Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN


( SYSTEM TRIAGE, PERTOLONGAN KORBAN BANYAK, PEMINDAHAN
PENDERITA)

Disusun Oleh :
Sabrina Rahmadhanti

(0514040105)

Winda Puspitasari

(0514040110)

Husnina Nur Marjani

(0514040112)

Yekti Arum N

(0514040116)

Desi Ayu Rahmawati

(0514040118)

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada situasi yang berbahaya tindakan yang tepat, cepat dan waspada sangatlah
penting. Cepat tidak berarti boleh salah. Pada keadaan yang berbahaya mungkin seorang
penolong perlu segera memindahkan penderita. Perhatian penolong mungkin tertuju pada
bagaimana mengangkat dan memindahkan penderita secepat mungkin sehingga dapat
terjadi kelalaian. Penderita mungkin akan dipindahkan beberapa kali sebelum akhirnya
mencapai fasilitas kesehatan yang memadai. Adakalanya kita harus mengubah posisi
penderita. Pemindahan penderita pasti dilakukan setelah perawatan darurat selesai.
Saat tiba di lokasi kejadian penolong perlu mempertimbangkan apakah akan
melakukan perawatan sementara terhadap penderita terlebih dahulu atau segera
memindahkannya. Bila dianggap perlu untuk memindahkan penderita maka harus
menggunakan teknik pemindahan yang benar guna menghindari cedera lebih lanjut pada
korban dan cedera pada penolong. Untuk itu penolong perlu mengetahui tehnik
pengangkutan/pemindahan yang benar.
Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan
keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi
medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat.
Sistem triase biasanya sering ditemukan pada perawatan gawat darurat di suatu bencana.
Dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien.
Misalnya ada beberapa orang pasien yang harus ditangani oleh perawat tersebut.dimana
setiap pasien dalam kondisi yang berbeda. Sebagai ahli k3 harus mampu menggolongkan
pasien tersebut dengan sistem triase.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
kali ini adalah :
1. Bagaimana cara menentukan sistem triage pada korban ?
2. Bagaimana cara menentukan prioritas pertolongan pada korban ?
3. Bagaimana langkah-langkah pertolongan korban banyak ?
4. Bagaimana cara memindahkan korban ke tempat yang lebih aman ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum pertolongan pertama pada kecelakaan
(P3K) kali ini adalah praktikan diharapkan dapat :
1. Mampu menentukan sistem triage pada korban
2. Mampu menentukan prioritas pertolongan pada korban
3. Mampu melakukan pertolongan pada korban banyak
4. Mampu memindahkan korban ke tempat yang lebih aman
1.4 Ruang Lingkup
Praktikum pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) ini memiliki batasanbatasan diantaranya yaitu :
1. Pelaksanaan praktikum dilaksanakan di ruang Laboratorium Ergonomi PPNS pada
1 Desember 2016 pukul 08.00 11.20 WIB.
2. Pelaksanaan praktikum dilaksanakan oleh kelompok 3 (satu) dengan anggota yang
terdiri atas Sabrina, Winda, Husnina. Yekti dan Desi. Alat ukur yang digunakan
dalam melaksanakan praktikum pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) kali
ini meliputi peralatan P3K lengkap yang telah disediakan di Laboratorium.
1.5 Manfaat
Manfaat dari praktikum pertolongan pertama pada kecelakaan(P3K) ini adalah :
1. Praktikan dapat menentukan sistem triage pada korban.
2. Praktikan dapat menentukan prioritas pertolongan pada korban.
3. Praktikan dapat melakukan pertolongan pertama pada korban banyak dengan baik
dan benar.
4. Praktikan dapat memindahkan korban ke tempat yang lebih aman.

1 BAB II
DASAR TEORI
2.1

Sistem Triage
2.1.1 Pengertian triage
Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi
selanjutnya. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang
pengelolaan musibah terutama musibah yang melibatkan massa.
Proses triage meliputi tahap pra-hospital/lapangan dan hospital atau pusat
pelayanan kesehatan lainnya. Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas
pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus
menerus karena status triase pasien dapat berubah. Metode yang digunakan bisa
secara METTAG (Triage tagging system) atau sistem triage Penuntun Lapangan
START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Petugas lapangan memberikan penilaian pasien untuk memastikan
kelompok korban seperti yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang
tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah
memerlukan transport segera, serta melakukan tindakan pertolongan primer dan
stabilisasi darurat.
Pada tahap rumah sakit, triage dapat juga dilakukan walaupun agak berbeda
dengan triage lapangan. Dengan tenaga dan peralatan yang lebih memadai, tenaga
medis dapat melakukan tindakan sesuai dengan kedaruratan penderita dan
berdasarkan etika profesi. Saat menilai pasien, secara bersamaan juga dilakukan
tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan
menstabilkan pasien berkurang.
2.1.2 Macam-macam triage
a. Triage Sederhana
START, sebagai cara triage lapangan yang berprinsip pada sederhana dan
kecepatan, dapat dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga awam terlatih.
Dalam memilah pasien, petugas melakukan penilaian kesadaran, ventilasi dan
perfusi selama kurang dari 60 detik lalu memberikan tanda dengan
menggunakan berbagai alat berwarna, seperti bendera, kain, atau isolasi.

1. Hitam

: pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memungkinkan


untuk resusitasi. Tidak memerlukan perhatian.

2. Merah

: pasien cedera berat atau mengancam jiwa dan memerlukan


transport segera. Misalnya gagal nafas, cedera torakoabdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan berat dan luka bakar berat.

3. Kuning

: pasien cedera yang dipastikan tidak mengancam jiwa dalam


waktu dekat. Dapat ditunda hingga beberapa jam. Misalnya
cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan
respirasi, fraktura mayor tanpa syok, cedera kepala atau tulang
belakang leher tanpa gangguan kesadaran dan luka bakar ringan

4. Hijau

: cedera ringan yang tidak memerlukan stabilisasi segera.


Misalnya cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi
ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
dan gawat darurat psikologis.

b. Triage Lanjutan
Pasien dengan harapan hidup yang kecil dengan tersedianya peralatan
dan tenaga medis yang lebih lengkap diharapkan dapat ditingkatkan harapan
hidupnya. Namun apabila tenaga medis dan perlengkapan tidak dapat
memenuhi kebutuhan dari pasien, misalnya pada bencana yang melibatkan
banyak korban, tenaga medis dapat memutuskan untuk lebih memberikan
perhatian pada pasien dengan cedera berat yang harapan hidupnya lebih besar
sesuai dengan etika profesional. Hal inilah yang menjadi tujuan dari triage
lanjutan.
Pemantauan pada triage lanjutan dapat menggunakan Revised Trauma
Score (RVT) atau Injury Severity Score (ISS). RVT menggunakan parameter
kesadaran (GCS), tekanan darah sistolik (dapat menggunakan per palpasi untuk
mempercepat pantauan) dan frekuensi pernapasan.
Skor 12 : delayed
Skor 11 : urgent, dapat ditunda
Skor 4 10 : immediate, memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin
Skor 0 3 : morgue, cedera serius yang tidak lagi memerlukan tindakan darurat

Clasgow Coma Scale

Systolic Pressure

Respiratory Rate

CGS

Points

SBP

Points

RR

Points

13 15
9 12
68
45
3

4
3
2
1
0

>89
76 89
50 75
1 49
0

4
3
2
1
0

10 30
>30
69
15
0

4
3
2
1
0

ISS menggunakan parameter 3 bagian tubuh.


A : wajah, leher, kepala
B : toraks, abdomen
C : ekstremitas, jaringan lunak, kulit
tiap parameter diberi skor 0 5 yaitu :
1 : cedera ringan
2 : cedera sedang
3 : cedera serius
4 : cedera berat
5 : kritis
Hasil skoring tersebut kemudian dikuadratkan dan dijumlahkan.
2

ISS= A + B + C

Hasil lebih dari 15 dianggap sebagai politrauma. Hasil dari perhitungan


ISS ini digunakan sebagai perbandingan dalam penentuan prioritas
penatalaksanaan pasien massal.
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang
membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi
korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (lifesaving surgery).
Triase lapangan dilakukan pada 3 kondisi, yaitu :
1. Triase di tempat
Dilakukan Di tempat korban di temukan atau pada tempat
penampungan, triase ini dilakukan oleh tim pertolongan pertama sebelum
korban dirujuk ke tempat pelayanan medik lanjutan.
2. Triase Medic
Dilakukan pada saat Korban memasuki Pos pelayanan medik
lanjutan yang bertujuan Untuk menentukan tingkat perawatan dan

tindakan pertolongan yang di butuhkan oleh korban. atau triase ini sering
disebut dengan Triase Unit gawat darurat
3. Triase Evakuasi
Triase ini ditunjukkan pada korban yang dapat dipindahkan pada
rumah sakit yang telah siap menerima korban. seperti Bencana massal
contohnya Saat Tsunami, Gempa bumi, atau bencana besar lain.
2.2

Penentuan Prioritas Pertolongan


Penentuan prioritas pertolongan pada korban banyak dapat dilakukan dengan
pemberian label triage untuk mempermudah penanganan. Secara umum, tanda (label)
triage dilambangkan dengan warna HIJAU, KUNING, MERAH dan HITAM. Tanda
(label) triage beragam baik dari segi bentuk, ukuran, model, bahan dan warna.
Bentuknya mulai dari kartu berwarna saja, kartu dengan bermacam warna yang dapat
ditandai, pita, pita khusus, tali berwarna, dsb. Bila bahan warna tidak dapat ditemukan,
maka dapat menggunakan bahan lain yang berwarna makna sama dengan triage seperti
pakaian, kain, pembungkus, dsb.
Hubungan prioritas pertolongan dengan label dapat digambarkan sebagai berikut :
1. HIJAU

: Prioritas III.

2. KUNING

: Prioritas II.

3. MERAH

: Prioritas I.

4. HITAM

: Prioritas IV

Sedangkan untuk penjelasan mengenai prioritas pertolongan korban dapat


dijabarkan sebagai berikut :
1. Prioritas I (Tertinggi)
Merupakan golongan cedera atau penyakit yang mengancam nyawa namun
masih bisa diatasi. Yaitu korban (penderita) yang berada dalam kondisi kritis seperti
gangguan pernafasan, perdarahan yang belum terkendali ataupun perdarahan besar
dan penurunan status mental (respon).
2. Prioritas II (Sedang)
Merupakan golongan yang perlu pertolongan. Yaitu korban (penderita) luka
bakar tanpa gangguan pernafasan, nyeri hebat setempat, nyeri pada beberapa lokasi
alat gerak termasuk bengkak ataupun perubahan bentuk lainnya, cedera punggung,
dst.

3. Prioritas III (Rendah)


Merupakan golongan cedera relative ringan, tidak memerlukan banyak
bantuan, dapat menunggu pertolongan tanpa menjadikan cedera bertambah parah
atau dengan kata lain golongan yang pertolongannya dapat ditunda atau korban
(penderita) yang mengalami cedera namun masih sanggup berjalan sendiri. Yaitu
korban (penderita) yang mengalami nyeri biasa pada alat gerak, sedikit bengkak
dan perubahan bentuk, cedera jaringan lunak ringan, dsb.
4. Prioritas IV (Paling Akhir/Terakhir)
Golongan cedera mematikan atau korban (penderita) yang telah meninggal.
Misal : cedera kepala yang terpisah dari badan atau pun cedera lain yang secara
manusia tidak dapat ditolong.

Prioritas Pertolongan dengan Label


Secara umum, tanda (label) triage dilambangkan dengan warna HIJAU,
KUNING, MERAH dan HITAM. Tanda (label) triage beragam baik dari segi bentuk,
ukuran, model, bahan dan warna. Bentuknya mulai dari kartu berwarna saja, kartu
dengan bermacam warna yang dapat ditandai, pita, pita khusus, tali berwarna, dsj. Bila
bahan warna tidak dapat ditemukan, maka dapat menggunakan bahan lain yang
berwarna makna sama dengan triage seperti pakaian, kain, pembungkus, dsj.

2.3

Langkah-LangkahPertolonganKorbanBanyak
Di lokasi kejadian, tim penolong menyiapkan pos-pos pertolongan sesuaidengan
label (prioritas) korban (penderita) :
1. Pemilihan Korban (Penderita) Yang Dapat Ditunda Pertolongannya
Penolong mengenali dan mengelompokkan para korban (penderita) yang
masih mampu berjalan dan memberi label warna HIJAU kemudian mengarahkan ke
pos pertolongan yang sesuai. Walaupun korban (penderita) masih mampu berjalan,

penolong wajib mengarahkan supaya tidak terpencar. Adakalanya beberapa korban


kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu proses pertolongan.
2. Pemeriksaan Pernafasan
Penolong mendatangi para korban (penderita) yang tidak mampu berjalan dan
lakukan penilaian pernafasan secara cepat dan sistematis (tidak terlalu
menghabiskan banyak waktu pada proses penilaian). Apabila korban (penderita)
tidak bernafas, maka bersihkan dan buka jalan nafas. Apabila korban (penderita)
masih tidak bernafas, maka beri label warna HITAM. Apabila korban (penderita)
mampu bernafas kembali, maka lakukan penilaian pernafasan dimana jika korban
dalam waktu 5 (lima) detik mampu bernafas 3 (tiga) kali hembusan secara konstan
maka beri label warna MERAH dan apabila kurang dari itu lanjutkan ke langkah
nomor 3 (tiga) di bawah. Beritahukan kepada penolong lain untuk memindahkan
korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai label masingmasing.
3. Penilaian Sirkulasi
Penolong memeriksa nadi karotis (nadi di dekat urat leher) pada korban
(penderita). Jika tidak ada nadi, maka beri label warna MERAH dan jika ada maka
lanjutkan ke langkah nomor 4 (empat) di bawah. Beritahukan kepada penolong lain
untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan
sesuai label masing-masing.
4. Penilaian Mental
Dalam langkah ini, korban (penderita) berarti masih memiliki nafas yang
cukup dan sirkulasi yang baik. Penolong memeriksa status mental korban
(penderita) dengan cara meminta korban (penderita) untuk mengikuti perintah
sederhana seperti menggerakkan jari atau mengarahkan pandangan mata ke arah
tertertu, dsj. Jika korban (penderita) mampu mengikuti perintah sederhana, maka
berikan label warna KUNING dan apabila korban (penderita) tidak mampu
mengikuti perintah sederhana, maka berikan label warna MERAH. Beritahukan
kepada penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi
label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.

Di pos pertolongan masing-masing, akan dilakukan penilaian ulang secara


lebih teliti. Apabila terdapat perubahan kondisi (prioritas) pada korban (penderita),
maka label diganti sesuai dengan kondisi/keadaan korban (penderita). Korban
(penderita) yang memerlukan pertolongan lanjutan segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat.

2.4

Pemahaman Mengenai Keseluruhan Pada P3K


Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas Pemadam
Kebakaran, Polisi, tenaga dari unit khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan Tenaga
Perawat Gawat Darurat Terlatih. Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti
berikut:

1.

Lokasi bencana, sebelum korban dipindahkan

2.

Tempat penampungan sementara

3.

Pada tempat hijau dari pos medis lanjutan


4. Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan
Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa kontrol jalan
napas, fungsi pernapasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol perdarahan,
imobilisasi fraktur, pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih
nyaman. Harus selalu diingat bahwa, bila korban masih berada di lokasi yang paling
penting adalah memindahkan korban sesegera mungkin, membawa korban gawat
darurat ke pos medis lanjutan sambil melakukan usaha pertolongan pertama utama,
seperti

mempertahankan

jalan

napas,

dan

kontrol

perdarahan.

Resusitasi

Kardiopulmoner tidak boleh dilakukan di lokasi kecelakaan pada bencana massal karena
membutuhkan waktu dan tenaga.
2.5

Jenis-JenisPemindahanPenderita
Saat tiba di lokasi kita mungkin menemukan bahwa seorang korban mungkin
harus dipindahkan. Pada situasi yang berbahaya tindakan cepat dan waspada sangat
penting. Penangan korban yang salah akan menimbulkan cedera lanjutan atau cedera
baru.Penggunaan tubuh dengan baik untuk memfasilitasi pengangkatan dan pemindahan
korban untuk mencegah cedera pada penolong.
Hal Hal penting saat pemindahan penderita
a. Lakukan penilaian mengenai kesulitan yang mungkin akan terjadi pada saat
memindahkan penderita.

b. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat penderita, termasuk bagaimana


menggerakkannya.
c. Jangan coba mengangkat daaan menurunkan penderita jika tidak yakin dapat
d. mengendalikannya.
e. Selalu mulai dari posisi pembebanan yang seimbang dan jada tetap seimbang.
f. Gunakan tenaga otot tungkai, hindari pembebanan otot punggung.
g. Posisi punggung harus tegak waktu mengangkat penderita.
h. Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh penolong.
i. lakukan gerakan secara menyeluruh dan upayakan agar bagian tubuh saling
menopang.
j. Bila dapat kurangi jarak atau ketinggian yang harus dilalui penderita.
k. Perbaiki posisi dan angkatlah secara perlahan.
l. Upayakan kerja kelompok, terus komunikasi dan koordinasi.
Hal-hal tersebut di atas harus selalu dilakukan bila akan memindahkan atau
mengangkat korban. Kunci yang paling utama adalah menjaga kelurusan tulang
belakang. Upayakan kerja berkelompok, terus berkomunikasi dan lakukan koordinasi.
2.5.1 Macam-macam pemindahan penderita
Berdasarkan penyebab untuk dipindahkan ada 2 diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Pemindahan Darurat
Bahaya terbesar pada pemindahan darurat adalah memicu terjadinya cedera
spinal. Ini dapat dikurangi dengan melakukan gerakan searah dengan sumbu
panjang badan dan menjaga kepala dan leher semaksimal mungkin
Tindakan ini dilakukan bila Ada bahaya langsung terhadap penderita
misalnya :
a. Kebakaran atau bahaya kebakaran.
b. Peledakan atau bahaya peledakan.
c. Sulit mengamankan penderita di lokasi tsb.
d. Bangunan yang tidak stabil.
e. Mobil terbalik.
f. Kerumunan masa yang resah.
g. Material berbaya (bahan kimia, limbah beracun dll).
h. Tumpahan minyak.
i. Cuaca ekstrim.

Memperoleh jalan masuk atau menjangkau penderita lainnya.


Bila tindakan penyelamatan nyawa tidak dapat dilakukan karena posisi
penderita tidak sesuai
Macam pemindahan darurat
a. Menarik kemeja penderita.
b. Menarik dengan selimut
c. Menarik dengan kain/bahan lembaran.
d. Menarik dari ketian/lengan.
2. Pemindahan biasa
Bila tidak ada bahaya langsung terhadap penderita, maka penderita hanya
dipindahkan bila semua telah siap dan penderita selesai ditangani, yaitu :
Penilaian awal sudah lengkap dilakukan.
Denyut nadi dan nafas stabil dan dalam batas normal.
Tidak ada perdarahan luar tidak terkendali/tidak ada indikasi perdarahan
dalam.
Mutlak tidak ada cedera spinal atau leher.
Semua patah tulang sudah diimobilisasi.
Ada 2 teknik umum
o Teknik angkat langsung (2 - 3 penolong di satu sisi)
o Teknik angkat anggota gerak
2.5.2 Pedoman memposisikan penderita
a. Penderita dengan syok, letakkan dalam posisi syok jika tidak ditemukan tanda
tanda cedera pada tungkai atas (patah tulang) dan cedera spinal
b. Penderita dengan gangguan pernafasan, posisikan duduk atau setengah duduk
c. Penderita dengan nyeri perut, posisikan tidur satu sisi dengan tungkai ditekuk
d. Penderita dengan muntah-muntah, posisikan nyaman dan awasi jalan nafas
e. Penderita trauma, terutama tersangka cedera spinal harus segera distabilkan dan
diimobilisasi dengan papan spinal panjang
f. Penderita tidak respon dan tidak ditemukan atau dicurigai ada cedera spinal atau
cedera berat lainnya posisikan miring stabil /pemulihan
g. Posisi nyaman, bila cedera tidak mengganggu
2.5.3 Jenis-jenis pemindahan penderita

Pos medis lanjutan didirikan sebagai upaya untuk menurunkan jumlah kematian
dengan memberikan perawatan efektif (stabilisasi) terhadap korban secepat mungkin.
Upaya stabilisasi korban mencakup intubasi, trakeostomi, pemasangan drain thoraks,
pemasangan ventilator, penatalaksanaan syok secara medikamentosa, 55 analgesia,
pemberian infus, fasiotomi, imobilisasi fraktur, pembalutan luka, pencucian luka
bakar. Fungsi pos medis lanjutan ini dapat disingkat menjadi Three T rule (Tag,
Treat, Transfer) atau hukum tiga (label, rawat, evakuasi).
Lokasi pendirian pos medis lanjutan sebaiknya di cukup dekat untuk
ditempuh dengan berjalan kaki dari lokasi bencana (50100 meter) dan daerah
tersebut harus:
a. Termasuk daerah yang aman
b. Memiliki akses langsung ke jalan raya tempat evakuasi dilakukan
c. Berada di dekat dengan Pos Komando
d. Berada dalam jangkauan komunikasi radio.
Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya adanya paparan material
berbahaya, pos medis lanjutan dapat didirikan di tempat yang lebih jauh.
Sekalipun demikian tetap harus diusahakan untuk didirikan sedekat mungkin
dengan daerah bencana.
Organisasi Pos Medis Lanjutan
Struktur internal pos medis lanjutan dasar, terdiri atas :
1. Satu pintu masuk yang mudah ditemukan atau diidentifikasi.
2. Satu tempat penerimaan korban/tempat triase yang dapat menampung
paling banyak dua orang korban secara bersamaan.
3. Satu tempat perawatan yang dapat menampung 25 orang korban secara
bersamaan.

Gambar 2.1JalurEvakuasi

(Sumber :BUKU STANDAR INTERNASIONAL PENANGANAN


BENCANA BIDANG KESEHATAN, 2007)
Tempat perawatan ini dibagi lagi menjadi:
1. Tempat perawatan korban gawat darurat (korban yang diberi tanda
dengan label merah dan kuning). Lokasi ini merupakan proporsi
terbesar dari seluruh tempat perawatan.
2. Tempat perawatan bagi korban nongawat darurat (korban yang diberi
tanda dengan label hijau dan hitam).
Pos medis lanjutan standar, terdiri atas :
1. Satu pintu keluar
2. Dua buah pintu masuk (Gawat Darurat dan Non- Gawat Darurat). Untuk
memudahkan identifikasi, kedua pintu ini diberi tanda dengan bendera
merah (untuk korban gawat darurat) dan bendera hijau (untuk korban non
gawat darurat).
3. Dua tempat penerimaan korban/triase yang saling berhubungan untuk
memudahkan pertukaran/pemindahan korban bila diperlukan.
4. Tempat perawatan Gawat Darurat yang berhubungan dengan tempat
triase Gawat Darurat, tempat ini dibagi menjadi:
a. Tempat perawatan korban dengan tanda merah (berhubungan
langsung dengan tempat triase)
b. Tempat perawatan korban dengan tanda kuning (setelah tempat
perawatan merah)

Gambar 2.2PosMedisLanjutan
(Sumber :BUKU STANDAR INTERNASIONAL PENANGANAN
BENCANA BIDANG KESEHATAN, 2007)

1. Tempat perawatan Non Gawat Darurat, berhubungan dengan tempat


triase Non Gawat Darurat, dibagi menjadi:
2. Tempat korban meninggal (langsung berhubung-an dengan tempat triase)
3. Tempat perawatan korban dengan tanda hijau (setelah tempat korban
meninggal) Setiap tempat perawatan ini ditandai dengan bendera sesuai
dengan kategori korban yang akan dirawat di tempat tersebut.
4. Sebuah tempat evakuasi yang merupakan tempat korban yang kondisinya
telah stabil untuk menunggu pemindahan ke Rumah Sakit.
2.6

Teknik Pemindahan Penderita


Lakukan pemindahan darurat hanya jika ada bahaya segera terhadap penderita
ataupun penolong dan juga jika penderita menghalangi akses ke penderita lainnya.
Tindakan ini dapat dilakukan tanpa dimulai dengan penilaian dini (respon, nafas dan
nadi) mengingat faktor bahaya dan resiko di tempat kejadian. Pemindahan ini juga
dapat menimbulkan resiko bertambah parahnya cedera penderita terutama penderita
yang mengalami cedera spinal (tulang belakang mulai dari tulang leher sampai tulang
ekor).
Contoh pemindahan darurat antara lain :
1. Tarikan Lengan
Posisikan tubuh penolong di atas kepala penderita. Kemudian
masukkan lengan di bawah ketiak penderita dan pegang lengan bawah
penderita. Selanjutnya silangkan kedua lengan penderita di depan dada dan
tarik penderita menuju tempat aman. Hat-hati terhadap kaki penderita yang
mungkin akan membentur benda di sekitar lokasi kejadian.

Gambar 2.3 Tarikan Lengan

2. Tarikan Bahu
Cara ini berbahaya bagi penderita cedera spinal (tulang belakang dari
tulang leher sampai tulang ekor). Posisikan penolong berlutut di atas kepala
penderita. Masukkan kedua lengan di bawah ketiak penderita kemudian
tarik ke belakang.
3. Tarikan Baju
Pertama ikat kedua tangan penderita di atas dada menggunakan kain
(pembalut). Kemudian cengkram baju penderita di daerah baju dan tarik di
bawah kepala penderita untuk penyokong dan pegangan untuk menarik
penderita ke tempat aman.
4. Tarikan Selimut
Apabila penderita telah berbaring di atas selimut atau sejenisnya,
maka lipat bagian selimut yang berada di bagian kepala penderita lalu tarik
penderita ke tempat yang aman. Supaya penderita tidak bergeser dari atas
selimut, maka dapat dibuat simpul di ujung selimut bagian kaki penderita.

Gambar 2.4 Tarikan Selimut


5. Tarikan Menjulang
Cara ini umumnya digunakan oleh petugas pemadam kebakaran yaitu
dengan menggendong penderita di belakang punggung penolong dengan
cara mengangkat lalu membopong penderita

Gambar 2.5 Tarikan Menjulang


Pemindahan biasa (tidak darurat) dapat dilakukan ketika :
1. Penilaian awal (penilaian dini dan penilaian fisik) sudah dilakukan.
2. Denyut nadi dan pernafasan stabil.
3. Perdarahan sudah dikendalikan.
4. Tidak ada cedera leher.
5. Semua patah tulang sudah diimobilisasi.
Contoh pemindahan biasa (tidak darurat) :

1. Teknik Angkat Langsung


Teknik ini dilakukan oleh 3 (tiga) orang terutama pada penderita yang
memiliki berat badan tinggi dan atau jika tandu tidak di dapat di lokasi
kejadian.
a. Ketiga penolong berlutut di sisi penderita yang paling sedikit mengalami
cedera.
b. Penolong pertama menyisipkan satu lengan di bawah leher dan bahu
lengan penderita, kemudian lengan satunya disisipkan di bawah
punggung penderita.
c. Penolong ke dua menyisipkan lengannya di bawah punggung dan bokong
penderita.
d. Penolong ke tiga satu lengan disisipkan di bawah bokong penderita dan
lengan satunya di bawah lutut penderita.
e. Penderita siap diangkat dengan satu aba-aba.

Gambar 2.6TeknikAngkatLangsung
f. Angkat penderita di atas lutut ketiga penolong secara bersamaan. Jika
terdapat tandu, maka penolong lain menyiapkan tandu di bawah penderita
kemudian meletakkan penderita di atas tandu dengan satu aba-aba.

Gambar 2.7 Angkat Penderita Di Atas Lutut


g. Jika tidak terdapat tandu untuk pemindahan penderita, maka miringkan
penderita di atas dada ketiga penolong kemudian ketiga penolong berdiri
bersama-sama dengan satu aba-aba.
h. Ketiga penolong memindahkan penderita dengan melangkah bertahap
dengan satu aba-aba.
2. Pemindahan Dengan Tandu
Dilakukan oleh 2 (dua) penolong.
a. Kedua penolong berjongkok di masing-masing ujung tandu menghadap
ke arah yang sama (ujung kaki penderita sebagai arah depan).
b. Penolong memposisikan kaki pada jarak yang tepat kemudian
menggenggam pegangan tandu dengan erat.
c. Punggung lurus, kepala menghadap ke depan dengan posisi netral.
d. Kencangkan otot punggung dan perut penolong dan angkat tandu dengan
satu aba-aba.
e. Pindahkan penderita ke tempat yang aman dengan satu aba-aba.
f. Turunkan penderita secara hati-hati dengan mengulang langkah-langkah
di atas secara mundur (berkebalikan).
3. Teknik Angkat Anggota Gerak

Dilakukan oleh 2 (dua) orang penolong.


a. Masing-masing penolong berjongkok berhadap-hadapan, penolong
pertama di ujung kepala penderita, penolong kedua di antara kaki
penderita.
b. Penolong pertama mengangkat kedua lengan penderita dengan kedua
tangannya.
c. Penolong ke dua mengangkat kedua lutut penderita.
d. Kedua penolong berdiri secara bersamaan dengan satu aba-aba dan mulai
memindahkan penderita ke tempat aman.

BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1

Diagram Alir Praktikum


Berikut Gambar 3.1 yang menggambarkan tentang tahapantahapan pada
praktikum pertolongan pertama pada kecelakan (P3K) tentang system triage kali ini.

Mulai

Identifikasi dan Perumusan


Penentuan Tujuan Praktikum

Studi Pustaka :
Merit Badge Series, American Red Cross, 2010
Medical Handbook for Seafarers, 2013
First-Adid Pre-Course Workbook, 2014

Melakukan Praktikum

Asistensi
Bab 1,2 dan 3

Analisa Praktikum
Asistensi
Bab 4,5
z
Pengumpulan Laporan
Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Praktikum

3.2

Peralatan
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Stopwatch
2. Perban luka/Pembalut luka
3. Stetoskop
4. Tensimeter

5. Termometer Badan
6. Alat Tulis untuk Mencatat
3.3

Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum P3K pelaksanaan tata cara triage ini
adalah sebagai berikut :
1. Pemilihan korban (penderita) yang dapat ditunda pertolongannya
Penolong mengenali dan mengelompokkan para korban (penderita) yang
masih mampu berjalan dan memberi label warna HIJAU kemudian mengarahkan
ke pos pertolongan yang sesuai. Walaupun korban (penderita) masih mampu
berjalan, penolong wajib mengarahkan supaya tidak terpencar. Adakalanya
beberapa korban kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu proses
pertolongan.
2. Pemeriksaan pernafasan
Penolong mendatangi para korban (penderita) yang tidak mampu berjalan
dan lakukan penilaian pernafasan secara cepat dan sistematis (tidak terlalu
menghabiskan banyak waktu pada proses penilaian). Apabila korban (penderita)
tidak bernafas, maka bersihkan dan buka jalan nafas. Apabila korban (penderita)
masih tidak bernafas, maka beri label warna HITAM. Apabila korban (penderita)
mampu bernafas kembali, maka lakukan penilaian pernafasan dimana jika
korban dalam waktu 5 (lima) detik mampu bernafas 3 (tiga) kali hembusan
secara konstan maka beri label warna MERAH dan apabila kurang dari itu
lanjutkan ke langkah nomor 3 (tiga) di bawah. Beritahukan kepada penolong
lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos
pertolongan sesuai label masing-masing.
3. Penilaian sirkulasi
Penolong memeriksa nadi karotis (nadi di dekat urat leher) pada korban
(penderita). Jika tidak ada nadi, maka beri label warna MERAH dan jika ada
maka lanjutkan ke langkah nomor 4 (empat) di bawah. Beritahukan kepada
penolong lain untuk
memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos
pertolongan sesuai label masing-masing.
4. Penilaian mental
Dalam langkah ini, korban (penderita) berarti masih memiliki nafas yang
cukup dan sirkulasi yang baik. Penolong memeriksa status mental korban

(penderita) dengan cara meminta korban (penderita) untuk mengikuti perintah


sederhana seperti menggerakkan jari atau mengarahkan pandangan mata ke arah
tertertu, dsj. Jika korban (penderita) mampu mengikuti perintah sederhana, maka
berikan label warna KUNING dan apabila korban (penderita) tidak mampu
mengikuti perintah sederhana, maka berikan label warna MERAH. Beritahukan
kepada penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi
label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA
Gilboy N, Tanabe T, Travers D, Rosenau AM. 2011. Emergency Severity Index (ESI): A
Triage Tool for Emergency Department Care, Version 4. Implementation Handbook
2012 Edition. Rockville : AHRQ Publication No. 12-0014

E.C. Lanny Widiyanti, Endang Basuki, & Jofizal Jannis. (2009). Hubungan Sikap Tubuh saat
Mengangkat dan Memindahkan Pasien pada Perawat Perempuan dengan Nyeri
Punggung Bawah. Jakarta: Universitas Indonesia.
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-paper-6673-Pertemuan_11.pdf diakses pada tanggal
28 Nopember 2016
http://ragielle-volunteer.blogspot.co.id/2011/11/pemindahan-korban.html diakses pada tanggal
28 Nopember 2016
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2015/07/pemindahan-penderita.html
diakses pada tanggal 28 November 2016
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2015/07/pertolongan-korbanbanyak-triage.html diakses pada tanggal 28 November 2016
Jiwa,
A.
(2012).
Triage.
Diambil

kembali

dari

http://aceplahudinblog.blogspot.co.id/2012/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Roby Stevi Lumbu, Muh. Niswar & Merna Baharuddin, 2012. Sistem Informasi Triage untuk
Penanggulangan Korban Bencana.
Setiawan, dkk. 2007. PedomanTeknisPenanggulanganKrisisKesehatanAkibat
Bencana. Jakarta :DepartemenKesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai