Plutonium
Plutonium
Sm
Pu
(Uqq)
94Pu
Tabel periodik
Penampilan
Massa atom
Konfigurasi elektron
Jumlah elektron tiap kulit
(244) g/mol
[Rn] 5f6 7s2
2, 8, 18, 32, 24, 8, 2
Ciri-ciri fisik
padat
19,816 g/cm
16,63 g/cm
912,5 K
(639,4 C, 1182,9 F)
3505 K
(3228 C, 5842 F)
2,82 kJ/mol
333,5 kJ/mol
(25 C) 35,5 J/(molK)
Fase
Massa jenis (sekitar suhu kamar)
Massa jenis cair pada titik lebur
Titik lebur
Titik didih
Kalor peleburan
Kalor penguapan
Kapasitas kalor
P/Pa
10
100
1k
10 k
100 k
pada T/K
1756
1953
2198
2511
2926
3499
Struktur kristal
Ciri-ciri atom
monoklinik
6, 5, 4, 3
(Oksida amfoter)
1,28 (skala Pauling)
pertama: 584,7 kJ/mol
175 pm
Lain-lain
tiada data
(0 C) 1,460 m
(300 K) 6,74 W/(mK)
(25 C) 46,7 m/(mK)
(20 C) 2260 m/s
96 GPa
43 GPa
0,21
7440-07-5
Isotop
Bilangan oksidasi
Elektronegativitas
Energi ionisasi
Jari-jari atom
Sifat magnetik
Hambat jenis listrik
Konduktivitas termal
Ekspansi termal
Kecepatan suara (kawat tipis)
Modulus Young
Modulus geser
Nisbah Poisson
Nomor CAS
iso
238
Pu
239
Pu
240
Pu
241
Pu
242
Pu
244
Pu
NA
waktu paruh
syn
88 thn
syn
syn
syn
14 thn
syn
kelumit
DM
DE (MeV)
DP
SF
5,5
234
SF
5,245
235
SF
5,256
236
0,02078
241
SF
SF
4.984
238
4,666
240
SF
U
U
U
Am
U
U
Referensi
Plutonium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pu dan
nomor atom 94. Ia merupakan unsur radioaktif transuranium yang langka dan merupakan
logam aktinida dengan penampilan berwarna putih keperakan. Ketika terpapar dengan udara,
ia akan mengusam oleh karena pembentukan plutonium(IV) oksida yang menutupi
permukaan logam. Unsur ini pada dasarnya memiliki enam alotrop dan empat keadaan
oksidasi. Ia bereaksi dengan karbon, halogen, nitrogen, dan silikon. Ketika terpapar dengan
kelembaban udara, ia akan membentuk oksida dan hidrida dengan volume 70% lebih besar
dan menjadi bubuk yang dapat menyala secara spontan. Ia juga merupakan racun radiologis
yang dapat berakumulasi dalam sumsum tulang. Oleh karena sifat-sifat seperti inilah, proses
penanganan plutonium cukup berbahaya, walaupun tingkat toksisitas keseluruhan logam ini
kadang-kadang terlalu dibesar-besarkan.
Istotop terpenting plutonium adalah plutonium-239 yang memiliki umur paruh 24.100 tahun.
Plutonium-239 merupakan fisil, yakni ia dapat memecah ketika dibombardir oleh neutron
termal, melepaskan energi, radiasi gamma, dan neutron yang lebih banyak. Oleh karena itu,
dia dapat mempertahankan reaksi rantai nuklir setelah mencapai massa kritis. Sifat-sifat
inilah yang memungkinkan plutonium digunakan sebagai senjata nuklir dan digunakan pada
beberapa reaktor nuklir. Isotop paling stabil plutonium adalah plutonium-244, dengan umur
paruh sekitar 80 juta tahun. Umur paruh ini cukup panjang untuk bisa ditemukan secara alami
dalam jumlah kecil. Plutonium-238 memiliki umur paruh 88 tahun dan memancarkan partikel
alfa. Ia adalah sumber panas pada generator termolistrik radioisotop (digunakan pada
beberapa pesawat antariksa). Plutonium-240 memiliki laju fisi spontan yang tinggi sehingga
akan meningkatkan tingkat neutron latar pada sampel. Keberadaan Pu-240 akan membatasi
potensi daya dan senjata suatu sampel. Ia juga digunakan sebagai titik tolok penentuan
tingkat (grade) plutonium: tingkat senjata (< 7%), tingkat bahan bakar (719%), dan tingkat
reaktor (> 19%). Pu-238 dapat disintesis dengan membombardir uranium-238 dengan
deuteron, sedangkan Pu-239 dengan disintesis dengan membombardir uranium-238 dengan
neutron.
Unsur 94 pertama kali disintesis oleh sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Glenn T.
Seaborg dan Edwin McMillan di Universitas California, Berkeley pada tahun 1940.
McMillan kemudian menamai unsur baru tersebut plutonium (atas nama Pluto). Penemuan
plutonium kemudian menjadi bagian penting dalam Proyek Manhattan untuk
mengembangkan bom atom selama Perang Dunia II. Uji nuklir pertama, "Trinity" (Juli 1945),
dan bom atom kedua ("Fat Man") yang digunakan untuk menghancurkan kota Nagasaki
(Agustus 1945) memiliki inti Pu-239.
Daftar isi
1 Karakteristik
o 1.1 Fisik
o 1.2 Alotrop
o 1.3 Fisi nuklir
o 1.4 Isotop dan sintesis
o 1.5 Panas peluruhan dan properti fisi
o 1.6 Sifat kimiawi dan senyawa plutonium
o 1.7 Aloi
o 1.8 Keberadaan
2 Sejarah
o 2.1 Penemuan
o 2.2 Penelitian awal
o 2.3 Produksi semasa Proyek Manhattan
o 2.4 Bom atom Trinity dan Fat Man
o 2.5 Penggunaan pada Perang Dingin dan limbah nuklir
o 2.6 Percobaan medis
3 Penerapan
o 3.1 Bahan peledak
o 3.2 Penggunaan limbah nuklir
o 3.3 Sumber tenaga dan panas
4 Wewanti
o 4.1 Toksisitas
o 4.2 Massa kritis
o 4.3 Kemudahbakaran
5 Lihat pula
6 Catatan kaki
7 Referensi
8 Bibliografi
9 Pranala luar
Karakteristik
Fisik
Sama seperti logam-logam lainnya, plutonium memiliki penampilan perak mengkilat. Namun
ketika terpapar dengan udara bebas, plutonium(IV) oksida akan terbentuk dengan cepat dan
membuat logam tersebut menjadi kusam kelabu. Selain itu warna kuning dan hijau zaitun
juga pernah dilaporkan.[1][2] Pada suhu kamar, plutonium berada dalam bentuk alotop alfanya.
Bentuk alotrop inilah yang merupakan bentuk yang paling umum dan memiliki tingkat
kekerasan seperti besi cor, terkecuali apabila ia dialoi dengan logam lainnya dan membuatnya
menjadi lunak dan dapat dengan mudah diubah bentuk.[1] Berbeda dengan kebanyakan jenis
logam, plutonium bukanlah konduktor panas dan listrik yang baik.[1] Ia memiliki titik leleh
yang rendah (640 C) dan titik didih yang sangat tinggi (3,327 C).[1]
Emisi partikel alfa yang merupakan pelepasan inti helium berenergi tinggi adalah bentuk
radiasi paling umum yang dipancarkan oleh plutonium.[3] Panas yang dilepaskan selama
pelepasan dan deselerasi partikel-partikel alfa ini membuat plutonium dengan ukuran sebesar
bola sofbol terasa hangat ketika disentuh, sedangkan untuk massa plutonium yang lebih
besar, ia dapat mendidihkan satu liter air dalam waktu beberapa menit (bervariasi tergantung
pada komposisi isotop).[4][5]
Resistivitas plutonium pada suhu kamar sangatlah tinggi jika dibandingkan dengan logam
lain dan ia akan semakin tinggi ketika temperatur diturunkan.[6] Tren peningkatan resistivitas
ini akan diteruskan sampai dengan 100 K. Di bawah temperatur ini, resistivitas akan menurun
drastis.[6] Ketika temperatur menurun sampai dengan 20 K, resistivitas meningkat kembali
oleh karena kerusakan radiasi (laju peningkatan sesuai dengan komposisi isotop).[6]
Oleh karena swa-iradiasi (self-irradiation) plutonium, ia akan memperlihatkan kelelahan
(fatigue) pada keseluruhan struktur kristalnya, yang berarti bahwa penataan atom pada kristal
akan dikacaukan oleh radiasi tersebut dari waktu ke waktu.[7] Namun, swa-iradiasi juga dapat
mengakibatkan pelunakan yang dapat mengimbangi beberapa efek lelah ketika temperatur
ditingkatkan di atas 100 K.[8]
Alotrop
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Alotrop plutonium
Plutonium memiliki enam alotrop pada tekanan biasa: alfa (), beta (), gamma (),
delta (), delta prime (), & epsilon ()[9]
Plutonium umumnya mempunyai enam alotrop. Pada temperatur yang tinggi dan jangka
tekanan tertentu, alotrop ketujuh (zeta, ) dapat terbentuk.[9] Alotrop-alotrop ini memiliki
tingkat energi yang hampir sama, namun densitas dan struktur kristal yang sangat berbeda.
Hal ini membuat plutonium sangat sensitif terhadap perubahan temperatur, tekanan, dan
lingkungan kimiawi. Selain itu, perubahan volume yang dramatis selama transisi fase dari
satu alotrop ke alotrop lainnya juga memungkinkan.[7] Tidak seperti bahan-bahan lainnya,
densitas plutonium akan meningkat ketika ia meleleh (sebesar 2,5%). Namun cairan logam
plutonium itu sendiri menunjukkan penurunan secara linear pada densitasnya seiring dengan
meningkatnya temperatur.[6] Densitas berbagai alotrop plutonium berkisar dari 16,00 g/cm3
sampai dengan 19,86 g/cm3.[10]
Keberadaan banyak alotrop ini membuat pemrosesan plutonium sangat sulit. Sebagai
contohnya bentuk plutonium terbentuk pada suhu kamar dan ia memiliki karakteristik yang
mirip dengan besi cor, namun akan berubah menjadi seperti plastik dan mudah diubah bentuk
ketika ia berubah menjadi alotrop (beta) pada temperatur yang sedikit lebih tinggi.[11]
Alasan mengapa plutonium memiliki diagram fase yang rumit belumlah sepenuhnya
diketahui.
Plutonium dalam bentuk (delta) umumnya terbentuk pada kisaran suhu 310 C sampai
dengan 452 C, namun ia stabil pada suhu kamar apabila dialoi dengan galium, aluminium,
ataupun serium dalam persentase rendah.[11] Bentuk delta plutonium memiliki sifat-sifat yang
lebih mirip dengan sifat logam pada umumnya. Ia kira-kira sekuat dan selunak aluminium.[9]
Fisi nuklir
Plutonium merupakan logam aktinida radioaktif. Isotop plutonium-239 (Pu-239) merupakan
salah satu dari tiga isotop fisil utama[12] (sisanya adalah uranium-233 dan uranium-235).[13]
Agar dapat dianggap sebagai fisil, inti atom sebuah isotop haruslah dapat memecah (fisi)
ketika ditembakkan dengan neutron dan melepaskan sejumlah neutron tambahan yang cukup
untuk mempertahankan reaksi berantai nuklir dengan memecahkan inti selanjutnya.
mengandung lebih dari 19% Pu-240.[17] Isotop plutonium-238 (Pu-238) tidak dapat menjalani
fisi nuklir dengan mudah, walaupun ia dapat mengalami peluruhan alfa.[4]
Isotop
Mode
Komentar
peluruhan
waktu
(tahun)
fisi
peluruhan
spontan (1/
(W/kg)
(gs))
238
alfa menjadi
87.74
234
U
560
2600
239
alfa menjadi
24100
235
U
1.9
0.022
240
alfa menjadi
236
U, fisi
6560
spontan
6.8
910
4.2
0.049
0.1
1700
Pu
Pu
Pu
beta-minus,
Pu menjadi
14.4
241
Am
alfa
menjadi
242
Pu 238
376000
U
241
Warna larutan yang ditampilkan oleh larutan plutonium bergantung pada keadaan oksidasi
dan sifat-sifat anion asam.[22] Anion asam akan memengaruhi derajat kompleksasi plutonium.
Logam plutonium dihasilkan dengan mereaksikan plutonium(IV) fluorida dengan barium,
kalsium ataupun litium pada suhu 1200 C.[23] Ia akan diserang oleh asam, oksigen, dan uap,
namun tidak oleh alkali dan akan larut dengan mudahnya ke dalam asam klorida, asam iodat,
dan asam perklorat pekat.[24] Lelehan logam plutonium harus disimpan dalam keadaan vakum
ataupun pada atmosfer inert untuk menghindari terjadinya reaksi dengan udara.[11] Pada suhu
135 C, logam plutonium akan menyala dan meledak jika diletakkan dalam karbon
tetraklorida.[25]
Sifat piroforik plutonium dapat menyebabkannya tampak seperti bara api yang menyala.
Plutonium merupakan logam yang reaktif. Pada kelembaban udara ataupun argon, logam ini
akan teroksidasi dengan cepat, menghasilkan campuran oksida dan hidrida.[1] Jika logam
tersebut terpapar cukup lama dengan sejumlah uap air, permukaan berbentuk bubuk PuO2
yang membungkus logam akan terbentuk.[1] Selain itu, juga terbentuk plutonium hidrida.
Apabila terpapar dengan uap air yang berlebihan, hanya akan terbentuk PuO2.[24]
Dengan adanya pembungkusan hidrida ini, logam plutonium bersifat piroforik, yang berarti ia
akan menyala secara spontan. Oleh karena itu, logam plutonium biasanya ditangani dalam
atmosfer yang inert dan kering (misalnya argon dan nitrogen).[1] Oksigen akan memperlambat
efek-efek yang disebabkan oleh kelembaban dan berperan sebagai agen pemasifan.[1]
Plutonium bereaksi dengan oksigen menjadi PuO dan PuO2 beserta intermediat oksida
lainnya;[10] plutonium oksida memiliki volume 40% lebih besar daipada logam plutonium.[25]
Ia bereaksi dengan halogen dan menghasilkan senyawa seperti PuX3 (X dapat berupa F, Cl,
Br ataupun I); PuF4 dan oksihalida seperti PuOCl, PuOBr dan PuOI juga dilaporkan
terbentuk.[10] Selain itu, reaksi dengan karbon menjadi PuC, nitrogen menjadi PuN, dan
silikon menjadi PuSi2 juga dapat terjadi.[10]
Krus yang digunakan untuk menampung plutonium haruslah tahan terhadap lingkungan
reduksi yang kuat.[11] Logam tahan api seperti tantalum dan tungsten berserta oksida stabil
borida, karbida, nitrida, dan silikida dapat menoleransi lingkungan seperti ini.[11] Peleburan
pada tungku busur elektrik dapat digunakan untuk menghasilkan batangan logam kecil tanpa
memerlukan krus.[11]
Plutonium dapat membentuk aloi dengan kebanyakan logam. Pengecualian terdapat pada
logam alkali seperti litium, kalium, dan natrium, logam alkali tanah seperti barium, kalsium,
dan stronsium, dan logam tanah nadir seperti europium dan iterbium.[24] Pengecualian parsial
terdapat pada logam tahan api seperti kromium, molibdenum, niobium, tantalum, dan
tungsten, yang dapat larut dalam plutonium cair, namun tidak dapat larut pada plutonium
padat.[24]
Aloi
Plutonium dapat membentuk aloi dan senyawa intermediet dengan kebanyakan logam
lainnya. Perkecualian dengan litium, natrium, kalium, rubidium dan sesium dari logam alkali;
dan magnesium, kalsium, stronsium, dan barium dari logam alkali tanah; dan europium dan
ytterbium dari logam tanah jarang.[24] Perkecualian parsial diantaranya dengan kromium,
molybdenum, niobium, tantalum, dan tungsten, yang larut pada plutonium cair, namun tidak
larut atau larut sedikit pada plutonium padat.[24] Galium, aluminium, americium, skandium
dan serium dapat menstabilkan fase- plutonium dalam suhu ruang. Silikon, indium, zinc dan
zirkonium dapat membentuk fase metastabil ketika didinginkan cepat. Sejumlah besar
hafnium, holmium dan talium juga dapat mempertahankan fase- pada suhu ruang.
Neptunium adalah satu-satunya elemen yang dapat menstabilkan fase- pada suhu tinggi.[7]
Keberadaan
Sejumlah kecil isotop plutonium (Pu-239 dan Pu-244) dapat ditemukan di alam. Pu-244 dapat
ditemukan dalam jumlah kecil karena ia merupakan produk minor peluruhan pada bijih
uranium dan mempunyai umur paruh sekitar 80 juta tahun yang cukup panjang.[33] Pu-239
dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih kecil lagi (dalam satuan bagian per triliun) dan
produk peluruhannya dapat secara alami ditemukan pada beberapa bijih uranium[34][35]
Sejumlah kecil plutonium juga dapat ditemukan pada tubuh manusia oleh karena uji nuklir di
atas daratan dan beberapa kecelakaan nuklir besar yang pernah terjadi.[25] Kebanyakan uji
nuklir atsmosferik telah dihentikan sejak tahun 1963, namun Perancis masih terus
melakukannya sampai dengan tahun 1980-an. Selain itu, beberapa negara juga masih terus
melakukan uji nuklir tersebut setelah tahun 1963. Oleh karena Pu-239 merupakan hasil
peluruhan radioaktif bijih uranium serta isotop plutonium yang paling banyak dibuat, ia
merupakan isotop yang paling melimpah.[25]
Sejarah
Penemuan
Pada tahun 1934, Enrico Fermi dan sekelompok ilmuwan Universitas Roma La Sapienza
melaporkan bahwa mereka telah menemukan unsur 94.[36] Fermi menyebut unsur ini sebagai
hesperium.[37] Namun, sampel yang diduga sebagai unsur 94 ini sebenarnya hanyalah
campuran barium, kripton, dan unsur-unsur lainnya. Tetapi hal ini tidak diketahui pada saat
itu karena fisi nuklir masih belum ditemukan.[38]
Glenn T. Seaborg dan kelompok ilmuwan Berkeley adalah yang pertama memproduksi
plutonium.
Plutonium (Pu-238) pertama kali diproduksi dan diisolasi pada tanggal 14 Desember 1940
oleh Dr. Glenn T. Seaborg, Edwin M. McMillan, J. W. Kennedy, Z. M. Tatom, dan A. C.
Wahl dengan menembakkan uranium dengan deuteron. Unsur ini kemudian berhasil
diidentifikasi secara kimiawi pada 23 Februari 1941.[39] Pada percobaan tahun 1940,
neptunium-238 berhasil dihasilkan secara langsung dengan penghantaman, tetapi ia kemudian
meluruh dengan mamancarkan emisi beta dua hari kemudian. Hal ini mengindikasikan
terbentuknya unsur 94.[25]
Sebuah laporan ilmiah yang mendokumentasikan penemuan unsur plutonium kemudian
dipersiapkan oleh para ilmuwan Universitas California, Berkeley tersebut dan dikirim ke
jurnal Physical Review pada Maret 1941.[25] Tetapi laporan tersebut ditarik kembali sebelum
publikasi, setelah ditemukan bahwa isotop unsur baru tersebut (Pu-239) dapat menjalani fisi
nuklir yang dapat digunakan pada bom atom. Publikasi penemuan unsur tersebut kemudian
ditunda setahun setelah akhir Perang Dunia II oleh karena kekhawatiran pada masalah
keamanan dunia.[12]
Edwin McMillan yang sebelumnya telah menamai unsur transuranium pertama dengan nama
neptunium (berasal dari nama planet Neptunus) mengajukan bahwa unsur 94, sebagai unsur
transuranium kedua, dinamakan dari planet Pluto.[4][catatan 2] Seaborg pada awalnya
mempertimbangkan nama "plutium", namun kemudian merasa bahwa nama tersebut tidak
sebagus "plutonium".[40] Pemilihan simbol "Pu" oleh Seaborg pada awalnya hanyalah sebagai
lelucon, namun ternyata simbol tersebut kemudian tanpa disadari telah terdaftar ke dalam
tabel periodik.[catatan 3] Nama-nama alternatif lainnya yang pernah Seaborg dan ilmuwan
lainnya pertimbangkan adalah "ultimum" ataupun "extremium" karena terdapat kepercayaan
bahwa mereka telah menemukan unsur terakhir pada tabel periodik.[41]
Penelitian awal
Sifat-sifat kimiawi plutonium ditemukan mirip dengan uranium setelah dilakukan kajian awal
selama beberapa bulan.[25] Penelitian kemudian dilanjutkan di laboratorium rahasia di
Universitas Chicago. Pada 18 Agustus 1942, sejumlah kecil unsur ini diisolasi dan diukur
untuk pertama kalinya. Sekitar 50 mikrogram plutonium-239 beserta uranium dan produk fisi
diproduksi, namun hanya 1 mikrogram yang diisolasi.[34] Prosedur ini mengizinkan para
kimiawan menentukan massa atom unsur baru ini.[42][catatan 4]
Pada November 1943, beberapa plutonium trifluorida berhasil direduksi dan menghasilkan
sampel logam plutonium yang pertama.[34] Plutonium yang dihasilkan cukup banyak dan
membuat plutonium sebagai unsur pertama yang dihasilkan secara sintetik yang dapat dilihat
dengan mata telanjang.[43]
Sifat-sifat nuklir plutonium-239 juga dikaji; para peneliti menemukan bahwa ketika ia
ditembakkan dengan neutron, ia akan memecah (fisi) dan melepaskan lebih banyak neutron
dan energi. Neutron-neutron ini kemudian dapat menghantam atom plutonium-239 lainnya,
dan mengakibatkan reaksi berantai yang meningkat secara eksponensial. Reaksi berantai ini
dapat mengakibatkan ledakan yang cukup besar untuk menghancurkan sebuah kota apabila
isotop dalam jumlah yang cukup dikonsentrasikan dan mencapai massa kritis.[25]
Muka Reaktor B Handord yang sedang dalam konstruksi, ia merupakan reaktor produksi
plutonium yang pertama
Reaktor produksi pertama yang memproduksi plutonium-239 adalah Reactor Grafit X-10. Ia
mulai bekerja pada tahun 1943 dan dibangun di sebuah fasilitas di Oak Ridge yang kemudian
menjadi Laboratorium Nasional Oak Ridge.[25][catatan 5]
Pada 5 April 1944, Emilio Segr yang berada di Los Alamos menerima sampel pertama
plutonium yang dihasilkan oleh reaktor di Oak Ridge.[45] Dalam waktu sepuluh hari, ia
menemukan bahwa plutonium yang dihasilkan itu memiliki konsentrasi isotop Pu-240 yang
lebih tinggi daripada plutonium yang dihasilkan dari siklotron. Pu-240 memiliki laju fisi
spontan yang tinggi dan akan meningkatkan tingkat neutron latar sampel plutonium. Desain
senjata plutonium awal yang diberi kode nama "Thin Man" terpaksa dibatalkan karena
peningkatan jumlah neutron spontan akan meningkatkan probabilitas terjadinya pra-detonasi.
Desain senjata plutonium yang dikerjakan di Los Alamos kemudian diubah menjadi bentuk
implosi yang lebih rumit, diberi kode nama "Fat Man." Senjata implosi (implosion) ini
memiliki desain plutonium berbentuk bola padat yang dikompres menjadi bertekanan tinggi
dengan lensa yang mudah meledak.[45]
Konstruksi reaktor B Hanford, reaktor nuklir berskala industri yang pertama, diselesaikan
pada Maret 1945.[46] Reaktor B memproduksi bahan fisil yang digunakan untuk senjata
plutonium yang digunakan semasa Perang Dunia II.[catatan 6]
Oleh karena keberadaan Pu-240 pada plutonium yang dihasilkan oleh reaktor, desain implosi
dikembangkan pada senjata "Fat Man" dan Trinity"
Uji bom atom pertama, diberi kode nama "Trinity" dan didetonasi pada 16 Juli 1945 dekat
Alamogordo, New Mexico, menggunakan plutonium sebagai bahan fisilnya.[34] Desain
implosi senjata ini menggunakan lensa-lensa peledak yang digunakan untuk mengompres
bola plutonium agar mencapai massa superkritis. Bola plutonium tersebut kemudian dihujani
neutron yang dihasilkan oleh inisiator yang dibuat dari berilium dan polonium.[25] Dengan
demikian, ia akan menjamin terjadinya reaksi berantai dan ledakan. Keseluruhan senjata ini
memiliki berat lebih dari 4 ton, walaupun plutonium yang digunakan pada inti senjata
hanyalah seberat 6,2 kg.[47]Sekitar 20% plutonium yang digunakan dalam senjata Trinity
menjalani fisi, menghasilkan ledakan dengan energi setara dengan kira-kira 20.000 ton TNT.
[48][catatan 7]
Desain identik yang digunakan pada bom atom "Fat Man" dijatuhkan ke Nagasaki, Jepang
pada 9 Agustus 1945, menewaskan 70.000 orang dan mencederai 100.000 lainnya.[25] Bom
"Little Boy" yang dijatuhkan ke Hiroshima tiga hari sebelumnya menggunakan uranium-235,
dan bukannya plutonium. Jepang menyerah tanpa syarat pada 15 Agustus, secara efektif
mengakhiri perang. Hanya setelah pengumuman bom atom pertama inilah keberadaan unsur
plutonium diberitakan kepada publik.
Desain terowongan penyimpan limbah nuklir yang diajukan untuk pusat penyimpanan limbah
nuklir Gunung Yucca.
Sejak berakhirnya Perang Dunia, timbunan plutonium ini telah menjadi fokus utama
proliferasi nuklir. Di Amerika Serikat, beberapa plutonium yang diekstraksi dari senjata
nuklir yang telah dibongkar dilebur menjadi dalam bentuk gelondongan gelas plutonium
oksida seberat dua ton.[25] Gelas ini dibuat dari borosilikat yang dicampur dengan kadmium
dan gadolinium.[catatan 9] Gelondongan-gelodongan ini direncanakan ditutup dengan baja dan di
simpan di lubang bawah tanah sejauh 4 km yang ditopang oleh beton.[25] Sampai dengan
tahun 2008, hanya tempat penyimpanan limbah nuklir Gunung Yucca yang dijadwalkan
Percobaan medis
Semasa dan setelah berakhirnya Perang Dunia II, para ilmuwan yang terlibat dalam Proyek
Manhattan dan proyek-proyek riset senjata nuklir lainnya melakukan berbagai kajian pada
efek plutonium terhadap hewan dan manusia.[52] Pada kajian hewan, ditemukan bahwa
beberapa miligram plutonium per kilogram jaringan tubuh merupakan dosis yang mematikan.
[53]
Sedangkan pada kasus percobaan pada manusia, disuntikkan larutan yang mengandung lima
mikrogram plutonium ke tubuh pasien rumah sakit yang telah menderita sakit parah ataupun
yang memiliki tingkat harapan hidup yang lebih kecil dari sepuluh tahun baik oleh karena
usia maupun kondisi penyakit yang kronis.[52] Kadar suntikan ini diturunkan menjadi satu
mikrogram pada Juli 1945 setelah dari data percobaan hewan, ditemukan bahwa cara
plutonium mendistribusikan dirinya pada tulang ternyata lebih berbahaya daripada radium.[53]
Delapan belas subjek percobaan manusia disuntikkan plutonium tanpa sepengetahuan
mereka.[52] Percobaan ini dilakukan untuk mengembangkan alat diagnostik yang dapat
menentukan kadar penyerapan plutonium dalam tubuh, sehingga dapat dikembangkan sebuah
standar keamaan pekerjaan yang melibatkan plutonium.[52]
Pada zaman sekarang, percobaan pada manusia ini dianggap sebagai pelanggaran kode etik
kedokteran dan sumpah Hippokrates yang serius.
Penerapan
Bahan peledak
Bom atom yang dijatuhkan ke Nagasaki, Jepang pada tahun 1945 mempunyai inti plutonium.
Oleh karena kemudahan isotop Pu-239 menjalani fisi dan ketersediaannya, ia merupakan
komponen fisil utama dalam pembuatan senjata nuklir. Dengan membungkus bola plutonium
padat dengan pemadat (lapisan tambahan yang dibuat dari bahan-bahan padat) akan
menurunkan jumlah plutonium yang diperlukan untuk mencapai massa kritis dengan
memantulkan kembali neutron yang lolos kembali ke inti plutonium. Hal ini akan
menurunkan jumlah plutonium yang diperlukan dari 16 kg menjadi 10 kg, berupa bola
berdiameter 10 cm.[54] Massa kritis ini adalah sekitar sepertiga daripada massa kritis U-235.[4]
Bom plutonium jenis "Fat Man" yang diproduksi semasa Proyek Manhattan menggunakan
kompresi eksplosif plutonium untuk mendapatkan tingkat densitas plutonium yang lebih
besar daripada biasanya dan menggabungkannya dengan sumber neutron untuk memulai
reaksi dan meningkatkan efisiensi. Sehingga, hanya diperlukan 6,2 kg plutonium untuk
mendapatkan daya ledak yang setara dengan 20 kiloton TNT.[48][55] Secara teoretis, hanya
diperlukan sejumlah kecil 4 kg plutonium (atau bahkan lebih kecil dari itu) untuk membuat
bom atom dengan desain perakitan yang canggih.[55]
Am baru-baru ini telah diajukan untuk digunakan sebagai agen detanurasi batangan bahan
bakar reaktor dengan membuat bahan bakar tersebut tidak dapat digunakan kembali lagi
untuk konversi senjata nuklir.[59]
Isotop plutonium-238 (Pu-238) memiliki umur paruh 87,5 tahun. Ia memancarkan sejumlah
besar energi termal dengan tingkat pancaran sinar gama dan partikel neutron spontan yang
rendah.[60] Sebagai pemancar partikel alfa, ia memancarkan radiasi berenergi tinggi dengan
tingkat penetrasi yang rendah, sehingga hanya diperlukan pemerisaian yang minimal.
Selembar kertas dapat digunakan untuk memerisai partikel alfa yang dipancarkan oleh Pu238 manakala satu kilogram isotop ini dapat menghasilkan 22 juta kilowat jam energi panas.
[4][60]
Sifat-sifat ini membuat isotop Pu-238 sangat cocok digunakan sebagai sumber listrik
peralatan yang harus berfungsi tanpa pemeliharaan secara langsung selama seumur hayat
manusia. Oleh karenanya, ia digunakan dalam pembangkit termolistrik radioisotop dan unit
pemanas radioisotop yang digunakan pada misi penjelajahan luar angkasa Cassini, Voyager
dan New Horizons.
Plutonium-238 juga telah sukses digunakan untuk menenagai pemacu jantung buatan,
sehingga mengurangi risiko pembedahan ulang.[61][62] Ia umumnya telah digantikan dengan sel
primer berbasis litium. Namun, sampai dengan tahun 2003, masih terdapat sekitar 50 sampai
dengan 100 pemacu jantung yang ditenagai plutonium yang masih ditanam dan berfungsi.[63]
Plutonium-238 yang dicampur dengan berilium digunakan untuk menghasilkan neutron untuk
tujuan riset.[25]
Wewanti
Toksisitas
Isotop dan senyawa plutonium sangat beracun oleh karena radioaktivitasnya.[64] Dari sudut
pandang toksisitas kimiawi, arsen dan sianida lebih beracun daripada plutonium, dan
plutonium sama beracunnya dengan kafeina.[65][66]
Plutonium lebih berbahaya ketika terhirup daripada tertelan. Risiko kanker paru-paru
meningkat seketika radiasi yang terhirup melebihi 400 mSv.[67] Ia tidak akan diserap ke dalam
tubuh secara efisien apabila tertelan; hanya sekitar 0,04% plutonium oksida yang diserap
setelah ditelan.[25] Ketika plutonium diserap ke dalam tubuh, ia akan diekskresikan dengan
sangat lambat, dengan waktu paruh hayati selama 200 tahun.[68] Plutonium mempunyai rasa
seperti logam.[69]
Radiasi alfa yang dipancarkan plutonium tidak dapat menembus kulit, namun dapat
mengiradiasi organ-organ dalam ketika plutonium terhirup ataupun tertelan.[25] Orang tubuh
yang paling berisiko terkena iradiasi adalah tulang (di mana ia paling berkemungkinan
diserap ke permukaan tulang) dan hati (di mana ia dikumpulkan dan menjadi terkonsentrasi).
[24]
Plutonium dalam jumlah yang sangat besar dapat menyebabkan keracunan radiasi yang akut
dan kematian jika ditelan ataupun dihirup; namun, sampai sekarang tidak ada satupun
manusia yang diketahui meninggal oleh karena menghirup ataupun menelan plutonium.
Selain itu banyak orang mempunyai sejumlah kecil plutonium yang dapat dideteksi dalam
tubuh mereka.[66]
Massa kritis
Reka ulang percobaan yang dilakukan oleh Harry Daghlian dengan bola plutonium yang
dikelilingi oleh wolfram karbida yang dapat memantulkan neutron
Selain permasalahan pada toksisitas plutonium, akumulasi sejumlah plutonium yang
mencapai massa kritis juga harus dihindari, terutama karena massa kritis plutonium hanyalah
sepertiga daripada massa kritis uranium-235.[4] Plutonium yang mencapai massa kritis akan
memancarkan sejumlah neutron dan sinar gama dalam kadar yang mematikan.[70] Plutonium
dalam larutan lebih berkemungkinan membentuk massa kritis daripada plutonium dalam
bentuk padatan.[10]
Dalam sejarahnya, telah terjadi beberapa kecelakaan yang melibatkan pembentukan massa
kritis ini. Penanganan yang tidak hati-hati pada bata wolfram karbida yang diletakkan di
sekitar 6,2 kg bola plutonium menyebabkan radiasi dengan dosis fatal pada tanggal 21
Agustus 1945 di Los Alamos, yang mana ilmuwan Harry K. Daghlian, Jr. menerima dosis
yang diperkirakan setara dengan 5,1 Sievert dan meninggal 28 hari sesudahnya.[71] Sembilan
bulan kemudian, ilmuwan Los Alamos lainnya, Louis Slotin, juga meninggal dalam
kecelakaan yang melibatkan reflektor berilium dan inti plutonium yang sama, yang
sebelumnya telah menyebabkan kematian Daghlian (bola plutonium ini kemudian diberi
nama panggilan "demon core").[72] Insiden ini kemudian diangkat ke dalam film tahun 1989
Fat Man and Little Boy.
Pada bulan Desember 1958, selama proses pemurnian plutonium di Los Alamos, massa kritis
terbentuk di dalam tabung pencampuran, menyebabkan kematian operator derek.[73] Selain
itu, kecelakaan nuklir lainnya juga pernah terjadi di Uni Soviet, Jepang, dan negara-negara
lainnya.[73]
Kemudahbakaran
Logam plutonium juga merupakan bahan yang mudah terbakar. Ia akan bereaksi dengan
oksigen dan air, yang akan menyebabkan akumulasi plutonium hidrida. Plutonium hidrida
merupakan bahan piroforik dan akan menyala ketika terkena udara bebas pada suhu kamar.
Plutonium akan mengembang melebihi 70% volume awal ketika ia teroksidasi, sehingga
dapat merusak wadah penampung. Pasir magnesium oksida merupakan bahan yang paling
efektif dalam memadamkan api plutonium. Ia mendinginkan bahan yang terbakar, dan
bekerja sebagai sungap panas (heat sink) serta memblok oksigen. Untuk menghindari
terjadinya kebakaran, penanganan yang khusus perlu diterapkan. Umumnya diperlukan
penanganan dalam atomosfer inert
https://id.wikipedia.org/wiki/Plutonium