Anda di halaman 1dari 14

KESEHATAN GIGI PENDERITA TBC

BAB I. PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang1
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global
Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, yang mana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Selain itu, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional
WHO, jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di
dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduknya, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.
Di Afrika, jumlahnya hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di
Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi
HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul. Untuk saat ini,
negara kita, Indonesia, masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah
India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian
akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular
dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut pada seluruh kalangan usia.
Mengingat prevalensinya yang cukup luas di dunia, khususnya di negara kita, Indonesia,
tentunya hal ini akan mengakibatkan jumlah pasien dokter gigi yang menderita penyakit ini juga
akan semakin bertambah banyak. Oleh karena itu, seorang dokter gigi pun harus paham
mengenai seluk-beluk dari penyakit ini, mulai dari penatalaksanaan dental pasien hingga upaya
pencegahan penularan infeksi silang antara pasien dan dokter yang mana hal-hal tersebut
merupakan bahasan yang dibahas di dalam laporan hasil diskusi ini. Adapun laporan ini dibuat
sebagai hasil diskusi mengenai kasus yang tersebut di dalam bagian deskripsi topik berikut.
I.II. Deskripsi Topik
Seorang pasien laki-laki berusia 54 tahun dirujuk dari Poliklinik Paru ke Klinik Penyakit Mulut
untuk perawatan giginya yang sakit dan ingin giginya dicabut. Pasien sedang dirawat di RSU
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya. Menurut pasien, sebelum masuk RS dia
mengalami sesak nafas selama 2 minggu, dengan rasa nyeri menekan di dada dan batuk berdahak
berwarna kuning. Dari anamnesis diketahui pasien demam sejak 2 minggu terakhir terutama
pada sore hari, demam tidak terlalu tinggi dan berkeringat pada malam hari.

Dari rekam medik diketahui bahwa berat badan 46 kg dengan tinggi badan 160 cm, pasien juga
mempunyai kebiasaan merokok lebih kurang 20 tahun sejumlah 12 batang / hari. Tekanan darah
130/80 mmHg. Suhu badan 37,7 derajat Celsius. Pasien didiagnosa menderita Tuberkulosis paru
disertai anemia.
Pada pemeriksaan ekstra oral: kelenjar limfa normal, konjungtiva palpebralis inferior pucat. Pada
pemeriksaan intra oral: Pada kedua sudut mulut terdapat fisur yang dikelilingi daerah eritematus
yang meluas, menonjol, dan bergranula. Seluruh mukosa mulut pucat (mukosa pipi, bibir,
gingival, dan palatum). Oral hygiene pasien buruk, terdapat inflamasi pada gingival. Papila lidah
pada bagian dorsal mengalami atropi sehingga lidah licin, pucat, serta membesar. Pada bagian
lateral lidah kanan bertentangan dengan gigi 46 terdapat ulser dengan diameter 4 mm,
permukaan berwarna kekuningan dan terasa sakit.
Pertanyaan:
1. Jelaskan bagaimana penularan dan pathogenesis penyakit Tuberkulosis!
2. Jelaskan bagaimana prosedur diagnose kasus di rongga mulut tersebut!
3. Kelainan apa saja yang terdapat di mulut pasien? Dan jelaskan pathogenesis terjadinya
kelainan tersebut!
4. Jelaskan apakah diperlukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk memperkuat
diagnose kasus di rongga mulut tersebut!
5. Jelaskan bagaimana penatalaksanaan Tuberkulosis dan anemia tersebut!
6. Jelaskan bagaimana penanggulangan dental seperti pencabutan gigi yang perlu dilakukan
pada pasien tersebut!
7. Jelaskan bagaimana penatalaksanaan kelainan di rongga mulut pada kasus tersebut!
8. Jelaskan bagaimana prosedur infection control dalam melakukan penanganan dental pada
kasus tersebut!
BAB II . PEMBAHASAN
II.I TERMINOLOGI2
Pada wacana kasus yang terdapat pada bagian deskripsi topik, terdapat beberapa istilah
yang kedokteran yang mungkin masih belum jelas dan perlu diketahui artinya agar kita dapat
memahami kasus tersebut seutuhnya. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Anamnesis
:
pasien dan keluarganya

kemampuan ingatan, sejarah masa lalu mengenai seorang

2. Rekam medik
:
hasil rekaman fisik yang mana di dalamnya termasuk
informasi-informasi yang dihubungkan dengan
identitas
pasien, pemeriksaan, diagnosis, perawatan, dan pelayanan pada pasien (buku drg. Sayuti:
70)
3. Diagnosa

4. Tuberkulosis
disebabkan oleh
Mycobacterium
pada

untuk mengidentifikasi atau mengenali suatu penyakit


:

setiap penyakit menular pada manusia dan hewan lain yang


spesies
dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa
jaringan setiap organ

5. Anemia
:
penurunan di bawah normal normal jumlah eritrosit,
banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah
merah
(packed red cells) dalam darah
6. Konjungtiva
mata

membran halus yang melapisi kelopak mata dan menutupi bola

7. Palpebralis

kelopak mata

8. Inferior

terletak di bawah

9. Fisur
: setiap celah atau parit, normal maupun tidak, pada penyakit
mulut; suatu celah garis normal atau
abnormal dalam
epidermis yang secara khas terjadi pada bibir atau jaringan-jaringan perioral (buku
drg. Sayuti: 13)
10. Eritematus
kapiler

kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh kongesti pembuluh

11. Granula

partikel kecil atau butir

12. Mukosa

membrane mukosa

13. Gingiva
:
gusi; membrane mukosa disertai jaringan fibrosa
penyangganya, yang menutupi batas rahang yang
dilekati
gigi
14. Palatum
15. Oral higiene

:
:

langit-langit mulut
perawatan mulut dan gigi yang tepat

16. Inflamasi
:
respon jaringan protektif terhadap cedera atau kerusakan
jaringan yang berfungsi menghancurkan,
mengurangi, atau
mengurung baik agen yang menyebabkan cedera maupun jaringan yang cedera itu

17. Papilla

tonjolan kecil yang berbentuk seperti punting

18. Atropi
bagian tubuh

pengurusan, pengecilan ukuran suatu sel, jaringan, organ, atau

19. Ulser
: kerusakan local, atau ekskavasi permukaan organ atau
jaringan, yang ditimbulkan oleh terkupasnya
jaringan
nekrotik radang
II.II MASALAH
Pada kasus yang terdapat di dalam pemicu 3 tersebut terdapat beberapa permasalahan yang
dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Laki-laki, usia 54 tahun dirujuk dari Poliklinik Paru ke Klinik Penyakit Mulut untuk
perawatan giginya yang sakit dan ingin giginya dicabut
2. Pasien sedang dirawat di RSU sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
3. Sebelum masuk RS, pasien sesak nafas selama 2 minggu dengan rasa nyeri menekan di
dada dan batuk berdahak berwarna kuning
4. Hasil anamnesis:
1. Pasien demam sejak 2 minggu terakhir terutama pada sore hari
2. Demam tidak terlalu tinggi
3. Berkeringat pada malam hari
5. Rekam medik:
1. Berat badan 46 kg, tinggi badan 160 cm
2. Mempunyai kebiasaan merokok lebih kurang 20 tahun sejumlah 12 batang / hari
3. Tekanan darah 130/80 mmHg
4. Suhu badan 37,7oC
6. Diagnosa; Tuberkulosis paru disertai anemia
7. Hasil pemeriksaan ekstra oral:
1. Kelenjar limfa normal

2. Konjungtiva palpebralis inferior pucat


8. Hasil pemeriksaan intra oral:
1. Kedua sudut mulut terdapat fisur yang dikelilingi daerah eritematus yang meluas,
menonjol, dan bergranula
2. Seluruh mukosa mulut pucat (mukosa pipi, bibir, gingival, dan palatum)
3. Oral hygiene pasien buruk
4. Inflamasi pada gingival
5. Papila lidah pada bagian dorsal atropi sehingga lidah licin, pucat, serta membesar
6. Bagian lateral lidah kanan bertentangan dengan gigi 46 terdapat ulser dengan
diameter 4 mm, permukaan berwarna kekuningan dan terasa sakit
II.III SOLUSI
II.III.I Penularan dan Patogenesis Penyakit Tuberkulosis3
II.III.I.I Penularan Penyakit Tuberkulosis
Penularan penyakit tuberkulosis pada hakikatnya didasarkan pada proses penularan
mikroorganisme yang menyebabkannya, yakni Mycobacterium tuberculosis complex, bakteri
berbentuk batang yang di dalamnya mencakup bakteri M. tuberculoseae, varian Asia, varian
African I, varian African II, dan M. bovis yang mana secara ringkas, proses penularannya dapat
melalui tiga jalur yakni:
1. Inhalasi, yakni melalui aerosol (droplet nuclei) yang dikeluarkan oleh penderita melalui
batuk atau material tinja yang terhirup, kemudian masuk ke paru-paru
2. Inokulasi, yakni melalui kulit atau mukosa yang tidak utuh, masuk ke jaringan ikat
dibawahnya
3. Ingesti, yakni melalui saluran pencernaan, yaitu dari susu yang terkontaminasi
Pada kasus disebutkan bahwa pasien telah didiagnosa menderita penyakit Tuberkulosis Paru,
artinya bakteri M. tuberculosis telah berdiam di dalam paru-parunya sehingga bila dilihat dari
proses penularannya, maka penularan bakteri M. tuberculosis pada kasus terjadi melalui proses
inhalasi.
II.III.I.II Patogenesis Penyakit Tuberkulosis
Patogenesis tuberkulosis terbagi atas dua tahapan, yakni:

1. Tuberkulosis primer
Pada tuberkulosis primer, bakteri M. tuberculosis yang masuk melalui inhalasi menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Selanjutnya, masuknya bakteri ini direspon oleh neutrofil dan
dilanjutkan dengan makrofag. Bila makrofag tidak mampu membunuhnya, maka bakteri tersebut
akan menetap di jaringan paru dan akan berkembang biak di dalam sitoplasma makrofag. Bakteri
Mycobacterium tuberculosis kemudian akan membentuk suatu sarang pneumonik di jaringan
paru yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini
dapat timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis
lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
3. Serkomplikasi dan menyebar
2. Tuberkulosis pasca primer (sekunder)
Pada tuberkulosis pasca primer, kuman yang telah dormant pada tuberkulosis primer akan
muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa yang
dimulai dengan sarang dini yag berlokasi di region atas paru. Sarang dini ini mula-mula
berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel. Selanjutnya
sarang dini ini dapat menjadi:
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras
3. Menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis,
menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan
terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid
dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang
berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya.

Secara singkat patogenesis penyakit tuberculosis dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

II.III.II Prosedur Diagnosa Kasus di Rongga Mulut4


Prosedur diagnosa kasus di rongga mulut terdiri atas empat tahap, yakni:
1. Melakukan anamnesa dan mencatat riwayat pasien
Pada kasus di dalam pemicu dari anamnesa dapat diperoleh data yakni berupa data rutin/identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit yang diderita, riwayat medik, dan kebiasaan pasien.
1. Melakukan pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan pendukung laboratorium
Pada kasus pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien adalah:
1. Pemeriksaan fisik, yakni meliputi pemeriksaan ekstra oral dan intra oral yang mana dari
pemeriksaan ini diperoleh data seperti yang tertera pada kasus.
2. Pemeriksaan penunjang. Pada kasus, pemeriksaan ini berfungsi untuk memastikan
diagnosa tuberkulosis di rongga mulut. Pemeriksaan yang diperlukan yakni berupa
pemeriksaan histopatologi yaitu biopsi, kultur dan pewarnaan Zeihl-Neilsen.
3. Menganalisa dan merumuskan masalah-masalah pasien kemudian diteruskan dengan
proses pengkajiannya dan selanjutnya membuat kesimpulan sehingga didapat hasil akhir
yang disebut dengan diagnose
4. Menentukan rencana pengelolaan, seterusnya dilakukan perawtan dan pengobatan dan
akhirnya edukasi atau tindak lanjutnya (penilaian resiko medis pasien)
II.III.III Kelainan pada Mulut dan Patogenesisnya5

Kelainan pada mulut yang terdapat pada kasus terdiri atas beberapa jenis kelainan dengan analisa
sebagai berikut.
1. Cutix orificialis
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pasien yakni pada kedua sudut mulut
terdapat fisur yang dikelilingi daerah eritematus yang meluas, menonjol, dan bergranula, hal ini
sesuai dengan gejala klinis dari penyakit ini yakni biasanya penyakit ini mengenai bibir atau
pinggiran mulut yang berbentuk ulser granulasi yang dangkal (beda dari lesi akibat anemia),
yang berasal dari tuberkel-tuberkel kecil yang pecah, adanya rasa sakit dan daerah eritematous.
1. Adanya manifestasi anemia pada rongga mulut
Hal ini ditandai dengan gambaran berupa mukosa rogga mulut yang pucat, baik pada pipi,
gingival, dan palatum. Mukosa pucat adalah akibat dari penurunan kadar zat besi dalam darah
yang dapat menyebabkan distribusi sel darah merah berkurang termasuk ke rongga mulut.
1. Gingivitis tuberkulosis
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang terdapat pada rongga mulut pasien,
yakni adanya inflamasi pada gingival serta didukung oleh oral hiegine pasien buruk yang juga
ikut memicu terjadinya gingivitis. Tuberkulosis gingivitis biasanya tampak difus, hiperemi,
nodular atau proliferasi dari papila mukosa gingiva
1. Glossitis tuberkulosis
Diagnosa penyakit ini juga ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pada rongga mulut pasien
yang mana pada kasus disebutkan bahwa lidah pasien licin, pucat, membesar (makroglossia),
serta papilla mengalami atropi akibat penumpukan basil pada lidah yang diperparah dengan
kondisi anemianya.
1. Lesi ulseratif
Pada kasus disebutkan bahwa bagian lateral lidah kanan bertentangan dengan gigi 46 terdapat
ulser dengan diameter 4 mm, permukaan berwarna kekuningan dan terasa sakit hal ini sesuai
dengan ciri klinis lesi ulseraif yakni biasanya sakit, berwarna kuning keabu-abuan, keras, dan
berbatas tegas. Proses terjadinya lesi ulseratif pada lidah pasien dapat terjadi karena dua
kemunngkinan, pertama, akibat dari trauma, misalnya akibat dari gigi 46 yang memiliki cusp
yang tajam atau sudah tinggal radix. Kedua, ulser dapat terjadi sebagai manifestasi dari penyakit
tuberkulosis yang diderita pasien yang mana bakteri TB dibawa melalui aliran darah dan
menumpuk di sub mukosa sehingga menimbulkan ulserasi pada mukosa rongga mulutnya. Selain
itu, bakteri TB dapat pula dibawa oleh saliva yang mengandung sputum ke permukaan mukosa
rongga mulut yang tidak utuh atau terluka.
II.III.IV Pemeriksaan Penunjang1,4

Pada kasus ini, pemeriksaan penunjang diperlukan untuk memperkuat diagnosis yang mana
pemeriksaan tesebut dapat berupa:
1. Biopsi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sedikit jaringan pada lesi oral pasien untuk
mengidentifikasi basil tuberkel dari biopsi spesimen jaringan. Dari pemeriksaan ini kita dapat
mengetahui ada atau tidaknya infeksi Mycobacterium tuberculosis serta tingkat keparahan pada
lesi yang terdapat di rongga mulut jika terdapat keganasan pada lesi tersebut.

1. Kultur
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengkultur bakteri yang ada pada mulut. Tujuannya adalah
untuk menunjukan gambaran lesi inflamasi granulomatus dengan sel-sel epitel, giant cel tipe
langhans, limfosit dan terjadi pengkejuan di bagian tengah serta untuk mengetahui jenis
antibiotik yang tepat untuk membunuh bakteri tersebut.
1. Pewarnaan dengan Ziehl-Nielsen
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahu keberadaan bakteri TB yang mana hasilnya dapat
dilihat pada gambar di samping. Pada gambar telihat warna bakteri TB berwarna lebih keunguan
dibandingkan daerah sekitarnya.
II.III.V Penatalaksanaan Tuberkulosis dan Anemia
8II.III.V.I Penatalaksanaan Tuberkulosis 1,4
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4
atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Berikut
dijelaskan mengenai resimen pengobatan tuberkulosis saat ini.

Resimen pengobatan saat ini


Kategori

Resimen pengobatan
Pasien TB
Fase awal

Fase lanjutan

TBP sputum BTA 2 SHRZ (EHRZ)2 SHRZ 6 HE4 HR


positif baru bentuk (EHRZ)
TBP berat, TB ekstra4 H3R3
paru (berat), TBP 2 SHRZ (EHRZ)
BTA-negatif
RelapsKegagalan
2 SHZE/ 1 HRZE2 SHZE/ 5 H3R3E35 HRE
1 HRZE
pengobatan
Kembali ke default

TBP sputum BTA- 2 HRZ atau 2 H3R3Z32 6 HE2 HR/4H


negatifTB ekstra-paru HRZ atau 2 H3R3Z3
2 H3R3/4H
(menengah berat)
2 HRZ atau 2 H3R3Z3

Kasus kronis (masih Tidak


dapat
diaplikasikan
(mempertimbangkan
BTA-positif setelah menggunakan obat-obat barisan kedua)
pengobatan
ulang
yang disupervisi)

Ket: TB: Tuberkulosis TBP: Tuberkulosis Paru, S: Streptomisin, H: Isoniazid, R:Ripamfisin, Z:


Pirazinamide, E: Etambutol. Cara membaca resimen; misalnya 2 SHRZ (EHRZ)/ 4 H 3R3
menunjukkan sebuah resimen untuk 2 bulan di antara obat-obatan etambutol, isoniazid,
ripamfisin, dan pirazinamide yang diberikan setiap hari yang diikuti dengan 4 bulan isoniazid
dan ripamfisin yang dibeeikan tiap hari atau 3 kali seminggu.
II.III.V.II Penatalaksanaan Anemia4
Pada kasus, anemia yang diderita pada pasien termasuk kedalam jenis anemia defisisensi zat besi
yang mana penatalaksaannya dapat dilakukan dengan cara:

Terapi kausal, yakni terapi terhadap penyebab anemia. Dalam hal ini kurangnya zat besi
pada pasien yang disebutkan pada kasus disebabkan karena bakteri TB menyerap zat besi
yang ada di dalam darah. Oleh karena itu, penyakit tuberkulosis pada pasien haruslah
mendapatkan pengobatan yang maksimal agar anemia yang diderita pasien dapat diobati
secara adekuat.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy).

II.III.VI Penanggulangan Dental (Pencabutan Gigi)6


Pada kasus, pasien termasuk ke dalam kelompok risiko tinggi yang mana hal ini dapat diketahui
dengan adanya gejala aktif yakni demam yang tidak terlalu tinggi sejak 2 minggu terakhir
terutama pada sore hari, berkeringat pada malam hari, dan disertai dengan adanya manifestasi
tuberkulosis di rongga mulut. Oleh karena itu, prosedur perawatan dental (termasuk pencabutan)
pada pasien harus ditunda karena risiko penularan yang tinggi.
Tindakan dental pada pasien hanya dilakukan apabila terdapat keadaan emergensi yang mana
dalam melakukan tindakan tersebut dokter gigi tetap harus melakukannya sesuai prosedur
universal precaution (masker, sarung tangan, lensa pelindung) dan sebelumnya harus
dikonsultasikan kepada dokter yang merawatnya.
II.III.VII Penatalaksanaan Kelainan di Rongga Mulut6
Penatalaksanaan kelainan rongga mulut pada pasien pada dasarnya terdiri atas tiga hal, yakni
edukasi, instruksi, dan terapi. Berikut penjelasan mengenai ketiga prosedur penatalaksanaan
tersebut.
1. Edukasi, yakni menjelaskan pada pasien bahwa penyakit mulut yang dideritanya adalah
dampak dari penyakit TB paru dan anemia yang dideritanya serta keadaan OH nya yang
buruk
2. Instruksi, yakni instruksikan pasien untuk menjaga oral hygiene-nya, konsumsi makanan
yang bernutrisi terutama yang memiliki kandungan zat besi yang tinggi, serta kurangi
kebiasaan merokok.
3. Terapi, yakni dengan melakukan penskelingan supragingiva, penyingkiran sumber iritasi,
serta melakukan perawatan paliatif lokal (pemberian obat-obat simtomatik) seperti
analgesik, anastetik topikal, dan antiseptik (klorheksidin 0,12% 2x sehari maksimal
selama 2 minggu)
II.III.VIII Prosedur Infection Control 6,7

Prosedur pencegahan infeksi ada beberapa tahap :

1. Evaluasi pasien
Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari tiap-tiap pasien dan perbaharui pada tiap
tahap kunjungan berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui adanya infeksi silang
yang kemungkinan terjadi pada praktek dokter gigi. Harus diperhatikan mengenai adanya
penyakit infeksi yang berbahaya.
1. Perlindungan diri Dalam hal ini termasuk :

Kebersihan diri

Pemakaian baju praktek

Proteksi misalnya sarung tangan, kacamata, masker, dan rubber dam

1. Imunisasi
Dokter gigi dan mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi harus memiliki data
imunisasi yang baru. Di Inggris vaksin hepatitis B, tuberkulosis dan rubella (bagi dokter gigi
wanita) dianjurkan untuk mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi sebagai tambahan
dari imunisasi rutin seperti tetanus, poliomyelitis dan difteri. Di USA dianjurkan imunisasi
terhadap semua penyakit ini kecuali TBC dan influenza.
1. Sterilisasi dan desinfeksi
Sterilisasi adalah proses yang dapat membunuh semua jenis mikroorganisme sedang desinfeksi
adalah proses yang membunuh atau menghilangkan mikroorganisme kecuali spora. Idealnya
semua bentuk vegetatif mikroorganisme mati, namun dengan terjadinya pengurangan jumlah
mikroorganisme patogen sampai pada tingkat yang tidak membahayakan masih dapat diterima.
1. Laboratorium yang asepsis
2. Pembuangan sampah
BAB III
PENUTUP

SIMPULAN:

Penularan penyakit Tuberkulosis dapat terjadi melalui tiga jalur, yakni inhalasi, inokulasi,
dan ingesti. Sedangkan pathogenesis terjadinya penyakit Tuberkulosis dapat memalui dua
tahap yakni, Tuberkulosis primer dan sekunder.

Prosedur untuk mendiagnosa kelainan di rongga mulut yakni memalui anamnesa,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Kelainan rongga mulut dapat terjadi sebagai bentuk manifestasi dari penyakit sistemik
yang diderita oleh seorang pasien.

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis pada


kasus ini, seperti biopsi, kultur, serta pewarnaan Ziehl-Nielsen.

Bila pada seorang pasien menderita dua penyakit sistemik sekaligus seperti Tuberkulosis
dan anemia, maka pengobatan harus dilakukan secara bersamaan degan prosedur yang
adekuat.

Penanggulangan dental pada pasien dengan risiko tinggi harus ditunda kecuali dalam
keadaan emergensi.

Penatalaksanaan kelainan pada rongga mulut terdiri atas edukasi, instruksi, dan terapi
yang mana ketiga hal tersebut harus dilakukan secara adekuat.

Dalam melakukan perawatan terhadap pasien Tuberkulosis, seorang dokter gigi harus
melakukan prosedur infection control untuk mencegah terjadinya penularan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan
di
Indonesia.
public_html%20-%20Klik%20PDPI040805/konsensus/tb/tb.html. 14 Maret 2011.
2. W.B. Saunders Company. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi 25. Alih bahasa. dr.
Poppy Kumala, dr. Sugiarto Komala, dr. Alexander H. Santoso, dr. Johannes Rubijanto
Sulaiman, dr. Yuliasari Rienita. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998.
3. Hasibuan S, Penuntun prosedur diagnosa penyakit mulut. Medan: Bina teknik press,
2006.
4. Amin Z, Bahar A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V. Jakarta: Internapublishing, 2009:
2230-48.

5. Langlais R.P., Miller C.S. Atlas berwarna:Kelainan rongga mulut yang lazim. Alih
bahasa: Budi Susetyo. Jakarta: Hipokrates, 2000: 94.
6. Little J W. Dental management of the medically compromised patient. Edisi 7. Missouri:
Mosby Elsevier, 2008: 115-22.
7. Sayidi A. Tindakan Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi Pada Praktek Dokter Gigi.
http://transporter.blogsome.com/category/kesehatan/. 5 April 2011.
Tentan

Anda mungkin juga menyukai