Anda di halaman 1dari 43

II.

ARTI DARI SEBUAH KEPEMIMPINAN


2.1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami
dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat
dilakukan secara efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu dan kelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin yang berhasil mempengaruhi bawahanya
merupakan pemimpin yang efektif (Soekarno, 2005).
Menurut

Purwanto

(2006),

dalam

usaha

bisnis,

penerapan

gaya

kepemimpinan (leadership style), seseorang akan dapat mempengaruhi sikap dan


perilaku bawahannya (karyawan atau pegawai) dalam melakukan pekerjaan mereka.
Kepemimpinan dalam suatu organisasi terjadi karena adanya interaksi antara ketiga
komponen penting, yaitu manajer, karyawan, dan situasi atau kondisi lingkungan
kerja tertentu.
Menurut Malahyati (2010), kepemimpinan adalah suatu proses dengan
berbagai cara untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang untuk
mencapai tujuan bersama. Seseorang dapat disebut pemimpin apabila ia bisa
menggunakan pengaruhnya terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Semakin tidak
berpengaruhnya seseorang maka semakin rendah potensi kepemimpinan yang
dimilikinya.
Menurut Ruvendi (2005), kepemimpinan adalah konsep yang lebih sempit
dari manajemen. Manajer dalam organisasi formal bertanggung jawab dan dipercaya
dalam melaksanakan fungsi manajemen. Pemimpin kadang terdapat pada kelompok
informal, sehingga tidak selalu bertanggung jawab atas fungsi-fungsi manajemen.

2.2. Masyarakat Madani


Menurut Hamid (2013), menyatakan bahwa masyarakat madani adalah
sebuah gagasan yang menggambarkan masyarakat beradab yang mengacu pada nilainilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi
sosial yang kondusif bagi penciptaan tatanan demokratis dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Masyarakat madani merupakan masyarakat dimana ada jaminan hak-hak
asasi manusia yang dasar, yang pada saat itu disebut civil rights. Jadi berbeda dengan
masyarakat politik dimana negara berkuasa mutlak, maka pada masyarakat madani,
kekuasaan negara dibatasi. Masyarakat madani juga berbeda dengan masyarakat
alamiah dimana masyarakat berkuasa dan negara tidak ada. Maka menurut urutan
sejarahnya

masyarakat

alamiah

digantikan

oleh

masyarakat

politik,

dan

diseimbangkan oleh masyarakat madani (Budiman, 2006).


Masyarakat madani adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku
yang beradab, sopan santun berbudaya tinggi, dan ramah dalam menghadapi
lingkungannya, masyarakat yang hubungan antara warganya sangat harmonis, saling
menghargai kepentingan masing-masing. Meskipun mereka memiliki hak asasi
masing-masing namun mereka teteap menjujung tinggi kebersamaan dan menghargai
hak asasi orang lain (Wahyudin, 2009).
Menurut Abdulkarim (2006), menyatakan bahwa karakteristik masyarakat
madani dulu (Zaman Nabi Muhammad SAW) dengan masyarakat Indonesia kini
memiliki kesamaan dalam beberapa segi, terutama dari asasnya, keragaman agama,
suku dan budayanya. Oleh karena itu pola pembangunan masyarakat madani

Indonesia di masa depan bisa bahkan sebaiknya meruju pada model masyarakat yang
dibangun Rasulullah SAW.
2.3. Karakter Seorang Pemimpin dalam Islam
2.3.1. Aqidah
Menurut Al-atsari (2006), aqidah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh
hati, dan jiwa menjadi tenteram karenannya. Sehingga menjadi suatu keyakinan yang
teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan
kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang
yang meyakininya. Selain itu, harus sesuai dengan kenyataan, yang tidak menerima
keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada tingkat keyakinan yang
kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat
hatinya diatas hal tersebut (Hazzan, 2006).
Jadi pemimpin yang mempunyai aqidah menurut pandangan islam adalah
pemimpin yang mempunyai keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT dan tidak
mempunyai keraguan apapun terhadap Allah SWT. Jika pemimpin mempunyai
keyakinan kepada Allah SWT, maka pemimpin tersebut bisa meyakini keyakinan diri
sendiri apa yang ia harus lakukan sebagia seorang pemimpin tanpa mempunyai
keraguan karena pemimpin tersebut mempunyai keyakinan yang kokoh kepada Allah
SWT (Marzuki, 2008).
Menurut Yazid (2006), menyatakan bahwa aqidah tauhid merupakan prinsip
dan menentukan bagi kehidupan manusia didunia dan akhirat. Karena tauhid
merupakan pondasi bangunan agama dan menjadi dasar bagi setiap amalan yang
dilakukan hamba-Nya. Aqidah yang benar adalah perkara yang amat penting dan
kewajiban yang paling besar yang harus diketahui setiap muslim, karena
5

sesungguhnya sempurna atau tidaknya suatu amal, diterima atau tidaknya suatu amal
tersebut bergantung apada aqidah yang benar.
Menurut Ali (2007), menerangkan bahwa akhlaq adalah sebuah keimanan,
Rasulluloh menegaskan, Sungguh saya diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang
mulia. Alloh SWT sendiri secara khusus memuji ketinggian akhlaq Rosul-rosulnya
Sungguh Engkau berada diatas akhlaq mulia (QS: Al-qalam: 4). Akhlaq dan aqidah
yang diajarkan Rosulluloh mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Akhlaq
berhubungan dengan tuhannya, akhlaq dengan dirinya sebagai Rosul Alloh SWT.
2.3.2. Ahli Ekonomi
Menurut Yatim (2008), mengungkapkan bahwa pada masa pemerintahan
Abu Bakar yang hanya berlangsung selama dua tahun Abu Bakar lebih banyak
terkonsentrasi pada persoalan dalam negeri, dimana saat itu harus berhadapan dengan
kelompok murtad, pembangkang zakat dan nabi palsu, yang terakhir keputusan untuk
berperang yang kemudian dikenal dengan perang riddah, perang melawan
kemurtadan. Menurut Malahayati (2010), Abu Bakar pula berjual beli dan
mengorbankan hartanya untuk mendukung Islam dan kaum muslimin sejak dia
berada di makkah sebelum hijrah, demikian pula setelah hijrah, dia memberikan
sebagian besar hartanya karena Alloh SWT.
Menurut Salikin (2013), menerangkan bahwa mengenai pembangunan
ekonomi berkelanjutan adalah menjaga kesejahteraan umat manusia baik dalam
kehidupan sekarang hingga akhir hayat, pendekatan ekonomi berkelanjutan berbasis
pada konsen maksimalisasi aliran pendapat antar generasi dengan cara merawat dan
menjaga cadangan sumber daya atau modal yang mampu menghasilkan keuntungan.
Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan
6

dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula, dan dalam harta benda itu terdapat hak
untuk orang miskin yang selalu meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga
dicapai pembagian rizki (Barsamian, 2008).
2.3.3. Abdullah Sebagai Ahli Strategi
Strategi adalah rancangan yang teratur dengan mengambil berbagai faktor
bagi mencapai martabat ataupun kejayaan. Apa saja yang ingin dicapai perlu bermula
dengan mengatur strategi yang baik. Salah satu contoh bahwa Abdullah Bin Abu
Bakar dikatakan sebagai ahli strategi yaitu pada saat ia melakukan rancangan strategi
agar Rosulluloh dapat hijrah ke madinah dengan tenang tanpa ada gangguan dari
masyarakat Makkah. Strategi beliau ini jelas menggambarkan ketelitiannnya dalam
mengatur rancangan bagi memastikan beliau mempunyai penyongkong kuat.Strategi
yang diutarakan oleh beliau adalah menyuruh Rosulluloh pergi ke Quatsur dan
menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk meniduri kasur Rosulluloh untuk mengelabui
kaum Quraisy dan jalan yang ditempuh oleh Rosulluloh berbeda-beda dengan
biasannya Abdullah menyuruh agar jalan yang digunakan harus berbeda (Roziah,
2007).
Abdullah bin Abu Bakar adalah seseorang sayyid dan syarif (julukan khusus
untuk keturunan nabi Muhammad) imam para Wali dan orang-orang saleh beliau Abu
Muhammad dan bergelar Al

Isdius-Alydius artinya ketua orang-orang tasawuf.

Beliau mempelajari ilmu tasawuf dan belajar dari seorang guru Al-imran Syekh
Umar Muhdor yang membekali dirinya sebagai orang sufi (Muhaimin, 2007).
Menurut Marrus (2007), menerangkan menjadi seorang pemimpin adalah
petugas yang bersedia dengan tujuan dan cita-cita bersama dengan berusaha
mencapai tujuan dan cita-cita bersama mereka yang dipimpinnya melalui suatu
7

organisasi. Seorang pemimpin harus mempunyai keahlian dalam melakukan


diplomasi dan mampu mengatur strategi karena mengatur strategi adalah salah satu
kekuatan agar dapat menjadi masyarakat madani. Masyarakat madani adalah
masyarakat

yang

menjunjung

tinggi

nilai

kebersamaan

antar

manusia

(Mangunhardjana, 2005).
2.3.4. Amir bin Fuhairah Seorang Penggembala Kambing ( Ahli Kekuatan
Fisik)
Amir bin Fuhairah adalah hamba sahaya Abu Bakar dan penggembala
ternaknya. Ia mengetahui seluk-beluk jalan dan arah. Dia juga teladan yang baik
dalam hal taat kepada Alloh SWT, Rosul, dan majikannya yaitu Abu Bakar. Ia
mempersembahkan dirinya untuk kepentingan Islam, yaitu semenjak Alloh SWT
melapangkan hatinya (Muhammad, 2005).
Amir bin Fuhairah adalah seorang penggembala kambing dan hamba sahaya
dari Abu Bakar. Karena mempunyai kepandaian dalam seluk beluk jalan tetapi Amir
juga mempunyai kekuatan fisik yang lebih maka dari itu ia ditugasi oleh Rosulluloh
untuk menggembalakan kambingnya dan Abu Bakar. Selain itu Amir ditugaskan
untuk menjadi intel bagi Rosulluloh karena memiliki kepandaian untuk memberikan
petunjuk jalan bagi Rosulluloh dan Amir diperintahkan untuk menghapus jejak
Rosulluloh (Zaenal, 2007).
Menurut Mirtha (2007), menyatakan bahwa kekuatan fisik adalah
kemampuan untuk mempengaruhi kelakuan dengan car-cara yang hanya kelompokkelompok yang memiliki kekuasaan dapat mengancam untuk menggunakan
kekuasaan. Sedangkan ancaman tersebut merupakan kekuasaan. Maka dari itu salah

satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah memiliki kekuatan fisik
yang baik.
2.3.5. Ali bin Abi Thalib dan Asma binti Abu bakar (Ahli Kecerdasan)
Menurut Muhaimin (2007), Ali bin Abi Thalib membantu perjalanan
Rosulluloh saat hijrah, Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah oleh sebagian orang
dianggap kemenangan bagi pihak yang menganut ide hak legitimasi. Sungguh hal ini
tidak dikehendaki oleh ali sendiri namun yang jelas keadaan ini telah
menempatkannya di posisi yang sulit dan tidak menguntungkan selama 5 tahun Ali
bin Abi Thalib memangku jabatan sebagai khalifah beliau harus menghadapi
bermacam-macam reaksi yang keras.
Menurut Amin (2010), menyebutkan bahwa Asma bin Abu bakar adalah
perempuan yang dikenal yang mempunyai dua buah ikat pinggang. Dia mempunyai
sikap yang agung dalam pencatatan sejarah agama Islam sejak dulu. Asma adalah
salah seorang wanita yang pertama kali masuk Islam. Asma juga sangat berjasa pada
saat Rosulluloh ingin hijrah ia membuatkan makanan dan minuman kepada
Rosulluloh dan menaruhnya di dua ikat pinggangnya. Ia menaruhnya di ikat
pinggangnya dikarenakan pada saat perjalanan ia kehilangan tali dan dengan
kecerdasannya ia membelahnya menjadi dua bagian untuk mengikat makanan
(Qardhawi, 2009).
Menurut Anwar (2010), menerangkan bahwa seseorang yang intelektual
hendaknya berkarakter kenabian. Karakternya sudah sempurna sebagaimana sudah
disampaikan oleh para nabi dalam kehidupan sehari-hari, bila seseorang memahami
akhlaq para nabi dan turut mengutamakannya dalam kehidupan sehari-hari berarti
orang tersebut telah memiliki karakter kecerdasan agar dapat memiliki karakter yang
9

baik maka ada tiga aspek lama dalam diri manusia yakni emosi,

akal dan

kecerdasan.
Menurut Taufik (2007), menerangkan bahwa terdapat dua macam peran
dengan dua macam pola pikir merupakan konsekuensi logis dari tuntutan perubahan.
Perilaku yang merupakan dampak dari perubahan lingkungan eksternal disamping itu
kapasitasnya sepuluh otak dari manusia yang mendasari adanya perbedaan terhadap
interest dan pretensi yang ada pada gilirannya akan terlihat dalam perbedaan
kompetensi seseorang manajer dan leader terhadap faktor-faktor berbeda. Jadi
seorang pemimpin harus mempunyai kecerdasan intelektual yang cukup.

10

III. Konsep Kepemimpinan Dalam Agama Islam

Kepemimpinan merupakan amanah, seorang pemimpin harus bersifat


amanah, karena pemimpin tersebut akan

diserahi tanggung jawab yang besar

(Inayatullah, 2007). Jika seorang pemimpin tidak mempunyai sifat amanah, tentu
yang terjadi adalah penyalah gunaan jabatan dan wewenang untuk hal-hal yang tidak
baik. Itulah mengapa nabi Muhammad SAW juga mengingatkan kepada umatnya
agar menjaga amanah kepemimpinannya, karena hal itu akan dipertanggung
jawabkan didunia maupun akhirat. Seperti sabda Rasullullah, Setiap kalian adalah
pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya
(HR.Buckhori). Nabi Muhammad SAW juga bersabda, Apabila amanah disia-siakan
maka tunggulah saat kehancuran, waktu itu ada seorang sahabat rosul bertanya:
apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah
saat kehancurannya, (HR.Bukhori) (Dewi, 2009).
3.1.

Ciri-Ciri Seorang Pemimpin yang Baik Menurut Islam

3.1.1. Jujur (amanah)


Amanah adalah segala sesuatu yang dibebankan Allah kepada manusia
untuk dilaksanakan (Q.S. As-Sadjah: 72) yang tercakup didalamnya khalifah
illahiyah (khalifah Allah), khalifah takwiniah (al-taklif al-syariiah) dalam kaitannya
dengan hablum minalloh dan hablum min al-nas (Munawir, 2010). Amanah dapat
ditampilkan dalam bentuk keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, ihsan
(berbuat yang terbaik dalam segala hal untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat). Menurut Hakim (2007), menyatakan bahwa sikap amanah akan
membawa pemimpin terhindar dari kolusi, korupsi, dan manipulasi, serta dapat
11

memberikakn kepercayaan penuh kepada anggotanya atau orang lain sehingga


program-program kepemimpinan akan dapat didukung optimal oleh para anggotanya.
Pemimpin yangjujur misal dalam memimpin sebuah negri harus benar-benar mampu
menjalankan semua visi dan misi yang telah diproklamasikan sebelum terpilih
menjadi seorang pemimpin, karena umumnya kita terpanggil hati nuraninya untuk
menentukan pilihan kepada seorang pemimpin tertentu, karena diyakininya mampu
menjalankan semua janji-janjinya (Zainuddin, 2008).
3.1.2. Kompeten
Menurut Soecipto (2007), menyatakan bahwa kompeten merupakan
kekuatan yang dimiliki oleh suatu pendekatan yang berfokus pada karakteristik
fundamental. Penjabaran dari hal tersebut adalah seorang pemimpin haruslah berjalan
sesuai dengan keahlian pada bidang atau pekerjaan yang dikuasainya. Misalkan
seperti Herman (2005), yang menyatakan bahwa seorang Ali bin Abi Tholib adalah
seorang panglima perang yang sangat ahli dala menyusun strategi perang. Hal
tersebut dibuktikan dengan kemenangannya melawan kaum Quraisy. Pemilihan
seorang pemimpin yang mempunyai kesempatan haruslah selektif dan profesional
agar seorang pemimpin dapat memimpin dan menggerakan seluruh anggotanya untuk
bekerjasama dalam membangun suatu organisasi kelompok yang tentram dan aman.
3.1.3. Inspiratif
Yani (2008), menyatakan bahwa inspiratif merupakan pola pikir pada
manusia yang didalamnya memuat ide-ide untuk melakukan sesuatu tindakan dalam
menyelesaikan suatu bentuk permasalahan. Sebagai contoh adalah nabi Muhammad
SAW, yang dapat menjadi inspirasi bagi kaumnya.
Menurut Harianto (2007), menyatakan bahwa sebuah inspirasi akan datang
dalam keadaan tak terduga, dan tanpa disengaja. Inspirasi sangat penting dimiliki

12

oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang baik dan bijaksana adalah pemimpin yang
dapat menyelesaikan suatu permasalahan didalam kelompoknya dengan melakukan
tindakan yang inspiratif. Selain itu juga pemimpin dapat memberika inspirasi bagi
seluruh anggotanya.
3.1.4. Sabar
Suhaib Ra, Rasulluloh bersabda, sungguh menakjubkan perkaranya orang
yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian
itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mumini, yaitu jika ia mendapatkan
kebahagiaan, ia bersyukur, karena (Ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan
yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia
mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik dirinya, (HR.Muslim).
Menurut Wahyudin (2007), sabar secara etimologi, sabar (ash-shabar) berarti
menahan dan mengekang (al-habs wa al-kuf), dan secara terminologinya sabar berarti
menahan dari segala sesuatu yang tidak disuka karena mengharap ridha dari Allah
SWT, yang tidak disuka itu tidak selamanya terdiri dari hal-hal yang tidak disenangi
seperti musinah. Maruf (2011), menjelaskan bahwa dalam agama Islam dijelaskan
bahwa yang dimaksud sabar ialah menahan diri dalam menanggung suatu
penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak di ingini dalam bentuk
kehilangan sesuatu yang disenangi. Dubrin (2011), menerangkan bahwa sabar sendiri
memang penting bagi seorang pemimpin, terutama jika dalam kelompoknya sedang
terjadi gangguan masa. Seorang pemimpin haruslah sabar dalam menghadapinya dan
tetap semangat untuk menyelesaikan maslah tersebut. Karena seorang pemimpin
yang baik adalah ia yang mampu memberikan teladan yang baik kepada anggotanya
dalam bentuk perbuatan, tingkah laku, ucapan, dan juga pemikiran, seperti nabi
Muhammad SAW (Hadi, 2006).
13

3.1.5.

Rendah Hati
Seorang pemimpin juga alangkah baiknya mempunyai sikap rendah hati

(tawadhu). Menurut Quha (2008), menyatakan bahwa rendah hati adalah suatu sikap
pribadi yang bersandar pada Allah dan menghormati orang lain. Sabar sangat erat
kaitannya dengan kejadian atau peristiwa yang tidak mengenakan. Tetapu bagi
seorang pemimpin, hal tersebut harus dihadapidengan pantang menyerah dan dengan
penuh kesabaran. Sebagai contoh jika ada slah satu dari anggotanya yang membuat
onar dan selalu komplain, maka seorang pemimpin harus sabar dalam menghadapi
hal tersebut.
3.1.6.

Musyawarah
Menurut Hamka (2007), menyatakan bahwa manusia pada dasarnya sama

dimata Allah, hal yang membedakannya hanyalah imannya. Hal tersebut dijelaskan
dalam pancasila yaitu sila ke-2, yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan
beradab, sementara itu dalam surah Al-Hujarat ayat 13, yang artinya hai manusia
sesungguhnya kami menciptakannmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling bertqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
mengena (Hatta, 2009). Oleh karena dalil dalam bentuk tersebut kedudukan
manusia sama dan sepantsnya dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam suatu
kelompok haruslah dilakukan dengan bermusyaawaraah untuk mufakat. Musyawarah
merupakan budaya Indonesia yang sudah ada sejak zaman dahulu, san sampai
sekarang masih tetap dipertahankan. Menurut Maarif (2009), nilai kemanusiaan itu
14

sejati, dalam hal ini menyangkut tentang musyawarah. Dalam kisah-kisah Rasul kita
juga sering mendengar cerita ataupun hadits yang menyebutkan dalam mmelakukan
sesuatu hal tentunya nabi Muhammad serign melakukakan musyawarah, dan
menyelesaikan permasalahan juga dengan bermusyawarah. Sepantasnya kita meniru
dan meneladani kisah Rasul tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan

di dunia,

agar semua anggota kelompok atau masyarakat merasa nyaman dan tidak ada yang
dirugikan.
3.1.7.

Komunikatif
Kominikatif atau berkomunikasi yang efekltif adalah komunikasi yang

dihasilkan oleh kemampuan para partisipan dengan menekan sekecil mungkin


kesalah pahaman. Mangkuprawira (2011), menyatakan bahwa komunikasi yang
efektis adalah dasar dan komunikasi yang jitu, yaitu komunikasi yang sejalan dengan
kognisi (apa yang dipikirkan) dari dua atau tiga individu yang berkomunikasi.
Everetan dan Lawrence Kincaid dalam Liliweri (2007), menyatakan bahwa
komunikasi antar budaya yang efektif terjadi jika muncul mutual understanding atau
komunikasi yang saling memahami.
3.2. Pemimpin yang Dekat dengan Tuhan
Menurut Arora (2009), menyatakan bahwa karakter kepribadian yag
mendasar dan kedalaman kepribadian lebih penting daripada kecerdasan dalam diri
seseorang. Islam juga menawarkan konsep mengenai teori kepemimpinan tersebut,
kepemimpinan tentang teori sifat atau ciri kepribadian yang telah dikemukakan pada
15 abad yang lalu. Teori sifat itu dinyatakan dalam kepribadian nabi Muhammad
SAW sebagai rasul Alloh dan pemimpin yang patut diteladani oleh umatnya (Rivai
dalam Intihamah, 2009). Pemimpin dalam Islam haruslah pemimpin yang dekat
15

dengan Allah SWT, karena jika pemimpin tidak dekat dengan Allah, maka akan
terjadi kehancuran baginya dan bagi organisasinya, karena kepemimpinan merupakan
amanah maka hubungan dekat dengan Alloh SWT dapat dikatakan bahwa seorang
pemimipin tersebut memiliki keimanan yang bagus (Iskandar, 2010). Dekat dengan
Alloh akan membuat seorang manusia bisa mengenal dirinya sendiri, bisa menjalin
hubungan harmonis dengan lingkungannya dan tentu saja bisa menjalin hubungan
harmonis dan bermakna dengan pencipta-Nya (Hadi, 2007). Tak ada pencapaian yang
lebih diinginkan seorang manusia, kecuali harmonisnya hubungan dia dengan
pencipta-Nya (Mustofa, 2006). Sedangkan tujuan hidup manusia ada dua, yaitu :
1. Tujuan hidup vertical, yaitu keridhan Alloh SWT, seperti yang tertulis dalam Q.S AlBaqarah: 265, yang artinya Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya
untuk mencari ridaha Alloh untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun
yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu
menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan tidak menyiraminya maka
embun (pun memadai) Allah Maha melihat apapun yang kamu kerjakan. Tujuan
utamanya mencari Rahmat Allah SWT, supaya kita bisa masuk ke surga-Nya.
2. Tujuan hidup horizontal, yaitu tujuan jengka pendek membuat dunia seindah
mungkin supaya nyaman untuk ditempati. Seperti Q.S Saba : 15 yang artinya,
Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Tuhan) ditempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun disebelah kanan dan kiri. (Kepada mereka dikatakan),
Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugrahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah
kamu kepadanya. (Negrimu) adalah negri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan
yang Maha pengampun.

16

3.3. Abdullah
Adapun orang-orang yang mengetahui kebenaran mengakui dirinya sebagai
hamba Allah dan melakukan amal shaleh akan dibalas dengan pahala mereka dengan
sempurna dan akan ditambahkan kepada mereka keuntungan (Quth, 2008). Segala
aktivitas dan perbuatan manusia sebenarnya adalah bentuk pegabdian. Dari shalat,
belajar, bekerja, sampai makan dan tidur, semuanya adalah bentuk pengabdian
kepada Allah SWT. Semua aktivitas itu dilakukan karena perintah Allah dalam
sabda-Nya demi kemakmuran dunia (Yusuf, 2005). Hal tersebut juga dibahas dan
tertulis dalam Q.S Adz-Dzariat: 56 yang artinya, Aku menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beirbadah kepada-Ku, untuk menjalankan itu harus ada tiga
unsur yang terpenuhi dalam hidup, yaitu, ketundukan kepada Allah, taat pada Allah,
dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah (Yani, 2008). Menjadi hamba Allah
tentunya harus bertaqwa kepada-Nya, Ibrahim (2006) menyatakan bahwa menurut
Umar bin Abdul Aziz takwa bukan hanya puasa pada waktu siang dan bangun pada
waktu malam atu gabungan dari keduanya. Sementara itu menurut Jazuli (2006),
menyatakna bahw Allah akan memberikan keberkatan bagi orang-orang yang
bertakwa, merka yang bertakwa akan memperoleh kejayaan didunia dan balasan di
akhirat.
3.4.

Khalifah Dibumi
Allah SWT menciptakan manusia sebagai khalifah dibumi seperti dalam Q.S

Al-Baqarah : 30 yang artinya, Dan (ingatkah) ketika Tuhanmu berfirman kepada


malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana,

17

sedangkan kami bertasbih dan memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?. Dia


berfirman, Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kau ketahui.
Menurut Barsiaman (2008), menyatakan bahwa posisi manusia dari Allah
dan alam semesta menurut metode Islam posisi pertengahan, adil, dan benar maka ia
bukanlah poros tempat beredarnya alam semesta dan penguasanya, akan tetapi ia
adalah khalifah Allah SWT. Kekuasaan dan kepemiminan terhadap alam semesta
ialah tidak mutlak, melainkan dalam lingkup butiran perjanjian sebagai halifah.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi
khalifah di bumi memegang mandat dari Allah SWT untuk menjadikan bumi itu
indah dan untuk mewujudkan kemakmuran dibumi (Rakhmat, 2007). Tujuan
manusia dijadikan khlaifah adalah untuk mengelola, memberdayagunakan, dan
memelihara apa yang ada di alam semesta untuk kepentingan hdupnya, dan
kekuasaan tersebut dibatasi oleh Allah SWT, seperti yang tertulis dalam kitab suci
Al-Quran (Wahyudin, 2004). Menurut Taufik (2007), menyatakan bahwa dalam Q.S
Al-Jarsiyah: 13, ditafsirkan sebagai berikut, Bahwa pada ayat tertulis dan
mengandung makna bahwa semua yang ada di alam tersedia untuk manfaat manusia,
melalui kemampuan berfikirnya dan kemampuan-kemampuan yang diberikan olehNya kepada manusia itu. Manusia harus tahu bahwa semua itu berasal dari Dia
yaitu Tuhan, dan manusia akan mempertanggung jawabkannya kelak di hari akhir.

18

IV. Pemimpin Bijaksana Dan Cara Mengefisiensikan Waktu


Bagi Seorang Pemimpin

4.1.

Efisien
Seorang pemimpin adalah mereka yang mampu untuk berefisien, terutama

mempunyai efisiensi dalam melakukan setiap tindakan. Menurut Sutoyo (2005),


menyatakan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang efisien. Efisien itu
sendiri antara lain efisien dalam bekerja, membagi waktu dan efisien dalam
berkomunikasi. Dalam hal ini efisien mengandung arti bahwa pemimpin bekerja
dengan pengorbanan yang kecil atau seminimal mungkin, namun menghasilkan hasil
yang maksimal bagi keberlangsungan hidup masyarakatnya (Nawawi, 2007).
Beberapa ciri bagi seorang pemimpin yang berefisien yaitu mereka bagi
pemimpin yang mempunyai tanggung jawab besar dan memiliki rasa pengabdian
kepada masyarakat atau anggotanya. Menurut Dubrin (2005), menjelaskan bahwa
Efisien dapat diartikan sebagai hemat waktu. Artinya pemimpin harus dapat memberi
tugas kepada bawahan agar semua tugas atau pekerjaan yang ia berikan harus
berjalan sebaik dan secepat mungkin. Hal ini bertujuan agar produk yang dihasilkan
dari suatu organisasi atau perusahaan dapat berjalan dengan baik pula, yang
akibatnya akan member nilai positif bagi semua anggota. Dalam Al-Quran yang di
terjemahkan oleh Isnani (2006), juga menerangkan tentang efisiensi dalam surah AlAshr ayat 1-3 yang artinya "Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan
merugi kecuali orang-orang yang beriman, beramal shaleh, saling wasiat-mewasiati
dengan kebenaran dan saling wasiat-mewasiati dengan kesabaran.

19

Menurut Hamid (2009), menerangkan sifat yang tidak efisien itu timbul
karena dalam jiwa kepemimpinan tersebut masih terdaapat kekosongan-kekosongan,
baik itu kekosongan akal, hati, ataupun jiwa.
4.2.

Kekosongan Akal
Menurut Sukadiyanto (2010), menerangkan bahwa kekosongan akal sangat

erat kaitannya dengan faktor stress. Stres adalah suatu tekanan atau sesuatu yang
terasa menekan dalam diri suatu individu. Dalam hal ini berhubungan dengan tiga
kecerdasan yang ada pada manusia yaitu kecerdasa IQ, EQ, dan SQ. Menurut
Tasmara (2006), menjelaskan IQ (intellegence quotient) atau sering disebut dengan
kecerdasan intelektual adalah kemampuan seseorang dalam memainkan potensi
logika, kemampuan berhitung, menganalisa dan matematik.
EQ (Emotional Quotient) atau kecerdasan emosional adalah kecerdasan atau
kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri (sabar) dan kemampuan untuk
memahami irama, nada, musik dan nilai-nilai estetika. Kecerdasan emosi juga dapat
mempengaruhi kecerdasan fisik melalui saraf otonom, simpatik dan parasimpatik
(Habsari, 2007).
Seorang pemimpin tak lupa juga harus mempunyai SQ (Spiritual Quotient)
yang dapat mengendalikan IQ dan EQ. Menurut Suyanto (2006), menerangkan
bahwa kecerdasan emosi adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup
seorang pemimpin dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya serta kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih memiliki makna
dibanding orang lain.
4.3.

Kekosongan Jiwa

20

Kekosongan jiwa ini berhubungan dengan jiwa yang dalam diri seorang
individu tersebut. Menurut Syaharia (2010), menerangkan bahwa kekosongan jiwa
erat kaitannya dan berhubungan gangguan jiwa, gangguan jiwa adalah suatu istilah
yang menunjuk pada semua bentuk perilaku abnormal, mulai dariyang ringan sampai
yang melumpuhkan. Cara menangani keadaan semacam ini adalah dengan cara
senantiasa mendekatkan diri kepada Alloh, dan memperdalam keimanan. Selain itu
juga menjaga diri dengan melakukan hal yang menyenangkan agar tidak stres
(Simanjuntak dan Wardiyah, 2006).
4.4.
Kekosongan Hati
Kekosongan hati merupakan salah satu hal yang tidak boleh ada pada
seorang pemimpin, karena dengan adanya kekosongan hati maka akan menyebabkan
pemimpin tersebut kurang bijaksana dalam memimpin suatu organisasi atau
kelompok. Hartanoeh (2014), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hati nurani
adalah penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku
konkret kita. Jika tidak mengikuti hati nurani maka akan menghancurkan integritas
pribadi kita dan menghianati martabat terdalam dalam diri kita (Lestari, 2014). Cara
untuk mencegah terjadinya kekosongan hati ini dengan memperkuat iman serta
menjauhkan diri dari penyakit hati.
4.5.
Cara Mengefisiensikan Waktu bagi Pemimpin
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin agar
dapat mengefisiensikan waktu dengan baik dan bermanfaat. Selain itu supaya waktu
dapat berjalan sesuai dengan yang kita inginkan, maka kita harus mengetahui cara
untuk mengefisiensikan waktu. Beberapa cara diantaranya yaitu:
4.5.1.

Dakwah

21

Dakwah berasal dari bahasa Arab, yang artinya ajakan, seruan, atau
panggilan (Amin, 2009). Dalam islam dakwah selalu diidentikan dengan ceramahceramah. Dakwah hendaknya dilakukan oleh setiap muslim yang sudah muhalaf,
bahkan dalam Al-Quran dakwah adalah sebagai kewajiban yang harus ditunaikan
secara mandiri, ayat tersebut berbunyi Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Q.S An-Nahl: 125.
Aslati (2013), menjelaskan bahwa dakwah bukan lagi kegiatan ceramah,
melainkan suatu hal dalam memberdayakan masyarakat yaitu dalam proses
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Abdul (2009), juga menyebutkan
bahwa dakwah merupakan proses untuk pendidikan masyarakat, komunikasi dan
perubahan sosial. Tujuan dakwah secara umum adalah mengubah perilaku sasran
dakwah agar mau menerima ajaran islam dan mengamalkan dalam kehidupan
bermasyarakat (Hafidhudin, 2008).
4.5.2. Membaca
Cara lain untuk mengefisienkan waktu adalah dengan banyak membaca.
Dengan membaca, pemimpin dapat mengetahui informasi yang berkembang, baik itu
yang ada disekitarnya maupun yang ada didunia luar. Membaca juga bermanfaat
sebagai peneman hidup agar tidka stres. Karatwijaya (2011), menyatakan bahwa
membaca

dapat

mengembangkan

kemampuan

intelektual

sekaligus

dapat

meningkatkan kecakapan mental. Seorang pemimpin yang suka membaca secara


tidak langsung akan bertambah ilmu dan wawasannya, hal tersebut dapat
memberikan wawasan dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi oleh
seorang pemimpin (Nawawi, 2007).
Menurut
Anwar
(2012),

keterampilan

membaca

pemahaman

dipertimbangkan dalam beberapa kategori yaitu hubungan kualitas pemikiran,


22

pemahaman membaca harfiah, pemahaman membaca kritis dan pemahaman


membaca apresiasi. Arisma (2012), menyatakan bahwa membaca memiliki dua
fungsi sebagai alat komunikasi yang sangat diperlukan dalam masyarakat berbudaya
dan membaca juga dapat mempelajari sejarah.
4.5.3.

Suka menolong
Manusia haruslah bekerjasama, tolong-menolong, saling menghormati dan

saling memberikan kesempatan kepada orang lain (Gemala, 2006). Semua itu
dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup
sendirian. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Manusia dengan manusia lainnya saling membutuhkan satu sama lain guna
memenuhi kehidupannya (Mulyani, 2010).
Menurut Ishak (2011), menuyatakan bahwa nilai yang terkandung dalam
ajaran agama islam salah satunya adalah tolong-menolong. Hal tersebut memperjelas
bahwa saling tolong-menolong adalah diwajibkan bagi seluruh umat manusia, namun
dalam hal tersebut berkaitan dengan kebaikan saja. Tolong-menolong dalam ajaran
agama islam salah satu bentuk menjalin tali silaturahim dan mempererat
persaudaraan antar umat (Mukhsin, 2006).
4.5.4.

Bergul dengan baik


Bergaul merupakan salah satu cara agar kita bisa berinteraksi dengan orang

lain dan menjalin hubungan masyarakat dengan lingkungan sekitar. Sebagai seorang
pemimpin haruslah mampu bergaul dengan baik agar antara anggota dan
pemimpinnya tidak ada sekat atau kecanggungan dalam menjalani kehidupan satu
sama lain. Menurut Hamid (2009), menyatakan bahwa dalam melakukan pergaulan
haruslah

memiliki

kemampuan

berkomuikasi
23

yang

baik

agar

tidak

ada

kesalahpahaman pada pergaulan itu. Dalam proses melakukan komunikasi juga


harus lancar sehingga orang lain merasa enjoy dan meningkatkan kepercayaan
kepada pemimpinnya (Zainal, 2007).
Menurut Barsaiman (2006), menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan
hubungan timbal balik sosial. Faktor yang mempengaruhi baik buruknya pergaulan
adalah kepribadian seseorang, dan kepribadian tersebut ada dua macam kepribadian
intravert dan ekstravert. Intravert cenderung pendiam, pasif, tidak mudah bergaul,
teliti, psimis, tenang dan terkontrol. Sedangkan ekstravert mudah bergaul, implusif,
gembira cakap dan optimis (Kreitner dan Kinicki, 2006).

24

V. Sifat Seorang Pemimpin Yang Baik Menurut Ajaran Para Rasul

5.1.

Penolong
Kepemimpinan di dunia ini, terutama dalam ajaran agama Islam tidak

pernah lepas dari keteladanan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Keteladaan


dari Nabi Muhammad SAW selayaknya dijadikan contoh dan sebagai suri teladan
yang baik bagi pemimpin di jaman sekarang. Kita tahu banyak sekali pemimpin di
masa ini yang banyak melakukan korupsi, mengambil hak masyarakatnya dan juga
menyalah gunakan kekuasaannya. Menurut Tandjung (2009), menyatakan bahwa
untuk menjadi pemimpin yang baik bagi bangsanya adalah pemimpin yang mampu
mengemban amanah yang diberikan kepadanya. Salah satu pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang penolong.
Pemimpin haruslah memiliki karakter penolong, sebab apabila tidak
mempuyai rasa penolong maka ia dianggap tidak mementingkan urusan
masyarakatnya atau bawahannya. Seseorang dikatakan sebagai penolong apabila ia
memberikan bantuan terhadap orang yang ada disekitarnya dengan melihat kondisi
dan keadaan orang tersebut (Widihastuti, 2008). Menurut HR. Abu Naim dikatakan
bahwa, Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. Hal tersebut
dikarenakan pemimpin adalah seorang penyantun dan dapat pula dikatakan sebagai
seseorang yang harus mengurusi dan melayani bawahannya (Malik, 2010).
Hosen (2013), menyatakan dalam agama islam tolong menolong boleh
dilakukan, salah satunya dengan menggunakan asuransi syariah yang sesuai dengan
ajaran agama islam. Dengan demikian semua orang bisa tertolong, misalkan bagi
pemimpin yang kurang mempunyai harta utuk menolong bisa menggunakan sistem

25

ini. Pada dasarnya urusan tolong menolong dengan cara asuransi secara syariah
sudah diatur oleh pihak bank, terutama bank syariah yang sudah tersebar luas di
Indonesia. Dengan adanya tolong menolong diharapkan antara pempimpin dengan
bawahannya bisa terjalin rasa kekeluargaan yang akan membawa ke masyarakat yang
modern dan lebih baju.
Tolong menolong dalam perintah Alloh SWT, adalah tolong menolong
dalam hal kebaikan dan ketaqwaan. Ciri-ciri bagi pemimpin yang memiliki sifat
penolong dalam hal ini yaitu :
5.1.1. Dekat dengan Tuhan
Dekat dengan Allah akan membuat seorang manusia bisa mengenal dirinya
sendiri, menjalin hubungan harmonis denan lingkungannya dan tentu saja bisa
menjalin hubungan harmonis dengan bermakna dengan pencipta-Nya. Tidak ada
pencapaian yang lebih diinginkan seorang manusia kecuali harmonisnya hubungan
dia dengan Allah (Mustafa, 2005). Agus (2014), menyatakan bahwa Islam juga
menawarkan konsep mengenai teori kepemimpinan yang telah dikemukakan pada 15
abad yang lalu. Teori sifat kepemimpinan tersebut dinyatakan dalam kepribadian
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah yang selalu dekat dengan Pencipta-Nya.
5.1.2. Peduli Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh bagi
seorang pemimpin (Wibowo, 2009). Lingkungan merupakan dasar moralitas yang
memberikan pedoman bagi individu dan masyarakat dalam berperilaku dan
bertindak dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu berkaitan dengan
lingkungan sebagaikesatuan pendukung kehidupan manusia (Anies, 2006).

26

Adapun tolong menolong yang dianjurkan dan di bolehkan dalam ajaran


Agama Islam yaitu :
5.1.3. Tolong Menolong dalam Hal Kebaikan dan Ketaqwaan
Secara sederhana menurut bahasa taawun adalah saling menolong. Menurut
istilah taawun adalah sikap dan pratik membantu sesama. Sikap saling menolong
bisa dibiasakan mulai dari hal-hal yang kecil di sekolah. Ketika teman memerIukan
bantuan harus kita tolong. Dalam kehidupan bermasyarakat sikap tolong menolong
harus lebih besar lagi (Yusmansyah, 2008).
Menurut Amirudin (2010), menyatakan bahwa kajian ibadah merupakan
upaya mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Sesungguhnya shalat itu merupakan
salah satu ibadah yang sangat penting dalam Agama Islam. Shalat dalam agama islam
memiliki kedudukan istimewa baik dilihat dari cara memperoleh perintahnya yang
dilakukan secara oleh Alloh kepada nabi Muhammad, yang kemudian di ajarkan
kepada seluruh umat nabi Muhammad. Shalat merupakan salah satu indikasi
ketaqwaan bagi seseorang, sholat dilakukan secara langsung dan merupakan salah
satu syariah yang bersifat ibadah khusus antara individu dengan pencipta-Nya
(Zaitun, 2013).
Salim (2014), menyatakan bahwa dalam tafsir Al-Manar dijelaskan bahwa
nabi Luth diutus oleh Allah untuk memperbaiki kaum sadum. Negri Sadum
merupakan Negri yang sangat mengalami kehancuran moral, kaum laki-laki lebih
bersyahwat kepada sesama jenis yang berusia muda dan tidak bersyahwat kepada
kaum perempuan. Moral di negri Sadum itu sangatlah hancur, ketika menyaksikan
perbuatan

kaumnya

yang

tidak

bermoral

itu,

Nabi

Luth

menegur

dan

memperingatakan mereka untuk meninggalkan kebiasaan mereka. Ini merupakan

27

salah satu contoh tolong menolong dalam hal kebaikan yang diajarkan oleh Nabi
Luth kepada kita semua dalam melarang setiap umatnya untuk melakukan hal-hal
yang dilarang oleh Alloh SWT.
5.1.4. Larangan Tolong Menolong dalam Hal Kejahatan dan Dosa
Kejahatan merupakan salah satu perbuatan dimana seseorang melakukan
penindasan dan perampasan hak dari orang lain. Dalam dunia ini banyak sekali jenis
kejahatan misalnya perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dsb. Menurut Daniaty
(2012), menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu konsep yuridis tingkah laku
manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana. Kejahatan juga bukan
hanya suatu gejala hukum.
Dalam Islam, pertolongan itu harus dilaksanakan atas dasar kebajikan, dan
merupakan tolong-rnenolong dalam kebajikan atau kebaikan. Manusia tidak boleh
bekerja sama dalam kejahatan. Mengapa? Karena fasilitas untuk menolong itu
hakikatnya dan Tuhan. Fasilitas itu hendaknya dimanfaatkan dengan benar (Chodjim,
2008). Dosa kecil adlah segala perbuatan yang tidak secara langsung ditegaskan
sebagai perbuatan dosa besar baik dalam Al-Quran maupun Hadist, sedangkan dosa
besar adalah larangan yang tertera dalam Al-Quran dan sabda Rasulullah yang
dilakukan secara sadar (Ilmy, 2008).
Solihin (2007), menyatakan bahwa dalam Islam prinsip tolong-menolong
sudah diajarkan. Tolong-menolong yang diajarkan di dalam ajaran Agama Islam
bukan dalam rangka mengokohkan kejahatan atau melindungi maksiat, hanya saja
Islam memperbolehkan tolong menolong dalam hal kebaikan saja dan melarang
tolong-menolong dalam perbuatan dosa. Seperti firman Alloh yang berbunyi, : Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jongan

28

tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwaloh kamu


kepada Allah, sungguh. Allah amat berat siksa-Nya. (AI-Maidah: 2).
5.1.5. Tolong Menolong Menjadi Masyarakat Yang Beriman
Iman menurut bahasa berarti pembenaran hati, sedangkan menurut istilah
berarti membenarkan dengna hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan
dengan anggota badan (Ashadi, 2010). Menurut Sarifandi (2014), menyatakan bahwa
orang yang beriman dan berilmu akan memperoleh kedudukan yang tinggi.
Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ilmu
dan ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia saar betapa kecilnya manusia
dihadapan Alloh SWT.
Contoh konkrit kita dapat melihatnya dalam masyarakat madani. Konsep
masyarakat madani memiliki kaitan yang sangat erat dengan bentuk masyarakat yang
dicita-citakan Rasulullah SAW. Menurut cerita sejarahnya mula-mula agama Islam
datang ditengah-tengah masyarakat yang berperadaban rendah atau yang kerap
disebut masyarakat jahiliyah. Melalui proses dakwah berdasarkan petunjuk Alloh
SWT, Rasululloh merubah keadaan masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang
beradab yaitu masyarakat yang diridhoi Allah SWT (Samsinas, 2006).
Arif (2008), menyatakan bahwa Setiap muslim berkewajiban saling
menasihati saudaranya sesama muslim dan hal-hal buruk yang akan menimpa kita
semua. Sebab saling mengingatkan merupakan bukti cinta dan kasih sayang sesama
muslim. Dengan mengingatkan atau menasihati, berarti kita menyelamatkan saudarasaudara kita dan bahaya yang dapat menimpa mereka, baik di dunia maupun akhirat.
Sebaliknya, membiarkan perilaku-perilaku yang menyimpang sama saja dengan
menjerumuskan kita semua ke dalam bahaya dunia dan akhirat.
29

5.1.5. Beramal Sholeh


Amal merupakan perbuatan manusia baik atau buruk yang didasarkanatas
niat atau kehendak seseorang. Sedangkan jika digandengan dengan kata shaleh
berarti perbuatan baik yaitu tiap hal yang mengajak dan membawa manusia kepada
ketaatan kepada Allah SWT (Noor, 2012). Alloh memiliki perintah-perintah kepada
manusia, Alloh SWT menghendaki kesempurnaan iman dan amal shaleh dari
manusia, dan nafsu menghendaki kesempurnaan harta dan syahwat. Alloh SWT
menghendaki amal perbuatan untuk akhirat dari kita dan nafsu menghendaki
perbuatan untuk dunia (At-Tuwaijry, 2007).
Menurut Japaar dan Raihanah (2011), menyatakan bahwa hidup yang
bahagia dan amnah harus mengamalkan nilai-nilai keinsanan dan kemanusiaan serta
tingkah laku yang baik, karena semua amalan tersebut berperan dalam menentukan
kebahagiaan didunia dan akhirat. Amalan soleh dapat dilakukan dengan cara
menunaikan ibadah sholat dan juga melakukan ibadah lainnya yang berkenaan
dengan perintah Alloh SWT (Hasan, 2009). Dalam hal ini berkaitan dengan upaya
manusia memperbanyak amal sholehnya supaya mereka bisa mendapatkan ridho dari
Alloh SWT. Sementara itu dengan adanya kegiatan amal sholeh yang ada di dalam
masyarakat diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang beramal sholeh,
mengapa demikian karena dengan adanya saling menghargai dan beramal sholeh,
maka didalam masyarakat tersebut akan terjalin tali silaturahim yang terjalin.

30

VI.

Pemimpin Yang Bagus Moralitasnya Menurut Ajaran Agama Islam

Dalam menjalankan tugasnya seorang pemimpin haruslah mempunyai sikap


dan moralitas yang baik, supaya bisa menjalankan kekuasaannya dengan penuh rasa
tanggung jawab dan disegani oleh bawahannya, beberapa moralitas pemimpin yang
baik antara lain :
6.1. Tauhid atau Nilai Kebebasan
Tauhid adalah kewajiban pertama. Tuhid adalah yang pertama kali harus
diperdakwahkan sebelum mendakwahkan yang lain termasuk sholat. Tauhid
merupakan bukti mengagungkan allah swt (Wahab, 2013).
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan
manusia. Karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan. Hanya
amal yang dilandasi dengan tauhidlah, menurut tuntutan islam, yang akan
menghantarkan kehidupan manusia ke kehidupan yang lebih baik dan kebahagiaan
yang hakiki didalam akhirat nanti (Ikit, 2015).
Kebebasan manusia dalam Islam harus didasarkan atas nilai-nilai tauhid atas
kebebasan manusia harus merujuk pada Al-Quran dan al-hadis. Nilai tauhid akan
membentuk pribadi manusia yang berani dan percaya diri karena segala sesuatu yang
dlakukan hanya dipertanggung jawabkan kepada allah swt (Sasono, 2008).
Kebebasan merupakan nilai potensial agama. Tanpa kebebasan tidak akan
muncul kekuatan iman yang merdeka dan tidak tercapainya tujuan dalam kehidupan.
Kebebasan manusia dalam islam didasarkan atas nilai-nilai tauhid suatu nilai yang
membebaskan dari segala sesuatu, kecuali Allah, dalam hal ini hubungan manusia
dengan pennciptanya sangat diutamakan (Qaradhawi, 2006).
VI.2. Nikah atau Nilai Keluarga

31

Keluarga dalam prespektif islam adalah contoh kecil dari umat yang
berdasarkan syariah dan dijalankan dengan sikap musyawarah, seperti akad nikah
atau akan jual beli. nilai-nilai dan moralitas adalah pondasi bagi laki-laki dan
perempuan tanpa perbedaan. Hal ini sesuai dengan nilai keislaman (Maryati, 2006).
Keluarga darimana remaja berasal dapat mempengaruhi remaja menjadi
delikuen atau tidak. keluarga yang kurang memiliki kohesivitas (kurang dekatnya
antar anggota keluarga), hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga merupakan
suatu prediktor akan timbulnya delinkuensi (Singgih, 2005).
Keluarga adalah bentuk dasar dari bangunan dari suatu umat bangsa yang
terbentu dari hubungan suatu umat bangsa yang terbantuk dari keluarga yang
berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya dan pastilah kuat lemahnya
bangunan umat itu tergantung pada kuat lemahnya batu dasar itu (Daud, 2010).
Dalam keluarga terdapat disorganisasi. Disorganisasi keluarga adalah
perpecahan keluarga sebagau suatu unit, karena anggotanya gagal memenuhi
kewajiban yang sesuai dengan peranan sosialnya. Bentuk disorganis keluarga yaitu
keluarga yang tidak lengkap karena hubungan diluar nikah (Yusmansyah, 2008).
VI.3. Hayati atau Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan kita ditentukan oleh harkat kemerdekaan adalah hak
manusia yang paling asasi, paling penting dan paling utama. Nilai kemanusiaan kita
ditentukan oleh harkat kemerdekaan yang kita hayati. Semakin tinggi harkat
kemerdekaan yang kita hayati, semakin tinggi pula nilai kemusiaan kita (Rahim,
2009).
Nilai-nilai kemanusiaan sungguh mutlak kita hayati dalam kehidupan umat
manusia diabad pasca modern yang galau ini. Disatu pihak masyarakat bangsa barat
32

yang terlalu menekankan dimensi anthroposentris hanya mempertimbangkan nilainilai kemanusiaan dan kehidupan dengan menyangkai dimensi ketuhanan (Masudi,
2011).
Nilsi kemanusiaan yang sudah ditemukan dalam narasi kemudian
dikonfrontasikan denhgan nilai siswa sendiri. Para siswa perlu menggali lagi
pengalaman mereka dalam menyikapi nilai nilai tersebut. Dalam menggali
pengalaman siswa juga mengungkapkan perasaannya baik yang negatif maupun yang
positif (Komisi, 2008).
Dalam kemanusiaan pada hakekatnya orang yang gugur dalam perjuangan
mempertahankan hak dan kemerdekaan ini tetap hidup. apanyakah yang hidup jika
tubuhnya terbaring tak bergerak lagi. Tidak lain adalah kemanusiaan yang memang
abadi (Mahfud, 2012).
VI.4. Adil atau Nilai Keadilan
Keadilan adalah perlakuan yang sama terhadap mereka yang sederajat
didepan menerapkan hukum yang sama kepada setiap orang atau keadilan hanya bias
diberikan pemerintah berdasarkan hukum. Pemberian hukum sebaiknya melihat pada
tingkat keseriusan tindak pidana tersebut (keadilan bagi pelaku pidana) (Asmarawati,
2013).
Keadilan merupakan dimensi yang paling sentral diseluruh tata nilai
kehidupan manusia dimana pun dan kapan pun, termasuk di Indonesia. Adil berada
pada titik pusat atau tengah dari keseluruhan lingkaran sifat-sifat kemarahaan Tuhan
sang pencipta yang disebut dalam asmaul husna (Abdulah, 2006).
Institusi yang dapat menunjukan sikap keadilan atau ketidak adilan dalam
berbagai level adalah masyarakat. Rule of law dalam sistem hukum. Masyarakat

33

dapat dikatakan adil atau tidak adil dalam berbagai cara yang berbeda. Keadilan
dapat menjadi adil atau tidak adil dalam berbagai tingkatan (Martonggo, 2011).
Keadilan merupakan suatu nilai yang mewujudkan suatu keseimbangan
antara tujuan pribadi dan tujuan bersama. Nilai ini tidak mengenal kompromi
(keadilan bagi masyarakat atau korban). Mill termasuk dalam aliran utilitarianism.
Menurut mill bahwa keadilan adalah bagian dari moralitas. Hukum yang dijatuhkan
harus sesuai dengan nilai yang berlaku di dalam masyarakat dan adil bagi masyarakat
(Wijaya, 2008).
VI.5. Amanah atau Kejujuran
Kejujuran merupakan suatu kenyataan yang berlaku dan berlakunya tidak
terhantung dari tempat dan waktu tertentu. begitu kita berhadapan dengan tindakan
jujur, kita mengenal kembali kejujuran itu. Nilai kejujuran tidak bergantung dari
adanya orang jujur. Nilai-nilai itu sendiri mandahului segala pengalaman dan tidak
tergantung pada sebuah konteks (Setianto, 2013).
Kejujuran merupakan kemampuan untuk mengatakan suatu kenyataan
sebagaimana adanya . kejujuran membutuhkan keberanian jiwa, karena sering kali
suatu kenyataan yang diungkapkan sebagaimana adan ya mempunyai dampak yang
tidak menguntungkan bagi pengungkap (Mulyadi, 2007).
Kejujuran merupakan nilai yang harus dijunjung tinggi. Setiap hubungan
antar manusia dilandasi oleh nilai kejujuran ini. Hubungan dalam kebenaran hidup
yaitu saling berbagi hidup dalam kejujuran. Maka, kejujuran merupakan suatu nilai
yang harys selalu diperjuangkan bila kepercayaan satu sama lain ingin diciptakan
(Darminta, 2006).
Nilai kejujuran tidak dapat dilepaskan dengan pandangan bahwa segala
perbuatan manusia akan mendapat penilaian dari sang Khaliq (Ilmy, 2007). Sejalan
dengan pandangan budaya jawa sapa nandhur bakal ngunduh siapa menanam akan
memetik. Dalam membangun keharmonisan sikap social, sikap kejujuran sangan
34

diperlukan bagi semua individu yang bergabung dalam relasi sosial. Kejujuran yang
diperankan seseorang tidak hanya terbatas pada masalah duniawi, tapi juga pada
penilaian tuhan (Prabowo, 2012).

35

VII.

KEPROFESIONALITASAN SEORANG PEMIMPIN DALAM


MEMIMPIN MASYARAKAT

Pemimpin yang ahli dalam bidangnya disebut pemimpin profesional.


Profesional adalah bekerja dengan maksimal serta penuh komitmen dan
kesungguhan. Jika seseorang bekerja sesuai dengan keahliannya, maka akan
melahirkan hal hal yang optimal dan disegani oleh masyarakat, serta dapat
menyelesaikan semua permasalahan yang ada didalam masyarakat tersebut
(Hafidhuddin, 2005).
7.1.

Pengendalian Mutu
Menurut Hadi (2005), menyatakan bahwa Seorang pemipin harus punya

karakter sebagai pemberdaya. Karakter keprofesionalitasan seorang pemimpin dapat


dilihat dari pengendalian mutu. Pengendalian mutu memiliki arti suatu tahapan dalam
prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian atau
kalibrasi. Pengendalian mutu adalah cara pengendalian, pemantauan, pemeriksaan
yang dilakukan untuk memastikan bahwa system manajemen berjalan baik. Tujuan
dari pengendalian mutu adalah terciptanya suatu perbaikan kualitas yang
berkesinambungan (Sahfat, 2013).
Sekarang kita harus menyadari bahwa islam sangat membutuhka orangorang yang mau mengabdi, membela, dan melindunginya dengan semangat jihad
penuh keikhlasan, sempurna dalam bekerja serta terencana dan rapi. Terutama dalam
sistem pemerintahan sebuah negri. Selain itu hal yang demikian juga harus dimiliki
oleh seorang pemimpin, yaitu pemimpin yang bermutu (Khalif, 2005).
36

Menurut Ikhsan (2005) menambahkan tentang pengertian pengendalian


mutu. Menurutnya pengendalian mutu adalah pelaksanaan langkah-langkah yang
telah direncanakan secara terkendali agar semuanya berlangsung sebagaimana
mestinya. Jadi pengendalian mutu lebih bersifat ke arah proses dan mengutamakan
pada hasil target dari pelaksanaan rancangan tujuan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan yang sangat penting dan sangat kritis
dalam suatu kelompok sosial, organisasi, atau masyarakat luas untuk mencapai
tujuan mereka atau tujuan yang mereka inginkan. Pemimpin yang profesional
mempunyai sifat atau kualitas tertentu yang diinginkan dalam sebuah organisasi.
Pemimpin yang profesional merupakan pemimpin yang bekrja keras dan mampu
mengendalikan anak buahnya dengan profesional (Suten, 2010).
Peran seorang pemimpin menjadi mudah untuk dilakukan, mengingat
keberhasilannya bukan hanya karena kualitas pribadi pemimpin tersebut melainkan
juga bagaimana pemimpin tersebut memiliki karakter dan kompetensi yang menuju
dan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan (Sri, 2013).
7.2.

Bekerja dengan Keahlian yang Dimilikinya


Di dalam kehidupan dunia tentu kita harus bekerja, ada pepatah yang

mengatakan jika tidak bekrja maka tidak akan makan. Menurut Yudantara (2008),
menjelaskan bahwa bekerja adalah kewajiban setiap individu untuk menempuh
kebahagiaan individu itu sendiri. Bekerja tidak perlu memilih, sesuai dengan bakat
dan keahliannya. Semua pekerjaan dapat dipelajari asal ada kemauan dengan
kesungguhan. Bekerja dengan keahliannya adalah bekerja yang sesuai dengan bidang
yang di gelutinya. Eka (2009), menyatakan bahwa salah satu sumber peningkatan
keahlian dapat berasal dari pengalaman-pengalaman pribadi dalam bidang tertentu.
37

Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui proses yang bertahap dan dilakukan
berulang ulang, seperti pelaksanaan tugas-tugas, pelatihan ataupun kegiatan lainnya
yang berkaitan dengan pengembangan keahlian seseorang.
Madura (2007), menyatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin harus
memiliki empat jenis keahlian yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, antara
lain keahlian konseptual, keahlian interpersonal, keahlian teknis, dan keahlian
pengambilan keputusan. Seluruh keahlian tersebut dibutuhkan oleh para pemimpin
agar meraih kesuksesan dalam menjadi seorang pemimpin. Menurut Robbins (2008)
ada tiga keahlian mendasar dalam manajemen bagi seorang pemimpin yaitu, teknis,
personal, dan konseptual. Jika ketiga keahlian ini dimiliki pasti pemimpin itu dapat
mempimpin anak buahnya dengan adil, makmur, aman, dan sentosa.
Keahlian adalah profesionalisme yang harus di lakukan sebagai seorang
pemimpin. Seorang pemimpin sangatlah perlu keahlian dalam menjalankan tugasnya,
terutama dalam bidang kepemimpinan, agar dapat melakukan segala sesuatu dengan
optimal dan semaksimal mungkin. Seorang pemimpin memerlukan keahlian dalam
manajemen organisasi, agar nantinya tujuan yang telah menjadi visi misi pada
organisasi tersebut dapat tercapai (Moeljono, 2004).
7.3.

Bekerja dengan Ilmu Pengetahuan


Allah telah berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 1 yang artinya :Maha Suci

Allah yang ditangan-Nya lah segala kerajaan, dan Dia Maha kuasa atas segala
sesuatu. Dalam hal ini kekuatan manusia untuk mengendalikan perusahaan karena
kemampuan dan ilmunya bukan berarti menyamai kekuasaan Allah yang menguasai
seluruh langit dan bumi (Hakim, 2007). Arti bekerja ilmu disini adalah bekerja
dengan menggunakan ilmu yang dimiliki dan sesuai bidangnya. Seperti firman Allah
38

yang artinya Janganlah engkau mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki
pengetahuan tentang hal tersebut, karena pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya. (Q.S. Al-Israa:36)
(Soernarjo, 2005).
Pengalaman merupakan guru yang sangat bijak, pepatah itu mungkin sudah
sering kita dengar dan memang itu adalah nyata adanya. Seseorang haruslah selau
berlatih dan belajar, belajar bukan hanya tentang ilmu-ilmu formal, tetapi juga harus
belajar tentang soft skill. Soft skill ini sangatlah penting bagi seorang pemimpin.
Belajar dibangku formal biasanya tentang ilmu dasar kepemimpinan dan
pengembangannya, setelah itu ia harus terus melatih ilmu yang telah didapatkannyaa
dan yang dia miliki supaya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
bertujuan supaya kepercayaan diri yang ia miliki dapat seimbang dengan ilmu yang
ia miliki (Wardana, 2007).
Semakin besar kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang
pemimpin, tentunya akan menjadikan pemimpin terebut lebih berpengalaman dan
lebih matang dalam menjalankan tugasnya menjadi seorang pemimpin. Apalagi jika
terhadap urusan pekerjaan, pengaruhnya akan semakin kuat terhadap perusahaan atau
organisasi tersebut Seperti halnya firman Alloh SWT dalam (QS. Al-Mulk : 1)
Kekuasaan berada ditangan-Nya sehingga Dia mampu berbuat apa saja yang
dikehendaki (Utsman, 2006). Kekuasaan berada ditangan-Nya sehingga Dia mampu
berbuat apa saja yang dikehendaki. Karena tidak ada yang mampu berbuat apa saja
kecuali Allah. Maka dari itu pemimpin atau manusia harus selalu ingat bahwa Allah
SWT adalah diatas segala-galanya dan juga rencana Allah merupakan rencana yang
terbaik untuk kita (Hatta, 2009).
39

7.4.

Menghargai Waktu
Ciri pemimpin yang menghargai waktu adalah tekun melaksanakan

pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Akibat sikap tidak menghargai waktu antara lain
dipandang hina di dalam masyarakat, mendapat kerugian di dunia akherat,
masyarakat dan negara akan menjadi mundur, serta akan menjadi orang yang merugi
karena tidak menghargai dan menggunakan waktu sebaik-baiknya (Al Muslimin,
2007).
Pemimpin yang profesional bisa membagi waktunya dengan baik dengan
caranya sendiri, tentunya diisi dengan kegiatan yang positif. Adapun cara mengisi
waktu luang, diantaranya melakukan hal-hal atau kegiatan yang kita senangi secara
mendalam. Hal ini tentunya berkaitan dengan potensi dan bakat unik yang masih
tersembunyi (Harefa, 2004).
Menurut Mangkupawira (2011), Seorang pemimpin yang mampu
menghargai waktu dengan menggunakan setiap waktu yang dimiliki secara efisien
akan mencapai apa yang dicita-citakan dengan lebih cepat. Dalam hal ini tentunya
harus efisien dalam memberdayakan atau menggunakan waktu. Seorang pemimpin
haruslah pintar memanage waktu, misalkan waktu untuk dirinya sendiri, untuk
keluarganya dan tentu yang paling penting adalah waktu bagi bawahannya atau
anggota kelompoknya.
Lebih lanjut adapun beberapa akibat yang ditimbulkan jika tidak
menghargai waktu, diantaranya akan dipandang hina oleh masyarakat luas, mendapat
kerugian di dunia maupun di akhirat, dan juga masyarakat serta Negara pun akan
menjadi mundur (Al muslimin, 2007). Islam sangat sangat menghargai nilai waktu,
dan itu dibuktikan dengan pepatah yang mengatakan, waktu itu seperti pedang, jika
40

engkau tidak memotongnya maka engkau akan dipotong oleh dia. Adapun tanda
orang yang beriman adalah meghargai waktu. Selain itu dalam agama Islam
pengefisienan waktu atau pembagian waktu yang sangat sudah sangat jelas
terpaparkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam melaksanakan shalat lima
waktu.
7.5.

Bekerja dengan Sungguh-sungguh


Manjadda wa jadda, barang siapa yang bekerja sungguh-sungguh pasti Allah

akan mengijabahinya. Ini penting untuk seorang pemimpin. Pemimpin haruslah


bekrja dengan sungguh-sungguh, dan harus mementingkan anggotanya daripada
kepentingan pribadi atau kepentingan sendiri (Harefa, 2004). Bekerja secara
sungguh-sungguh merupakan profesional. Profesional dalam hal ini mempunyai
makna bekerja dengan maksimal serta penuh komitmen dan kesungguhan. Jika
seseorang telah bekerja dengan sungguh-sungguh, biasanya Ia telah profesional di
bidang yang digelutinya. Ia mengerti apa yang harus dilakukan dan mengetahui
masalah yang dihadapinya secara mendetail (Hafidhuddin, 2005).
Dalam Al-Quran Allah tidak memerintahkan hanya asal bekerja saja namun
harus dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati. Al-quran tidak memberi peluang
kepada seseorang untuk tidak melakukan aktivitas kerja sepanjang saat yang
dialaminya dalam kehidupan dunia ini. Ditegaskan dalam surat Al-ashr ayat 5-6 yang
artinya: karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan ada kemudahan. (Shihab, 2007).
Pemimpin harus bekerja dengan sungguh-sungguh dan selalu optimis, akan
tetapi tidak boleh hanya bersandar pada usahanya semata. Pemimpin harus kembali
kepada Allah dan berkeyakinan bahwa segala urusan di tangan Allah. Ketika

41

pemimpin yakin akan ALLOH SWT maka ia akan bekerja dengan bersungguhsungguh (Sirsaeba, 2007).
7.6.
Bekerja dengan Amanah
Bekerja merupakan salah satu amanah dan mempunyai tanggung jawab
yang sangat besar yang harus diemban oleh manusia untuk mewujudkan rencana
Tuhan di dunia. Amanah berasal dari kata alm amn yang memiliki arti rasa aman atau
percaya. Amanah mengandung makna bahwa sesuatu diserahkan kepada pihak lain
karena yakin dan percaya bahwa di tangannya sesuatu akan aman dan terpelihara
dengan baik (Supriono, 2006).
Menurut Chen (2011), menyatakan bahwa seorang pemimpin yang memiliki
kesadaran bahwa bekerja adalah sebuah amanah dan tanggung jawab akan
melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, karena seringkali dapat berdampak
nyata terhadap peningkatan semangat kerja dan kualitas hasil kerja yang diperoleh.
Pekerjaan bukan lagi sebagai pengisi waktu, akan tetapi di dalam pekerjaan itulah
martabatnya sebagai manusia secara konkret dipertaruhkan sehingga ia akan lebih
bertanggung jawab atas tugas yang diemban.
Seorang muslim yang profesional haruslah memiliki sifat amanah. Banyak
orang yang ahli serta mempunyai etos kerja yang tinggi, tapi karena tidak memiliki
sifat amanah, justru memanfaatkan keahliannya untuk melakukan berbagai tindak
kejahatan. Amanah merupakan sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin, amanah
sendiri memiliki arti dapat dipercayai (Yusanto, 2007).
Siapa yang menerima amanah, menjaganya serta menunaikan hak-haknya
maka dia akan mendapatkan kemenangan dan pahala yang besar. Dan yang menyianyiakan amanah maka dia akan merugi dan mendapatkan siksa. Maka dalam lanjutan

42

ayat Allah menjelaskan tiga golongan manusia dalam menunaikan amanah tersebut,
yaitu munafik, musyrik, dan mukmin (Bahron dalam Aziz, 2008).
7.7.

Bekerja dengan Ibadah


Ibadah, inilah misi hidup kita. Secara harfiah ibadah adalah ketundukan dan

penyerahan diri sepenuhnya kepada Alloh. Maka makna paling hakiki dari ibadah
adalah menjadikan semua gerak kita, baik gerak fisik, mapun gerak piiran dan jiwa,
senantiasa mengarah kepada apa yang dicintai dan diridhai Alloh SWT. Dalam
makna ini seluruh pikiran, seluruh perasaan, ucapan dan tindakan baik ketika kita
hanya berhubungan dengan Alloh, maupun dengan seama makhluk akan bergerak
menuju satu titik Alloh (Silver,2006).
Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Tuhan, ibadah yang merupakan
tujuan penciptaan manusia menegaskan bahwa mereka diciptakan hanya untuk
melaksanakan tugas ibadah kepada Alloh. Dia memerintahkan dan membimbing
setip hambanya untuk melaksanakan tugas ini ( Siahaan, 2010).
Bekerja sebagai ibadah juga menutut pengorbanan. Pengorbanan dalam hal
waktu, tenaga, pikiran, harta, dan perasaan. Pengorbanan ini sangatlah dibutuhkan
bagi seorang pemimpin. Ibadah adalah perjuangan atau jihad djalan Alloh SWT. Oleh
karena itu, kerelaan berkorban dan keikhlasan menerima segala cobaan juga sebagai
ibadah. Syarat terbesar dalam mengerjakan pekerjaan dengan ibadah adalah ikhlas
dalam jiwa dan raga (Luth, 2010).
Pada saat sekarang bekerja adalah ibadah merupakan hal yang langka.
Seringkali kita bekerja mengejar uang untuk memenuhi kebutuhan kita yang tidak
pernah tercukupi. Apalagi bekerja sebagai ibadah dengan ikhlas merupakan sesuatu
yang sangat sulit kita capai. Kita berusaha untuk dapat bekerja sebagai ibadah dengan
43

ikhlas karena merupakan modal yang luar biasa nilainya. Maka dari itu kita harus
berniat ibadah ketika melakukan sebuah pekerjaan (Sanyoto, 2008).
7.8.

Kerjasama
Menurut Widiarti (2009), pemimpin identik dengan pengatur dan tugas

utama pemimpin adalah untuk menyelaraskan peran-peran anggota kelompok lain


sehingga dapat melakukan kinerja dengan baik. Keterampilan dan pengetahuan yang
beranekaragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah
kerjasama (Apriliya, 2007).
Kerjasama dapat diartikan bentuk kerja kelompok dengan keterampilan
yang saling melengkapi serta berkomitmen untuk mencapai target yang sudah
disepakati sebelumnya untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien
(Moekijat, 2009).
Multitama (2007), menyatakan bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan
yang sukses, kerjasama harus terjalin antar anggota dan orang lain. Dalam
bekerjasama kita juga harus dapat melakukan komunikasi yang baik antar anggota.
Komunikasi harus dilakukan dengan baik dengan orang-orang yang ada disekitar
kita, jangan sampai karena komunikasi yang kurang baik malahan terjadi perselisihan
dan pertikaian antar sesama anggota masyarakat. Kerjasama juga akan mewujudkan
suatu ikatan tali silaturahmi antar anggota kelompok. Bertambahnya tali persaudaran
sama saja menambah hubungan kita terhadapap orang lain. Sehingga dapat
memudahkan kita dalam menghadapi suatu permasalahan yang sedang dihadapi
bersama (Taufiq, 2006). Menurut Asy-Syuhud (2009), menjelaskan manfaat
bekerjasama antara lain, mempercepat pekerjaan yang sedang dihadapi karena kita

44

bekerja dengan otak lebih dari satu, menambah tali persaudaraan dan juga
mendapatkan pahala dari Allah SWT.

45

Anda mungkin juga menyukai