Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
com/nasional/20141205184339-12-16162/anak-usaha-asian-agridivonis-lunasi-kurang-bayar-pajak/
Pengadilan Pajak memvonis PT Gunung Melayu, anak usaha Asian Agri Grup, untuk segera
melunasi kurang bayar pajak 2002-2005. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak, PT Gunung Melayu terbukti bersalah dalam sengketa dengan Direktorat
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
"Memutuskan menolak koreksi pajak yang tidak disetujui pemohon banding. Koreksi
terbanding tetap dipertahankan," kata Hakim Ketua Suwartono Siswodarsono membacakan
amar
putusan
di
Pengadilan
Pajak,
Jakarta,
Jumat
(5/12).
Putusan tersebut membuat Gunung Melayu harus membayar pajak senilai total Rp 204 miliar.
Jumlah tersebut terdiri dari Rp 115,9 miliar pokok pajak dan Rp 88,1 miliar sanksi atas
kurang
bayar.
Banding tersebut diajukan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sejumlah total 8 SKPKB untuk Pajak
Pengahasilan
(PPh)
pasal
26
dan
PPh
Badan
untuk
periode
2002-2005.
Max Darmawan, Kepala Subdirektorat Banding dan Gugatan I Direktorat Keberatan Banding
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, mengatakan akan mengeksekusi putusan
pengadilan
segera
setelah
menerima
salinan
putusan.
Hakim Suwartono menyatakan, putusan Majelis Hakim telah berkekuatan hukum tetap.
Namun Gunung Melayu selaku pemohon banding dapat mengambil langkah hukum luar
biasa
jika
memiliki
fakta
dan
dokumen
pendukung.
"Paling lambat eksekusi dilakukan dalam dua bulan ke depan. Kami menunggu salinan
putusan hakim lebih dulu," kata Max kepada wartawan usai sidang, Jumat (5/12).
Max menjelaskan, Gunung Melayu memiliki waktu selama tiga bulan untuk mengajukan
peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. "Tetapi PK itu tidak akan menghalangi
eksekusi
yang
akan
kami
lakukan,"
ujarnya.
Yunirwansyah, Kepala Kantor Wilayah Pajak Sumatera Utara II, menyambut baik putusan
hakim. Yunirwansyah berharap Gunung Melayu dapat menerima putusan hakim dan
menjalaninya.
"Gunung Melayu merupakan wajib pajak penting bagi kami. Selama ini sudah kooperatif,"
kata
Yunirwansyah
usai
sidang.
Gunung Melayu merupakan salah satu dari 14 perusahaan di bawah naungan Asian Agri Grup
yang mengajukan keberatan terhadap kurang bayar pajak. Keberatan telah disampaikan
Gunung Melayu kepada Direktorat Jenderal Pajak, namun ditolak pada 31 Oktober 2013.
Penolakan keberatan tersebut membuat Gunung Melayu mengajukan gugatan banding ke
Pengadilan Pajak. Selain Gunung Melayu, dua perusahaan lain yang telah ditolak pengajuan
bandingnya yaitu PT Rigunas Agri Utama dan PT Raja Garuda Mas Sejati.
Putusan terhadap dua perusahaan tersebut dibacakan pada 5 November lalu.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54c9ec1e4d26a/djp--anak-usaha-aag-bayar-sisapajak-tertanggung
Desember 2014, Pengadilan Pajak juga memutuskan tidak dapat menerima
keberatan PT Gunung Melayu. Pengadilan Pajak memutuskan PT Gunung Melayu
(PGM), anak perusahaan Asian Agri Group, untuk membayar kekurangan pajaknya
senilai Rp204 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari kewajiban PGM dengan nilai pajak
sebesar Rp115,9 miliar. Sedangkan sisanya, sekitar Rp88,1 miliar merupakan sanksi
yang diberikan sebagai ganjaran kurang bayar. Keberatan pemohon banding
ditolak, kata Ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus kurang bayar pajak
PGM, Suwartono Siswodarsono, saat membacakan vonis PGM.
http://katadata.co.id/berita/2014/10/13/adu-dalil-asian-agri-dan-ditjen-pajak
Pihak Asian Agri Group (AAG) dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak saling adu dalil soal
surat ketetapan pajak (SKP) yang diberikan kepada PT Gunung Melayu, anak perusahaan
milik Sukanto Tanoto tersebut.
Dalam sidang banding keenam Senin (13/10), Sonny S. Adnan, pengacara Gunung Melayu,
mengatakan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) nomor
0001/306/02/115/13 tanggal 4 Juni 2013 dan keputusan keberatan dengan nomor cap
300/wpj.26/2013 tertanggal 31 Oktober 2013 cacat hukum dan harus dibatalkan.
Menurut Sonny, pihak Gunung Melayu sebagai pemohon banding tidak pernah mengetahui
detail proses koreksi jumlah pajak yang harus dibayarkan. Selain itu, dia juga beranggapan
kalau SKPKBT dan surat keberatan tersebut telah kedaluwarsa penetapannya.
Persoalannya, dalam pandangan pemohon banding, keputusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 2239k/pid.sus/2012 tanggal 18 Desember 2012 menyatakan dalam kasus hukum
tersebut yang dipidana adalah Suwir Laut.
?Pemohon banding mohon agar SKPKBT berikut dengan surat keberatan dinyatakan batal
demi hukum serta telah daluarsa penetapannya. Sehingga perhitungannya pajak menurut
kami adalah nihil,? katanya dalam persidangan.
Menanggapi hal tersebut, Ditjen Pajak sebagai pihak terbanding yang diwakili oleh Max
Darmawan berpendapat MA telah memeriksa pajak yang kurang terbayar secara terperinci
dan jelas. Angka ini menjadi patokan bagi Ditjen untuk penagihan kekurangan pajak.
Hal ini, kata dia, sesuai dengan pasal 13 dan 15 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). ?Tidak mengubah satu rupiah
pun,? ujar Max.
Dalam persidangan Hakim Ketua Suwartono Siswodarsono menilai pihak terbanding berhak
mengeluarkan surat ketetapan pajak. Alasannya dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran
pada hukum pidana sekaligus pelanggaran administrasi negara.
Meskipun antara Suwir Laut dan PT Gunung Melayu merupakan instansi yang berbeda.?Sahsah saja terbanding mengeluarkan surat ketetapan pajak,? paparnya.
Suwartono juga menegaskan utang pajak baru akan selesai jika sudah dibayarkan. Ini sesuai
dengan pasal 1381 KUH Perdata.
Majelis hakim dalam sidang ini terdiri dari Hakim Ketua Suwartono Siswodarsono, dan
Hakim Anggota yakni Sunarto dan Haposan Lumban Gaol. Sidang berikutnya akan
dilanjutkan pada 3 November 2014.
http://www.beritasatu.com/hukum/231018-asian-agri-berharap-adanya-keadilan-bagi-wajibpajak.html
Pengadilan Pajak menolak permohonan banding PT. Gunung Melayu atas keputusan keberatan
delapan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan Ditjen Pajak atas terpidana Suwir Laut.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Pajak Suwartono Siswodarsono memutuskan untuk menolak
permohonan banding terhadap SKP kurang bayar yang diajukan anak perusahaan Asia Agri
Group.
Menanggapi penolakan banding tersebut, General Manajer Asian Agri Freddy Widjaya
mengatakan Asian Agri sedang mempelajari pertimbangan pertimbangan dari putusan untuk
menentukan langkah selanjutnya.
"Asian Agri sangat berharap para hakim memiliki sikap yang objektif untuk memberikan keadilan
bagi wajib pajak," ujar dia dalam siaran persnya yang diterima Investor Daily, di Jakarta, Sabtu
(6/12).
Freddy menegaskan Asian Agri selalu membayar pajak sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku. Sebagai warga negara yang taat hukum, Asian Agri akan terus berupaya mencari
keadilan hukum.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pajak Universitas Hasanudin Djafar Saidi mengatakan
pengadilan pajak harus membenahi sumber daya hakim, artinya pengadilan pajak tidak
memberikan keadilan sesuai harapan meskipun ada kepastian hukum.
"Mestinya yang diprioritaskan adalah memberikan keadilan kepada WP, hakim seharusnya
independen," ujar dia
http://ekbis.sindonews.com/read/933671/34/pengadilan-pajak-tolakpermohonan-banding-asian-agri-1417786480
JAKARTA - Pengadilan Pajak menolak permohonan banding PT Gunung Melayu
atas keputusan keberatan delapan SKP (Surat Ketetapan Pajak) PPh Pasal 26 dan
PPh Badan tahun 2002-2005 yang diterbitkan berdasarkan putusan kasasi MA atas
terpidana
Suwir
Laut.
dalam
keterangan
tertulisnya,
Jakarta,
Jumat
(5/12/2014)
Majelis 14A yang beranggotakan Sunarto dan Haposan Lumban Gaol itu secara
tegas membenarkan langkah Ditjen Pajak yang menggunakan putusan kasasi MA
No. 2239 K/PID.SUS/2012 sebagai satu-satunya dasar untuk menerbitkan SKP KB
yang
beserta
sanksinya
bernilai
total
sekitar
Rp204
miliar.
putusan
tersebut
untuk
menentukan
sikap
selanjutnya.
"Asian Agri sangat berharap para hakim masih memiliki sikap yang objektif untuk
memberikan
keadilan
bagi
wajib
pajak
(WP),
ujarnya.
Freddy menegaskan, Asian Agri selalu membayar pajak sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Sebagai warga negara yang taat hukum, lanjut Freddy,
pihaknya akan terus berupaya mencari keadilan dalam koridor hukum yang berlaku.
Sementara itu Guru Besar Hukum Pajak Universitas Hasanudin, M Djafar Saidi,
dalam kesempatan terpisah mengatakan, Pengadilan Pajak harus membenahi
sumberdaya
hakimnya.
baik
dan
benar,
baik
secara
filosofis,
teoritis,
norma
maupun
implementasinya.
Benteng terakhir penyelesaian sengketa pajak itu pada hakekatnya ada di
Pengadilan Pajak, meskipun ada upaya peninjauan kembali (PK) ke MA. Jadi
seharusnya Pengadilan Pajaklah yang benar-benar meneliti, memeriksa, dan
menerapkan aturan yang sesuai dengan kasus itu, Tandasnya.
http://finansial.bisnis.com/read/20141205/10/380022/pajak-kurang-bayarpengadilan-pajak-tolak-banding-anak-usaha-asian-agri
Bisnis.com, JAKARTAPengadilan pajak menolak banding salah satu anak usaha
Asian Agri Group, PT Gunung Melayu atas surat ketetapan pajak kurang bayar
(SKPKB) beserta sanksi administrasi yang melekat, senilai Rp204 miliar periode
tahun pajak 2002-2005.
Majelis Hakim IV A Pengadilan Pajak secara penuh menolak seluruh banding Gunung
Melayu terhadap delapan SKPKB yang diterbitkan Ditjen Pajak. Adapun, delapan
SKPKB tersebut antara lain memuat kekurangan bayar Pajak Penghasilan (PPh)
Badan dan Pasal 26.
Ilustrasi
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5481b49e472c7/kalah-banding--anak-usahaasian-agri-segera-dieksekusi
Kalah
Banding,
Anak
Usaha
Suasana sidang upaya banding Grup Asian Agri, di Pengadilan Pajak Jakarta, Jumat (5/12).
Pengadilan pajak memutuskan PT Gunung Melayu (PGM), anak perusahaan Asian Agri Group,
untuk membayar kekurangan pajaknya senilai Rp204 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari
kewajiban PGM dengan nilai pajak sebesar Rp115,9 miliar. Sedangkan sisanya, sekitar Rp88,1
miliar
merupakan
sanksi
yang
diberikan
sebagai
ganjaran
kurang
bayar.
Keberatan pemohon banding ditolak, kata Ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus
kurang bayar pajak PGM, Suwartono Siswodarsono, saat membacakan vonis PGM di Jakarta,
Jumat
(5/12).
Dalam memutuskan perkara PGM itu, majelis hakim yang beranggotakan Sunarto dan Haposan
Lumban Gaol itu menjadikan vonis Suwir Laut sebagai dasar pertimbangan. Menurut majelis,
putusan MA No. 2239.k/pidsus/2012 tanggal 18 desember 2012 merupakan bukti yang
sempurna bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memutus keberatan yang diajukan PGM.
Berdasarkan amar putusan MA dalam kasus Suwir Laut, 14 korporasi yang merupakan anak
perusahaan
Asian
Agri
Group,
termasuk
PGM,
adalah
pihak
yang
dikenakan
pertanggungjawaban pidana dan sanksi. Majelis hakim setuju dengan putusan MA bahwa
perbuatan
Suwir
Laut
dianggap
mewakili
kepentingan
korporasi
tersebut.
Tindakan Suwir Laut dianggap menguntungkan korporasi dan merugikan negara dan
perkonomian
negara,
kata
Suwartono.
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) memang mengatur bahwa
DJP wajib memberikeputusan terkait keberatan yang diajukan wajib pajak. Keputusan itu harus
dikeluarkan dalam waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat diterima. Majelis hakim
berpendapat, sebagai lembaga pemutus atau dalam hal ini berfungsi sebagai peradilan
seharusnya
keputusannya
adalah
tidak
dapat
diterima
atau
N.O.
Atau tidak dipertimbangkan sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat 4 UU KUP karena
dianggap bukan surat keberatan. Tetapi ternyata putusannya adalah menolak. Makanya,surat
keputusan itu memenuhi syarat sebagai surat yang bisa diajukan banding, ujar Suwartono.
Menurut Max Darmawan, Kasubdit Banding dan Gugatan I Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan, PGM mengajukan banding karena menolak dikatakan kurang bayar
pajak. PT Gunung Melayu mengajukan keberatan terhadap kurang bayar dan pemberian sanksi
atas kurang bayar pajak tersebut. Keberatan diajukan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sejumlah total 8 SKPKB
untuk Pajak Pengahasilan (PPh) pasal 26 dan PPh Badan untuk periode 2002-2005.
"Mereka
minta
menjadi
nihil,
tidak
ada
kurang
bayar,"
kata
Max.
Dengan keluarnya putusan majelis hakim,Max memastikan pihak DJP akan segera melakukan
eksekusi terhadap PGM. Ia menuturkan,hingga saat ini PGM telah menunjukan itikad baik
dengan membayarkan setidaknya setengah dari pokok utang pajaknya. Berdasarkan hal itu, Max
yakin
DJP
tak
perlu
sampai
melakukan
upaya
paksa.
Untuk bisa mengajukan banding setidaknya mereka harus ikut ketentuan membayar minimal
setengah dari nilai tunggakan. Ini sudah jadi itikad baik mereka mau menyelesaikan perkara.
Oleh karena itu saya yakin mereka akan terus kooperatif sehingga kita tidak perlu melakukan
upaya
paksa,
ujar
Max.
Di sisi lain, Max mengakui PGM masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum luar biasa.
Mereka memiliki waktu sekitar satu bulan untuk mengajukan peninjauan kembali ke MA. Namun
dalam waktu yang sama, Max menegaskan DJP tetap akan melakukan eksekusi.
http://katadata.co.id/berita/2014/12/05/satu-anak-usaha-asian-agri-kembali-ditolakbandingnya
Pengadilan Pajak kembali menolak banding salah satu anak perusahaan Asian Agri Group
(AAG) yakni PT. Gunung Melayu. Ini merupakan perusahaan ketiga dari 14 anak perusahaan
AAG yang ditolak bandingnya.
Majelis Hakim IV A secara penuh menolak banding AAG terhadap delapan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan. Terdapat delapan SKPKB yang memuat kekurangan bayar Pajak Penghasilan
(PPh) Badan dan PPh Pasal 26 selama periode 2002-2005 sebesar Rp 204 miliar. Nominal
yang harus dibayar itu terdiri dari tagihan pokok sebesar Rp 115,9 miliar dan sanksi
administrasi sebesar Rp 88,1 miliar.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan data, bukti, fakta dan keberadaan baik dari terbanding
muapun pemohon banding dalam persidangan, serta pertimbangan hukum di atas, terbukti
sah dan meyakinkan untuk menolak permohonan banding pemohon banding, dan karenanya
koreksi terbanding tetap dipertahankan," tutur Hakim Ketua Sumartono Siswodarsono ketika
membacakan amar putusan di Jakarta, Jumat (5/12).
Sebelumnya, pengadilan pajak telah memutuskan banding dua anak perusahaan AAG lainnya
yaitu PT. Rigunas Agri Utama dan PT. Raja Garus Mas Sejati tidak dapat diterima (TDD).
Kedua perusahaan tersebut harus membayar kekurangan pajak beserta sanksi administratif
yang melekat masing sebesar Rp 60 miliar dan Rp 15,8 miliar kepada negara.
(Baca: Pengadilan Pajak Tolak Banding Dua Anak Perusahaan Asian Agri)
Hingga saat ini, sidang banding AAG terhadap ketetapan pajak Ditjen Pajak menyisakan
keputusan untuk 11 anak usaha yakni PT. Andalas Intiagro Lestari, PT. Dasa Anugrah Sejati,
PT. Hari Sawit Jaya, PT. Indo Sepadan Jaya, PT. Inti Indosawit Subur, PT. Mitra Unggul
Pusaka, PT. Nusa Pusaka Kencana, PT. Rantau Sinar Karsa, PT. Saudara Sejati Luhur dan PT.
Supra Matra Abadi.
Pasca keputusan ini, Pengadilan Pajak akan mengirim dokumen putusan dalam kurun waktu
30 hari. Selanjutnya Ditjen Pajak akan menerbitkan surat penagihan pajak. Dalam kurun
waktu dua bulan ke depan, kekurangan bayar pajak PT Gunung Melayu akan dieksekusi.
Menurut Kepala Subdit Banding dan Gugatan I Ditjen Pajak Max Darmawan, pihak pemohon
banding masih memiliki hak menempuh upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali di
tingkat Mahkamah Agung dalam waktu tiga bulan pasca putusan. Namun menurutnya upaya
itu tak akan menangguhkan pelaksanaan putusan pengadilan pajak. Hal ini sesuai dengan
pasal 89 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak.
"Putusan pengadilan pajak adalah final dan mengikat. Jadi PK itu tidak menunda (pelaksanan
putusan)," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatera Utara II Yunirwansyah
berharap pelaksanaan putusan pengadilan pajak berlangsung tanpa hambatan. Ditjen Pajak
tidak akan segan menempuh upaya paksa jika AAG tidak memenuhi kewajibannya.
"Aturan penegahan pajak secara paksa sudah diatur. Kami bisa terbitkan surat sita, lelang atau
yang lain," tutur Yunir.
Dia mengaku, PT. Gunung Melayu merupkan salah satu wajib pajak besar di wilayah
Sumatera Utara II. Koordinasi serta komunikasi yang baik, lanjutnya, perlu terus diupayakan
untuk kelancaran proses pemenuhan kewajiban dan wewenang pemerintah maupun wajib
pajak.