Anda di halaman 1dari 26

CAMPURAN BERASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN

ASPAL MODIFIKASI SBMA


1. Ruang Lingkup dan Kegunaan
Petunjuk Teknis pekerjaan campuran beraspal panas ini digunakan sebagai acuan pelaksanaan untuk
pekerjaan campuran beraspal panas pada pekerjaan pembangunan maupun pemeliharaan jalan.
Petunjuk ini mencakup tata cara pembuatan Job Mix Formula, pelaksanaan pencampuran dan
pelaksanaan pelapisan campuran beraspal panas menggunakan aspal yang dimodifikasi aspal alam
(SBMA) dengan mengacu Spesifikasi Khusus dan Spesifikasi Umum bidang Jalan dan Jembatan yang
diterbitkan Departemen Pekerjaan Umum yang berlaku.
Manual dilengkapi dengan ilustrasi dan foto yang tepat guna, mudah dipahami dan dilaksanakan,
terutama oleh pengguna yang terlibat dalam pelaksanaan campuran beraspal panas.
Campuran beraspal panas yang menggunakan SBMA lebih diutamakan untuk melapis ruas jalan
dengan temperatur perkerasan beraspal yang tinggi untuk melayani lalu-lintas berat dan padat yaitu
untuk beban lalu-lintas rencana > 10.000.000 ESA atau LHR > 2.000 kendaraan per hari dengan jumlah
kendaraan truk lebih dari 15%.

2. Jenis Campuran
Jenis campuran panas dan ketebalan lapisan harus mengikuti Spesifikasi Teknis atau petunjuk Direksi.
Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete, AC atau Laston), terdiri dari tiga Jenis campuran yaitu:

AC Lapis Aus (AC WC) dengan ukuran max agregat 19 mm

AC Lapis Antara (AC Binder Coarse, AC BC) dengan ukuran max agregat 25.4 mm

AC Lapis Pondasi (AC Base) dengan ukuran max agregat 37,5 mm.
Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan aspal SBMA aspal yang dimodifikasi dengan aspal
alam disebut masing-masing sebagai AC-WC Modified, AC-BC Modified, dan AC-Base Modified.

3. Acuan Normatif
Semua standar pengujian mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan didalam Spesifikasi Teknis PU
Bina Marga.

4.

Istilah dan Definisi

4.1 Asbuton
Bahan aspal alam yang tersedia di pulau Buton yang digunakan sebagai substitusi aspal minyak dan
aditive dalam campuran beraspal.
4.2 SBMA (Summitama Buton Modified Asphalt)
Campuran antara aspal minyak pen 60/70 dengan asbuton hasil olahan ditambah bahan lain dan
tambahan anti-oksidan.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 1

4.3 Alat pengaduk khusus


Alat pengaduk aspal tambahan pada unit pencampur aspal (AMP) yang dilengkapi pemanas,
berfungsi untuk menjamin homogenitas serta mencegah terjadinya pengendapan mineral SBMA.
4.4 Alat sirkulasi
Alat tambahan yang ditempatkan pada ketel pemanas aspal unit pencampur aspal (AMP), berfungsi
sebagai alat sirkulasi untuk menjamin homogenitas dan mencegah terjadinya pengendapan SBMA.

5.

Bahan yang digunakan


Campuran beraspal panas menggunakan SBMA adalah merupakan gabungan antara agregat kasar,
halus , filler (bila perlu) serta SBMA yang dicampur, dihampar serta dipadatkan secara panas pada
temperatur tertentu.
5.1. Agregat
5.1.1. Agregat kasar
a)

Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah dan harus
disediakan dalam ukuran-ukuran nominal tunggal;

b)

Fraksi agregat kasar dalam petunjuk ini adalah agregat yang tertahan diatas saringan No. 8
(2,38 mm);

c)

Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh menggunakan agregat kasar
kotor dan berdebu serta jumlah bahan lolos ukuran 0,075 mm tidak boleh lebih besar dari 1%;

d)

Agregat kasar harus bersih, keras, awet, bebas dari lempung atau bahan-bahan lain yang tidak
dikehendaki dan harus memenuhi persyaratan yang diberikan pada Tabel 1
Tabel 1 Persyaratan agregat kasar
Pengujian
Kekalan bentuk agregat terhadap larutan

Standar
Natrium sulfat
Magnesium Sulfat

Abrasi

Campuran AC modifikasi

100 putaran
500 Putaran

dengan

SNI 3407 : 2008

mesin Los

Semua Jenis campuran

100 Putaran

Angeles

aspal bergradasi lainnya

500 Putaran

Nilai
Maks . 12%
Maks . 18%
Maks. 6%

SNI 2417 : 2008

Maks. 30%
Maks. 8%
Maks. 40%

Kelekatan agregat terhadap aspal

SNI 2439 : 2011

Min. 95%

Butir pecah pada Agregat Kasar

SNI 7619 : 2012

95/90

ASTM D4791

Maks. 10%

Partike Pipih dan Lonjong


Material lolos Ayakan No. 200

Perbandingan 1 : 5
SNI 03-4142 - 1996

Maks. 2%

5.1.2. Agregat halus


a) Agregat halus terdiri atas agregat hasil pemecah batu (abu batu) atau pasir alam dengan ukuran
lolos saringan No. 8 (2,38 mm);
Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 2

b) Agregat halus harus terdiri atas partikel-partikel yang bersih, keras, tidak mengandung lempung
atau bahan lain yang tidak dikehendaki. Abu batu harus dihasilkan dari batu yang memenuhi
persyaratan dalam Tabel 2. Pasir alam dan abu batu tidak boleh mengandung bahan yang
lolos saringan 0,075 mm (SNI 03-4142-1996) lebih dari 8% dan diuji dengan Setara Pasir (SNI
03-4428-1997) tidak kurang dari 50%.

Tabel 2 Persyaratan Agregat Halus


Pengujian

Standar

Nilai

Nilai Setara pasir

SNI 03-4428-1997

Min. 60%

Angularitas dengan uji Kadar Rongga

SNI 03-6877-2002

Min. 45

Gumpalan Lempung dan butir-butir mudah

SNI 03-4141-1996

Maks. 1%

SNI ASTM C117 : 2012

Maks. 10%

pecah dalam Agregat


Agregat Lolos Ayakan No. 200

5.1.3. Bahan pengisi (filler)


Umumnya tidak diperlukan tambahan bahan pengisi untuk campuran beraspal panas menggunakan
SBMA, kecuali material lolos saringan No.200 (0,074mm) dalam agregat tidak mencukupi.
5.2. SBMA
5.2.1. Proses Pembuatan SBMA
SBMA merupakan gabungan antara asbuton yang diproses dengan aspal keras pen 60 atau pen 80
yang pembuatannya dilakukan secara Pabrikasi dengan proses seperti diperlihatkan bagan alir pada
Gambar 1.

Asbuton yang
diproses

Aspal Keras Pen 60


Atau Pen 80

Unsur
Tambahan

Proses
Pencampuaran pada
Temp. 155 165C

SBMA Blend

Distribusi

Gambar 1 Proses Pembuatan SBMA blend


5.2.2. Karakteristik SBMA
Karakteristik SBMA secara umum telah memenuhi persyaratan pada Spesifikasi Umum Jalan dan
Jembatan seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 3

Tabel 3 Karakteristik SBMA


No.

6.

Jenis Pengujian

Metode

Karakteristik

Syarat*)

SBMA

1.

Penetrasi, 25C; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm

SNI 06-2456-1991

40 50

Min. 50

2.

Titik Lembek, C

SNI 06-2434-1991

55-56

Min. 50

3.

Titik Nyala, C

SNI 06-2433-1991

270-330

232

4.

Daktilitas; 25C, cm

SNI 06-2432-1991

50-100

100

5.

Berat jenis

SNI 06-2441-1991

1,05-1,13

1,0

6.

Kelarutan dalam Trichlor Ethylen,% berat

RSNI M-04-2004

90-93

90

7.

Penurunan Berat (dengan TFOT),% berat

SNI 06-2440-1991

0,01-2

0,8

8.

Penetrasi setelah kehilangan berat,% asli

SNI 06-2456-1991

Min. 55

54

9.

Daktilitas setelah TFOT, cm

SNI 06-2432-1991

Min. 50

50

10 Mineral Lolos Saringan No. 100,% *


SNI 03-1968-1990
Catatan : *) Spesifikasi Umum 2010 R.3

Min. 90

Min. 95

Pembuatan Formula Campuran Kerja (JOB MIX FORMULA JMF)

6.1. Umum
Pembuatan Formula Campuran Kerja (Job Mix Formula) yang selanjutnya disingkat JMF, meliputi
penentuan proporsi dari beberapa fraksi agregat dengan SBMA sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat.
Pembuatan campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari pengujian mutu bahan,
penentuan gradasi agregat gabungan, membuat Formula Campuran Rencana (Job Mix Design) yang
selanjutnya disebut JMD yang dilakukan di laboratorium. JMD dapat disetujui menjadi JMF apabila
dari hasil percobaan pecampuran dan pemadatan telah memenuhi persyaratan pada spesifikasi.
6.2. Tahapan pembuatan Formula Campuran Kerja (JMF)
6.2.1. Penyiapan bahan
Untuk keperluan perencanaan campuran beraspal panas di laboratorium diperlukan contoh agregat,
SBMA dan filler (bila perlu) yang cukup untuk pengujian. Jumlah contoh bahan yang harus disiapkan
adalah seperti diperlihatkan pada Tabel 4.
Setelah semua jenis bahan yang akan digunakan dalam perencanaan diuji dan telah memenuhi
persyaratan, dilanjutkan dengan langkah pembuatan JMF berikutnya.
Tabel 4 Jumlah contoh bahan untuk Perencanaan Campuran

No.

Uraian

Jumlah contoh
4 kg

Keterangan

1.

SBMA

2.

Agregat kasar

25 kg

Bin dingin/stockpile

3.

Agregat halus, pasir

25 kg

Bin dingin/stockpile

4.

Bahan pengisi (bila diperlukan)

10 kg

Bin dingin/stockpile

Jumlah

Stockpile

6.2.2. Penentuan jenis campuran beraspal panas


Perencanaan campuran beraspal panas mengggunakan SBMA berlaku untuk lapis aus (AC-WC
asb.Mod), lapis antara (AC-BC Asb.Mod) dan lapis pondasi (AC-BC.Asb.Mod).

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 4

Persyaratan gradasi dan karakteristik campuran beraspal panas adalah seperti diperlihatkan pada
Tabel 5.
Tabel 5 Amplop Gradasi Agregat Gabungan
% Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran
Ukuran
Ayaan
(mm)

Latasir (SS)

Lataston (HRS)
Gradasi Senjang3

Kelas A

Kelas B

WC

Base

Laston (AC)

Gradasi Semi
Senjang2
WC

Base

WC

37.5
25
19

100

100

12.5
9.5

90 - 100

4.75
2.36
1.18
0.600
0.300
0.150
0.075

75 - 100

10 - 15

8 - 13

BC
100
90 100

Base
100
90 - 100
76 90

100

100

100

100

100

90
100

90 - 100

87 - 100

90 - 100

90
100

75 - 90

75 85

65 - 90

55 85

55 - 70

77 90

66 - 82

52 -71

53 69
33 53
21 40
14 30
9 22
6 15

46 - 64
30 - 49
18 - 38
12- 28
7 - 20
5 - 13

35 64
23 34
13 -30
10 22
6 15
4 10

49

4-8

37

50 72

35 - 55

50 - 62

32 - 44

35 60

15 - 35

20 - 45
15 - 35

15 - 35
5 35

6 10

2-9

6 - 10

4-8

60 78

Sumber : Seksi 6.3. Spesifikasi Umum 2010. R.3

6.2.3. Peralatan Laboratorium


Kelengkapan dan kelaikan peralatan laboratorium harus sesuai dengan dokumen kontrak dan harus
dapat mendukung pengujian-pengujian yang tercantum dalam Spesifikasi Umum/Spesifikasi Khusus.
Peralatan uji yang harus tersedia dan telah dikalibrasi:
a. Alat ekstraksi: soklet dengan pelarut TCE (Trichloro Ethylene)
b. Saringan/ ayakan dengan susunan lengkap
c. Alat uji kadar air
d. Alat Uji Marshall lengkap.
e. Alat pengambilan sampel untuk uji kepadatan lapangan.
f. Termometer logam dan air raksa
6.2.4. Pembuatan Formula Campuran Rencana (JMD)
6.2.4.1. Agregat dari bin dingin/stockpile
Pembuatan Formula Campuran Rencana (JMD) berdasarkan material dari stock pile atau bin dingin
(cold bin), meliputi :
(1) Pengujian gradasi agregat dan menentukan kombinasi beberapa fraksi agregat sehingga
memenuhi spesifikasi gradasi yang ditentukan.
(2) Hitung perkiraan kadar aspal optimum rencana (Pb). Kadar aspal total dalam campuran adalah
kadar aspal efektif yang menyelimuti batir agregat, mengisi pori antara agregat, ditambah
dengan kadar aspal yang terserap masuk kedalam pori-pori masing-masing butir agregat.
Perkiraan kadar aspal rencana (Pb) dihitung berdasarkan persamaan:

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 5

Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% Filler) + K


Dimana:
=
Pb
CA
=
FA

kadar aspal optimum perkiraan


agregat kasar tertahan saringan No. 8
agregat halus lolos No. 8 dan tertahan No. 200

Filler =

agregat halus lolos saringan No. 200, tidak


mineral asbuton

Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat


yang rendah dan nilai 1,0 untuk penyerapan agregat
yang tinggi.

termasuk

Catatan:
1) Kadar aspal optimum perkiraan yang diperoleh dibulatkan mendekat angka 0,5 % yang
terdekat. Misal dari perhitungan didapat 6,3 %, dibulatkan menjadi 6,5 %, atau bila didapat
5,7 %, dibulatkan menjadi 5,5 %.
2) Pada pelaksanaan pekerjaan campuran panas yang menggunakan SBMA, kadar aspal
perkiraan (Pb) harus dibagi nilai hasil uji kelarutan (%),mengingat didalam SBMA masih
terkandung mineral asbuton.
(3) Melakukan pengujian Marshall dan volumetrik: rongga diantara agregat (VMA), rongga dalam
campuran (VIM) dan rongga terisi aspal (VFA) dari benda uji yang telah dibuat, pada kadar aspal
yang bervariasi.
Benda uji (briket) dibuat pada kadar aspal optimum perkiraan (Pb), tiga varian nilai kadar aspal
di atas nilai Pb dan dua varian nilai kadar aspal di bawah nilai Pb dengan interval masingmasing kadar aspal adalah 0,5%. Pada setiap varian kadar aspal dibuat benda uji berupa briket
(4) Selain itu benda uji disiapkan pula untuk menentukan berat jenis maksimum campuran yang
belum dipadatkan (Gmm).
(5) Untuk mencari nilai VIM pada kepadatan membal/mutlak, buat minimum 3 (tiga) contoh uji
tambahan dengan satu kadar aspal pada VIM 5 % dan dua kadar aspal terdekat yang
memberikan VIM di atas dan di bawah 5 % dengan perbedaan kadar aspal masing-masing 0,5 %.
Padatkan benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak dengan alat pemadat getar listrik sesuai
BS 598 Part 104 (1989).

Jenis Campuran

Simbol

Tebal Nominal
Minimum (cm)

Latasir Kelas A

SS - A

1.5

Latasir Kelas B

SS - B

2.0

HRS - WC

3.0

HRS Base

3.5

Lapis Aus

AC - WC

4.0

Lapis Antara

AC BC

6.0

AC - Base

7.5

Lataston

Lapis Aus
Lapis Pondasi

Laston

Lapis Pondasi

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 6

Gambar 2 Tipikal grafik hubungan karakteristik Marshall dengan kadar aspal.


(6) Mengevaluasi hasil pengujian dan menentukan kadar aspal optimum dari campuran dengan
langkah-langkah:
a) Gambarkan di dalam grafik hubungan antara kadar aspal dengan hasil pengujian:
Kepadatan
Stabilitas
Kelelehan
VMA
VFA
VIM dari hasil pengujian Marshall
VIM dari hasil pengujian kepadatan membal/mutlak.
Contoh grafik hubungan nilai karakteristik Marshall dengan kadar aspal adalah seperti
diperlihatkan pada Gambar 2,
b) Gambarkan batas-batas spesifikasi dalam grafik dan tentukan rentang kadar aspal yang
memenuhi persyaratan Untuk masing-masing parameter yang tercantum dalam
persyaratan campuran, seperti diperlihatkan Gambar 3.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 7

Spesifika
si
Campura
n
Kepadat
an
(gr/cc)

Rentang kadar aspal yang memenuhi spesifikasi


4

VMA (%)
VFB (%)
VIM
Marshall
(%)
VIM
kepadatan
mutlak(%)
Stabilitas
(kg)
Keleleha
n (mm)
kuosien
Marshall
(mm)

KADAR ASPAL OPTIMUM RENCANA

Rentang
yang
memenuhi
parameter

Gambar 3. Grafik penentuan kadar aspal optimum


c) Periksa kadar aspal optimum rencana yang diperoleh, umumnya berada dekat dengan titik
tengah dari rentang kadar aspal yang memenuhi seluruh persyaratan.
d) Pastikan rentang kadar aspal campuran memenuhi seluruh kriteria lebih dari 0,6 persen sehingga
memenuhi toleransi produksi yang realistis (toleransi penyimpangan kadar aspal selama
pelaksanaan adalah 0,3 persen).
e) Buat benda uji untuk pengujian stabilitas dinamis dengan menggunakan alat Wheel Tracking
Machine (WTM) pada komposisi bahan agregat dan SBMA Blend 55 sesuai formula campuran
rencana (JMD).
(7) Melakukan kalibrasi bukaan pintu bin dingin dan tentukan bukaan sesuai dengan proporsi yang
telah diperoleh. Selanjutnya lakukan pengambilan contoh agregat dari masing-masing bin panas
(hot bin).
6.2.4.2 Agregat dari bin panas
Pembuatan Formula Campuran Rencana (JMD) berdasarkan material dari stock pile atau bin panas
(hot bins):
(1) Melakukan pengujian gradasi agregat dan menentukan kombinasi beberapa fraksi agregat yang
diambil dari bin panas. Gradasi campuran yang ditentukan harus sesuai gradasi yang
direncanakan berdasarkan material dari bin dingin.
(2) Melakukan langkah (2) s/d (6) seperti pada pembuatan JMD dengan agregat dari bin
dingin/stockpile.
Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 8

6.2.5. Percobaan Pencampuran (Trial Mix)


Dengan menggunakan proporsi yang telah diperoleh dari campuran rencana, untuk mengetahui
kinerja unit pencampur aspal (AMP), dilakukan percobaan pencampuran di AMP.
Yang perlu diperhatikan saat proses pencampuran adalah lamanya waktu pencampuran, karena
waktu pencampuran dalam (mixer/pugmill) terlalu lama, menyebabkan indeks penuaan aspal akibat
oksidasi akan meningkat.
6.2.6. Percobaan Penghamparan dan Pemadatan.
Percobaan campuran di unit pencampur aspal (AMP) dan percobaan penghamparan di lapangan
yang akan dijadikan bahan evaluasi untuk mempertimbangkan disetujui atau tidaknya formula
campuran rencana menjadi formula campuran kerja (JMF, Job Mix Formula, JMF), dengan cara:
o

Percobaan penghamparan dan pemadatan paling sedikit 50 ton campuran beraspal panas
untuk setiap jenis campuran dengan menggunakan produksi, penghamparan, peralatan dan
prosedur pemadatan yang diusulkan. Pelaksanaan dilakukan diluar lokasi proyek (atau sesuai
petunjuk Direksi Lapangan).

Pelaksana harus dapat menunjukkan bahwa alat penghampar (finisher) mampu


menghampar bahan sesuai dengan tebal yang disyaratkan tanpa segregasi, tergores, dan
sebagainya. Kombinasi jenis alat pemadat yang diusulkan mampu mencapai kepadatan yang
disyaratkan.

Contoh campuran harus dibawa ke laboratorium dan digunakan untuk membuat benda uji
Marshall maupun untuk pemadataan kepadatan mutlak (refusal density).

Pengambilan contoh inti (core sample) harus dilakukan untuk mengetahui derajat kepadatan
lapangan pada masing-masing variasi jumlah lintasan pemadatan.

Bilamana percobaan tersebut gagal memenuhi spesifikasi pada salah satu ketentuannya
maka perlu dilakukan penyesuaian dan percobaan harus diulang kembali.

Formula campuran rencana (JMD) tidak akan disetujui sebagai formula campuran kerja
(JMF), sebelum penghamparan percobaan yang dilakukan memenuhi semua persyaratan
dalam ketentuan spesifikasi.

Dua belas benda uji Marshall harus dibuat dari setiap percobaan pemadatan. Contoh
campuran beraspal dapat diambil dari AMP atau dari truk, dan dibawa ke laboratorium.

Benda uji Marshall harus dipadatkan pada temperatur dan jumlah tumbukan yang
disyaratkan. Kepadatan rata-rata untuk semua benda uji yang diambil dari percobaan
penghamparan yang memenuhi ketentuan harus menjadi Kepadatan Standar Kerja (Job
Standard Density), merupakan pembanding campuran beraspal terhampar pada pekerjaan
selanjutnya.

Jika semua tahapan telah dilaksanakan dan telah memenuhi semua persyaratan, maka formula akhir
tersebut disebut Formula Campuran Kerja (JMF).
Apabila terdapat salah satu persyaratan pada spesifikasi yang tidak terpenuhi maka langkah-langkah
tersebut harus diulang.
Langkah-langkah pembuatan JMF dapat digambarkan dalam bentuk bagan alir seperti diperlihatkan
pada Gambar 4.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 9

Mulai

Evaluasi jenis
campuran dan
persyaratannya

Kesesuaian
mutu bahan dengan
spesifikasi

tidak

Ganti bahan

tidak

Perbaikan alat
atau ganti alat uji

tidak

Perbaikan gradasi,
jika perlu ganti
bahan

ya

Kesesuaian
peralatan dengan standar
pengujian
ya

Pembuatan FCR untuk mengetahui


karakteristik campuran dari bin dingin

Kesesuaian
karaktristik campuran
dengan spesifikasi
ya

Kalibrasi bukaan bin dingin dan menentukan


bukaannya. Selanjutnya pengambilan contoh
dari bin panas dan diuji gradasinya
Penentuan komposisi tiap bin sesuai gradasi rencana,
selanjutnya pembuatan FCR untuk mengetahui
karakteristik campuran. Hasil yang diperoleh dievaluasi
untuk menentukan kadar aspal optimum
Uji coba pencampuran di AMP untuk melihat
kesesuaian operasional dengan rencana
(sebelumnya periksa kondisi AMP)

Sesuai dengan rencana

tidak

Jika perlu atau jika


terjadi banyak
overflow lakukan
perubahan gradasi

ya

Uji coba pemadatan di lapangan untuk


menentukan jumlah lintasan pemadat.

Campuran beraspal
mudah dipadatkan

tidak

Perubahan gradasi atau


penambahan pasir pada
proporsi yang diijinkan

ya

Pengesahan FCR
menjadi FCK
(Selesai)

Gambar 4. Bagan Alir Pembuatan JMF

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 10

Mulai

Permintaan untuk
mulai melakukan
pekerjaan (request)

Periksa

Batasan cuaca

tidak

Kesiapan permukaan jalan

Pengendalian
lalu-lintas

Pencampuran
Penghamparan
Pemadatan

Perbaikan

tidak

Periksa

Ya

Pengukuran,
pembayaran
Pemeliharaan
rutin
Selesai

Gambar 5. Bagan alir langkah pelaksanaan pelapisan campuran beraspal panas


dengan SBMA.
7. Pelaksanaan pekerjaan campuran beraspal panas menggunakan SBMA
7.1. Umum
Langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan campuran beraspal panas dengan SBMA, secara garis besar
ditunjukkan dalam bentuk bagan alir seperti diperlihatkan pada Gambar 7.1.
7.2. Penyiapan Peralatan Pelaksanaan
7.2.1. Unit Pencampur Aspal (AMP)
Unit pencampur aspal (Asphalt Mixing Plant,AMP) yang memproduksi campuran beraspal
menggunakan SBMA dapat berupa unit pencampur aspal dengan sistim takaran/timbangan
(batching plant) atau dapat berupa unit pencampur aspal jenis menerus (drum mixed
plant/continuous plant) yang telah diperiksa dan memenuhi persyaratan sesuai Pedoman
pemeriksaan AMP Pd.03.2005-B
Pada unit pencampur aspal yang digunakan untuk menghasilkan campuran beraspal panas
menggunakan SBMA, umumnya tidak perlu dilakukan modifikasi khusus, kecuali berupa
penambahan alat sirkulasi pada ketel aspal standar yang tersedia atau penyediaan tanki untuk
penyimpan dan pemasok SBMA ke AMP.
Unit pencampur aspal harus memiliki kapasitas yang cukup untuk melayani mesin penghampar
secara menerus (tidak terhenti) sewaktu menghampar campuran pada kecepatan normal dan
ketebalan yang disyaratkan.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 11

7.2.2. Peralatan untuk penyiapan/penyimpan SBMA.


Terdapat dua jenis alat penyiapan/penyimpan SBMA pada unit pencampur aspal jenis takaran
maupun menerus yaitu:
a) Ketel aspal standar yang diberi tambahan alat sirkulasi berupa rangkaian pipa-pipa logam
berdiameter tiga in serta pompa sirkulasi dengan tenaga penggerak 11-15 KW yang cukup kuat
untuk mensirkulasikan aspal, alat sirkulasi dipasang di luar dinding tanki standar, atau
b) Tanki khusus yang dapat menampung SBMA sekitar 15 - 20 ton. Tanki ini dilengkapi alat
pemanas yang mampu memanaskan SBMA Blend 55 sampai temperatur 165oC dan alat
pengaduk dengan putaran maksimal 100 rpm yang dapat menjamin kehomogenan dan
terdispersinya butir Asbuton di dalaM SBMA.
c) Pompa sirkulasi pada tanki standar dan alat pengaduk yang terdapat pada tanki khusus harus
dihidupkan dan difungsikan selama proses produksi campuran panas yang menggunakan SBMA.
d) Apabila pompa sirkulasi dan alat pengaduk tidak dioperasikan sesuai petunjuk, maka akan
terjadi pengendapan. Apabila terjadi hal demikian maka ketel khusus harus dibersihkan.
7.2.3. Alat pengangkut
a)

Truk jungkit (dump truck) untuk mengangkut campuran beraspal panas harus mempunyai bak
terbuat dari logam yang kokoh, bersih dan rata yang telah disemprot dengan sedikit air sabun
atau larutan kapur untuk mencegah melekatnya campuran beraspal ke bak. Penggunaan minyak
untuk keperluan ini tidak dibenarkan.

b)

Harus tersedia truk jungkit untuk pengangkut campuran beraspal panas dengan jumlah yang
cukup dan truk-truk tersebut harus diatur sedemikian rupa agar operasi mesin penghampar
dapat bekerja menerus pada kecepatan yang disetujui.

7.2.4. Alat penghampar


a)

Alat penghampar harus berupa mesin penghampar yang telah disetujui, mempunyai mesin
penggerak sendiri yang mampu menghampar dan membentuk campuran beraspal sesuai
dengan alinyemen horisontal dan vertikal yang direncanakan;

b)

Mesin penghampar harus dilengkapi penampung (hoper) dan ulir-ulir pembagi dalam arah yang
berlawanan untuk menempatkan campuran beraspal secara seragam di depan perata yang
dapat diatur. Mesin ini harus dilengkapi dengan perangkat kemudi yang cepat dan efisien dan
harus dapat bergerak maju mundur. Penampung harus mempunyai sayap yang dapat dilipat ke
dalam setiap saat truk selesai mencurahkan campuran beraspal, untuk menghindari pengaruh
penurunan temperatur;

c)

Mesin penghampar harus mempunyai perlengkapan mekanis seperti penyeimbang (equalizing


runners), pisau perata (straight edge runners), lengan perata (evener arms) atau perlengkapan
lainnya untuk mempertahankan kerataan permukaan dan kelurusan garis tepi perkerasan tanpa
perlu menggunakan pembentuk tepi yang tetap;

d)

Mesin penghampar harus dilengkapi dengan perata jenis tamping atau jenis vibrator serta alat
untuk memanaskan perata hingga temperatur yang cukup untuk menghampar campuran
beraspal tanpa menggores atau merusak permukaan;

e)

Istilah perata meliputi pemangkasan, pembentukan kemiringan melintang atau tindakan praktis
lainnya yang efektif utnuk menghasilkan permukaan akhir dengan kertaan dan tekstur yang
disyaratkan, tanpa tergores, terdorong atau terungkit;

f)

Jika selama pelaksanaan diketahui bahwa alat penghampar dalam operasinya meninggalkan
bekas pada permukaan atau cacat atau ketidakrataan pada permukaan perkerasan yang tidak

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 12

diperbaiki dengan memuaskan sesuai dengan jadwal pelaksanaan, maka penggunaan alat
tersebut harus dihentikan dan diganti dengan alat penghampar lainnya yang sesuai persyaratan.
7.2.5. Alat pemadat
a)

Harus disediakan untuk pekerjaan pemadatan lapisan minimal satu alat pemadat roda besi dan
satu alat pemadat roda ban karet. Jumlah alat Pemadat tersebut harus disesuaikan dengan
kapasitas produksi AMP. Semua pemadat harus mempunyai tenaga penggerak sendiri, dengan
berat yang disetujui direksi;

b)

Alat pemadat roda ban karet harus memiliki tidak kurang dari tujuh roda ban karet halus
dengan ukuran dan konstruksi yang sama serta beroperasi pada tekanan 8,5 kg/cm 2 (120 psi).
Roda-roda harus berjarak sama antara satu dengan yang lainnya pada kedua garis sumbu dan
diatur sedemikian rupa sehingga lintasan roda pada sumbu yang satu berada diantara lintasan
roda dari sumbu lainnya saling melengkapi. Masing-masing ban harus dipertahankan
tekanannya pada tekanan operasi yang disyaratkan sehingga selisih tekanan diantara setiap dua
ban harus tidak lebih dari 0,35 kg/cm2 (5 psi). Masing-masing alat pemadat harus dilengkapi
dengan suatu cara penyetelan berat keseluruhan dengan pengaturan beban sehingga beban per
lebar roda diatur dari 1500 kg sampai 2500 kg;

c)

Alat pemadat roda baja harus mampu memberikan tekanan pada roda belakang tidak kurang
dari 200 kg per lebar 0,1 m di atas lebar penggilas minimum 0,5 m dan pemadat roda baja
mempunyai berat statis total tidak kurang dari 6 ton. Roda alat pemadat harus bebas dari
permukaan yang kasar, penyok, robek-robek atau tonjolan yang merusak permukaan
perkerasan.

7.3. Penyiapan Bahan


7.3.1. Penyiapan agregat
Agregat yang harus disiapkan untuk campuran beraspal panas menggunakan SBMA relatif sama
dengan agregat pada campuran beraspal panas menggunakan aspal keras yang terdiri atas beberapa
fraksi.
a)

Agregat yang digunakan dalam pekerjaan ini harus sedemikian rupa sehingga campuran
beraspal panas menggunakan SBMA yang dibuat sesuai Formula Campuran Kerja (JMF)
memenuhi semua sifat-sifat campuran yang disyaratkan;

b)

Agregat halus hasil pemecahan dan pasir alam harus dilindungi dari hujan serta ditimbun dalam
cadangan yang terpisah serta harus dipasok ke dalam alat pencampur menggunakan bin dingin
yang terpisah, sehingga perbandingan antara agregat halus hasil pemecahan dan pasir alam
dapat dikontrol dengan cermat.

c)

Sebelum pekerjaan dimulai Kontraktor harus menyiapkan cadangan fraksi-fraksi batu pecah
dan agregat alam untuk campuran beraspal yang cukup untuk pekerjaan, paling sedikit satu
bulan (atau paling sedikit 40% dari total pekerjaan yang akan dikerjakan) dan selanjutnya harus
memelihara cadangan tersebut hingga satu bulan sebelum pekerjaan selesai;

d)

Agregat kasar dan agregat halus untuk campuran beraspal panas menggunakan SBMA harus
tersedia dan dipasok di bin dingin paling sedikit dalam tiga fraksi;

e)

Masing-masing fraksi agregat harus disimpan secara terpisah dan dialirkan ke dalam tempat
pengaduk melalui bin dingin yang terpisah pula.

7.3.2. Penyiapan SBMA


Pemasokan SBMA ke lokasi pencampuran dilakukan dalam tiga bentuk pasokan, dalam bentuk
curah (dalam mobil tanki distribusi), di dalam kemasan kantong dan di dalam kemasan drum seperti
Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 13

kemasan drum aspal keras. Untuk semua jenis kemasan, harus mempunyai dokumen yang lengkap,
agar terjamin keaslian dari bahan yang dikirim.
7.3.2.1. SBMA curah (dalam mobil tanki distribusi)
Untuk menjamin kehomogenan SBMA di dalam tanki distribusi, perlu dilakukan:
a) Pembatasan jarak/lamanya waktu pengiriman angkut dari pabrik pembuat SBMA ke lokasi
pencampuran, lama waktu angkut yang direkomendasikan sesuai temperatur SBMA dalam tanki
distribusi pada saat diterima dilapangan berkisar antara 90 - 140 C.
b) Pengadukan terus menerus SBMA menggunakan pengaduk masinal atau jenis lain yang dipasang
di dalam mobil tanki distribusi harus menjamin butiran Asbuton semi ekstraksi di dalam SBMA
terdispersi secara merata.
Apabila telah dinyatakan SBMA di dalam tanki distribusi memenuhi persyaratan, setelah melalui
pengujian laboratorium langsung dialirkan ke dalam tanki standar atau tanki khusus yang telah
tersedia di lokasi AMP.
7.3.2.2. SBMA dalam kemasan kantong
Kemasan kantong dari SBMA harus diberi label yang jelas dan memuat informasi logo pabrik, tipe
dan berat dari SBMA dalam kemasan tersebut. Selanjutnya dilakukan langkah-langkah:
a) Penyimpanan SBMA dalam kemasan kantong ditumpuk di ruang terlindung dari panas matahari
dan hujan, dengan tinggi timbunan kurang dari 2 meter.
b) Apabila terdapat kemasan berubah bentuk, terlebih dahulu kembalikan ke bentuk normal dan
biarkan beberapa saat, sehingga kembali ke bentuk normal.
c) Apabila akan digunakan untuk pencampuran beraspal, buka kemasan luar berupa kertas atau
karung dan kemasan dalam berupa plastik. Namun demikian saat pembukaan kemasan bagian
dalam yang berupa plastik akan mengalami kesulitan apabila temperatur di sekitarnya cukup
tinggi, untuk menanggulangi hal tersebut, lakukan :

pembukaan plastik kemasan saat temperatur di bawah 25oC dan

pemberian air (di semprotkan) secara terus menerus saat pembukaan kemasan plastik.

Apabila telah dinyatakan SBMA dalam kemasan kantong memenuhi persyaratan, setelah melalui
pengujian laboratorium langsung dimasukkan ke dalam tanki standar atau tanki khusus yang telah
tersedia di lokasi AMP, tanpa kemasan.
7.3.2.3. SBMA dalam kemasan drum
Kemasan drum dari SBMA harus diberi label yang jelas dan memuat informasi logo pabrik, tipe dan
berat dari SBMA dalam kemasan tersebut. Selanjutnya dilakukan langkah-langkah:
o

Tempatkan SBMA dalam kemasan drum di ruang terlindung dari panas matahari dan hujan.

Buka tutup bagian atas dari kemasan drum, apabila akan digunakan untuk pencampuran
beraspal,

Apabila telah dinyatakan SBMA dalam kemasan drum memenuhi persyaratan, setelah melalui
pengujian laboratorium, masukkan SBMA beserta kemasan drum ke dalam tanki standar atau tanki
khusus yang telah tersedia di lokasi AMP.
7.4

Produksi campuran

7.4.1 Kemajuan pekerjaan

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 14

Produksi campuran tidak boleh dimulai, kecuali cukup tersedia alat angkut, alat penghampar, alat
pemadat serta tenaga kerja yang cukup untuk menjamin kemajuan dengan kecepatan tidak kurang
dari 60% kapasitas unit pencampur aspal.
7.4.2 Penyiapan SBMA
Sebelum pencampuran dengan agregat dimulai, SBMA di dalam tanki khusus atau di dalam tanki
standar dipanaskan pada temperatur 155 C 165 C, saat temperatur mencapai 120 C 125 C
hidupkan pompa sirkulasi agar temperatur dapat merata dan kehomogenannya terjamin.
7.4.3 Penyiapan agregat
Pencampuran pendahuluan agregat dari suatu sumber yang berbeda, tidak diijinkan. Agregat harus
dikeringkan dan dipanaskan pada alat pengering sebelum dimasukkan ke dalam alat pencampur.
Api yang digunakan pada alat pengering/pemanas harus diatur secara tepat untuk mencegah
rusaknya pintu alat pengering dan mencegah terbentuknya selaput jelaga pada agregat;
Saat dicampur dengan SBMA, agregat harus dalam kondisi kering pada rentang temperatur yang
disyaratkan dan tidak lebih dari 15 oC di atas temperatur SBMA.
7.4.4 Proses pencampuran
Proses pelaksanaan produksi campuran beraspal panas pada AMP jenis takaran dan menerus
dengan menggunakan SBMA, diperlihatkan dengan bagan alir pada Gambar 7.3a. sampai dan 7.3b.
a)

Agregat kering harus digabung pada unit pencampur dalam proporsi yang menghasilkan gradasi
agregat sesuai dengan yang disyaratkan dalam JMF.Proporsi agregat ditentukan dengan
pengujian secara basah pada contoh yang diambil dari bin panas sesaat sebelum produksi
dimulai dan selang waktu tertentu. SBMA harus ditimbang dan dimasukkan ke dalam alat
pencampur (pugmill) dalam jumlah yang sesuai dengan JMF. Kombinasi agregat kasar, sedang
dan halus serta SBMA harus benar-benar tercampur sempurna. Lamanya waktu pencampuran
paling lama 45 detik agar tidak mengakibatkan oksidasi berlebih pada SBMA

b)

Pada saat campuran dituangkan dari alat pencampur, temperatur campuran harus berada
dalam batas-batas yang ditunjukkan dalam Tabel 6 Campuran beraspal menggunakan SBMA
tidak diterima bila temperaturnya dinaikkan lebih tinggi dari temperatur campuran maksimum
yang disyaratkan.
SBMA BLEND
- CURAH
- DRUM
- KANTONG

BIN
DINGIN

PANASKAN DAN
DIADUK ATAU
SIRKULASI

MASUK TANKI KHUSUS


ATAU KETEL YANG TELAH
DIBERI ALAT SIRKULASI

KERINGKAN

SARING

MASUK
BIN
PANAS

AGREGAT DARI
STOCKPILE

DISTRIBUSI

TIMBANG

TIMBANG

CAMPUR

CAMPURAN
PANAS
DENGAN SBMA

Gambar 6. Bagan alir proses produksi campuran beraspal panas dengan SBMA
pada AMP jenis takaran

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 15

SBMA BLEND
- CURAH
- DRUM
- KANTONG

AGREGAT DARI
STOCKPILE

MASUK TANKI KHUSUS


ATAU KETEL YANG TELAH
DIBERI ALAT

BIN DINGIN

KERINGKAN

DISTRIBUSI

PANASKAN DAN
DIADUK ATAU
SIRKULASI

CAMPUR

CAMPURAN
PANAS
DENGAN SBMA

Gambar 7 Bagan alir proses produksi campuran beraspal panas dengan SBMA pada
AMP jenis Drum/menerus.

7.5. Pengangkutan ke lokasi penghamparan


a)

Temperatur campuran beraspal panas menggunakan SBMA yang dikirim ke lokasi


penghamparan harus sesuai dengan temperatur yang disyaratkan pada Tabel 7.1.

b)

Masing-masing truk jungkit yang telah dimuati campuran beraspal panas menggunakan SBMA
harus ditimbang di lokasi pencampuran dan harus dibuat catatan yang menyangkut berat kotor,
berat kosong dan berat bersih dari tiap truk.

c)

Tiap bak truk jungkit yang telah dimuati harus ditutup dengan terpal atau bahan lainnya yang
ukurannya cocok dengan ukuran bak truk sedemikian rupa dan diikat kencang agar campuran
beraspal panas terlindung dari cuaca dan waktu tempuh dari lokasi pencampuran hingga tiba di
lokasi penghamparan dalam waktu 2 jam dan campuran panas masih pada temperatur yang
disyaratkan.

d)

Apabila tidak tersedia cukup penerangan untuk operasional di lokasi penghamparan, campuran
beraspal panas menggunakan SBMA tidak boleh dikirim terlalu sore agar penghamparan dan
pemadatan dapat diselesaikan dengan memenuhi syarat.

7.6

Penghamparan Campuran Beraspal Panas SBMA

7.6.1 Menyiapkan permukaan yang akan dilapis


a)

Permukaan yang akan dilapis harus rata. Bila terdapat bagian-bagian permukaan yang tidak
rata, rusak parah, menunjukkan ketidakstabilan, mengandung material permukaan lama yang
telah berubah bentuk secara berlebihan atau tidak melekat dengan baik pada lapisan di
bawahnya, maka daerah tersebut harus dipotong, dibentuk dan ditambal.

b)

Seluruh bahan yang lepas atau lunak harus dibuang dan permukaannya dibersihkan dan/atau
diperbaiki serta dipadatkan dengan campuran beraspal yang memenuhi persyaratan.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 16

Tabel 6. Viscositas & Temperatur Campuran Beraspal Panas


No.

Prosedur Pelaksanaan

Viskositas

SBMA

Aspal (Pas)

(Type II.A)

Pencampuran benda uji Marshall

0.2

155 1

Pemadatan benda uji Marshall

0.4

145 1

Pencampuran, rentang tempratur

0.2 0.5

145 155

0.5

135 150

0.5 1.0

130 150

1-2

125 145

2 20

100 125

<20

>95

sasaran
4

Menuangkan campuran aspal dari


alat pencampur ke dalam truk

Pemasokan ke Alat Penghampar

Pemadatan Awal (roda baja)

Pemadatan Antara (roda karet)

Pemadatan Akhir (roda baja)

c) Pada tempat dimana permukaan yang akan dilapis terdiri atas atau mengandung sejumlah
bahan yang mempunyai rongga dalam campuran tidak memadai, yang ditunjukkan oleh
adanya deformasi plastis, seluruh lapisan plastis harus dibongkar. Pembongkaran harus
dilakukan hingga mencapai bagian yang masih baik.
d) Sesaat sebelum penghamparan campuran beraspal panas menggunakan SBMA dilaksanakan,
permukaan yang ada harus dibersihkan dari bahan yang lepas dan yang tidak dikehendaki
dengan sapu mesin dan dibantu secara manual jika diperlukan. Yang dilanjutkan pemberian
lapis ikat atau lapis resap ikat harus diberikan sesuai persyaratan.
7.6.2. Perataan tepi perkerasan
Jika dipandang perlu balok kayu atau kerangka lain harus dipasang sesuai dengan garis serta
ketinggian yang diperlukan pada tepi-tepi di tempat n campuran beraspal panas akan dihampar.
7.6.3 Penghamparan dan pembentukan
a)

Sebelum memulai operasi pelapisan, sepatu (screed) alat penghampar harus dipanaskan.
Campuran beraspal panas harus dihampar dan diratakan sesuai dengan kelandaian, ketinggian,
serta bentuk melintang yang disyaratkan;

b)

Mesin penghampar harus dioperasikan pada kecepatan yang tidak akan menyebabkan retak
permukaan, goresan atau bentuk ketidakteraturan lainnya pada permukaan, dan harus dimulai
dari lajur yang lebih rendah ke lajur yang lebih tinggi bila pekerjaan yang dilaksanakan lebih dari
satu lajur;

c)

Jika terjadi segregasi, goresan atau alur pada permukaan, mesin penghampar harus dihentikan
dan tidak dijalankan lagi sampai penyebab kerusakan telah ditemukan dan diperbaiki;

d)

Proses perbaikan lubang-lubang yang kasar atau tersegregasi dengan menaburkan bahan yang
halus dan perataan sebelum penggilasan sedapat mungkin dihindari. Butir-butir kasar tidak
boleh ditaburkan di atas permukaan yang telah dihampar rata;

e)

Harus diperhatikan agar campuran tidak terkumpul dan mendingin pada tepi-tepi penampung
atau tempat lainnya di dalam mesin penghampar;

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 17

f)

Pada jalan yang akan dilapis dengan separuh lebar untuk setiap operasi, urutan pengaspalan
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga sisa panjang pengaspalan setengah lebar jalan pada
akhir setiap hari kerja sependek mungkin.

7.7. Pemadatan
a) Segera setelah campuran aspal dihampar dan diratakan, permukaan tersebut harus diperiksa
dan setiap ketidaksempurnaan yang terjadi harus diperbaiki. Temperatur campuran beraspal
yang terhampar dalam keadaan gembur harus dipantau dan pemadatan harus dimulai dalam
rentang temperatur aspal yang ditunjukkan pada Tabel 7.1.;
b) Pemadatan campuran aspal harus terdiri dari tiga operasi yang terpisah yaitu pemadatan
awal, pemadatan kedua atau utama dan pemadatan akhir / penyelesaian
c) Pemadatan awal (breakdown rolling) harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda baja.
Pemadatan awal harus dioperasikan dengan roda penggerak berada di dekat alat
penghampar.
d) Untuk mencegah penurunan temperatur yang tidak dikehendaki, maka pemadatan awal
harus dilakukan sedekat mungkin dengan alat penghampar (penghamparan 20-30 meter,
harus sudah dilakukan pemadatan awal);
e) Pemadatan kedua atau utama harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda karet sedekat
mungkin di belakang penggilasan awal. Pemadatan akhir atau penyelesaian harus
dilaksanakan dengan alat pemadat roda baja tanpa penggetar (vibrasi);
f)

Pertama-tama pemadatan harus dilakukan pada sambungan melintang yang telah terpasang
kaso dengan ketebalan yang diperlukan untuk menahan pergerakan campuran aspal akibat
pemadatan. Bila sambungan melintang dibuat untuk menyambung lajur yang dikerjakan
sebelumnya, maka lintasan awal harus dilakukan sepanjang sambungan memanjang untuk
suatu jarak yang pendek;

g) Pemadatan harus dimulai dari tempat sambungan memanjang dan kemudian dari tepi luar.
Selanjutnya, pemadatan dilakukan sejajar dengan sumbu jalan berurutan menuju ke arah
sumbu jalan, kecuali untuk superelevasi pada tikungan harus dimulai dari tempat yang
terendah dan bergerak kearah yang lebih tinggi. Lintasan yang berurutan harus saling
tumpang tindih (overlap) minimum setengah lebar roda dan lintasan-lintasan tersebut tidak
boleh berakhir pada titik yang kurang dari 1 m dari lintasan sebelumnya;
h) Bilamana memadatkan sambungan memanjang, alat pemadat untuk penggilasan awal harus
terlebih dahulu madatkan lajur yang telah dihampar sebelumnya sehingga tidak lebih dari 15
cm dari lebar roda penggilas yang menggilas tepi sambungan yang belum dipadatkan.
Pemadatan dengan lintasan yang berurutan harus dilanjutkan dengan menggeser posisi alat
pemadat sedikit demi sedikit melewati sambungan, sampai tercapainya sambungan yang
dipadatkan dengan rapi;
i)

Kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 4 km/jam untuk roda baja dan 10 km/jam
untuk roda karet dan harus selalu dijaga kecepatannya sehingga tidak mengakibatkan
bergesernya campuran panas tersebut. Garis, kecepatan dan arah pemadatan tidak boleh
diubah secara tiba-tiba atau dengan cara yang menyebabkan terdorongnya campuran
beraspal;

j)

Semua jenis operasi pemadatan harus dilaksanakan secara menerus untuk memperoleh
pemadatan yang merata saat campuran beraspal masih dalam kondisi mudah dikerjakan
sehingga seluruh bekas jejak roda dan ketidakrataan dapat dihilangkan;

k) Roda alat pemadat harus dibasahi secara terus menerus untuk mencegah pelekatan
campuran beraspal pada roda alat pemadat, tetapi air yang berlebihan tidak diperkenankan;
Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 18

l)

Peralatan berat atau alat pemadat tidak diijinkan berada di atas permukaan yang baru
selesai dikerjakan, sampai seluruh permukaan tersebut dingin;

m) Setiap produk minyak bumi yang tumpah atau tercecer dari kendaraan atau perlengkapan
yang digunakan pada perkerasan yang sedang dikerjakan, dapat menjadi alasan
dilakukannya pembongkaran dan perbaikan;
n) Permukaan yang telah dipadatkan harus halus dan sesuai dengan kelandaian yang
memenuhi toleransi yang disyaratkan. Setiap campuran beraspal padat yang menjadi lepas
atau rusak, tercampur dengan kotoran, atau rusak dalam bentuk apapun, harus dibongkar
dan diganti dengan campuran panas yang baru serta dipadatkan secepatnya agar sama
dengan lokasi sekitarnya. Pada tempat-tempat tertentu dari campuran aspal terhampar
dengan luas 1000 cm2 atau lebih yang menunjukkan kelebihan atau kekurangan bahan aspal
harus dibongkar dan diganti. Seluruh tonjolan setempat, tonjolan sambungan, cekungan
akibat ambles, dan segregasi permukaan yang keropos harus diperbaiki.
7.8. Sambungan-sambungan
a)

Sambungan memanjang maupun melintang pada lapisan yang berurutan harus diatur
sedemikian rupa agar sambungan tidak berada di atas yang lainnya. Sambungan memanjang
harus diatur sedemikian rupa sehingga sambungan yang berada di lapisan paling atas akan
berlokasi pada pemisah lajur lalu lintas. Sambungan-sambungan melintang harus dipasang
berjenjang dengan jarak minimum 25 cm dan harus lurus;

b)

Penghamparan melalui sambungan tidak boleh dilanjutkan kecuali bila sisi sambungan tegak
lurus atau telah dipotong tegak lurus. Lapisan ikat aspal untuk meletakkan kedua lapisan
permukaan harus diberikan sesaat sebelum campuran tambahan dipasang di atas material yang
sebelumnya telah dipadatkan.

7.9.Pengendalian mutu
7.9.1. Pengujian kerataan permukaan perkerasan
Permukaan perkerasan harus diuji dengan mistar perata 3 m atau mistar beroda sepanjang 3 m,
masing-masing diletakkan tegak lurus dan sejajar dengan sumbu jalan. Toleransi harus sesuai dengan
persyaratan.
7.9.2. Persyaratan kepadatan
a)

Kepadatan campuran seperti yang ditentukan, harus tidak kurang dari 98% kepadatan di
laboratorium;

b)

Cara pengambilan benda uji campuran dan pemadatan benda uji di laboratorium, masingmasing harus sesuai dengan AASHTO T168 dan SNI 06-2489-1991;

c)

Kepadatan lapisan sama atau lebih besar daripada nilai yang diberikan pada Tabel 7.2. Jika rasio
antara kepadatan maksimum dan minimum ditentukan oleh satu set contoh inti yang mewakili
daerah yang diukur adalah lebih besar daripada 1,08:1, maka contoh inti harus diabaikan dan
contoh inti baru harus diambil.
Tabel 7. Persyaratan derajat kepadatan

3-4

Kepadatan rata2
minimum
(% JSD)
98,1

Nilai minimum setiap


pengujian tunggal
(%JSD)
95

98,3

94,9

98,5

94,8

Jumlah pengujian
per contoh

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 19

7.9.3. Pengambilan contoh campuran beraspal


a)

Pengambilan contoh campuran beraspal panas menggunakan SBMA harus dilakukan di unit
pencampur aspal tetapi pengambilan contoh harus juga dilakukan dari alat penghampar di
lapangan, jika terjadi segregasi berlebihan selama transportasi dan proses penghamparan.

b)

Frekuensi minimum pengujian untuk tujuan proses pengendalian mutu harus sesuai
persyaratan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7.3.

c)

Untuk mengurangi resiko penolakan bahan dari setiap pengujian. Pengambilan contoh uji dapat
dilakukan pada seksi yang lebih pendek (frekuensi pengambilan lebih besar) sebagaimana yang
disyaratkan dalam Tabel 7.3.

d)

Inspeksi dan pengujian rutin harus dilakukan untuk menguji pekerjaan yang selesai sesuai
dengan toleransi dimensi, mutu bahan, kepadatan lapisan dan persyaratan lebih lanjut yang
dinyatakan pada pedoman ini. Seluruh seksi pengujian yang mengandung bahan atau cara
pengujian yang tidak memenuhi persyaratan harus dibuang dan diganti dengan bahan dan
pengerjaan yang memenuhi persyaratan atau dilakukan perbaikan sehingga setelah perbaikan
seluruh seksi memenuhi syarat.

7.9.4. Pengujian contoh campuran beraspal


a)

Contoh dan catat seluruh hasil pengujian dan catatan-catatan tersebut harus disimpan dengan
baik.

b)

Setiap hari produksi harus dilakukan pengujian:


o Analisa ayakan (cara basah), paling sedikit dua contoh uji agregat dari setiap bin panas;
o Pengamatan temperatur campuran beraspal di unit pencampur aspal (AMP) maupun di
lokasi penghamparan setiap jam;
o Uji Marshall harian sehingga diperoleh nilai stabilitas, kelelehan, Marshall Quotient, paling
sedikit dua contoh uji.
o Derajat kepadatan lapangan yang dibandingkan terhadap kepadatan Campuran Kerja (Job
Mix Density) untuk setiap benda uji inti (core);
o Kadar aspal dan gradasi agregat yang ditentukan dari hasil ekstraksi kadar aspal paling
sedikit dua contoh;
o Rongga dalam campuran pada kepadatan membal (refusal), yang dihitung berdasarkan
Berat Jenis Maksimum campuran perkerasan aspal (AASHTO T209);
o

Kadar aspal yang terserap oleh agregat dihitung berdasarkan Berat jenis maksimum
campuran perkerasan aspal sesuai dengan SNI 03 6893-2002;

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 20

Tabel 8. Pengambilan contoh untuk pengendalian mutu


Jenis bahan dan Pengujian

Frekuensi Pengambilan satu Contoh

SBMA
o Dalam kemasan drum
o Dalam kemasan kantong
o bentuk curah
Jenis pengujian:
o
penetrasi, 0,1 mm,5 dtk,25 C
titik lembek
Daktilitas; 25C, cm
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen,% berat
Mineral Lolos Saringan No. 100,%

akar pangkat tiga


dari jumlah drum
akar pangkat tiga
dari jumlah kantong
Setiap tangki distribusi

Agregat
Jenis Pengujian:
Abrasi dengan Mesin Los Angeles
Gradasi agregat pada stockpile
Gradasi agregat dari bin panas (hot bin)
Nilai setara pasir (sand equivalent)

Campuran beraspal
Jenis Pengujian:
o Temperatur di AMP dan sampai di lokasi
o Gradasi dan kadar aspal
o Kepadatan, stabilitas, kelelehan, Marshall Quotient,
VIM pada 75 tumbukan.
o VIM pada kepadatan membal
o JMF (Mix Design)
o Contoh inti (core) berdiameter 4 untuk partikel
ukuran maksimum 1 dan 6 untuk partikel ukuran di
atas 1, baik untuk pemeriksaan pemadatan maupun
tebal lapisan : paling sedikit 2 contoh inti per lajur
dan 6 contoh inti tiap 200 meter.

Setiap 5.000 m
3
Setiap 1.000 m
3
Setiap 250 m
(min. 2 contoh uji per hari)
3
Setiap 250 m
Frekuensi Pengambilan
satu Contoh
Setiap batch dan pengiriman
Setiap 200 ton
(min. 2 contoh uji per hari)
Setiap 200 ton
(min. 2 contoh uji per hari)
Setiap hari produksi
Setiap perubahan bahan

Setiap 200 m panjang

Toleransi pelaksanaan
Elevasi permukaan, untuk penampang melintang dari
setiap jalur lalu lintas

Paling sedikit 3 titik yang diukur melintang


pada paling sedikit setiap 12,5 m memanjang
sepanjang jalan tersebut

Data hasil pengujian di atas harus disertai data lokasi pengambilan contoh uji.
Pemeriksaan kadar aspal harus dilakukan dengan metoda soklet terhadap contoh uji yang mewakili
jumlah tidak kurang dari 1 kg. Pelarut yang digunakan adalah trichloroethylene (TCE) dan lama
ekstraksi tidak boleh kurang dari 24 jam atau pelarut relatif bersih.
7.9.5. Pemeriksaan jumlah berat di rumah timbang
Sebagai suatu pengendali pengukuran jumlah untuk pembayaran, maka berat campuran yang
dihampar harus terus-menerus dipantau dengan tiket pengiriman muatan dari tempat penimbangan
truk.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 21

8. Penyimpangan Produksi Campuran Beraspal panas


Terdapat beberapa permasalahan yang kemungkinan terjadi karena pengaruh peralatan dan
pelaksanaan di lokasi pencampuran dan pelapisan.
Disamping penyimpangan secara umum yang dapat terjadi, terdapat hal yang perlu mendapat
perhatian pada penggunaan campuran beraspal menggunakan SBMA, antara lain:
a) Terjadinya penurunan temperatur lapisan campuran beraspal panas menggunakan SBMA
sebelum dipadatkan yang relatif lebih cepat dibandingkan campuran beraspal dengan aspal
keras tanpa bahan tambah, oleh karena itu saat pemadatan, dapat dipilih alternatif penggunaan
dua alat pemadat ban karet untuk pemadatan antara dengan panjang pemadatan awal dibatasi
hanya 20 -30 meter.
b) Karena penurunan temperatur relatif cepat, untuk mencegah lengketnya roda pemadat dengan
lapisan yang dipadatkan perlu dipertimbangkan penggunaan minyak sayur sebagai pengganti air
yang disemprotkan pada roda mesin pemadat saat pemadatan atau penggunaan deterjen
dengan jumlah sedikit pada air yang di usapkan pada roda pemadat.
c) Untuk mencegah kerusakan dini maka kadar air dalam agregat harus dihilangkan dengan
pengeringan di Dryer. Pengawasan harus dilakukan lebih hati-hati jika agregat dalam kondisi
basah akibat hujan yang turun sebelumnya. Agregat dengan porositas yang tinggi akan sulit
dikeringkan di Dryer. Perlindungan terhadap agregat, terutama agregat halus, terhadap air hujan
dapat dilakukan dengan cara memberi terpal penutup pada stockpile maupun pada bin dingin
(cold bins).
d) Perlu pemeriksaan terus menerus untuk menjamin tidak terjadinya pengendapan butir asbuton
semi ekstraksi pada dasar tanki baik tanki standar dengan sirkulasi, maupun tanki khusus yang
dilengkapi alat pengaduk.
e) Karena akibat perbedaan berat jenis antara aspal keras dan butir asbuton semi ekstraksi di
dalam SBMA sangat mengandung resiko terjadinya pengendapan.
f)

Pada perhitungan kadar aspal, baik saat membuat formula campuran kerja maupun saat
pembayaran (hasil ekstraksi), perlu dipertimbangkan tingkat kelarutan dari SBMA, disebabkan di
dalamnya terkandung dua bahan berbeda yaitu mineral asbuton dan aspal.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 22

Penimbunan (Stock Pile)


o Agregat Kubikal & Bersih
o Tidak Segregasi/degradasi
o Tidak ada Perugahan visual
Agregat karena perubahan
Quary/Suplier

Pemeriksaan
o Saringan Baik
o Timbangan (Kalibrasi)
o Temperatur Pencampuran
o Waktu Pencampuran

Bin Dingin
o Kalibrasi Bukaan
o Pemisah antar Bin (Agregat tidak
Tercampur.
o Kelengkapan Penggetar & Tenaga
Pembersih

Pengering (Dryer)
o Pembakaran Sempurna
(Lihat Warna Asap)
o Kontrol Temperatur
o Sudu-sudu/Mangkok
pengaduk Baik.
o Sudut Kemiringan Dryer

Pemeriksaan
o Perhatikan Tampak
Visual Campuran
o Periksa Temperatur
Campuran
diatas
Truk
o Bak Truk Bersih dan
dilengkapi Terpal

Gbr. Ilustrasi Pemeriksaan AMP (Unit Pencampur)

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 23

GAMBAR URUTAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


CAMPURAN BERASPAL PANAS DENGAN SBMA
Pekerjaan Persiapan, Tack Coat/ Prime Coat

Sebelum dilakukan Pekerjaan Prime Coat atau Tac Coat harus dilakukan dahulu
pembersihan permukaan jalan dengan menggunakan Compresor dan dipastikan
kondisi existing bebas dari kotoran yang tidak diiinginkan. Pada daerah tertentu yang
mengalami kerusakan harus diperbaiki dahulu sebelum Pekerjaan ini dilakukan.
Pekerjaan Penghamparan

Kecepatan dari alat penghampar harus dijaga tetap konstan selama proses
penghamparan agar diperoleh tekstur dan ketebalan yang disyaratkan. Kecepatan
alat penghampar disesuaikan dengan kapasitas produksi unit pencampur aspal.
Sebagai contoh untuk produksi unit pencampur aspal (AMP) 454 ton (500 ton) per
jam, untuk lebar penghamparan 3,7 m, dan ketebalan lapisan 5 cm (tebal padat),
maka kecepatan alat penghampar (finisher) adalah sekitar 11,5 m per menit, atau
dengan rumus : Kecepatan alat (meter/jam) = produksi AMP (m3/jam) / luas
hamparan (m2)

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 24

Pemadatan awal (Breakdown Rolling)

Pada campuran panas yang menggunakan SBMA penghamparan setelah mencapai


20 -30 m harus dilakukan Pemadatan awal. Hal ini untuk menghindari penurunan
temperature campuran panas yang lebih cepat dibandingkan dengan campuran
panas yang menggunakan aspal biasa. Pemadatan ini lebih banyak berfungsi
memberi pemadatan awal agar campuran beraspal menjadi relatif stabil (diam) untuk
dilewati pamadat berikutnya.
Pemadatan menggunakan jenis roda baja dengan roda belakang dan depan berupa
drum (2 roda) untuk memperoleh tekstur yang lebih baik.Berat dari pemadat ini
bervariasi dari 3 sampai 14 ton atau lebih dengan lebar drum bervariasi dari 1
sampai 1,5 m atau lebih. Jika diperlukan berat yang lebih, maka dapat ditambahkan
beban tambahan. Untuk jalan-jalan dengan lalu-lintas yang berat maka berat
minimum alat yang digunakan adalah 10 ton.
Pemadatan yang baik umumnya menghasilkan rongga udara di lapangan sekitar 8
% atau kurang. Kecepatan harus konstan tidak lebih dari 4 km/ jam dan untuk
mengatasi kelengketan dapat menggunakan air yang disemprotkan dengan cara
mengkabut, tidak boleh berlebihan.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 25

Pemadatan Utama (Intermediate Rolling)

Pemadatan antara merupakan pemadatan utama yang berfungsi untuk mencapai


kepadatan yang diinginkan, dengan jumlah lintasan dan selang temperatur
campuran beraspal yang tertentu. Pemadatan antara harus segera dilaksanakan
setelah pemadatan awal selesai.
Alat pemadat roda karet pneumatik (Tire rollers, TR) merupakan alat pemadat
dengan roda karet, mempunyai dua gandar dengan roda karet 3 sampai 4 roda
dibagiandepan dan 4 sampai 5 roda di bagian belakang. Berat total alat ini
bervariasi dari 10 ton sampai 35 ton tergantung pada ukuran dan jenisnya.
Hal yang perlu diperhatikan adalah berat pada satu roda harus berkisar antara 680
kg sampai 907 kg. Roda karet yang digunakan harus rata dengan lebar roda 380
mm, 430 mm, 510 mm atau 610 mm. Tekanan pada setiap roda harus sama dan
toleransi perbedaan tekanan tidak boleh melebihi 5 psi (kPa). Kecepatan harus
dijaga tidak boleh lebih dari 10 km/jam dan roda tetap harus dibasahi dengan air dan
tidak diijinkan pemberian air secara berlebihan.
Pemadatan Akhir (Finish Roller)

Pemadatan terakhir atau pemadatan penyelesaian yang dilakukan untuk


meningkatkan penampakan permukaan dan dilakukan pada selang temperature
tertentu. Pemadatan akhir umumnya dilakukan dengan alat pemadat mesin gilas
roda baja statis.

Petunjuk Teknis Penggunaan SBMA

Page 26

Anda mungkin juga menyukai