Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PEMILIHAN BALLAST WATER TREATMENT


PLANT UNTUK KAPAL TANKER 17500 DWT

PT. PERTAMINA SHIPPING

Diajukan untuk memenuhi persyaratan kelulusan


Matakuliah : Kerja Praktek (ENMR600022)

Oleh :
Ekaprana Daniswara
NPM : 1106054523

PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
2014

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK
PEMILIHAN BALLAST WATER TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL
TANKER 17500 DWT
PT. PERTAMINA SHIPPING
Periode 2 Januari 14 Februari 2014

Oleh :
Ekaprana Daniswara
1106054523

Pembimbing

Indra Lianggoro Widhy Nugroho

Manajer Koordinator
Pembangunan Kapal

Heru Triandy Pratomo Setyohadi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan bimbinganNya proses kerja praktik yang dilaksanakan di PT Pertamina Shipping (PERSERO), Jakarta
Utara ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam kita berikan kepada Rasulullah
SAW yang secara tidak

langsung telah memberikan pencerahan dalam dunia ilmu

pengetahuan.
Kerja praktik yang dilaksanakan pada periode Januari Februari 2014 ini membahas mengenai
PEMILIHAN BALLAST WATER TREATMENT PLANT UNTUK KAPAL TANKER
17500 DWT, yang secara umum berisi analisis general terhadap pemilihan produk Ballast
Water Treatment untuk kapal Tanker Pertamina 17500 DWT. Untuk itu dibutuhkan data data
berupa water ballast treatment system yang dipakai pada kapal kapal tanker yang dirancang
oleh PT Pertamina Shipping (PERSERO).
Laporan ini disusun sebagai bentuk dokumentasi dan hasil akhir dari proses kerja
praktik yang telah dilaksanakan. Laporan ini diajukan sebagai syarat kelulusan mata kuliah
ENMR600022 - Kerja Praktek dalam kurikulum 2012 program studi Teknik Perkapalan
Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat
membantu perkembangan pembahasan terkait topik laporan ini maupun

bagi penulis secara

pribadi. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, baik bagi penulis, temanteman, dosen, dan lain-lain, juga bagi perkembangan keilmuan Teknik Perkapalan Universitas
Indonesia.
Terima Kasih
Depok, 21 Januari 2014

EKAPRANA DANISWARA
(1106054523)

[AUTHOR NAME]

iii

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ iii
Daftar Isi.................................................................................................................. iv
Bab I Pendahuluan ...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan masalah......................................................................................2
1.3 Batasan masalah ........................................................................................3
1.4 Tujuan Penulisan Laporan Kerja Praktek..................................................3
Bab II Pembahasan ...................................................................................................4
2.1 Regulasi .....................................................................................................4
2.1.1 Sejarah Regulasi Ballast Water Management ..................................4
2.1.2 Ballast Water Quality and Standards ...............................................5
2.1.3 Proses Approval ...............................................................................8
2.2 Organisme yang Terdapat pada Ballast Kapal ..........................................9
2.2.1 Zebra Mussel ....................................................................................9
2.2.2 Vibrio Cholerae..............................................................................11
2.2.3 Comb Jelly......................................................................................11
2.2.4 European Green Crab .....................................................................12
2.3 Teknologi pada Ballast Water Treatment................................................13
2.3.1 Mechanical Separation ...................................................................11
2.3.1.1 Cyclonic Separation ...........................................................14
2.3.1.2 Filtration .............................................................................16
2.3.2 Chemical Treatment and Biocides .................................................17
2.3.2.1 Chlorination........................................................................17
2.3.2.2 Chlorine Dioxide Oxidation ...............................................20
2.3.2.3 Peraclean ocean ..................................................................22
2.3.2.4 Electrolysis .........................................................................23
2.3.3 Physical Disinfection
2.3.3.1 Ultrasound Cavitation ........................................................24
2.3.3.2 Coagulation ........................................................................25
2.3.3.3 Ultraviolet Treatment .........................................................27
2.3.3.4 Deoxygenation ...................................................................28
2.4 Penentuan Water Ballast Treatment ........................................................29
2.4.1 Pemilihan Maker ............................................................................29
2.4.2 Maker List dan Spesifikasinya .......................................................30
2.4.3 Perbandingan dan Penentuan Ballast Water Treatment Maker......30
2.4.3.1 ERMA FIRST SA Ballast Water Treatment System .........31

[AUTHOR NAME]

iv

BAB III Penutup.....................................................................................................33


3.1 Kesimpulan..............................................................................................33
3.2 Saran ........................................................................................................33
Daftar Pustaka ........................................................................................................34

[AUTHOR NAME]

BAB I
Pendahuluan
I.1

Latar Belakang

Di dunia ini terdapat berbagai masalah yang menjadi alasan mengapa diperlukannya
alat transportasi. Yang pertama adalah jarak yang jauh, dan hal ini telah dipecahkan dengan
diciptakannya kendaraan beroda seperti sepeda motor dan juga mobil. Yang kedua adalah akses
untuk mencapai pulau atau benua lain tanpa melewati ombak laut yang besar, dan telah
dipecahkan oleh terciptanya pesawat terbang. Yang ketiga adalah akses untuk mencapai pulau
dan benua lain melalui air laut, dan hal ini juga telah terpecahkan oleh terciptanya kapal laut,
yang merupakan alat transportasi yang unik.
Pada dasarnya kapal diciptakan sebagai alat transportasi, namun kapal juga memiliki
beberapa fungsi lain, diantaranya adalah sebagai alat untuk berpatroli, sebagai alat untuk
menjaga garis laut dari suatu Negara dan juga sebagai alat untuk menangkap ikan dilaut.
Namun pada dasarnya kapal memiliki fungsi utama sebagai alat pengangkut untuk
penyebrangan melalui laut. Pada dasarnya, hal umum yang diangkut pada kapal adalah
manusia, peralatan-peralatan serta sumber daya yang dapat menunjang kehidupan manusia
seperti minyak bumi, peralatan perang, kendaraaan beroda dan hewan ternak. Namun ketika
diselidiki lebih lanjut, ternyata kapal juga mengangkut organisme-organisme yang dapat
merusak dan mencemari laut. Organisme-organisme tersebut dapat ditemukan pada ballast
kapal, yang merupakan bagian dari lambung kapal dimana air laut digunakan sebagai
penyeimbang sebuah kapal.
Air pada ballast kapal mengandung berbagai macam organisme meliputi bakteria, virus,
dan berbagai macam larva dari hewan dan tanaman laut. Meskipun sebagian besar organisme
tersebut tidak dapat bertahan ketika air ballast terdischarge, organisme lainnya dapat bertahan
dan dapat beradaptasi di habitat barunya. Organisme yang dapat bertahan hidup tersebut dapat
menyebabkan masalah ekologi, ekonomi dan kesehatan publik ketika spesies non-native ini
dapat bertahan hidup dan berkembang biak di lingkungan barunya.

[AUTHOR NAME]

International Maritime Organization (IMO) telah mengadakan legislasi internasional,


yaitu the International Convention for the Control and Management of Ships Ballast water and
Sediment untuk meregulasi Discharge daripada air ballast dan untuk mereduksi bahaya dari
terangkutnya spesies non-native pada air ballast kapal.
Syarat untuk Ballast Water Treatment telah ditingkatkan pada regulasi D-2 Convention.
Untuk merespon hal ini, sejumlah teknologi telah diciptakan dan dikomersilkan oleh berbagai
vendor. Banyak aplikasi dari teknologi tersebut digunakan sebagai syarat dari Ballast Water
Management Convention and Shipboard operation. Sistem ini harus diuji dan diakui oleh IMO.

I.2

Rumusan Masalah

Banyak sekali dampak yang ditimbulkan akibat pindahnya spesies non-native


lingkungan barunya seperti perusakan-perusakan pipa bawah air yang menyebabkan kerugian
ekonomi, berkurangnya jumlah spesies local akibat munculnya bibit predator baru, kematian
biota laut akibat meledaknya perkembangan Protista dan kandungan racun pada ikan laut akibat
termakannya bakteri yang terbawa oleh air ballast kapal. Oleh karena itu, untuk mencegah
terjadinya pencemaran dan masalah pada ballast kapal, Laporan Kerja Praktik ini akan
membahas mengenai cara kerja Ballast Water Treatment Plant dan regulasi-regulasinya sesuai
dengan the International Convention for the Control and Management of Ships Ballast water
and Sediment untuk meregulasi Discharge untuk kapal tanker pertamina 17500 DWT

[AUTHOR NAME]

I.3

Batasan Masalah

Pada Laporan Kerja Praktek ini perumusan masalah dibatasi hanya pada beberapa
poin dibawah ini dengan tujuan dan pembahasan yang fokus dan detail :
1. Standar acuan penggunaan Ballast Water Treatment pada INTERNATIONAL
CONVENTION FOR THE CONTROL AND MANAGEMENT OF SHIPS'
BALLAST WATER AND SEDIMENTS, 2004 yang ditetapkan oleh
International Maritime Organization (IMO)
2. Jenis jenis organisme yang terdapat pada Ballast kapal dan dampaknya
3. Macam macam teknologi Water Ballast Treatment
4. Perbandingan maker dan pemilihan untuk kapal tanker pertamina 17500 DWT

I.4

Tujuan Penulisan Laporan Kerja Praktek


Tujuan penulis dari penyusunan Laporan kerja Praktik ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi syarat akademis mata kuliah Kerja Praktik Program Studi Teknik
Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Indonesia
2. Sebagi bukti nyata hasil yang diperoleh selama melakukan kerja praktek di PT
Pertamina Shipping (PERSERO)
3. Sebagai bahan perbandingan antara ilmu yang dipelajari di perkuliahan
dengan kondisi nyata di lapangan

[AUTHOR NAME]

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Regulasi

2.1.1

Sejarah Regulasi Ballast Water Management

Sejak pemakaian baja sebagai lambung kapal 120 tahun yang lalu, air telah digunakan
sebagai ballast

untuk

menyeimbangkan

kapal di laut.

Air

ballast

dipompa

untuk

mempertahankan kondisi operasi aman sepanjan perjalanan. Hal ini mengurangi stress pada
lambung, sehingga meningkatkan propulsi dan maneuver dan mengkompensasi berat yang
hilang akibat konsumsi air dan bahan bakar.
Walaupun ballast water sangat penting, aman dan efisien untuk operasi perkapalan
modern, ballast water juga dapat menimbulkan efek negative terhadap ekologi, ekonomi dan
kesehatan akibat banyaknya spesies air laut yang terbawa pada ballast water. Diantaranya
adalah bakteria, mikroba, telur dan larva dari berbagai macam spesies dan juga virus. Spesies
yang terbawa ini dapat berkembang biak dalam ballast kapal dan ketika dilepaskan ke lokasi
atau habitat barunya, spesies ini akan menjadi spesies yang invasif dan mengganggu
keseimbangan dari lokasi yang diinvasi.
Ilmuwan menyadari pertama kalinya saat munculnya algae jenis Odontella (Biddulphia
sinensis) yang hanya ditemukan di Asia berada di North Sea pada tahun 1903. Kemudian pada
tahun 1980-an Kanada dan Australia menjadi Negara yang paling banyak mendapat laporan
terdapatnya invasive species. Hal ini pun dilirik dan menjadi perhatian dari Marine
Environment Protection Committee (MEPC) dari International Maritime Organization (IMO).
IMO telah menjadi yang terdepan dalam upaya internasional dalam menangani transfer
dari Aquatic Invasive Species (AIS) pada water ballast. Pada tahun 1991, MEPC mengadopsi
pedoman untuk mencegah penyebaran dari organisme dan pathogen yang tidak diinginkan pada
ballast water kapal dan pembuangan sedimen (resolusi MEPC 50(31)) pada United Nations
Conference on Environment and Development (UNCED) yang diadakan di Rio de janeiro pada
tahun 1992 yang menjadi isu major internasional.
[AUTHOR NAME]

Pada November 1993, IMO mengeluarkan resolusi A.774(18) berdasarkan pada


pedoman 1991 yang meminta MEPC dan MSC untuk mempertahankan pedomannya agar dapat
dipakai secara internasional dan dilegalkan. Pada November 1997 resolusi A.868(20)
Guidelines for the Control and management of Ships Ballast Water to Minimize the Transfer
of Harmful Aquatic Organisms and Pathogens yang mengundang semua anggotanya untuk
menggunakan pedoman ini saat menangani isu IAS.
Akhirnya, setelah berdebat lebih dari 14 tahun, IMO mengadakan International
Convention for the Control and Management of Ships Ballast Water and Sediments (konvensi
BMW) pada tanggal 13 Februari 2004 di London. Konvensi ini mengharuskan semua kapal
untuk mengaplikasikan Ballast Water and Sediments Management Plan. Semua kapal harus
membawa Ballast Water Record Book dan diharuskan menjalani prosedur manajemen ballast
water dengan standar yang telah diberikan.
2.1.2 Ballast Water Quality and Standards
Regulasi D-2 pada konvensi BMW menetapkan standar dari ballast water treatment
yang harus dipenuhi (lihat tabel 1). Seluruh Treatment systems harus diuji dan diakui oleh
pedoman yang telah dikeluarkan oleh IMO. Berikut isi dari regulasi D-2 BMW Convention:
Regulation D-2 : Ballast Water Performance Standard
1.

Ships conducting Ballast Water Management in accordance with this regulation

shall discharge less than 10 viable organisms per cubic metre greater than or equal to
50 micrometers in minimum dimension and less than 10 viable organisms per mililitre
less than 50 micrometres in minimum dimension and greater than or equal to 10
micromentres in minimum dimension; and discharge of the indicator microbes shall not
exceed the specified concentrations described in paragraph 2.
2.

Indicator microbes, as a human health standard, shall include:


.1

Toxicogenic Vibrio cholerae (O1 and O139) with less than 1 colony

forming unit (cfu) per 100 mililitres or less than 1 cfu per 1 gram (wet weight)
zooplankton samples;
.2

Escherichia coli less than 250 cfu per 100 mililitres;

.3

Intestinal Enterococci less than 100 cfu per 100 mililitres.


[AUTHOR NAME]

Jika diinput dalam bentuk tabel, maka dapat disimpulkan:


Kategori Organisme

Regulasi

Plankton, > 50 m dalam dimensi minimum

< 10 cells / m3

Plankton, 10-50 m

< 10 cells / ml

Toxicogenic Vibrio cholerae (O1 dan O139)

< 1 cfu / 100 ml

Eschericia coli

< 250 cfu / 100 ml

Intestinal Enterococci

< 100 cfu / 100 ml

Tabel 1 : standar D-2 IM O untuk ballast water yang terdischarged

IMO juga telah menetapkan timeline bagi kapal-kapal yang telah dijelaskan pada
regulasi B-3 IMO mengenai Ballast water management for ships, yang isinya :
Regulation B-3:
1.

Ballast Water Management for Ships

A ship constructed before 2009:


.1

with a Ballast Water Capacity of between 1,500 and 5,000 cubic metres,

inclusive, shall conduct Ballast Water Management that at least meets the
standard described in regulation D-1 or regulation D-2 until 2014, after which
time it shall at least meet the standard described in regulation D-2;
.2

with a Ballast Water Capacity of less than 1,500 or greater than 5,000

cubic metres shall conduct Ballast Water Management that at least meets the
standard described in regulation D-1 or regulation D-2 until 2016, after which
time it shall at least meet the standard described in regulation D-2.
2

A ship to which paragraph 1 applies shall comply with paragraph 1 not later

than the first intermediate or renewal survey, whichever occurs first, after the
anniversary date of delivery of the ship in the year of compliance with the standard
applicable to the ship.

[AUTHOR NAME]

A ship constructed in or after 2009 with a Ballast Water Capacity of less than

5,000 cubic metres shall conduct Ballast Water Management that at least meets the
standard described in regulation D-2.
4

A ship constructed in or after 2009, but before 2012, with a Ballast Water

Capacity of 5,000 cubic metres or more shall conduct Ballast Water Management in
accordance with paragraph 1.2.
5

A ship constructed in or after 2012 with a Ballast Water Capacity of 5000 cubic

metres or more shall conduct Ballast Water Management that at least meets the standard
described in regulation D-2.
6

The requirements of this regulation do not apply to ships that discharge Ballast

Water to a reception facility designed taking into account the Guidelines developed by
the Organization for such facilities.
7

Other methods of Ballast Water Management may also be accepted as

alternatives to the requirements described in paragraphs 1 to 5, provided that such


methods ensure at least the same level of protection to the environment, human health,
property or resources, and are approved in principle by the Committee.

Tabel 2 : Timeline instalasi ballast water treatment systems berdasarkan


regulasi B-3 IM O

Menurut tabel 2, tonggak utama berada pada tahun 2009, saat kapal yang sedang
menjalani konstruksi memiliki kapasitas ballast dibawah 5000 m3 diminta untuk memiliki

[AUTHOR NAME]

ballast water treatment untuk memenuhi standar D-2 BMW convention. Namun timeline
tersebut belum berlaku secara internasional .

2.1.3

Proses Approval

Teknologi yang dikembangkan untuk pengolahan ballast water harus


mengikuti aturan dan persetujuan spesifik dari IMO dan pedoman pengujian didesain
agar teknologi yang dipakai sesuai dengan standar IMO. Perusahaan yang
menawarkan teknologi ballast water treatment harus mendapat persetujuan dari Flag
Administration, yang akan memilihkan kelas untuk memastikan agar benar-benar
aman.
Prosedur testing dari BWM diatur oleh Guidelines for Approval of Ballast
Water Management Systems (Pedoman G8). Approval terdiri dari shore based
testing dari model untuk mengkonfirmasi standar D2 Konvensi BWM dan ship board
testing untuk memastikan bahwa sistem bekerja saat service. Tahapan persetujuan ini
memakan waktu antara enam minggu sampai dengan enam bulan untuk shore based
test dan enam bulan untuk ship based testing.

Gambar 1 : Tahapan dari approval Ballat Water Treatment Plant

[AUTHOR NAME]

2.2

Organisme yang terdapat pada Ballast water tank

Spesies non-native yang terbawa oleh ballast kapal merupakan ancaman pada
ekosistem, ekonomi dan kesehatan pada daerah yang terkena dampaknya. Ilmuwan
berpendapat bahwa sekitar sepertiga dari invasive spesies yang telah terdata dapat berpindah
dan bertahan hidup pada ballast water tanks di semua kapal. IMO telah merilis 10 spesies yang
tidak diinginkan dalam ballast kapal. Berikut adalah empat spesies yang paling invasif yang
terbawa oleh ballast kapal.
2.2.1

Zebra Mussels
Zebra mussel (Dreissena polymorpha) merupakan spesies native yang awalnya

hanya ditemukan pada danau di bagian selatan Russia. Namun, secara tidak sengaja
spesies non-native ini telah tersebar diberbagai Negara dan menjadi invasive species.
Spesies ini menyebar ke danau St. Clair, Amerika Utara pada tahun 1988 melalui ballast
water pada kapal St. Lawrence Seaway dan pada tahun 2011 spesies ini telah menyebar
hampir di seluruh Amerika Serikat.

Gambar 2: Zebra M ussels

Efek yang ditimbulkan oleh Zebra Mussel sangat signifikan, baik tehadap kapal
yang ditumpangi maupun terhadap lingkungan. Karena kolonisasinya berada pada
danau danau besar, mereka berkembang biak dan menempel pada bagian bawah dok,
hull kapal dan juga jangkar. Spesies ini dapat berkembang biak dengan cepat sehingga
[AUTHOR NAME]

dapat menempel dan menutupi hampir seluruh bagian dari pipa bawah air sehingga
menyumbat asupan air kota dan perusahaan pembangkit listrik tenaga air. Menurut
Center for Invasive Species Research Universitas California, biaya pengelolaan zebra
mussel di Great Lakes saat ini melebihi 500 juta dollar pertahunnya. Sebuah studi yang
lebih konservatif mengestimasi total biaya 267 juta dollar untuk pembersihan
pembangkit listrik dan fasilitas water treatment di seluruh Amerika Serikat pada tahun
1898 sampai tahun 2004.

Gambar 3 : dampak negatif zebra mussels terhadap lingkungan

Zebra Mussel juga merupakan sumber dari Avian botulism, yaitu peracunan
yang menyebabkan ribuan burung mati di Great Lakes Amerika sejak akhir 1990 yang
disebabkan oleh racun dan polutan yang dihisap olehnya dan termakan oleh burung.
Zebra Mussel juga bertanggung jawab atas punahnya banyak spesies pada Great Lake
[AUTHOR NAME]

10

system karena mereka dapat tumbuh pada jenis remis dan kerang lainnya sehingga
menyebabkan kematian pada spesies kerang dan remis local. Spesies ini juga
menghabiskan pasokan makanan sehingga spesies lainnya mati kelaparan.

2.2.2

Vibrio cholerae
Vibrio cholerae merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit kolera. Bakteri

ini banyak ditemukan pada ballast water kapal. Pada Oktober 2010, bakteri ini
menyebar dari Haiti dan menyebabkan sekitar 8000 orang meninggal dunia. Akibatnya
bakteri ini berpindah melalui ballast kapal dari pantai latin Amerika menuju teluk
meksiko. Sampel water ballast yang diambil dari 5 kapal kargo yang berlayar saat itu
semuanya mengandung bakteri ini.

(a)

(b)

Gambar 4 : (a) bakteri Vibrio cholerae (b) dampak negatif bakteri terhadap kesehatan

2.2.3

Comb Jelly
Comb Jelly (Mnemiopsis leidyi) pertama kali ditemukan di laut hitam, pada

tahun 1980, dimana hanya satu jenis comb jelly yang diketahui saat itu. Penyebaran
comb jelly ini terjadi karena spesies ini tidak sengaja masuk kedalam ballast water kapal
pedagang saat itu. Pada tahun 2006 spesies ini ditemukan di laut Baltik.

[AUTHOR NAME]

11

Gambar 5 : Mnemiopsis leidyi

Spesies ini menyebabkan musnahnya zoo plankton sebesar 75% di laut Kaspia,
mengkonsumsi larva ikan yang merugikan pasar, menyebabkan kerugian pedagang
hampir mencapai ratusan juta dollar.

2.2.4

European Green Crab


Carcinus maenas

adalah kepiting yang umumnya ditemukan pada pantai

atlantik eropa. Secara tidak sengaja kepiting ini terbawa oleh ballast kapal dan sekarang
populasinya dapat ditemukan di Australia, Afrika Selatan, Amerika Serikat dan Jepang.

Gambar 6 : Carcinus maens

Jenis kepiting ini menghilangkan spesies asli kepiting lokal dan menjadi
spesies yang dominan pada daerah yang terinvasi. Kepiting ini juga sukses dalam
mengurangi jumlah ikan lokal yang menjadi mata pencaharian penduduk tersebut.

[AUTHOR NAME]

12

Gambar 7 : 10 organisme yang tidak diinginkan pada ballast menurut IM O

2.3

Teknologi pada Ballast Water Treatment

Untuk memberantas organisme-organisme yang tidak diinginkan pada ballast kapal,


maka diperlukan beberapa teknologi. Teknologi yang digunakan pada Water Ballast Treatment
ini pada umumnya merupakan pengaplikasian dari proses air pembuangan industrial, dimana
bentuk solid-liqud separation dan disinfeksi berlaku.
Ada tiga jenis Ballast Water Treatment Technologies, yang pada umumnya tergabung
pada satu sistem, yaitu mechanical separation, physical disinfection dan chemical treatment.
Hampir seluruh sistem menggunakan dua tahapan dengan cara mechanical separation pada
tahap pertama diikuti dengan physical atau chemical treatment pada tahap kedua.

2.3.1

Mechanical Separation

Pada tahap ini hal yang paling diutamakan ada olid-liquid separation, yaitu pemisahan
material padat yang tersuspensi, termasuk mikroorganisme dari ballast water, baik dengan
cara sedimentasi atau dengan cara surface filtration removal. Berikut merupakan dua jenis
mechanical separation pada water ballast treatment.

[AUTHOR NAME]

13

2.3.1.1

Cyclonic Separation ( Hydrocyclone)


Cyclonic separation adalah metode yang dipakai untuk menghilangkan

partikel dari udara,m gas atau liquid steam tanpa menggunakan filter, namun
melalui vortex

separation. Efek

rotasi dan gravitasi digunakan untuk

memisahkan campuran soild dan liquid. Alat ini menggunakan prinsip gaya
sentrifugal dan tekanan rendah karena adanya perputara untuk memisahkan
materi berdasarkan perbadaan massa jenis dan ukuran.

Gambar 8 : Hydrocyclone

Aliran udara berkecepatan tinggi terbentuk melalui silinder atau wadah


berbentuk kerucut yang disebut cyclone. Udara mengalir dengan pola heliks,
dimulai pada bagian atas (wide end) cyclone dan berakhir pada bagian bawah
(narrow end) sebelum keluar dari cyclone pada aliran lurus melalui pusat
cyclone dan keluar menuju bagian atas. Partikel yang lebih besar memiliki
inersia yang terlalu besar untuk mengikuti putaran aliran sehingga partikel
tersebut menabrak dinding luar dan terjatuh pada bagian bawah cyclone dimana
partikel tersebut dapat dibuang.

[AUTHOR NAME]

14

Gambar 9 : cara kerja hydrocyclone

Pada sistem yang berbentuk kerucut tersebut, ketika aliran berputar


menuju bagian yang lebih sempit pada ujung cyclone, jari-jari aliran semakin
berkurang sehingga dapat memisahkan partikel yang lebih kecil. Bentuk
geometri cyclone, bersama dengan flow rate membentuk titik potong dari
cyclone. Ini adalah ukuran partikel yang akan terbuang dari aliran degan
efisiensi 50% . Partikel yang lebih besar akan terbuang dengan efisiensi yang
lebih besar lagi.
Berdasarkan hukum Stoke, kita dapat menghitung kecepatan radial
terminal pada cyclone.

VtR

2
D p2 g ( p ) Vtan

18

gr

Dimana :
VtR

= Terminal radial velocity


[AUTHOR NAME]

15

Dp

= Diameter partikel

= konstanta gravitasi

= densitas partikel

= densitas fluida

= viskositas fluida

Vtan

= kecepatan tangensial

= jari-jari cyclone

Dengan menggunakan Hydrocyclone

ini,

biaya yang dikeluarkan

relative lebih murah dan juga pemasangan sistem yang cepat dan mudah. Akan
tetapi, sistem ini sangat tergantung pada massa dan kepadatan partikel sehingga
tidak ampuh untuk menghilangkan organisme yang sangat kecil seperti larva
dan juga bakteri pada ballast water.

2.3.1.2

Filtration
Filtrasi merupakan sistem yang bertujuan untuk memisahkan organisme

makhluk hidup dan material cair yang berasal dari air ballast dengan
menggunakan sedimentasi dan juga surface filtration system. Material cair yang
telah disaring dan air buangan yang berasal dari proses penyaringan akan
dibuang di area dimana air ballast diambil atau diproses lebih lanjut didalam
kapal sebelum pembuangan.

[AUTHOR NAME]

16

Gambar 10 : Screen filter

Alat yang digunakan pada sistem ini adalah Screens/Discs, yang efektif
untuk menghilangkan partikel solid dari ballast water dengan automatic
backwashing. Cara ini sangat ramah lingkungan karena tidak menggunakan
bahan kimia pada ballast water. Screens/Discs ini sangat efektif untuk
menyaring partikel berukuran besar, namun tidak dapat menghilangkan partikel
dan organisme yang berukuran sangat kecil, sehingga dibutuhkan sistem
penyaringan lanjutan untuk membasmi organisme mikroskopik.

2.3.2

Chemical Treatment and Biocides

Pada tahap ini treatment pada water ballast menggunakan bahan kimia sebagai penghilang
organism. Biocides adalah disinfektan yang telah diuji berpotensi menghilangkan atau
men non-aktifkan organisme invasive dari air ballast. Namun, Biocides yang digunakan
pada water ballast harus efektif membasmi organisme invasive dan mudah terdegradasi
atau mudah dihilangkan untuk mencegah air buangan menjadi beracun pada lingkungan.
2.3.2.1

Chlorination
Chlorination adalah proses menambahkan chlorine (Cl2 ) pada water

ballast sebagai proses penjernihan air dari organisme invasive. Sebagai halogen,
chlorine merupakan disinfektan yang sangat baik dan dapat membasmi
organisme organisme mikroskopik seperti bakteri, virus dan protozoa yang
umumnya berkembang biak pada water ballast.
Sebagai agen oksidasi yang kuat, chlorine membunuh organisme dengan
cara oksidasi molekul organik. Disinfektan yang digunakan untuk tujuan ini
terdiri dari senyawa chlorine yang dapat bertukar atom dengan senyawa lain,
seperti enzim pada bakteri dan sel-sel lain. Ketika enzim dating dalam kontak
dengan chlorin, satu atau lebih atom hydrogen dalam molekul akan tergantikan
oleh chlorine. Hal ini menyebabkan seluruh molekul untuk berubah bentuk atau
[AUTHOR NAME]

17

mati. Ketika enzim tidak berfungsi dengan baik, maka sel atau bakteri akan
mati.
Ketika chlorine ditambahkan pada air, maka akan terbentuk reaksi :
Cl2 + H2 O HOCl + H+ + ClTegantung pada derajat pH pada air, asam underchloric sebagian
berakhir menjadi ion hypochloric :
Cl2 + 2H2 O HOCl + H3O + ClHOCl + H2 O H3 O + + OClSehingga terbentuklah atom chlorine dan oksigen :
OCl- Cl- + O
Asam underchloric (HOCl netral) dan ion hypochlorite (OCl-, negative)
akan membentuk chlorine yang bebas ketika terikat bersama-sama yang
menghasilkan disinfektan. Kedua substansi mempunyai sifat tersendiri. Asam
Underchloric lebih reaktif dan lebih kuat sebagai disinfektan daripada
hypochlorite. Asam underchloric terbagi menjadi asam hydrochloric (HCl) dan
atom oksigen (O). Atom oksigen adalah disinfektan yang sangat kuat.
Sifat disinfektan pada chlorine di air didasari dari oksidasi atom oksigen
bebas dan reaksi substitusi chlorine.

Gambar 11 : asam underchloric dapat menembus dinding sel bakteri melalui oksidasi

Dinding sel pada bakteri bermuatan negative, dengan demikian dapat


ditembus oleh asam underchloric netral dibandingkan dengan ion hypochloric
yang bermuatan negative. Asam underchloric dapat menembus dinding sel dan

[AUTHOR NAME]

18

lapisan pelindung dari suatu mikroorganisme dan secara efektif membunuh


pathogen. Hasilnya, mikroorganisme akan mati akibat gagalnya reproduksi.
Efektivitas disinfeksi ditentukan oleh pH air. Disinfeksi chlorine akan
berlangsung secara optimal bila pH berada antara 5,5 sampai 7,5. Tingkat
keasaman asam underchloric akan menurun ketika nilai pH lebih tinggi. Ketika
derajat pH 7,5 konsentrasi dari asam underchloric dan ion hypochlorite akan
sama-sama tinggi.
Disinfection time of fecal pollutants with chlorinated water
E. coli 0157 H7 bacterium

< 1 minute

Hepatitis A virus

about 16 minutes

Giardia parasite

about 45 minutes

Cryptosporidium

about 9600 minutes (6,7 days)

Tabel 3 : waktu disinfeksi untuk beberapa jenis mikroorganisme dengan air yang mengandung chlorine dengan
konsentrasi 1 mg/L (1 ppm) ketika pH = 7,5 dan T = 25 oC

Disinfeksi dengan chlorine dapat menjadi masalah. Chlorine bereaksi


dengan senyawa alami organik yang ditemukan dalam pasokan air untuk
menghasilkan senyawa yang dikenal sebagai Disinfection Byproducts (DBPs).
DBPs yang paling umum adalah trihalomethanes (THMs) dan asam haloactetic
(Haas). Trihalomethanes adalah disinfektan utama oleh-produk yang dibuat dari
klorinasi

dengan

dibromochloromethane,

dua

jenis

yang

berbeda,

bromoform

yang terutama bertanggung jawab

untuk

dan
bahaya

kesehatan, Efeknya tergantung ketat pada durasi eksposur mereka terhadap


bahan kimia dan jumlah tertelan ke dalam tubuh. Dalam dosis tinggi, terutama
bromoform memperlambat aktivitas otak biasa, yang dimanifestasikan oleh
gejala seperti kantuk atau sedasi. Paparan kronis dari kedua bromoform dan
dibromochloromethane dapat menyebabkan kanker hati dan ginjal, serta
penyakit jantung, pingsan , atau kematian dalam dosis tinggi .
Jika tingkat chlorine pada water ballast melebihi 0.1ppm, penetral
(larutan natrium tiosulfat) ditambahkan ke dalam pipa de-ballast untuk
menetralisir oksidan sisa langsung secara otomatis.

[AUTHOR NAME]

19

2.3.2.2

Chlorine dioxide Oxidation


Klorin dioksida menjadi disinfektan dengan cara mengoksidasi. Ini

adalah satu-satunya biocide yang merupakan molekul radikal bebas. Klorin


dioksida memiliki 19 elektron dan hanya bereaksi dengan zat yang melepaskan
electron. Lain halnya Chlorine menambahkan atom chlorine atau pengganti
atom chlorine dari zat yang bereaksi dengannya.
Klorin dioksida mudah meledak ketika tekanan dalam ruangan tersebut
kurang. Klorin dioksida biasanya diproduksi sebagai larutan atau gas. Zat ini
dapat dihasilkan dalam larutan natrium klorit (NaClO 2 ) atau natrium klorat
(NaClO 3 ). Untuk menghasilkan gas klorin dioksida, asam klorida (HCl) atau
klorin dibawa bersama-sama dengan sodium klorit.
Reaksi utama :
2NaClO 2 + Cl2 2ClO 2 + 2NaCl
Dan :
5NaClO 2 + 4HCl 4ClO 2 + 5NaCl + 2H2 O
Sebagai alternatif :
2NaClO 2 + Na2 S2 O 8 2ClO 2 + 2Na2 SO 4
Dapat juga diproduksi melalui reaksi dari sodium hipoklorit dengan
asam hidroklorik :
HCl + NaOCl + 2NaClO 2 2ClO 2 + 2NaCl + NaOH
Jumlah klorin dioksida yang biasanya diproduksi berkisar antara 0
sampai dengan 50 g/L

[AUTHOR NAME]

20

Gambar 12 : generator klorin dioksida pada ballast kapal

Zat alam organik dalam sel bakteri bereaksi dengan klorin dioksida
yang menyebabkan beberapa proses seluler akan terganggu. Klorin dioksida
bereaksi langsung dengan asam amino dan RNA dalam sel. Produksi protein
pada sel akan terhambat.Klorin dioksida menyerang membrane sel dengan cara
mengubah protein membrane dan lemak dengan cara menghambat pernafasan.
Ketika bakteri telah tereleminasi, dinding sel akan ditembus oleh klorin
dioksida.
Untuk mengeliminasi virus, Klorin dioksida bereaksi dengan pepton
sehingga mencegah pembentukan protein pada virus tersebut. Klorin dioksida
merupakan

disinfektan

yang

lebih

baik

untuk

mengeliminasi

virus

dibandingkan chlorine atau ozone.

Kelemahan yang terdapat pada klorin dioksida ini adalah harganya lima
sampai sepuluh kali lebih mahal daripada chlorine. Klorin dioksida biasanya
dibentuk dalam kapal dengan generator. Cost dari klorin dioksida bergantung
pada harga bahan kimia yang dipakai untuk memproduksi klorin dioksida.
Selain itu klorin dioksida bersifat eksplosif, ketika berkontak dengan sinar
matahari, ia akan terdekomposis, sehingga diperlukan safety yang lebih. Ketika
terjadi produksi klorin dioksida, chlorine dengan jumlah besar akan terbentuk
sehingga chlorine bebas akan bereaksi dengan material organik

untuk

membentuk disinfeksi byproducts seperti chlorite dan chlorate yang dapat


menyebabkan dialysis.
[AUTHOR NAME]

21

2.3.2.3

Peraclean Ocean
Sistem dari water ballast treatment ini teridiri dari asam parasetik dan

hirogen peroksida yang disimpan pada double-walled tanks. Konsentrasi dari


zat aktif dipantau, dan jika perlu dinetralisir dengan sodium sulfit (Na 2 SO 3 ) dan
air sebelum ballast water dibuang.
Neutraliser terkandung dalam tangki epoxy-coated tanks. Temperature
and leakage sensors, temperature control unit, ventilators dan sprinklers dalam
chemical storage room digunakan untuk

mencegah temperatur ruangan

melebihi 35 0 C.

Gambar 13 : alur treatment peraclean ocean dengan SKY-SYSTEM

Tingkat perusakan dari asam parasetik dan hydrogen peroksida


dipercepat dengan adanya sedimen. Tingkat kualitas air beravariasi secara
signifikan dengan tingkat treatment dengan reduksi pH maksimum 2.0 dan
meningkat 20 kali lipat seiring kadar karbon organik terlarut. Organisme pada
air ballast yang diaplikasikan oleh peraclean ocean telah berkurang sebanyak
99% setelah 2 hari.
Peraclean ocean treatment merupakan sebuah teknologi yang efektif
dalam ballast water treatment dalam berbagai kondisi suhu dan salinitas.
Pembuangan freshwater yang telah ditreatment oleh teknologi ini menimbulkan
beberapa resiko toksikologi terhadap lingkungan.

[AUTHOR NAME]

22

2.3.2.4

Electrolysis

Elektrolisis adalah metode

menggunakan arus

listrik

DC

untuk

mengubah energy listrik menjadi energi kimia. Dalam metode ini aliran ballast
utama disaring, kemudian aliran slip seawater dialihkan menuju electrolyzer
dan digunakan untuk menghasilkan sodium hipoklorit. Aliran slip ini (sekitar
1% dari volume aliran ballast water) kemudian dalirkan kembali ke 99% aliran
ballast utama. Pembuatan hipoklorit dibuat insitu dan hanya diperlukan selama
proses intak ballasting.

Gambar 14 : elektrolisis pada ballast kapal

Rumus umum untuk menghasilkan hipoklorit sederhana :


NaCl + H2 O + electricity NaOCl + H2
Atau
Water + salt + electricity sodium hipoklorit + gas hydrogen
Disinfeksi

jenis

ini

memiliki

konsentrasi

dua

kali

lebih

kuat

dibandingkan dalam kolam renang dan sangat efektif terhadap bakteria dan
[AUTHOR NAME]

23

mikroorganisme lainnya dengan waktu kurang dari satu menit. Karena


hipoklorit dihasilkan on-demand, tempat penyimpanan tidak diperlukan pada
kapal tersebut.

2.3.3

Physical Disinfection

Jenis Physical treatment pada ballast kapal pada umumnya terdiri dari ultrasound cavitation,
Koagulasi, ultraviolet irraditation (UV), Deoxygenation.

2.3.3.1

Ultrasound Cavitation
Ultrasound memiliki potensi dalam disinfeksi pada berbagai aliran air,

termasuk pada pengolahan air minum dan air limbah. Pada Ballast kapal,
teknologi ini digunakan untuk memberantas organisme yang invasif yang
berada pada ballast kapal dan berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lainnya.
Ultrasound telah lama dipakai sebagai disinfeksi air.

Ultrasound

menyebabkan kavitasi, yaitu proses pembentukan gas pada suatu cairan.


Kavitasi ini telah membunuh organisme bersel satu dengan cara cellular
disruption dan cellular disintegration.
Frekuensi yang rendah (20-50 kHz) pada umumnya lebih efektif dari
frekuensi tinggi (>100 kHz), meskipun frekuensi tinggi lebih efektif dalam
memproduksi radikal bebas yang reaktif. Energy ultrasonic 26 kHz dapat
menimbulkan efek destruktif pada E. Coli, Staphylococcus aureus, Bacillus
subtilis, dan Pseudomonas aeruginosa, fungus dan beberapa virus.
Gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan ultrason secara
lokal dari kavitasi mikro pada sekeliling bahan yang akan diekstraksi sehingga
terjadi pemanasan pada bahan tersebut, sehingga melepaskan senyawa ekstrak.
Terdapat efek ganda yang dihasilkan, yaitu pengacauan dinding sel sehingga
membebaskan kandungan senyawa yang ada di dalamnya dan pemanasan lokal
pada cairan dan meningkatkan difusi ekstrak. Energi kinetik dilewatkan ke
[AUTHOR NAME]

24

seluruh bagian cairan, diikuti dengan munculnya gelembung kavitasi pada


dinding atau

permukaan

sehingga

meningkatkan

transfer

massa

antara

permukaan padat-cair. Efek mekanik yang ditimbulkan adalah meningkatkan


penetrasi dari cairan menuju dinding membran sel, mendukung pelepasan
komponen sel, dan meningkatkan transfer massa.

Gambar 15 : Skema dari ultrasound cavitation treatment

Beberapa keunggulan dalam penggunaan teknologi ini adalah tidak


memerlukan bahan kimia sehingga bebas dari polusi air serta prosesnya uang
cepat dan mudah, sehingga tidak memerlukan biaya yang tinggi untuk
mengaplikasikan treatment ini pada ballast kapal.

2.3.3.2

Coagulation
Metode

koagulasi

digunakan

sebagai

proses

filtrasi

untuk

menggabungkan partikel-partikel yang lebih kecil untuk digabungkan. Seriring


dengan meningkatnya ukuran partikel tersebut, maka efisiensinya pun semakin
bertambah.

[AUTHOR NAME]

25

Gambar 16 : proses koagulasi menggunakan magnetic powder

Seawater yang masuk kedalam ballast kapal di treatment dengan


menambahkan

bubuk

koagulan

dan

magnet

dalam coagulation

tanks.

Pergolakan air laut menyebabkan plankton, virus dan lumpur mengental


menjadi gumpalan magnetic dengan lebar 1 mm. gumpalan ini kemudian
dikumpulkan dengan magnetic disc dalam magnetic separator.

Gambar 17 : skema proses koagulasi

Air yang telah diperlakukan treatment difilter melalui filter separator


dan diinjeksi menuju ballast tanks. Koagulasi dari mikroorganisme menjadi
gumpalan-gumpalan kecil ini memungkinkan penggunaan filter yang kasar
yang menyebabkan treatment berkecepatan tinggi.

[AUTHOR NAME]

26

2.3.3.3

Ultraviolet Treatment
Metode UV treatment terdiri dari lampu UV yang mengelilingi ruangan

dimana ballast water lewat. Lampu UV (lampu amalgam) memproduksi sinar


ultraviolet yang bereaksi pada DNA dari suatu organisme sehingga membuat
mereka tidak berbahaya dan mencegah sistem reproduksinya. Metode ini telah
banyak digunakan secara global untuk tujuan penyaringan ballast water dan
efektif terhadap berbagai macam organisme.

Gambar 18 : Penggunaan UV treatment pada ballast kapal untuk menonaktifkan organisme invasif

Saat ballasting dan deballasting, unit menciptakan sebuah radikal


dengan

bantuan

dari katalis

dan

sumber

cahaya.

Radikal ini

akan

menghancurkan membran sel dari mikroorganisme. Radikal ini memiliki masa


hidup hanya beberapa milisekon saja dan tidak menimbulkan bahaya bagi
lingkungan maupun manusia. Saat ballasting, sebuah filter sebesar 50 m
menyaring

organisme-organisme

yang

berukuran

besar,

meninggalkan

organisme yang berukuran lebih kecil untuk dilakukan treatment. Pada saat
deballasting, treatment juga dilakukan dengan cara pembuangan ballast water
melewati filter.

[AUTHOR NAME]

27

before

after

Gambar 19 : hasil perlakuan treatment UV pada mikroorganisme, perusakan DNA sehingga menjadi nonaktif

2.3.3.4

Deoxygenation
Konsep dari metode ini adalah dengan cepat mengurangi konsentrasi

oksigen terlarut dalam air, yang mengarah ke kematian massal organisme


akuatik. Menurut hasil penelitian, metode tampaknya teknis layak

dan

memenuhi banyak kriteria lingkungan, baik air tawar dan garam, pada suhu
yang bervariasi dari mendekati nol sampai 25C. .
Pada

ballast

water

treatment

ini

kavitasi

digunakan

untuk

menghilangkan oksigen yang terlarut selama intake. Stripping Gas Generator


(SGG) digunakan untuk memproduksi ultra-low oxygen gas dengan 0,1%
oksigen. Gas yang telah diproduksi dialirkan menuju ballast water via venturi
injector yang membentuk kavitasi ekstrim, yang memproduksi emulsi microfine bubble pada ballast. Dalam waktu 10 detik, lebih dari 95% oksigen yang
terlarut dikeluarkan dari larutan dan dilepaskan kedalam atmosfir.

[AUTHOR NAME]

28

Gambar 20 : Stripping Gas Generator

Spesies yang bergantung pada oksigen akan terganggu, dan akan mati
satu jam kemudian. menghapus oksigen tidak hanya membunuh organisme
aerobik tetapi juga dapat memiliki manfaat bagi pencegahan korosi dengan
ketentuan bahwa kandungan oksigen dipertahankan pada yang benar tingkat.
De-oksigenasi dapat memerlukan berkepanjangan periode dalam rangka untuk
membuat organisme dan patogen berbahaya ke perairan penerima.

2.4

Penentuan Water Ballast Treatment

2.4.1

Pemilihan Maker
Maker disini adalah pembuat atau provider dari ballast water plant. Tiap maker

mempunyai spesifikasi dan teknologi sendiri dalam menangani spesies yang tidak
diinginkan dalam ballast water. Hampir seluruh maker memakai treatment dengan dua
tahap, yang diantaranya adalah dapat berupa mechanical dan physical separation atau
mechanical dan chemical treatment. Dalam memilih maker hal terpenting yang dapat
dijadikan parameter adalah power requirement dari BWT itu sendiri, lamanya waktu
maintenance, biaya yag dibutuhkan untuk maintenance, efek korosi yang ditimbulkan,
dimensi dan ruang yang dibutuhkan.

[AUTHOR NAME]

29

2.4.2

No

1
2

Maker List dan Spesifikasinya

Manufacturer

Ecochlor
Alva Laval pureballast
2.0

Power

Maintenance

Install

Requirement

Cost ($/1000

cost

(kW)

m3 )

($'000)

Filtration + chlorine dioxide treatment

6.9

80

500

Filtration + ultraviolet

125

20

320

15

25

300

30

130

249

72

20

550

110

40

450

Treatment Technology

Multi hydrocyclone separation +

ERMA FIRST SA

Electrolysis

NEI Treatment

Deoxygenation + Cavitation

Systems LLC

Severn Trent De Nora

Auramarine

Filtration + Electrochlorination +
Residual Control
Filtration + UV-C Radiation

*data diambil dari brosur manufacturer dan Ballast Water Treatment Technology (February 2012) Lloyd
Register
Tabel 4 : M aker List dan spesifikasinya

2.4.3

Perbandingan dan Penentuan Ballast Water Treatment Maker

Setelah mendapat data dan parameter dari maker, hal selanjutnya adalah
melakukan perbandingan spesifikasi dari maker dan menentukan maker yang akan
digunakan untuk kapal Tanker Pertamina 17500 DWT.

[AUTHOR NAME]

30

Perbandingan Spesifikasi Maker


700
600
500
400
Install Cost
300

Maintenance Cost

200

Power Consumption

100
0
Ecochlor

Alva Laval ERMA FIRST


NEI
Severn Trent Auramarine
pureballast
SA
Treatment
De Nora
2.0
Systems LLC

Berdasarkan perbandingan spesifikasi diatas, maka ERMA FIRST SA Ballast


Water Treatment dipilih sebagai Ballast Water Treatment Plant.

2.4.3.1

ERMA FIRST SA BALLAST WATER TREATMENT SYSTEM

Gambar 21 : ERM A FIRST Ballast Water Treatment unit Typical Arrangement

[AUTHOR NAME]

31

Gambar 22 : Erma First Ballast Water Treatment Indicative and P&I Diagram

[AUTHOR NAME]

32

BAB III
Penutup
3.1

Kesimpulan

Semua produk Ballast Water Treatment harus memenuhi standar regulasi D-2
Pada konvensi International Convention for the Control and Management of
Ships Ballast Water and Sediments IMO dan wajib mengikuti prosedur
approval, baik menurut kelas, flag state maupun GESAMP BWWG, terutama
land based test dan ship board trials

Berdasarkan perbandingan spesifikasi dari produk maker yang didapat, maka


ERMA FIRST SA Ballast Water Treatment dipilih karena memiliki power
consumption, install cost serta maintenance cost yang cukup rendah. BWT ini
juga dipilih karena memiliki teknologi filtrasi tahap pertama yang lebih efektif,
yaitu hydrocyclone yang dapat menyaring substansi lebih baik dibandingkan
screen filter atau disc filter. Sistem BWT ini juga tidak memerlukan chemical
tank dan tidak menghasilkan chemical residual yang dapat meracuni dan
mengotori air laut.

3.2

Saran

Karena Ballast Water Treatment ini sangat penting demi mencegah munculnya spesiesspesies invasif, maka penulis menyarankan agar PT. Pertamina Shipping pada departemen New
Ship Project agar memeriksa kembali BWT yang akan dipasang pada kapal tanker yang baru
dibangun, terutama skema perpipaan dan peletakan BWT yang dapat mengganggu syarat
ruangan pada kapal dan rules pada discharge ballast water.

[AUTHOR NAME]

33

DAFTAR PUSTAKA

1.

Rule Finder 9.16 (July 2011) Statutory

2.

Rule Finder 9.16 (July 2011) Lloyds Register

3.

Ballast Water Treatment Technology (February 2010), Lloyds Register

4.

Ballast Water Treatment Technologies and Current System Availability (September


2012), Lloyds Register

5.

Ballast Water and Introduced Species (adapted Management options for Nargansett
Bay and Rhode Island)

6.

Ballast Water Treatment Advisory, American Shipping Bureau

7.

International Convention for the Control and Management of Ships Ballast Water
and Sediments, 2004. International Maritime Organization

8.

http://www.ecochlor.com/technology.php

9.

http://www.auramarine.com/products/crystalballast-002/

10.

http://www.alfalaval.com/solution-finder/products/pureballast/Pages/Pureballast.aspx

11.

http://ermafirst.com/ballast-water/

12.

http://www.severntrentdenora.com/products-and-services/ballast-water-treatmentsystems/balpure/

13.

http://www.nei- marine.com/%E2%80%8E

[AUTHOR NAME]

34

Anda mungkin juga menyukai