Anda di halaman 1dari 30

Referat

OSTEOMIELITIS

Oleh
Elzan Zulqad Maulana, S.Ked.

04088821618170

Maya Chandra Dita, S.Ked.

04084821618169

Pembimbing
dr. Primadika Rubiansyah, Sp.OT

DEPARTEMEN BEDAH
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
1

Judul Referat
Osteomielitis
Oleh:
Elzan Zulqad Maulana, S.Ked.

04088821618170

Maya Chandra Dita, S.Ked.

04084821618169

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 8 Agustus 2016 s.d
16 Oktober 2016

Palembang, 1 September 2016


Pembimbing,

dr. Primadika Rubiansyah, Sp.OT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Taala atas rahmat dan berkah-Nya
sehingga referat yang berjudul Osteomielitis ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik
senior di Departemen Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Terima kasih kepada dr. Primadika Rubiansyah, Sp.OT yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan referat ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan.
Semoga referat ini bermanfaat bagi pembacanya.

Palembang, 1 September 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................2
KATA PENGANTAR ............................................................................................3
DAFTAR ISI ..........................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................6
2.1 Anatomi Tulang.........................................................................................6
2.2 Osteomielitis..............................................................................................15
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................3

BAB I
PENDAHULUAN
. Osteomielitis merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada tulang dan
struktur-struktur di sekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi
muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi dapat melibatkan seluruh
struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit
yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Faktor risiko untuk terjadinya
osteomielitis adalah tingkat hygiene yang kurang, nutrisi yang masih rendah,
fasilitas diagnostic yang belum memadai hingga pelayanan kesehatan primer,
masih tingginya kejadian tuberkulosis yang dapat juga menyerang sendi dan
tulang. (5)
Prevalensi osteomielitis lebih tinggi di negara berkembang. Di Amerika
Serikat insidensi osteomielitis adalah 1 dari tiap 5000 orang, dan 1 dari tiap 1000
usia bayi. Dalam pasien diabetes, prevalensi osteomielitis setelah adanya trauma
pada kaki bisa meningkat yaitu 16%. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan kira-kira 2:1. Angka kematian akibat osteomielitis rendah dan
biasanya disebabkan sepsis atau kondisi medis serius. (7)
Dalam 20 tahun terakhir ini telah banyak dikembangkan tentang
bagaimana cara menatalaksana penyakit ini dengan tepat. Seringkali usaha ini
berupa suatu tim yang terdiri dari ahli bedah ortopedi, ahli bedah plastik, ahli
penyakit infeksi, ahli penyakit dalam, ahli nutrisi, dan ahli fisioterapi yang
berkolaborasi untuk menghasilkan perawatan multidisiplin yang optimal bagi
penderita. Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui
dua cara, baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan
luar tubuh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Tulang


Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah sebagai
akibat tekanan yang dialaminya. Tulang selalu diperbaharui dengan pembentukan
tulang baru dan resorpsi. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri dari sel, serabut
dan matriks. Tulang bersifat keras karena matriks ekstraselulernya mengalami
kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabutserabut organik.
Tulang terdiri atas 2 bentuk, bentuk kompakta dan tulang spongiosa.
Tulang kompakta tampak sebagai masa yang padat tulang spongiosa terdiri atas
anyaman trabekula. Trabekula tersusun sedemikian lupa sehingga tahan akan
tekanan dan tarikan yang mengenai tulang(1)

Tulang kompakta dan tulang spongiosa


2.1.1. Penyusun Sistem Tulang

Sendi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan
tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak dapat

bergerak satu sama lain.


Otot
Sebuah jaringan dalam tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai
alat gerak aktif yang menggerakkan tulang.
Rangka
Sistem penyokong organisme
Tendon
Struktur dalam tubuh yang lentur tapi kuat yang menghubungkan otot ke

tulang.
Ligamen
Jaringan berbentuk pita yang tersusun dari serabut-serabut liat yang

mengikat tulang satu dengan tulang lain pada sendi.


Bursae
Kantong kecil dari jaringan ikat diatas bagian yang bergerak, dibatasi
membran sinovial dan mengandung cairan sinovial, yang merupakan
bantalan.

2.1.2. Jenis-Jenis Tulang


Berdasarkan bentuknya, tulang dibedakan sebagai berikut:
1). Tulang pipa
Tulang pipa berbentuk seperti tabung yang kedua ujungnya bulat
(epifisis) dan bagian tengah silindris (diafisis). Hampir seluruh bagian
terdiri-dari tulang kompak (tulang padat) dengan sedikit komponen
tulang spongiosa (tulang berongga-rongga). Pada bagian dalam
terdapat rongga berisi sumsum tulang. Contoh: Tulang paha, tungkai
bawah, serta lengan atas dan lengan bawah.

2).Tulang Pendek
Tulang pendek berbentuk seperti seperti kubus atau pendek tidak
beraturan. Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan
tulang spons, didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang
pipih menyusun dinding rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi
sebagai pelindung atau memperkuat. Contoh: tulang telapak tangan dan
kaki, serta ruas-ruas tulang belakang.

3).Tulang Pipih
Tulang pipih berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih mempunyai dua
lapisan tulang kompak yang disebut lamina eksterna dan interna ossis
karnii. Kedua lapisan dipisahkan oleh satu lapisan tulang spongiosa
disebut diploe. Contoh, tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat.

Berdasarkan jenisnya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang rawan


dan tulang keras.

1).Tulang Rawan (Kartilago)


Tulang rawan terdiri-dari sel-sel tulang yang mengeluarkan matriks
disebut kondrin yang dihasilkan oleh kondroblast (sel-sel pembentuk
kartilago). Lama kelamaan kondroblast terkurung oleh matriksnya sendiri
dalam ruang yang disebut lacuna. Kondroblast dalam lacuna bersifat tidak
aktif dan disebut kondrosit (sel tulang rawan).
Tulang rawan pada anak-anak berbeda dengan tulang rawan pada
orang dewasa. Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa tulang rawan pada anakanak berasal dari mesenkim dan lebih banyak mengandung sel-sel tulang
rawan. Sementara itu, tulang rawan orang dewasa lebih banyak
mengandung matriks dan berasal dari perikondrium (selaput tulang rawan)
yang mengandung kondroblas. Lihat Gambar 4.2. Tulang rawan pada
orang dewasa hanya terdapat pada bagian bagian tertentu.

10

Berdasarkan susunan serabutnya, tulang rawan dapat digolongkan menjadi


tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
1) Tulang rawan hialin,
mempunyai serabut tersebar dalam anyaman yang halus dan rapat. Tulang
rawan hialin terdapat di ujung-ujung tulang rusuk yang menempel ke
tulang dada (Gambar a).
2) Tulang rawan elastis,
susunan sel dan matriksnya mirip tulang rawan hialin, tetapi tidak sehalus
dan serapat tulang rawan hialin. Tulang rawan elastis terdapat di daun
telinga, laring, dan epiglotis (Gambar b).
3) Tulang rawan fibrosa,
matriksnya tersusun kasar dan tidak beraturan. Tulang rawan fibrosa
terdapat di cakram antartulang belakang dan simfisis pubis (pertautan
tulang kemaluan) (Gambar c).

11

2).Tulang Keras

(Osteon)

Tulang keras

merupakan

kumpulan sel-sel

tulang yang

mengeluarkan

matriks yang

mengandung

senyawa kapur

dan fosfat. Kedua

senyawa ini

menyebabkan tulang

menjadi keras.

Osteoblast pada

lacuna menjadi

tidak aktif dan

disebut osteosit

(sel tulang). Antara

lakuna satu

dengan lakuna

lainnya

dihubungkan oleh

kanalikuli. Di

dalam kanalikuli

terdapat

sitoplasma dan

pembuluh darah

yang bertugas

memenuhi

kebutuhan nutrisi

osteosit.

Tulang keras

dibedakan

menjadi dua jenis ,

yaitu Jenis tulang

kompak dan Jenis tulang spons (tulang berongga). Pada Gambar 4.3
tampak bahwa tulang kompak (tulang padat) mempunyai matriks tulang
yang rapat dan padat, misalnya pada tulang pipa. Tulang spons matriksnya
berongga. Rongga-rongga pada tulang spons diisi oleh jaringan sumsum
tulang. Apabila berwarna merah berarti mengandung sel-sel darah merah,
misalnya pada epifisis tulang pipa. Apabila berwarna kuning berarti
mengandung sel-sel lemak, misalnya pada diafisis tulang pipa.

12

2.1.3. Struktur Tulang


a. Periosteum
Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum.
Periosteum merupakaan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum
mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan
pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat mlekatnya otot-otot
rangka (skelet) ke tulang dn berperan dalam memberikan nutrisi,
pertumbuhan dan reparasi tulang.
b. Tulang Kompak (Compact bone)
Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang
ini teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit
rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phospat dan
Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan
tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan
dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang
lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur.
13

Tulang kompak paling banyak ditemui pada tulang kaki dan tulang tangan.
c. Tulang Spongiosa (Spongy bone)
Pada lapisan ketiga ada yang disebut lapisan spongiosa. Sesuai dengan
namanya tulang Spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut di isi
oleh sumsum tulang merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang
spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
d. Sumsum tulang (Bone Marrow)
Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah sumsum
tulang. Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang
dilindungi oleh tulang spongiosa seperti yang telah dijelaskan di bagian
tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting dalam tubuh kita
karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.

2.1.4. Fungsi Tulang


1. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk pada rangka
Misal tulang tengkorak memberi bentuk pada wajah.
2. Melindungi organ organ tubuh seperti kranium (tulang otak)
melindungi otak, tulang rusuk melindungi jantung dan paru-paru

14

3. Pergerakan
Misal tulang dan otot merupakan alat gerak yang berkaitan erat.
Tulang tidak dapat bergerak bila tidak dapat digerakan otot. Karena
tulang tidak dapat bergerak dengan sendirinya tanpa bantuan otot
sehingga tulang sebagai alat gerak pasif dan otot sebagai alat gerak
aktif (karena sebagai penggerak tulang).
4. Tempat melekatnya otot untuk pergerakan tubuh
5. Gudang menyimpannya mineral seperti kalsium dan hematopoesis.
Kalsium berfungsi untuk mencegah osteoporosis dan melancarkan
peredaran darah sedangkan hematopoesis adalah pembentukan
komponen sel darah diamna terjadi proliferasi, maturasi dan
diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. (1)

2.2. Osteomielitis
2.2.1. Definisi
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis
dari tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kumankuman piogenik. Literatur medis saat ini memperluas definisinya menjadi
proses inflamasi dari seluruh bagian tulang termasuk korteks, dan
periosteum dan diikuti dengan destruksi tulang (5)
2.2.2. Epidemiologi Osteomielitis
1 dari 675 orang yang ke rumah sakit di Amerika Serikat (50.000
kasus per tahun) dikarenakan osteomielitis. Prevalensi osteomielitis lebih
tinggi di negara berkembang. Di Amerika Serikat insidensi osteomielitis
adalah 1 dari tiap 5000 orang, dan 1 dari tiap 1000 usia bayi. Dalam pasien
diabetes, prevalensi osteomielitis setelah adanya trauma pada kaki bisa
meningkat yaitu 16%. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan kirakira 2:1. Angka kematian akibat osteomielitis rendah dan biasanya

15

disebabkan sepsis atau kondisi medis serius. Sekitar 20% dari kasus yang
ditemukan pada orang dewasa merupakan hematogen, dimana lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dan tanpa sebab yang jelas.
Status

penyakit

merupakan

predisposisi

pasien

terhadap

osteomielitis, seperti diabetes melitus, AIDS, penyakit sickle cell,


penyalahgunaan obat intravena, alkohol, penggunaan steroid jangka
panjang, dan masih banyak yang lainnya. Implan prostetik dalam
ortopedik merupakan faktor resiko terjadinya osteomielitis pada bedah
ortopedik atau adanya fraktur terbuka. (7)
Osteomielitis hematogenik akut banyak ditemukan pada anak-anak.
Osteomielitis karena trauma langsung dan osteomielitis perkontinuitatum umum
sering terjadi pada usia dewasa dan remaja. Tulang vertebra dan pelvis paling
sering terkena pada kasus dewasa, dan tulang tibia merupakan tulang yang paling
sering terjadi osteomielitis post traumatika, karena merupakan tulang yang peka,
dengan asupan darah yang kurang kuat. Osteomielitis pada anak-anak biasanya
mengenai tulang panjang (2)
2.2.3. Etiologi
Mikroorganisme patogen penyebab osteomielitis tergantung dari umur
pasien. Berikut mikroorganisme penyebab osteomielitis

Umur
Bayi baru lahir

Etiologi
S. aureus, Enterobacter spp., Steptococcus (Group A dan

Anak-anak

B)
S. aureus, Enterobacter spp., Steptococcus (Group B),

Dewasa
Faktor predisposisi
Pengguna obat suntik
Immunocompromised

Haemophilus influenzae
S. aureus
S. aureus, P. aeruginosa, Serratia marcescens, Candida
spp.
S. aureus, Bartonella henselae, Aspergilus spp.,

16

Infeksi saluran kemih


Operasi kolumna spinalis

Mycobacterium avium complex, Candida albicans.


P. aeruginosa, Enterococcus spp.
S. aureus, staphylococci koagulase negatif, basil gram

Alat fiksasi orthopedi

negatif aerob.
S.
aureus,

staphylococci

koagulase

negatif,

Propianibacterium spp.
Infeksi nosokomial
Enterobactericeae, P. Aeruginosa, Candida spp.
Diabetes
melitus, Polimicrobial: S.aureus, Staphylococcus koagulase
insufisiensi

vaskular, negatif, Streptococcus spp., Enterococcus spp., Basil

fraktur

terbuka gram negatif, bakteri anaerob.

terkontaminasi
Sumber: Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences
2.2.4. Patogenesis
Infeksi dalam sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui beberapa
cara. Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka penetrasi langsung,
melalui penyebaran hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun dari struktur
lain yang jauh, atau selama pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar dengan
lingkungan sekitarnya.
Osteomielitis hematogen adalah penyakit masa kanak-kanak yang
biasanya timbul antara usia 5 dan 15 tahun.Ujung metafisis tulang panjang
merupakan tempat predileksi untuk osteomielitis hematogen. Diperkirakan bahwa
end-artery dari pembuluh darah yang menutrisinya bermuara pada vena-vena
sinusoidal yang berukuran jauh lebih besar, sehingga menyebabkan terjadinya
aliran darah yang lambat dan berturbulensi pada tempat ini. Kondisi ini
mempredisposisikan bakteri untuk bermigrasi melalu celah pada endotel dan
melekat pada matriks tulang. Selain itu, rendahnya tekanan oksigen pada daerah
ini juga akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih. Dengan
maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang lamban tidak
ada lagi. Sehingga osteomielitis hematogen pada orang dewasa merupakn suatu
kejadian yang jarang terjadi.
Infeksi hematogen ini akan menyebabkan terjadinya trombosis pembuluh
darah lokal yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang

17

kemudian berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan


lokal akan menyebarkan pus hingga ke korteks melalui sistem Havers dan kanal
Volkmann hingga terkumpul dibawah periosteum menimbulkan rasa nyeri
lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan menstimulasi
pembentukan involukrum periosteal (fase kronis). Apabila pus keluar dari korteks,
pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan
kulit, membentuk suatu sinus drainase.
Faktor-faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis
osteomielitis

termasuk

diabetes

mellitus,

immunosupresan,

penyakit

imundefisiensi, malnutrisi, gangguan fungsi hati dan ginjal, hipoksia kronik, dan
usia tua. Sedangkan faktor-faktor lokal adalah penyakit vaskular perifer, penyakit
stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan penggunaan rokok. (6)

18

2.2.5. Klasifikasi Osteomielitis


Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan
ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari
timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi
dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya
berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga
dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan
prosthesa dan sebagainya.
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan.
Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan
klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya
nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus
involukrum.
Sistem

klasifikasi

mengkategorisasikan

lainnya

infeksi

dikembangkan

muskuloskeletal

oleh

Waldvogel

berdasarkan

etiologi

yang
dan

kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa penyakit


vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu dapat bersifat
akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya trauma atau
infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum.
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis
yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status
fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 medular, stadium 2 korteks superfisial,
stadium 3 medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 medular dan
kortikal difus. (6)

2.2.6. Presentasi Klinis


Osteomielitis hematogenik akut

19

Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut.
Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di
dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi
panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan
menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.
Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan pergerakan
sendi yang terbatas, namun oedem dan kemerahan jarang ditemukan. Dapat pula
disertai gejala sistemik seperti demam, menggigil, letargi, dan nafsu makan
menurun pada anak.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan dramatis dari CRP,
LED, dan leukosit. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme
penyebab infeksi. Pada pemeriksaan foto polos pada awal gejala didapatkan hasil
yang negatif. Seminggu setelah itu dapat ditemukan adanya lesi radiolusen dan
elevasi periosteal. Sklerosis reaktif tidak ditemukan karena hanya terjadi pada
infeksi kronis.

Presentasi radiologi dari Osteomielitis hematogen akut mirip

dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewings sarkoma,


dan histiositosis Langerhans. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk menentukan
diagnosis pasti.

20

Osteomielitis Subakut
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini
biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki
gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan
kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka
ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik,
maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila
osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit
membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewings Sarcoma.
Osteomielitis Kronik

21

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut


yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau
akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan
logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung
intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang
mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat
melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan
tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi.
Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase
pus atau fistel, malaise, dan fatigue. (3)

2.2.7. Manifestasi klinis osteomielitis.


Menurut Louis Solomon et al dalam buku Apleys System of Orthopedics and
Fracture gejala klinis yang dapat ditemukan dapat berbeda berdasarkan usia,
yaitu:

Pada anak anak, biasanya berumur lebih dari 4 tahun dengan gejala
nyeri hebat, malaise, dan demam. Dalam kasus yang dibiarkan, dapat
timbul toksemia. Orang tua akan menyadari bahwa anaknya menolak
untuk menggunakan salah satu anggota gerak ataupun sekadar hanya ingin
disentuh. Mungkin terdapat riwayat infeksi. Anak tampak sakit dan
demam, denyut nadi lebih dari 100 dan temperatur meningkat. Pada
anggota gerak yang terkena akan sulit digerakkan dan terdapat kemerahan
lokal, edema, bengkak, dan hangat yang dapat menandakan bahwa pus

sudah keluar dari tulang.


Pada bayi dibawah satu tahun, khususnya neonatus, gejalanya dapat
terlihat ringan. Bayi gagal tumbuh, tampak mengantuk dan iritabel. Harus
dicurigai apabila terdapat riwayat persalinan yang sulit, kateter arteri
umbilikalis, dan tempat yang dapat menimbulkan infeksi lainnya seperti
infus atau puncture. Nyeri pada bagian metafisis dan resistensi untuk
menggerakkan sendi juga dapat ditemui.
22

Pada orang dewasa, tempat yang paling sering terkena infeksi hematogen
ialah tulang belakang bagian torakolumbar. Dapat ditemukan riwayat
prosedur urologis yang diikuti dengan demam ringan dan sakit punggung.
Nyeri lokal tidak terlalu timbul dan membutuhkan waktu yang lama untuk
tanda pada X-ray muncul, ketika muncul diagnosis harus dipastikan
dengan aspirasi fine-needle dan kultur. Tulang lain dapat juga terkena,
khususnya dengan adanya riwayat diabetes, malnutrisi, kecanduan obat,

leukemia, dan terapi imunosupresif.


Pada orang tua dan pada orang dengan defisiensi imun, gejala sistemik
ringan dan diagnosis sering sulit ditegakkan. (6)

2.2.8. Penegakkan diagnosis osteomielitis


Diagnosis osteomielitis akut

pada anak biasanya ditegakkan dengan

gejala klinis seperti onset yang cepat dan gejala yang lokal. Gejala sistemik seperti
demam, letargi, dan iritabilitas dapat ditemui. Pemeriksaan fisik fokus pada
penemuan gejala inflamasi seperti eritema, bengkak, atau efusi sendi, gerakan
sendi yang terbatas, dan nyeri tulang. Identifikasi bakteri penyebab sulit karena
kultur darah positif ditemukan hanya pada setengah kasus yang ditemui.
Diagnosis osteomielitis pada orang dewasa cukup sulit. Indeks klinis yang tinggi,
ditemukannya gejala klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
pencitraan kadang diperlukan.

Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemerikSosaan
radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang
mengawali destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi,
reaksi periosteal akan tampak, dan area destruksi pada korteks tulang
tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya

23

detruksi tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus


fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum.
Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali
apabila terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat
infeksi yang menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya gas
gangrene. Udara pada jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area
radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.

24

b. Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk
mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul.
c. Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat
sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya,
infeksi tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress
fracture, infeksi jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat
membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan
prosedur invasif dilakukan.
d. CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk
menidentifikasi sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan
tampak lebih radiodense dibanding involukrum disekelilingnya. (5)

2.2.9.

Terapi

25

Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan


pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka
diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang
terlibat. Pasien diharuskan untuk tirahbaring, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi
dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP
yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin
memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. Kondisi dapat
terjadi pada pasien dengan retensi alat ortopedi, debridemen jaringan nekrotik
yang inkomplit, immunocompromised, atau resistensi terhadap antibiotik.
Idealnya, eksplorasi bedah harus dilakukan pada pasien ini untuk menentukan
apakah dibutuhkan terapi tambahan.
Keberhasilan terapi pada infeksi muskuloskeletal membutuhkan intervensi
bedah untuk menghilangkan jaringan mati dan benda asing. Jaringan nekrotik
melindungi kuman dari leukosit dan anitibiotik. Pada fraktur terbuka, semua soft
tissues yang mati dan semua fragmen tulang bebas harus dibersihkan dari luka.
Pada osteomielitis kronik, sequestrum harus dibuang seluruhnya dengan
meninggalkan involukrum tetap ditempatnya. Kulit, lemak subkutan, dan otot
harus didebridemen secara tajam hingga berdarah. Untuk mendeteksi viabilitas
dari cancellous bone, ditandai dengan adanya perdarahan dari permukaan
trabekula.
Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satusatunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses
akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan.
Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat.

26

Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan


terjadinya fraktur patologis.
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila
involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh :
a. Pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan mikroorganisme
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

penyebab
Dosis yang tidak adekuat
Lama pemberian tidak cukup
Timbulnya resistensi
Kesalahan hasil biakan
Antibiotika antagonis
Pemberian pengobatan suportif yang buruk
Kesalahan diagnostik (3)

2.2.10. Komplikasi osteomielitis.


a. Insufisiensi vaskular
Dapat timbul pada waktu yang bervariasi dan biasanya berhubungan
dengan penyakit penyerta seperti diabetes melitus dan penyakit arteri perifer.
b. Infeksi karena kateter
Terapi rawat jalan biasanya dibantu dengan kateter Hickman untuk terapi
IV, walaupun aman dan murah tetapi dapat timbul risiko terjadinya infeksi.

c. Kegagalan alat ortopedi


Pada pasien infeksi, kegagalan alat ortopedi selalu dapat terjadi. Tindak
lanjut yang biasanya dilakukan adalah pencabutan alat, debridement jaringan
nekrotik, dan penggunaan metode alternatif dalam stabilisasi seperti cast atau
fiksator eksternal
2.2.11. Prognosis Osteomielitis
Pada keadaan akut, banyak pasien sembuh dengan tidak adanya
komplikasi apabila diagnosis tepat dan ditatalaksana dengan adekuat.
Pada keadaan kronis, keberhasilan terapi tergantung dari apakah seluruh
tulang mati dan jaringan yang rusak telah dielimisasi dengan baik. Beberapa
27

pasien dengan osteomielitis kronis, khususnya pada pelvis, tidak dapat


disembuhkan karena pengeliminasian yang lebih jauh pada tulang tidak
dimungkinkan sehingga bakteri yang tertinggak dapat menyebabkan reinfeksi,
oleh karena itu supresi jangka panjang dengan antibiotik dapat membantu (6)

BAB III
KESIMPULAN
Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari
tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman
piogenik. Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui
dua cara, baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan
luar tubuh.
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan
ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari
timbulnya gejala akut, subakut, dan kronik. Sistem klasifikasi lainnya
dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan infeksi muskuloskeletal
berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan
atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebab osteomielitis adalah kuman
Staphylococcus aureus ,Streptococcus, Haemophilus influenza, Salmonella typhii
dan Eschericia coli.

Diagnosis

osteomielitis akut pada anak biasanya ditegakkan dengan gejala klinis seperti
onset yang cepat dan gejala yang lokal. Gejala sistemik seperti demam, letargi,

28

dan iritabilitas dapat ditemui. Pemeriksaan fisik fokus pada penemuan gejala
inflamasi seperti eritema, bengkak, atau efusi sendi, gerakan sendi yang terbatas,
dan nyeri tulang. Identifikasi bakteri penyebab sulit karena kultur darah positif
ditemukan hanya pada setengah kasus yang ditemui. Diagnosis osteomielitis pada
orang dewasa cukup sulit. Indeks klinis yang tinggi, ditemukannya gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan kadang diperlukan.
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi
pemberian antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan
tulang. Juga harus dilakukan rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah
pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S,. 2006. Anatomi Klinik ; Ed 6. EGC : Jakarta.
2. King, RW. Osteomyelitis. December 9, 2009 (cited February 1, 2010).
Available at http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview
3. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1994
4. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. New
Hampshire : Appleton & Lange ; 2003
5. Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi,
Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.2002. 1058-1064.
6. Louis S, David W, Selvadurai N. Apley and Solomon's Concise System of
Orthopaedics and Trauma: Fourth Edition, CRC Press, 2014.
7. Zimmerli W.N. Clinical Practice Vertebral Osteomyelitis. 2010

29

30

Anda mungkin juga menyukai