Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis bahan bakar cair di Indonesia dirasakan semakin meningkat setiap
tahunnya. Hal ini disebabkan karena semakin menipisnya bahan bakar fosil seperti
minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang tidak diimbangi dengan bertambahnya
kebutuhan akan bahan bakar oleh masyarakat. Solusi bagi krisis bahan bakar fosil
seperti tersebut di atas adalah adanya sumber energi alternatif, sumber energi
alternatif tersebut dapat menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan, efektif dan
efisien. Selain itu, sumber energi alternatif tersebut idealnya berasal dari sumber
energi yang bisa diperbarui. Sumber energi yang bisa diperbarui relatif tidak
berpotensi habis, sebaliknya, selalu tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang
lebih dari cukup, seperti biomassa. Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral (2015) Indonesia memiliki Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang
cukup besar, diantaranya yaitu biomassa sebesar 50 GW. Potensi tanaman sebagai
energi terbarukan juga dijelaskan di dalam Al-Quran surah Yasin ayat 80




Artinya: yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka
tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu".
Ulama-ulama dahulu menterjemahkan api dari kayu yang hijau itu apa
adanya, karena memang ada kayu tertentu yang masih hijau-pun bisa dibakar
yaitu kayu Al-Markh dan Al-Afar yang tumbuh di Hijaz. Energi yang paling

populer seabad terakhir adalah berupa hidrokarbon, asalnya juga dari pohon tetapi
yang telah menjadi fosil dalam proses yang berlangsung jutaan tahun. Tafsir surat
Yaasiin tersebut masih valid untuk energi era fosil tersebut. Yang dimaksud energi
terbarukan adalah energi biomassa, biodiesel, bioethanol dan sejenisnya.
Semuanya juga bisa dihasilkan oleh pohon kayu yang hijau atau dari buahnya
(Energyworld, 2015).
Biomassa secara spesifik merujuk pada limbah pertanian seperti jerami,
sekam padi, limbah perhutanan seperti serbuk gergaji, MSW, tinja, kotoran
hewan, sampah dapur, lumpur kubangan, dan sebagainya. Dalam kategori jenis
tanaman, yang termasuk biomassa adalah kayu putih, poplar hybrid, kelapa sawit,
tebu, rumput, rumput laut,dan lain-lain (Yokoyama, 2008).
Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan biomasa adalah mendorong
pemanfaatan limbah industri pertanian dan kehutanan sebagai sumber energi
secara terintegrasi dengan industrinya, mengintegrasikan pengembangan biomassa
dengan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong pabrikasi teknologi konversi
energi biomassa dan usaha penunjang, dan meningkatkan penelitian dan
pengembangan pemanfaatan limbah termasuk sampah kota untuk energi
(Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2015).
Banyak kajian telah menyarankan bahwa energi turunan biomassa akan
memberikan sumbangan yang besar terhadap suplai energi keseluruhan karena
harga bahan bakar fosil semakin meningkat pada beberapa dekade yang akan
datang. Penggunaan biomassa sebagai sumber energi sangat menarik karena ia
merupakan sumber energi dengan jumlah bersih CO 2 yang nol, oleh karenanya

tidak berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca. Pembakaran energi
biomassa akan menghasilkan CO2, akan tetapi hampir semua karbon dalam bahan
bakar akan diubah menjadi CO2, yaitu seperti yang digunakan selama konsumsi
bahan bakar fosil. Namun biomassa dapat dikatakan tidak memiliki jumlah CO 2
berdasarkan anggapan bahwa pohon-pohon yang baru atau tumbuhan lain yang
ditanam kembali akan memberikan CO2 yang dihasilkan selama penggunaan
energi biomassa (Yokoyama,2008).
Salah satu pemanfaatan energi biomassa yaitu dengan cara Liquification.
Liquification (likuifikasi) merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan
dengan proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari
padat ke cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan
dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan (Berglin et al,
2012).
Dalam aplikasi proses HTL yang sedang diselidiki oleh Pacific Northwest
National Laboratory (PNNL) dalam tulisan Berglin et al (2012), bahan baku dasar
berserat biomassa, serpihan kayu pinus, atau partikel brangkasan jagung dicampur
dengan air untuk membentuk bubur perekat (nominal 15% berat padatan kering).
Bubur ini sangat kental dengan sifat aliran non-Newtonian. sejumlah kecil bahan
lain (misalnya, Na2CO3) dapat ditambahkan ke bahan baku biomassa ini untuk
membantu (misalnya, menyesuaikan pH) dalam pengolahan hilir. Dalam skala
pilot dan produksi skala sistem, aliran air (proses recycle) yang mengandung asam
organik ~ 5% berat badan dan alkohol (misalnya, asam glikolat, asam asetat,
metanol, etilen glikol) akan digunakan sebagai pembuat air untuk bubur biomassa.
Bubur dipompa ke 15-20 MPa (2200-2900 psi / 150-200 bar) dan kemudian

dipanaskan sampai 300-350 C (570-662 F). Tekanan dipertahankan di atas


tekanan uap air untuk memfasilitasi media reaksi kental fase. Padatan biomassa
dikonversi ke bio-oil, dan bio-oil dipisahkan dari padatan dan fasa air. dihasilkan
bio-oil yang kemudian dapat ditingkatkan (melalui hydrotreating) untuk
menghasilkan produk hidrokarbon.

Gambar 1. Gambaran dari proses HTL (Berglin et al, 2012)


Konversi biomassa menjadi bahan bakar terbarukan dan bahan kimia yang
menarik, terutama untuk menargetkan

gabungan limbah organik

yang ada

sebagai masukan (seperti pulp dan limbah kertas pabrik, kertas daur ulang yang
tidak dapat digunakan / bubur kardus, ganggang yang digunakan dalam
bioremediasi air limbah, dan lain-lain). Salah satu pendekatan prinsip konversi
didasarkan pada penggunaan suhu tinggi dan tekanan air (HTPW) dengan dan
tanpa katalis. Di Australia, inkarnasi baru dari jenis proses yang dikenal sebagai
Catalytic Hydrothermal Reactor (Cat-HTR) teknologi sedang dikomersialkan
pada skala 250.000 ton kering input biomassa per tahun per tanaman (Thomas dan
Thomas, 2015).
Licella, yang merupakan salah satu anak perusahaan Ignite Energy
Resources (IER) telah mengembangkan sistem Catalytic hydrothermal Reactor

(Cat-HTR) 'lignoselulosa' yang unik untuk mengkonversi biomassa menjadi


minyak mentah yang bernilai tinggi. Bahan baku biomassa, dalam hal radiata ini
limbah debu pinus yang dikumpulkan dari penggergajian, dicampur dengan air
untuk membuat "bahan baku bubur". Pada Tanaman Somersby Demonstration,
(satu jam dari Sydney) bubur ini dapat diolah menjadi minyak mentah dalam
waktu sekitar setengah jam dari yang dipompa ke dalam sistem reaktor. Pada skala
komersial yang lebih besar dan terintegrasi, sistem akan beroperasi secara terus
menerus dan mampu menghasilkan ribuan barel minyak mentah per hari (Licella,
2012).
Potensi manfaat menggunakan biomassa terbarukan untuk menghasilkan
pengganti untuk minyak mentah fosil menurut Licella (2012) meliputi:
1. Akses tak terbatas dan sepenuhnya alternatif yang terbarukan dari
persediaan minyak mentah.
2. Kapasitas untuk merawat penuh penggunaan kilang BBM saat ini dan
infrastruktur distribusi.
3. Mengurangi risiko terhadap fluktuasi harga minyak internasional.
4. Kesesuaian untuk produksi berbagai bahan bakar transportasi, plastik dan
penggunaan lainnya.
5. Manfaat lingkungan yang timbul dari mengurangi emisi CO2 dan
pengeboran laut.
6. Kapasitas untuk mendaur ulang biomassa bernilai rendah menjadi
komoditas bahan baku bernilai tinggi.

I.2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan minyak mentah dari biomassa
melalui proses likuifikasi dengan menggunakan Catalytic Hydrothermal
Reactor (Cat-HTR).

I.3

Rumusan Masalah
1. Apakah biomassa yang dilikuifikasi dengan Catalytic Hydrothermal
Reactor (Cat-HTR) dapat menghasilkan minyak mentah?
2. Apakah bahan baku biomassa yang berbeda akan mempengaruhi

I.4

minyak mentah yang dihasilkan?


Hipotesis
1. Biomassa yang dilikuifikasi dengan Catalytic Hydrothermal Reactor
(Cat-HTR) dapat menghasilkan minyak mentah.
2. Perbedaan bahan baku biomassa akan mempengaruhi minyak mentah

I.5

yang dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu untuk mengatasi masalah energi
terutama bahan bakar fosil yang semakin menipis dengan penggunaan
bahan baku limbah biomassa. Selain itu penelitian ini juga diharapkan
mampu untuk menentukan bahan baku biomassa mana yang dapat
menghasilkan minyak mentah secara optimal dan berkualitas tinggi.

Anda mungkin juga menyukai