatannya yang dirasakan sangat baik dan sangat buruk. dalam
skala mengukur sikap berdasarkan kondisi kerja, pengawasan dan gaji. Setiap pertanyaan
yang diajukan, harus dijawab oleh pegawai dengan cara menandai jawaban ya, tidak atau
tidak ada jawaban.
2.
Mangkunegara
(2009)
menyatakan
bahwa
pengukuran
kepuasan
kerja
ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Skala ini terdiri dari seri gambar wajah-wajah
orang mulai dan sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut. Pegawai
diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan
pada saat ini.
3.
(2009)
menyatakan
bahwa
pengukuran
kepuasan
kerja
ini
dikembangkan oleh Weiss, Dawis dan England pada tahun 1967. Skala ini terdiri dan
pekerjaan yang dirasakan sangat tidak puas, tidak puas, netral, memuaskan dan sangat
memuaskan. Pegawai diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi
pekerjaannya.