Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 1


DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 3
C. Manfaat ................................................................................................. 4
D. Tujuan ................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ingkar As-Sunnah ... 5
B. Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah ... 6
1. Ingkar Sunnah Klasik ... 7
a) Khawarij dan Sunnah .... 8
b) Syiah dan Sunnah 8
c) Mutazilah . 9
d) Pembela Sunnah .............. 10
2. Ingkar Sunnah Masa Kini (Modern) .... 10
C. Argementasi Ingkar As-Sunnah ......... 11
D. Bantahan Terhadap Ingkar As-Sunnah ........ 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................ 15
B. Kritik dan Saran ................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, yang berupa
Qauliah (perkataan), Filiah (pekerjaan), Taqririah (ketetapan ), Hammiah (keinginan atau
hasrat Nabi Saw, yang belum terealisasi), dan Ahwaliah (yang menyangkut sifat-sifat dan
kepribadian Nabi Saw)1[1]. Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam yang kedua
setelah Al-Quran.
Adanya hadits berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi dari
disampaikannya hadits-hadits yang disandarkan pada Rasulullah SAW tidak semua disetujui
oleh semua ummat Islam.
Terdapat golongan yang mengakui akan ke-tidak-benaran kehadiran hadits-hadits
tersebut. Dengan pemikiran-pemikiran yang membuat kokohnya pendapat yang tidak
mempercayai Sunnah tersebut, golongan-golongan yang terlibat pun ikut andil untuk
mengingkari segala yang sampai pada mereka. Maka perlunya untuk membahas peristiwa AlInkar Al- Sunnah tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ingkar As-Sunnah.?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah.?
a) Ingkar Sunnah Klasik
b) Ingkar Sunnah Masa Kini (Modern)
C. Apa Argumentasi Ingkar as-Sunnah.?
D. Bagaimanakah Bantahan Terhadap Ingkar As-Sunnah.?
1[1] M. Agus Solahudin. Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Cet-III, (Bandung:
CV.Pustaka Setia, 2013), hal.17

E. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian, sejarah, argumentasi dan bantahan terhadap ingkar as-sunnah.
F. Manfaat
Dalam pembuatan makalah ini penulis bertujuan untuk memenuhi mata kuliah Study Studi
Hadits dan memberikan penjelasan-penjelasan yang konfrehensif (luas dan menyeluruh)
berdasarkan referensi-referensi buku-buku ilmiah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Ingkar As-Sunnah


Kata Ingkar As-Sunnah terdiri dari dua kata yaitu ingkar dan sunnah. Kata
ingkar yang mempunyai beberapa arti di antaranya ; Tidak mengakui dan tidak menerima
baik dilisan dan dihati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu, dan menolak apa yang tidak
tergambarkan dalam hati.2[2]
Ingkar As-Sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian
maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal
ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.3[3]

2[2] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Cet-V, (Jakarta: Amzah, 2011), 27.
3[3] M. Agus Solahudin. Agus Suyadi, Ulumul Hadits,..hal. 207. Lihat Pula, Daud
Rasyid, Sunnah Dibawah Ancaman: Dari Snouck Hugronje Hingga Harun
Nasution, (Bandung: Syaamil.2006), hal.vi

Abi Hilal al-Askariy membedakan antara makna al-ingkar dan al-juhdu. Kata alingkar terhadap sesuatu yang tersembunyi yang tidak disertai pengetahuan, sedangkan aljuhdu terhadap sesuatu yang nampak dan di sertai dengan pengetahuan.4[4]
Ada bebrapa definisi Ingkar As-Sunnah yang sifatnya hanya sedrrhana pembatasannya
di antaranya sebagai berikiut;
1. Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai
sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al-Quran.5[5]
2. Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar
hukum Islam dari sunnah shahih baik sunnah praktis atau yang secara formal
dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir maupun ahad atau
sebagian saja, tanpa ada alasan yang dapat diterima.6[6]
Penyebutan ingkar as-sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap
sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori ingkar sunnah,
termasuk didalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berfikiryang dalamnya
penolakan dari sebuah konsep berfikir yang janggal atau metodologi khusus yang diciptakan
sendiri oleh segolongan orang- baik masa lalu maupun sekarang- sedangkan konsep tersebut
tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqih.7[7]
Ada tiga jenis kelompok ingkar As-sunnah.
1. Kelompok yang menolak hadis Rasulullah SAW secara keseluruhan.
2. Kelompok yang menolak hadis-hadis yang tak disebutkan dalam Al-Quran secara
tersurat atau tersirat.

4[4] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits 28.


5[5] Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Eniklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 1992), 429
6[6] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits 29
7[7] M. Agus Solahudin, Ulumul Hadits hal. 207

3. Kelompok yang hanya menerima hadis-hadis mutawatir (diriwayatkan oleh banyak


orang setiap jenjang atau peridenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak
hadis-hadis ahad (tidak mencapai derajat metawatir) walaupun Shahih.
Mereka beralasan dengan ayat: QS. An-Najm : 28

Artinya: Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah
sedikitpun terhadap kebenaran (QS. An-Najm ayat 28)
Mereka berdalil dengan ayat di atas sesuai dengan pemahaman atau penafsiran
mereka sendiri (Ingkar as-Sunnah)8[8]
Penjelasan ayat di atas itu adalah, tidak memberi manfaat sedikit pun dan tidak pula
berdiri pada pihak yang benar. Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:

"
"




Artinya: Jangan sekali-kali kamu mempunyai buruk prasangka, karena sesungguhnya buruk
prasangka itu merupakan pembicaraan yang paling dusta.9[9]

B.

Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah

1. Ingkar Sunnah Klasik


Pada masa sahabat, seperti dituturkan oleh Al-Hasan Al-Basri (w. 110 H), ada sahabat
yang kurang begitu memperhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW., yaitu ketika sahabat Nabi
SAW Imran bin Husain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadis. Tiba-tiba ada seorang yang
meminta agar ia tidak usah mengajarkan hadis, tetapi cukup mengajarkan Al-Quran saja.
Jawab Imran,tahukah anda, seandainya anda dan kawan-kawan anda hanya memakai AlQuran, apakah anda dapat menemukan dalam Al-Quran bahwa salat dhuhur itu empat rakaat,
salat ashar empat rakaat, dan salat magrib tiga rakaat? Apabila anda hanya memakai Al8[8] Ibid.. hal. 208
9[9] Imam Al-Hafiz Imaduddin Abul Fida Ismail, Tafsir Ibnu Katsir, (Sofwere Versi
CHM, 2013).

Quran, dari mana anda tahu tawaf (mengelilingi kabah) dan sai antara safa dan marwa itu
tujuh kali?
Mendengar jawaban itu, orang tersebut berkata, Anda telah menyadarkan saya.
Mudah-mudahan, Allah selalu menyadarkan anda. Akhirnya sebelum wafat, orang itu
menjadi Ahli Fiqh.10[10]
Agaknya gejala-gejala Ingkar As-Sunnah seperti diatas, masih merupakan sikap-sikap
individual, bukan merupakan sikap kelompok atau mahzab, meskipun jumlah mereka
dikemudian hari semakin bertambah. Suatu hal yang patut dicatat, bahwa gejala-gejala itu
tidak terdapat di negeri Islam secara keseluruhan, melainkan secara umum terdapat di Irak.
Karena Imran bin Hushain dan Ayyub As-Sakhtiyani, tinggal di Basrah Irak. Demikian pula,
orang-orang yang disebutkan oleh, Imam Syafii sebagai pengingkar sunnah juga tinggal di
Basrah. Karena itu, pada masa itu di Irak terdapat faktor-faktor yang menunjang timbulnya
faham Ingkar As-Sunnah.11[11]
Dan itulah gejala-gejala Ingkar As-Sunnah yang timbul dikalangan para sahabat.
Sementara menjelang akhir abat kedua hijriah muncul pula kelompok yang menolak sunnah
sebagai salah satu sumber syariat Islam, disamping ada pula yang menolak sunnah yang
bukan mutawatir saja.12[12]

a. Khawarij dan Sunnah


Apakah Khawarij13[13] menolah Sunnah.?
10[10] Al-Hakim, Al-Mustadrak Ala Ash-Shohihain, (Beirut: Dar Al-Mafirat.tt), Juz.
1. Hal. 109-110. Lihat pula, M. Agus Solahuddi Op.Cit. hal.208.
11[11] M. Agus Solahuddihal.209
12[12] Ibid hal.210
13[13] Dari sudut Etimologi, kata Khawarij merupakan bentuk jamak dari kata
Kharij, yang berarti Sesuatu Yang Keluar.Sementara menurut pengertian
Terminologi, khawarij adalah kelompok atau golongan yang tidak loyal kepada
pimpinan yang sah. Dan yang dimaksud dengan Khawarij disini adalah golongan
tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abu Thalib r.a.

Ada sebuah sumber yang menuturkan bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para
sahabat sebelum kejadian fitnah (perang sudara antara Ali bin Abu Thalib r.a. dan Muawiyah
r.a.) diterima oleh kelompok khawarij. Degan alasan bahwa sebelum kejadian itu para sahabat
dinilai sebagian orang-orang yang adil (muslIm yang sudah akil-balig, tidak suka berbuat
maksiat, dan selalu menjaga martabatnya). Namun, sesudah kejadian fitnah tersebut,
kelompok khawaarij menilai mayoritas sahabat Nabi SAW sudah keluar dari Islam.
Akibatnya, hadis-hadis yang diriwayatkan para sahabat sesudah kejadian itu ditolak
kelompok khawarij. Dengan alasan bahwa sebelum kejadian itu para sahabat dinilai sebagai
orang-orang yang adil, namun setelah kejadian fitnah tersebut, kelompok Khawarij menilai
mayoritas sahabat Nabi Saw, sudah keluar dari Islam.14[14]
Pendapat ini yang disimpulkan oleh Musthafa As-SibaI berdasarkan sumber-sumber
yang terdapat dalam kitab Al-Firaq Baina Al-Firaq Karya Abd Qadir Al-Baghdadi (w.429
H).15[15]

b. Syiah dan Sunnah.

14[14] Musthafa As-SibaI, As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri Al-Islami. (Beirut: AlMaktab Al-Islami, 1980), Juz I.hal. 22.

15[15] M. Agus Solahudi hal.210

Kelompok Syiah16[16] ini menerima hadits Nabawi sebagai salah satu sumber syariat Islam.
Hanya saja, ada perbedaan mendasar antara kelompok syiah ini dengan golongan AhlAlSunnah (golongan mayoritas umat Islam), yaitu dalam hal penetapan hadis.
Golongan syiah menganggap bahwa sepeninggal Nabi SAW., mayoritas para sahabat sudah
murtad (keluar dari Islam),kecuali beberapa orang saja yang menurut mereka masih tetap
muslim. Karena itu golongan syiah menolak hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mayoritas
para sahabat tersebut. Syiah hanya menerima hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahl AlBait saja.17[17]
c.

Mutazilah dan Sunnah


Apakah Mutazilah18[18] menolak Sunnah.?
Syekh MuhammadAl-Khudari Beik berpendapat bahwa mutazilah menolak sunnah.
pendapat ini berdasarkan adanya diskusi antara Imam Asy-Syafii (w. 204 H) dan kelompok
yang mengingkari sunnah. Sementara kelompok atau aliran pada waktu itu di Bashrah Irak
16[16] Kata Syiah secara Etimologi berarti Pembela atau Pengikut, sedangkan
menurut Terminologi Syiah berarti Mereka yang menyatakan bahwa Sayyidina
Ali bin Abi Thalib adalah yang paling utama diantara para sahabat dan yang
berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan dan imamah atas umat islam,
demikian pula anak cucunya. - Majalah Sidogiri
Edisi 109 Safar 1437
H/2016. hal. 54-55.Golongan Syiah ini terdiri dari berbagai kelompok dan tiaptiap kelompok menilai kelompok lain sudah keluar dari Islam.
Sementara kelompok yang masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Syiah
Itsna Asyariyah, bisa juga dikenal nama Imamiyah atau Jafariyah. Kelompok ini
merupakan mayoritas penduduk iran, Irak, serta ditemukan juga dibeberapa
daerah di Suriah, Kuwait, Bahrain, India, juga di Saudi Arabia, dan beberapa
daerah (bekas) Uni Sovyet. - Lihat Buku: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, SunnahSyiah Bergandengan Tangan ! Mungkinkah? Kajian Atas Konsep Ajaran dan
Pendidikan, Cet-II, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 83.

17[17] M. Agus Solahudi hal.212


18[18] Secara Etimologi Mutazilah adalah Sesuatu Yang Mengasingkan Diri.
Sementara yang dimaksudkan disini adalah golongan yang mengasingkan diri dari
mayoritas umat Islam karena mereka berpendapat bahwa seorang muslim yang Fasiq
(berbuat maksiat) tidak dapat disebut mukmin atau kafir. Adapun golongan Ahl AsSunnah berpendapat bahwa orang Muslim yang berbuat maksiat tetap sebagai mukmin,
meskipun ia berdosa. Pendapat Mutazilah ini muncul pada masa Al-Hasan Al-Basri, dan
dipelopori oleh Washil bin Ata (w. 131 H).

adalah Mutazilah.19[19] Prof. Dr. Al- Sibai tampaknya sependapat dengan pendapat AlKhudari ini.20[20]
Ada sebagian Ulama Mutazilah yang tampaknya menolak Sunnah, yaitu Abu Ishak
Ibrahimbin Sajyar, yang populer dengan sebutan Al-Nadhdham (w. 221-223 H).
Ia mengingkari kemukjizatan Al-Quran dari segi susunan bahasanya, mengingkari
mujizat Nabi Muhammad SAW., dan mengingkari hadis-hadis yang tidak dapat memberikan
pengertian yang pasti untuk dijadikan sebagai sumber syariat Islam.21[21]

d. Pembela Sunnah
Pada masa klasik, Imam As-Safii telah memainkan perannya dalam menundukkan
kelompok pengingkar sunnah. Seperti telah disebutkan, dalam kitabnya Al-Umm, beliau
menuturkan pendapatnya dengan orang yang menolak hadis. Setelah melalui perdebatan yang
panjang, rasional, dan ilmiah, pengingkar sunnah akhirnya tunduk dan menyatakan menerima
hadis. Oleh karena itu Imam As-Syafii kemudian diberi julukan sebagai Nashir As-Sunnah
(pembela Sunnah).22[22]
2. Ingkar Sunnah Masa Kini (Modern)
Sejak abad ke-III awal abad ke-XIV H, tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa
dikalangan umat Islam terdapat pemikiran-pemikiran untuk menolak Sunnah sebagai salah
satu sumber syariat Islam, baik secara perorangan maupun kelompok. Pemikiran untuk
menolak Sunnah yang muncul pada abad I H (Ingkar As-Sunnah Klasik) sudah lenyap ditelan
masa pada akhir abad ke-III H.23[23] Pada abad ke-XIV H pemikiran itu muncul kembali ke
permukaan bumi, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari Ingkar AsSunnah Klasik muncul di Bashrah, Irak akibat ke-tidak-tahuan sementara orang terhadap
19[19] Muhammad Al-khudhari Beik, Tarikh at-Tasyri Al-Islam, (Kairo: Al
Maktabah At-Tijariyah Al-Kubro, tt), hal. 186.
20[20] As-SibaI, Op.Cit. hal. 134.
21[21] M. Agus Solahudin. Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Cet-III, (Bandung:
CV.Pustaka Setia, 2013), hal.213
22[22] Ibid, hal. 214
23[23] Ibid, hal. 215

fungsi dan kedudukan Sunnah, Ingkar As-Sunnah Modern muncul di Kairo, Mesir akibat
pengaruh pemikiran Kolonialisme yang ingin melumpuhkan Dunia Islam.24[24]
Kapan aliran Ingkar As-Sunnah Modern itu lahir.?
Muhammad Musthafa Azami menuturkan bahwa Ingkar Sunnah Modern lahir di
Kairo, Mesir pada masa Syekh Muhammad Abduh (1266-1323 H/1849-1905 M). dengan kata
lain, Syekh Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan Ingkar
As-Sunnah pada masa Modern.25[25]
Syekh Muhammad Abduh berkata; Umat Islam pada masa sekarang ini tidak mempunyai
imam (pemimpin) selain Al-Quran, dan Islam yang benar adalah pada Islam masa awal
sebelum terjadi fitnah (perpecahan).26[26] Beliau (Abduh) juga berkata; Umat Islam
sekarang tidak mungkin bangkit selama kitab-kitab ini (kitab yang di ajarkan di Alazhar dan
sejenisnya), masih tetap diajarkan. Umat Islam tidak akan maju tanpa ada semangat yang
menjiwai umat Islam abad pertama, yaitu Al-Quran. Semua hal selain Al-Quran akan
menjadi kendala yang menghalangi antara Al-Quran dan Ilmu serta Amal.27[27]
Abu Rayyan berpendapat, Selain Syekh Muhammad Abduh, murid Abduh yang tidak jauh
beda dengan sang gurunya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha yang juga sebagai pengingkar
Sunnah.28[28]
24[24] Ibid, hal. 215
25[25] Ali Musthofa Yaqub, Kritik Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), hal. 4044.
26[26] M. Agus Solahudin, Op.Cit. hal. 216
27[27] Ali Musthafa Yaqub, Kritik Haditshal. 44.
28[28] Sebenarnya keterangan Syekh Muhammad Abduh diatas yang di nukil
oleh Abu Rayyan, masih ditinjau kembali. Masalahnya, boleh jadi Abduh ketika
mengatakan hal itu di dorong oleh semangat yang menggebu-gebu untuk
membumikan ajaran Al-Quran sehingga ia berpendapat bahwa selain Al-Quran,
tidak ada gunanya sama sekali, namun bagaimanapun ia telah dituduh sebagai
pengingkar as-Sunnah oleh sebagian ulama. (pen-pemakalah).- Syekh
Muhammad Abduh dalam kaitannya dengan hadits, yaitu ia menolak hadits Ahad
untuk dijadikan dalil dalam masalah Aqidah (tauhid). Menurut Abduh, untuk
masalah-masalah Aqidah hanya dapat dipakai hadits-hadits Mutawatir. Apakah
orang yang menolah hadits Ahad dalam masalah Aqidah dapat disebut
pengingkar sunnah.? Tampaknya, para ulama belum sependapat dalam masalah
ini.

C.

Argumentasi Ingkar as-Sunnah


1. Agama Bersifat Konkret dan Pasti.
Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita
memanggil dan memakai Sunnah, berarti landasan agama itu tidak pasti. Al-Quran yang kita
jadikan landasan agama itu bersifat pasti, seperti dituturkan dalam ayat-ayat berikut :

Artinya: Alif Lam Mim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa (Qs. Al-Baqarah : 1-2)
Dan juga ayat berikut:



Artinya : Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran) itulah
yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya(Qs. Al-Fathir : 31)
Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari hadits, ia tidak akan memiliki
kepastian sebab keberadaan hadits khususnya hadits ahad- bersifat dhanni (dugaan yang
kuat), dan tidak sampai pada paringkat pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan
hadits disamping Al-Quran- Islam akan bersifat ketidak pastian. Dan ini dikecam oleh Allah
dalam Firman-nya;

Artinya: Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaidah
sedikitpun terhadap kebenaran. (Qs. An-Najm : 31)
Demikianlah argumentasi pertama Ingkar As-Sunnah, baik yang Klasik maupun Modern,
seperti diungkapkan oleh Taufiq Sidqy (asal mesir) dam Jamiyah Ahlul Quran (Pakistan). 29
[29]
2. Al-Quran Sudah Lengkap.

29[29] Musthafa Azami, Studies In Early Hadith Literature. Diterjemahkan Ali


Musthafa Yaqub. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal. 41.

Dalam syariat Islam, tidak ada dalil lain, kecuali Al-Quran. Allah Swt. Berfirman;
Artinya:

Tiadalah Kami alpakan (tidakan) sesuatupun dalam Al-Kitab (Al-Quran),

kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan (Qs. Al-Anam : 38)


Jika kita berpendapat Al-Quran masih memerlukan penjelasan, berarti kita secara
tegas mendustakan Al-Quran dan kedudukan Al-Quran yang membahas segala hal secara
tutas. Padahal, ayat diatas membantah Al-Quran masih mengandung kekurangan. Oleh karena
itu, dalam syariat Allah di ambil pegangan lain, kecuali Al-Quran. Argumen ini dipakai oleh
Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah. 30[30]
3. Al-Quran Tidak Memerlukan Penjelasan
Al-Quran tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Quran merupakan penjelasan
terhadap segala hal. Allah berfirman;


Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Qs. An-Nahl: 89)

Artinya: Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang
telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah
Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan
dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang
ragu-ragu (Qs. Al-Anam: 114)

Ayat-ayat ini di pakai oleh par peng-Ingkar As-Sunnah, baik Klasik maupun Modern.
Mereka menganggap Al-Quran sudah cukup karena memberikan penjelasan terhadap segala
masalah. Mereka adalah orang-orang yang menolak hadis secara keseluruhan, seperti Taufiq
Sidqi dan Abu Rayyah.31[31]

30[30] M. Agus Solahudin, hal. 221


31[31] M. Agus Solahudin... hal. 221

D. Bantahan Terhadap Ingkar As-Sunnah


1. Bantahan Terhadap Argument Pertama
Alasan mereka bahwa sunnah itu Dhanni ( Dugaan Kuat ) sedang kita di haruskan mengikuti
yang pasti ( yakin ), masalahnya tidak demikain. Sebab, Al-Quran sendiri meskipun
kebenarannya sudah di yakini sebagai Kalamu Allah- tidak semua ayat memberikan petunjuk
hukumyang pasti sebab banyak ayat yang pengertiannya masih Dzanni (Ad-dalalah ).
Bahkan, orang yang memakai pengertian ayat seperti ini juga tidak dapat
menyakinkan bahwa pengertian itu bersifat pasti ( yakin ). Dengan demikian, berarti Ia jga
tetap mengikuti pengertian ayat yang masih bersifat dugaan kuat (dzanni Ad-dalalah).
Firman Allah Swt, :

Artinya: Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya
persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. (Qs. Yunus: 36)

Yang di maksud dengan kebenaran ( Al-haq) di sini adalah masalah yang sudah tetap
dan pasti. Jadi,maksud ayat ini selengkapnya adalah,bahwa dzanni tidak dapat melawan
kebenaran yang sudah tetap denagn pasti, sedangkan dalam halmenerima hadis, masalahnya
tidak demikian.
Untuk membantah orang-orang yang menolak hadis ahad, Abu Al- Husain Al- Basri
Al Mutazili mengatakan,dalam menerima hadis- hadis ahad, sebenarnya kita memakai
dali-dali pasti yang mengharuskan untunmenerima hadis itu jadi, sebenarnya kita
tidakmemakai dzanni yang bertentangan dengan haq, tetapi kita mengikuti atau memakai
dzann yang memegang perintah Allah.
2. Bantahan Terhadap Argumen Kedua Dan Ketiga
Kelompok peng-Ingkar Sunnah, baik pada masa klasik maupun modern, umumnya
Kekurangan Waktu dalam mempelajari Al-Quran. Hal itu di karena merka kebanyakan
hanya memakai dalil (Qs. An-Nahl : 89) yang telah kami (pemakalah) sebutkan pada bagian
Argumentasi Ingkar as-Sunnah bagian ke-3 (Al-Quran tidak memerlukan penjelasan).
Sedangkan Argumen ke-2 (Al-Quran sudah lengkap), pada Qs. Al-Anam: 38. Hal itu
tidak pada tempatnya sebab Allah Swt, juga menyuruh kita untuk memakai apa yang
disampaikan oleh Nabi Saw, seperti dalam firman-Nya:

Artinya: ..Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya. (Qs. Al-Hasyr: 07)
Dan masih banyak ayat-ayat yang lainnya. Berdasarkan Teks Al-Quran, Rasulullah
Saw, sajalah yang diberi tugas untuk menjelaskan kandungan Al-Quran, sedangkan kita di
wajibkan untuk menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa perintah
maupun larangan. Semua ini bersumber dari Al-quran.32[32]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ingkar As-Sunnah adalah suatu paham atau pendapat perorangan atau kelompok,
bukan gerakan atau aliran, ada kemungkinan paham ini dapat menerima sunnah selain
sebagai sumber hukum Islam, misalnya sebagai fakta sejarah, budaya, tradisi, lain-lain.
Sejarah Perkembangan Ingkar As-Sunnah, Menurut Prof. Dr. Musthafa Al-Azhami
sejarah ingkar as-sunnah klasik terjadi pada masa Asy-SyafiI (w.204 H) abad ke-II H/7 M.
kemudian hilang dari peredarannya selama kurang lebih sebelas abad. Kemudian pada abad
modern ingkar as-sunnah timbul kembali di India dan Mesir dari abad 13 H/19 M, sampai
pada masa sekarang. Sedang pada masa pertengahan ingkar as-sunnah tidak mencul kembali,
kecuali Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke Negara Islam dengan menaburkan fitnah
dan mencorang-coreng citra Agama Islam.
Argumentasi Ingkar As-Sunnah berpendapat ;
1. Al-Quran turun sebagai penerang atas segala sesuatu secara sempurna, bukan yang di
terangkan dan tidak memerlukan penjelasan.
2. Al-Quran bersifat qathi (pasti; absolute kebenarannya) sedang as-sunnah bersifat
dhanni (relative; nisbi kebenarannya).

32[32] M. Agus Solahudin hal. 225

3. Agama bersifat konkrit dan pasti. Dan lain sebagainya.

B. Kritik dan Saran


Dari beberapa penjelasan di atas tentang penulisan pasti tidak lepas dari kesalahan
penulisan dan rangkaian kalimat. Dan kami sebagai penyusun Makalah ini menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan para pembaca, khususnya
pembimbing mata kuliah Studi Hadits. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya konstruktif, agar dapat dibuat acuan dalam terselesainya makalah kami yang
berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Azami, Musthafa. Prof. Dr. 2000. Studies In Early Literature. di terjemahkan oleh Ali Musthafa
Yakub. Jakarta : Pustaka Firdaus.
Al-Hakim. tt. Al-Mustadrak Ala Ash-Shohihain. Beirut: Dar Al-Mafirat. Juz. I.
Al-Khudhari, Muhammad. Tt. Tarikh at-Tasyri Al-Islam. Kairo: Al Maktabah At-Tijariyah Al-Kubro.
As-SibaI, Musthafa.1980. As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri Al-Islami. Beirut: Al-Maktab AlIslami. Juz I.
Ibnu Katsir, Imam Al-Hafiz Imaduddin Abul Fida Ismail. 2013. Tafsir Ibnu Katsir. Sofwere Ebook
Versi CHM.
Khon, Abdul Majid. 2011. Ulumul Hadits. Jakarta: Amzah. Cet-V.
Majalah Sidogiri Edisi 109 Safar 1437 H/2016. hal. 54-55.
Rasyid, Daud. 2006. Sunnah Dibawah Ancaman: Dari Snouck Hugronje Hingga Harun Nasution.
Bandung: Syaamil.
Shihab, Quraish. 2007. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan ! Mungkinkah? Kajian Atas Konsep
Ajaran dan PendidikanJa. karta: Lentera Hati, Cet-II.
Solahuddin, M. Agus, & Agus Suyadi. 2013. Ulumul Hadits. Bandung: CV.Pustaka Setia. Cet-III.
Tim IAIN Syarif Hidayatullah. 1992. Eniklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Yaqub, Ali Musthofa. 2004. Kritik Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Link :

www.moh-ababil.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai