Anda di halaman 1dari 14

KOARKTASIO AORTA

PENDAHULUAN
Koarktasio aorta merupakan kelainan jantung bawaan non-sianotik yang paling
banyak menyebabkan gagal jantung pada bayi-bayi di minggu pertama setelah kelahirannya
dengan angka kejadian 1 dari 2.323 kelahiran hidup, urutan ke enam terbanyak dari
penyakit jantung kongenital dan sekitar 6-8% dari seluruh pasien dengan kelainan jantung
kongenital. Ras tidak berpengaruh terhadap prevalensi koarktasio aorta. Laki-laki lebih
banyak dari perempuan dengan perbandingan 2:1 Dan diketahui berkaitan dengan kelainan
genetik Sindrom Turner (45XO) dengan angka kejadian berkisar 15-35%.1
Koarktasio aorta dapat merupakan kelainan yang berdiri sendiri (isolated) atau
disertai kelainan lain, yang tersering adalah duktus arteriosus persisten, defek septum
ventrikel, atau stenosis aorta (Bicuspid Aortic Stenosis).
Paris pertama kali mendeskripsikan Koarktasio aorta pada tahun 1791, namun baru
pada tahun 1920 hal ini disadari sebagai penyebab kematian yang mendadak pada bayi
setelah dilahirkan. Pasien yang menderita Koarktasio aorta yang mencapai usia dewasa
sebelum ditemukan tindakan intervensi, hanya bertahan hidup sampai dekade ketiga.
Sebagian besar penderita meninggal oleh karena aneurisma aorta, endokarditis, aortitis,
stroke atau CHF.2
Pada tahun 1945 Crafoord dan Nylin melakukan operasi koreksi untuk pertama
kalinya dengan reseksi koartasio dan end-to-end anastomosis. Percutaneous balloon
angioplasty mulai dikenal tahun 1982.Sedangkan pemasangan stent pada koarktasio aorta
pertama sekali dilakukan pada tahun 1991. Dan selama satu dekade terakhir pemakaian
stent endovaskular telah banyak dilakukan.3

Tujuan dari penulisan sari pustaka ini adalah untuk menjelaskan Koarktasio aorta dari
segi embriologi, sirkulasi janin, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaannya.

DEFINISI
Koarktasio aorta adalah obstruksi pada aorta akibat penyempitan aorta yang
sebagian besar terletak di distal percabangan arteri subclavia sinistra. Lokasi koarktasio
aorta hampir selalu di tempat masuknya duktus arteriosus, tetapi dapat juga di pra atau
paskaduktus.4

Gambar 1. Koarktasio aorta


(diambil dari Moore Persaud: The Developing Human,
Clinically Oriented Embryology, 6th Ed, 1998)

EMBRIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI 5


Arkus aorta dan percabangannya berkembang antara minggu keenam dan
kedelapan kehamilan. Embriologi arkus aorta III membentuk arteri carotis communis.
Lengkung aorta IV membentuk arkus aorta toraks dan isthmus dan percabangan lainnya
akan berinvolusi. Embriologi lengkung aorta VI berkembang menjadi arteri pulmonal
proksimal, dengan lengkung aorta keenam kiri menjadi duktus arteriosus. Terjadinya
Koarktasio aorta torakalis adalah akibat pertumbuhan abnormal pada lengkung aorta kiri
2

yang keempat dan keenam. Namun penyebab yang mendasari perkembangan abnormal
dari lengkung aorta tersebut belum sepenuhnya dimengerti.

Gambar 2. Pertumbuhan Aorta dan percabangannya.


(diambil dari Moore Persaud: The Developing Human,
Clinically Oriented Embryology, 6th Ed, 1998)

Pada kehidupan intra uterin, aliran darah janin yang melalui aorta descendens
sebagian besar dipasok oleh darah dari ventrikel kanan melaui duktus arteriosus.
Sementara itu, aliran darah dari ventrikel kiri menyuplai darah ke aorta ascendens dan
arteri-arteri brakiosefalika. Bila terdapat Koarktasio aorta yang cukup berat, pasokan darah
masih dapat dikompensasi oleh ventrikel kanan melaui duktus arteriosus. Setelah bayi lahir,
duktus ini akan menutup sehingga terjadi peningkatan afterload ventrikel kiri secara tiba-tiba.
Hal ini akan menyebabkan ventrikel kiri tidak dapat mengkompensasi. Kegagalan ventrikel
kiri ini akan menimbulkan tekanan yang tinggi di atrium kiri yang diikuti hipertensi pulmonal.

Hipertensi pulmonal ini akan menambah beban kerja ventrikel kanan yang sudah berat dan
jatuh dalam keadaan gagal jantung kongestif.4
Pada kondisi Koarktasio aorta nya tidak berat, afterload ventrikel kiri akan meningkat
secara bertahap sehingga akan terjadi hipertrofi ventrikel kiri. Kejadian tersebut akan
dikompensasi dengan pembentukan pembuluh darah kolateral untuk menyuplai darah ke
tubuh bagiah bawah. Anak tampak asimtomatik sampai terjadi hipertensi atau munculnya
komplikasi lain.3 Aliran darah kolateral terbagi dua, yaitu kolateral anterior dan posterior.
Kolateralisasi anterior dimulai dari arteri subklavia ke arteri mamaria interna menuju ke arteri
epigastrika untuk menyuplai darah ke tubuh bagian bawah atau ekstremitas inferior.
Sirkulasi kolateral kompensatoir, meliputi pembuluh darah interkostal, mamaria
interna dan spinal. Dengan demikian karena sirkulasi kolateral meluas, pasien dengan
koarktasio berat hanya terdapat perbedaan kecil tekanan darah antara lengan dan tungkai.7

Gambar 3. Sirkulasi kolateral pada Koarktasio aorta.


(Diambil dari M. Yung Park. Pediatric Cardiology for Practitioners,
5th Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008)

ETIOLOGI 4,7,10
4

Beberapa teori telah dijelaskan untuk menerangkan penyebab Koarktasio aorta,


antara lain teori konstriksi duktus arteriosus dan teori hemodinamik. Pada teori konstriksi
duktus, Koarktasio aorta terjadi akibat migrasi sel otot polos duktus ke periduktal aorta
sehingga terjadi konstriksi setelah bayi lahir sebagai awal dari koarktasio aorta. Sementara
itu, teori hemodinamik menyebutkan bahwa kurangnya aliran darah janin yang melalui arkus
aorta akibat anomali lain pada jantung akan menyebabkan hipoplasia arkus. Selain kedua
teori tersebut, saat ini semakin banyak bukti bahwa faktor genetik berperan dalam
perkembangan Koarktasio aorta dan hipoplasia arkus. Seperti Sindroma Turner yang dalam
beberapa catatan terjadi pada 15 - 30% penderita Koarktasio aorta.
DIAGNOSIS 4
Diagnosis Koarktasio aorta secara umum dapat dilakukan atas anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang diagnosis. Gejala mungkin baru timbul pada masa remaja,
tetapi bisa juga muncul pada saat bayi, tergantung kepada beratnya tahanan terhadap aliran
darah.
Gambaran klinis pada Koarktasio aorta dapat dibedakan pada dua grup yaitu pada
bayi yang simtomatik dan pada bayi dan anak yang lebih besar yang asimtomatik.

Bayi yang simtomatis


Pada awal-awal kehidupan dalam 6 minggu pertama bayi akan malas minum, sesak
nafas, gangguan pertumbuhan dan berkembang secara progresif ke arah gagal jantung
kongestif. Pada pemeriksaan fisik bayi terlihat pucat dan distress pernafasan, oliguria atau
anuria, syok sirkulasi dan asidemia berat. Pulsasi arteri perifer tidak teraba atau teraba
lemah. Dapat dijumpai desah jantung dan S3 gallop.7
Pada pemeriksaan penunjang Elektrokardiografi (EKG) ditemukan hipertrofi ventrikel
kanan (RVH), atau RBBB (Right bundle branch block) dengan aksis jantung ke kanan. Pada
foto toraks dapat dijumpai kardiomegali dan edema paru. Pada Ekokardiografi dapat terlihat
gambaran Koarktasio aorta.7
Ekokardiografi menggambarkan anatomi intrakardiak beserta anomali-anomali
lainnya. Pada bayi, isthmus aorta dan aorta descendens proksimal dapat ditampilkan
dengan menggunakan pandangan parasternal parasagital atau pandangan suprasternal.
Pandangan suprasternal dapat melihat arkus arota untuk evaluasi arkus transversa, isthmus
dan menilai keparahan koarktasio.4
5

Penatalaksanaan
Infus Prostaglandin E 1 (PGE1) harus dilakukan secara cepat pada bayi yang
mengalami gagal jantung atau syok. Pasien seperti ini sering kali membutuhkan intubasi dan
ventilasi mekanik, diuretik, koreksi asidosis metabolik dan pemberian inotropik. 3 Pemberian
PGE1 dengan tujuan mempertahankan PDA agar tetap terbuka akan sangat membantu
memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk operasi koreksi. PGE1
diberikan secara infus dengan dosis awal 0,05 0,1 ug/kgBB/i dan dapat ditingkatkan
dosisnya menjadi 0,2 ug/kgBB/i jika dosis awal belum efektif. Respons maksimal dicapai 15
menit hingga 4 jam setelah awal pemberian. Efek samping dan komplikasi dari PGE1 adalah
vasodilatasi perifer, hipotensi, gangguan irama jantung, kejang, demam, depresi pernafasan,
tingginya angka kejadian infeksi, diare, gangguan metabolik dan yang jarang adalah
koagulopati. Efek samping ini sangat berkaitan dengan dosis yang tinggi dan masa
pemberian yang lama.8
Segera setelah ada perbaikan kondisi pasien, dilaksanakan tindakan koreksi
intervensi bedah. Pada kasus yang disertai dengan VSD, operasi koreksi dapat dilakukan
secara bersama jika VSD dianggap besar dan tidak akan menutup sendiri, dan dilakukan
secara insisi median sternotomy. Namun jika VSD dianggap akan menutup spontan hanya
dilakukan tindakan terhadap Koarktasio saja.7
Bayi dan Anak yang asimtomatik
Pada bayi dan anak yang lebih besar yang asimtomatik, keluhan hampir tidak ada
namun sesekali mengeluhkan lemah dan atau nyeri pada tungkai bawah setelah
beraktifitas.7 Sering juga didiagnosis sebagai hipertensi. Sekitar 89-92% hanya dijumpai
hipertensi

pada

ekstremitas

superior

dalam

pemeriksaan

klinis.

Penting

untuk

membandingkan tekanan darah pada ke empat ekstremitas. Perbedaan tekanan darah


ekstremitas superior dan inferior di atas 20 mmHg dapat menjadi bukti adanya Koarktasio
aorta. Kadang kala tekanan pada lengan kiri lebih rendah dibanding lengan kanan, bila arteri
subclavia kiri terlibat dalam koarktasio. Hal yang sama terjadi bila arteri subclavia kanan
berada di distal koarktasio yang dapat menyebabkan turun atau hilangnya pulsasi pada
arteri brakhialis kanan.8
Bising jantung dapat dijumpai. Thrill dapat dirasakan pada cekungan suprasternal
atau pada daerah precordial akibat stenosis katup aorta.7
Pada pemeriksaan EKG bisa normal atau dijumpai axis jantung ke kiri, hipertrofi
ventrikel kiri (LVH). Pada foto toraks ukuran jantung masih normal atau kardiomegali ringan,
6

juga dapat terlihat dilatasi pada aorta ascendens.7 Dua gambaran khas dari Koarktasio aorta
adalah lesi pada tepi bawah kosta (rib notching) dan gambaran angka 3 (figure 3 sign). Rib
notching jarang terlihat sebelum umur 10 tahun.4
MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan pemeriksaan non-invasif yang akan
menunjukkkan penyempitan aorta

serta ada tidaknya kolateralisasi. MRI ini bermanfaat

pada penderita yang lebih tua dan untuk evaluasi paska operasi guna menilai obstruksi
arkus aorta residual, hipoplasi arkus dan pembentukan aneurisma.4,6
Penatalaksanaan
Penanganan pada pasien sebaiknya dilakukan pemantauan yang ketat untuk
terjadinya hipertensi. Direncanakan untuk tindakan operasi koreksi elektif terhadap
Koarktasio aorta. Usia untuk tindakan operasi 4-5 tahun. Jika pada pemeriksaan ditemukan
gradien tekanan darah > 20 mmHg koreksi bedah dilakukan pada usia 2-4 tahun. Namun
pada anak yang lebih besar koreksi bedah direncanakan segera setelah diagnosis
ditegakkan.7

Gambar 4. Pasien dewasa dengan juxtaductal Koarktasio aorta,


menunjukkan gambaran rib notching, arteri subklavia kiri
yang prominent dan kardiomegali
(diambil dari QJM 1999; 92: 365-371)

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Koarktasio aorta adalah untuk menghilangkan obstruksi yang
terjadi. Hal ini dapat dilakukan secara bedah atau dilatasi dengan balon dengan atau tanpa
pemasangan stent. Medikamentosa diberikan sampai dilakukan tindakan intervensi.14

KOAR Klini
KTASI s,
EKGKOA
KOARK
O
, Ro,RKT
AORT
Arc TASIO
Ark +Diserta
Eko
A
us
us
i ASIO
VSD

KOA
RKT
Repa
rasi
ASI:
- E to V Aort
VS Aort
Re
O
E
a
a
S
D
par
SED
- Flap D normu hipo
asi
ERH
subkl
mal
plas
Repa
Repa ko
tu ltip
avia rasi
tik
ANA
rasi mp
n
el
Koar
g
Patc ktg+
h tutup
al
VSD

Koar lit
kt dal
am
CP
B

kar
hipopl
No KOM
diog
astik
rw
raf
PLE
LV
oo&
Repara
MV
d KS
si
(HLHS)
ta
Koarkt
ha
+
pI
Repara
si
intrakar
diak

Gambar 5 . Tatalaksana koartasio aorta9


Keterangan : CPB: cardiopulmonary bypass;
HLHS: hypoplastic left heart syndrome;
E to E: end to end; LV: left ventricle; MV: mitral valve

Tindakan koreksi bedah


Tindakan operatif bertujuan menghilangkan stenosis dan regangan pada dinding
aorta, serta mempertahankan patensi dari aorta. Koreksi segera sesudah diagnosis pada
usia muda mempunyai risiko yang lebih kecil dibanding usia yang lebih lanjut. Sesudah usia
30-40 tahun angka mortalitas intraoperatif tinggi akibat adanya proses degenerasi pada
dinding aorta. Tindakan operasi umumnya dilakukan melalui pendekatan left lateral
thoracotomy.
8

Jenis prosedur operasi yang dapat dilakukan : 10,12,14


1. Resection and end-to-end anastomosis, ini adalah jenis tindakan operasi yang
pertama kali dilakukan dan yang paling sering dilakukan. Jenis operasi yang lain
2.
3.
4.
5.
6.
7.

seperti di bawah ini :


Subclavian flap
Resection and end-to-end anastomosis enlarged to the aortic arch
Pyloroplasty type
Patch aortoplasty
End-to-end conduit interposition
Left subclavian artery to descending thoracic aorta conduit interposition

Gambar 6. Ilustrasi berbagai tipe operasi Koarktasio aorta


(A) Subclavian flap. (B) Resection and end-to-end anastomosis enlarged to the aortic arch.
(C) Resection and end-to-end anastomosis. (D) Pyloropasty type

(E) Patch aortoplasty. (F) End-to-end conduit interposition.


(G) Left subclavian artery to descending thoracic aorta conduit interposition.
(diambil dari A.F Como et.al European Journal of Cardio-thoracic Surgery 20(2001) 1202-1206)

Balon dan Stent pada Koarktasio aorta


Tindakan intervensi berupa angioplasti dengan atau tanpa implantasi stent
merupakan pengobatan alternatif baik pada anak-anak maupun dewasa.
Pada kondisi re-koarktasio, terdapat kesepakatan bahwa pilihan lebih kepada
tindakan angioplasti baik dengan atau tanpa stent.10,11,13

Gambar 7. Balon dan stent pada Koarktasio aorta


(diambil dari Sievert H, Qureshi SA, Wilson N, Hijazi ZM.
Percutaneous Interventions for Congenital Heart Disease, Informa, 2007)

10

KOMPLIKASI 6,10,13,14
Komplikasi pada tatalaksana bedah pada pasien Koartasio Aorta dapat timbul sebelum
tindakan, komplikasi segera atau jangka panjang setelah operasi.
Komplikasi yang mungkin timbul sebelum tindakan intervensi :
-

Bayi dengan koarktasio aorta yang simtomatik mempunyai mortalitas tinggi tanpa

tindakan pembedahan.
Menderita penyakit jantung hipertensi maupun gagal jantung kongestif.
Kecenderungan menderita aterosklerosis, infark miokardium dan cerebral vascular

accicent.
Robekan/diseksi spontan aorta.
Robekan sistem saraf sentral (aneurisma berry).

Komplikasi segera :
-

Perdarahan
Hipertensi rebound
Paraplegia
Gagal ginjal
Nyeri abdominal
Chylothorax

Komplikasi jangka panjang :


-

Re-koarktasio
Angka kejadian re-koarktasio aorta lebih tinggi pada pasien yang dilakukan tindakan

koreksi bedah saat usia dini. Dengan angka kejadian 11-42%. Penatalaksanaan untuk
kejadian re-koarktasio ini adalah dengan tindakan balon angioplasti baik dengan atau tanpa
stent, atau pada kondisi yang sulit dilakukan pemasangan graft yang melewati bagian aorta
yang stenosis tersebut.

11

Gambar 8. Pemasangan graft melewati arkus aorta.


(Diambil dari : Stark J, Leval Md, Tsang VT.
Surgery for Congenital Heart Defects, 3rd edition, 2006. P.295)

PROGNOSIS 7,8
Pasien yang tidak dilakukan tindakan koreksi, umur harapan hidup 35 tahun, namun
sekitar 20% nya dapat mencapai usia 50 tahun. Jika koreksi Koarktasio aorta dilakukan
sebelum usia 14 tahun, survival rate selama 20 tahun sekitar 91%. Jika koreksi dilakukan di
atas usia 14 tahun, survival rate selama 20 tahun sekitar 79%.
Angka mortalitas pada tindakan koreksi bedah pada neonatus kurang dari 5%, pada
anak yang lebih besar <1% namun jika bersamaan dengan koreksi VSD <10%.

KESIMPULAN
Koarktasio aorta merupakan penyakit jantung bawaan non sianotik yang dengan
prevalensi

6-8%

dari

CHD

yang

memerlukan

tindakan

koreksi

bedah

dalam

penanganannya.
Tujuan koreksi adalah untuk menghilangkan stenosis dan regangan pada dinding
aorta, serta mempertahankan patensi aorta. Koreksi yang dilakukan segera setelah
diagnosis ditegakkan pada usia muda mempunyai resiko yang lebih kecil dibandingkan usia
yang lebih lanjut. Koreksi setelah usia 30-40 tahun mortalitas intraoperatif tinggi akibat
adanya proses degenerasi pada dinding aorta. Tindakan intervensi berupa angioplasti
dengan atau tanpa implantasi stent merupakan pengobatan alternatif baik pada anak-anak
maupun dewasa.
12

Pentingnya untuk menegakkan diagnosis secara cepat pada bayi yang baru
dilahirkan yang diduga menderita Koarktasio berat. Sebab pada kondisi ini dapat
menyebabkan gagal jantung pada usia dini dalam waktu kurang dari 2 minggu
kehidupannya. Sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari
kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan
sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer. Pemberian PGE1 dengan tujuan mempertahankan
PDA agar tetap terbuka akan sangat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu
persiapan untuk operasi koreksi.
Pemantauan jangka panjang dengan ahli jantung sangat diperlukan untuk menilai
dan menangani komplikasi lanjut setelah tindakan koreksi.

13

DAFTAR PUSATAKA
1. Benson LN, McLaughlin PR, Koarktasio of the Aorta in Freedom RM, Yoo SJ, Mikailian,
Williams WG. The Natural and Modified History of Congenital Heart Disease Blackwell
Publishing, 2004, p.251-65.
2. Jenkins NP, Ward C, Review : Coarctation of the aorta : natural history and outcome after
surgical tratment, Q.J. Med, 1999; 92:365-371.
3. Rosenthal E, Congenital Heart Disease : Coarctation of the aorta from fetus to adult : Curable
condition or life long disease process?, Heart 2005, 91: 1495-1502.
4. Irawati D, Wahab AS. Koarktasio aorta, dalam :Wahab AS, Kardiologi Anak, Penyakit Jantung
Kongenital yang Tidak Sianotik. EGC, Jakarta, 2009, p.231-49.
5. Beekman RH. Coarctation of the Aorta, in: Allen HD, Driscoll DJ, Shaddy RE, Feltes TF,
DeStefano FR, et.al, Coarctation of the Aorta in : Moss and Adams Heart Disease in Infants,
Children and Adolescents : Including the Fetus and Young Adults, Lippincott Williams &
Wilkins, 7th Edition, 2008, p.988-1003
6. Fyler DC, Koarktasio Aorta dalam Kardiologi Anak Nadas, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, Cetakan I, P.609-30
7. Park MK. Coarctation of the Aorta in Pediatric Cardiology for Practitioners, ed.5. Philadelphia:
Mosby Elsevier, 2008, p.257-67.
8. Hastings LA, Nichols DG. Coarctation of the aorta. In : Nichols D.G, Ungerleider R.M, Spevak
P.J, Greeley W.J, Cameron D,E, et.al, Coarctation of the aorta in Critical Heart Disease in
Infants and Children, Second Edition, 2006.
9. Madiyono B, Rahayuningsih SE, Sukardi R. Koartasio aorta dalam : Madiyono B,
Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak, Balai
Penerbit FK UI, Jakarta, 2005. P.23-4
10. Tsang VT, Stark J. Coarctation of the Aorta in : Stark J, Leval Md, Tsang VT. Surgery for
Congenital Heart Defects, 3rd edition, 2006. P.323-334.
11. Qureshi SA. Stenting in aortic coarctation and transverse arch/isthmus hypoplasia in: Sievert
H, Qureshi SA, Wilson N, Hijazi ZM. Percutaneous Interventions for Congenital Heart
Disease, Informa, 2007, p.475-84.
12. Corno AF, Botta U, Hurni M, Payot M, Sekarski N, et.al. Surgery for aortic coarctation : a 30
years experience. European Journal of Cardio-thoracic Surgery.20(2001)1202-1206
13. Mullins CE, Dilatation of coarctation of the aorta-native and re/residual coarctation in : Cardiac
Catheterization in Congenital Heart Disease : Pediatric and Adult. Blackwell Publishing, 2006,
p.454-70.
14. Jonas RA, DiNardo J, Laussen PC, Howe R, LaPierre, et.al. Coarctation of the aorta in :
Comprehensive Surgical Management of Congenital Heart Disease, 2004, p.207-23.

14

Anda mungkin juga menyukai