Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin.1 Ketiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam
kehamilan (HDK), dan infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah
berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan
sedangkan HDK proporsinya semakin meningkat. Lebih dari 30% kematian ibu di
Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh HDK.3
Berdasarkan Report of the Natinal High Blood Presure Education Program
Working Group on High Blood Presure in Pregnancy tahun 2001 hipertensi dalam
kehamilan terbagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu : hipertensi kronik,
preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
dan hipertensi gestasional.1
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai proteinuria. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan berat. Pembagian preeklampsi menjadi berat dan ringan
tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali
ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami
kejang dan jatuh dalam koma.1
Di Indonesia Preeklampsi berat (PEB) merupakan salah satu penyebab
utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Preeklampsi berat (PEB)
adalah preeklampsi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan
darah sistolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam. 1 Preeklampsia
terjadi pada kurang lebih 5% dari semua kehamilan, 10% pada kehamilan anak
pertama dan 20-25% pada perempuan hamil dengan riwayat hipertensi
sebelumnya. Faktor risiko Ibu untuk terjadinya preeklampsia antara lain
kehamilan pertama, usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun, riwayat
pada kehamilan sebelumnya, riwayat keluarga dengan preeklampsi, obesitas atau

kegemukan, dan jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10
tahun.5
Preeklampsia dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pengelolahan preeklampsi dalam kehamilan harus
benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1

Preeklampsia
Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah umur kehamilan 20

minggu kehamilan disertai proteinuria. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan
darah dan proteinuria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda
kerusakan

organ

(termasuk

gangguan

pertumbuhan

janin). Preeklampsi

merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat menjadi ante, intra dan
postpartum.1
2.1.2

Klasifikasi1
Klasifikasi yang dipakai Indonesia adalah berdasarkan Report of the

Nationa High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah :
1.

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan


20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu

2.

pascapersalinan
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

3.

disertai dengan proteinuria


Eklampsia adaah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang

4.

dan/atau koma
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai

5.

proteinuria
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai

proteinuria

dan

hipertensi

menghilang

setelah

bulan

pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi


tanpa proteinuria.

Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia


ringan dan preeklampsia berat. Pembagian preeklampsi menjadi berat dan ringan
tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali
ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami
kejang dan jatuh dalam koma.
2.2

Preeklampsia Berat

2.1.1

Definisi
Preeklampsia pada kehamilan 20 minggu atau lebih dengan tekanan darah

sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria
lebih 5 g/24 jam atau kualitatif 3+. 1,9
2.2.2

Epidemiologi
Di Indonesia Preeklampsi berat (PEB) merupakan salah satu penyebab

utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Preeklamsia terjadi pada


kurang lebih 5% dari semua kehamilan, 10% pada kehamilan anak pertama dan
2025% pada perempuan hamil dengan riwayat hipertensi sebelum hamil. Setiap
tahun sebanyak 250 ribu ibu hamil di Amerika menderita hipertensi atau 510%.
pada suatu penelitian ditemukan sebanyak 8.341 kasus (1,51%) ibu hamil dari
semua sampel perempuan yang berusia 15-54 tahun, didapatkan prevalensi
hipertensi pada ibu hamil sebesar 1.062 kasus (12,7%). Dari 1.062 kasus ibu
hamil dengan hipertensi, ditemukan 125 kasus (11,8%) didiagnosis hipertensi oleh
petugas kesehatan. Dan dari sebaran hipertensi di 32 provinsi di Indonesia,
presentase ibu hamil dengan hipertensi terbanyak pada prov. Sumatera selatan
(18,0%) dan tidak ditemukan adanya kehamilan di prov Sulawesi tengah.4
2.2.3

Etiologi1
Menurut Zweifel : Preeclampsia, the disease theories, Penyebab pasti

preeklampsia masih belum diketahui jelas. Tetapi terdapat beberapa faktor-faktor


prediposisi yang mempengaruhi terjadinya Preeklampsia yaitu:

1.

Primigravida atau nullipara, terutama umur reproduksi ekstrem, yaitu 18

tahun dan umur 35 tahun ke atas.


Multigravida dengan kondisi klinis :

Kehamilan ganda dan hidrops fetalis

Penyakit vaskular termasuk hipertensi esensial kronik dan DM

Penyakit-penyakit ginjal
Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi

4
5

besar, DM.
Riwayat keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia
Obesitas

2.

2.2.4

Patofisiologi
Hipotesa faktor- faktor etiologi preeklampsia bisa diklasifikasikan

berdasarkan teori-teori berikut, antara lain1 :


a.

Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas

ke dalam lapisan otot arteria spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodeling arteri spiralis.1
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan menjadi hipoksia dan
iskemia plasenta.1
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa invasi sitotrofoblas pada uterus
sebenarnya merupakan jalur diferensiasi yang unik di mana sel-sel fetal

menggunakan sifat tertentu dari endotelium maternal yang normalnya


dihilangkan. Dalam preeklampsia, proses diferensiasi ini berjalan kacau. Kelainan
ini mungkin terkait dengan jalur oksida nitrat, yang memberikan kontribusi besar
terhadap pengendalian tonus pembuluh darah. Selain itu, inhibisi sintesis oksida
nitrat menyebabkan terhambatnya implantasi embrio. Peningkatan resistensi
arterial uterine menginduksi sensitivitas yang lebih tinggi pada vasokonstriksi dan
menimbulkan hipertensi.6
Vasokonstriksi juga menimbulkan hipoksia pada endotel setempat,
sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro
pada tempat endotel. Selain itu, vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan
terjadinya penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya akan menimbulkan
maladaptasi plasenta.7
b.
Teori Disfungsi Endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan endotel yang mengakibatkan terganggunya funsi endotel sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal
meningkat,

aktivasi

penggumpalan

dan

fibrinolisis.

Aktivasi

trombosit

menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi


vasospasme dan kerusakan endotel.1
c.

Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin


Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan

dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak


sempurna.1
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan dalam modulasi respons imun,
sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (palsenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis dan mempermudah invasi sel
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G , yang dapat menghambat inavasi
trofoblas ke dalam desidua sehingga dapat pula menghambat dilatasi artei
spiralis.1
6

d.

Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe

ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin.1
2.2.5

Gambaran klinik1
Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia. Yaitu1 :

1.

Volume plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna guna

memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin dan normal nya terjadi pada umur
kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya pada preeklampsia terjadi penurunan
volume plasma antara 30% - 40% disbanding hamil normal disebut hipovolemia.
Hipovolemia ini diimbangi dengan vasokontriksi, sehingga terjadi hipertensi.
Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ
penting.
2.

Hipertensi
Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskuler dimulai umur

kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II.


Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsi bersifat labil. Tekanan darah menjadi
normal beberapa hari pascapersalinan, kecuali preeklampsia berat kembalinya
dapat terjadi 2 4 minggu pascapersalinan. Timbulnya hipertensi adalah akibat
vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah 140/90 mmHg selang 6
jam.
3.

Fungsi ginjal
a. Perubahan fungsi ginjal disebabkan beberapa hal-hal berikut:
Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga
terjadi oliguria , bahkan anemia
Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan

meningkatnya

permeabilitas membrane basalis sehingga terjadi kebocoran dan

mengakibatkan proteinuria.
Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sel endotel
glomerular membengkak disertai deposit fibril

Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal.


Terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah
b. Proteinuria
c. Asam urat serum, umumnya meningkat 5 mg/cc. Hal ini disebabkan
oleh hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran ginjal dan
mengakibatkan

menurunnya

infiltrasi

menurunnya sekresi asam urat.


d. Kreatinin, pada preeklampsia meningkat

glomerulus

sehingga

1 mg/cc. Hal ini

disebabkan oleh hipovolemia


e. Oliguria dan anuria
Terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun
yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat
4.

terjadi anuria.
Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada

preeklampsia kadar elektrolit total sama seperti hamil normal. Kadar natrium dan
kalium pada preeklampsia sama dengan kadar hamil normal, yaitu sesuai dengan
proporsi jumlah air dalam tubuh.
5.

Koagulasi dan fibrinolisis


Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang

yang berat tetapi sering dijumpa. Pada preeclampsia terjadi peningkatan FDP
(fibrin degradation product), penurunan anti-trombin III, dan peningkatan
fibronektin.
6.

Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,

hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasma arteriole dan


hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa
peningkatan hematokrit akibat hipervolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopati.
7.

Hepar

Perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemik dan perdarahan. Bila


terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar
dan peningkatan enzim herpar.
8.

Janin
Preeklampsi memberikan pengaruh buruk pada janin yang disebabkan oleh

menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel


endotel pembuluh darah plasenta.
9.

Neurologik

Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan

vasogenik edema
Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus, dengan gejala : pandangan kabur, skotomata, ablasio retina

2.2.6

Diagnosis1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat

bila

ditemukan satu atau lebih gejala dibawah ini.


a. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg.
a. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau kualitatif 3+
b. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari kurang dari 500 cc/24 jam disertai
kenaikan kadar kreatinin darah
c. Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur
d. Edema paru-paru dan sianosis
e. Hemolisis mikroangiopatik
f. Adanya sindroma HELLP

Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit

dengan cepat
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar

alanin
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:
1.
2.

Darah rutin (Eritrosit, leukosit, trombosis, Hb, Ht, LED)


Fungsi hati (SGOT/SGPT, bilirubin, protein serum,

aspartat

aminotransferase
9

3.
4.

Fungsi Ginjal (Ureum dan kreatinin)


Rontgen atau CT scan otak untuk mengetahui sudah terdapat edema atau
tidak

Gambar : penilaian klinik hipertensi dalam kehamilan

2.2.7

Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama

ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia.
Biasanya komplikasi yang tersebut di bawah ini terjadi pada preeklampsia berat
dan eklampsia.8
a. Ibu : HELLP syndrome, perdarahan otak, gagal ginjal, hipoalbuminemia,
ablatio retina, edema paru, solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis

10

b. Janin atau bayi : Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan


janin terhambat dan oligohidramnion, kelahiran premature, gawat janin.

2.2.8

Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk kehamilan dengan

penyulit

preeclampsia adalah7
a. Mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia
b. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan
janinnya
c. Melahirkan janin hidup
d. Pemulihan sempurna bagi kesehatan ibu.
Penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan medik dan pengobatan
obstetrik, penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang
optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup
matur untuk hidup di luar uterus.9
Penatalaksanaan preeclampsia berat
1. Perawatan Aktif1
Yaitu kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk
stabilisasi ibu dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
a. Indikasi (salah satu atau lebih) :
a. Ibu
1) Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia
2) Kegagalan terapi medikamentosa :
1) setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi
kenaikan tekanan darah yang persisten
2) setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa tidak

ada perbaikan
gangguan fungsi hepar
gangguan funsi ginjal
dicurigai terjadi solusio plasenta
timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

11

b. Janin
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
Adanya tanda-tanda gawat janin
Timbulnya oligohidramnion
Adanya tanda Intrauterine growth

restriction

(IUGR)

atau

pertumbuhan janin
c. Laboratorium
Adanya "HELLP syndrome" (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar,
trombositopenia).
b. Pengobatan medisinal
Rencana terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan pada
pasien preeklampsia berat yaitu :
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke kiri secara intermiten. Tanda vital diperiksa setiap
30 menit, refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60- 125
cc/jam) 500 cc.
d. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
e. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi
40mg/im.
f. Anti hipertensi
Diberikan jika tekanan darah sistolik lebih 180 mmHg, diastolic
lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
Jenis obat : nifedipin 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit
g. Pemberian Magnesium Sulfat
1) Cara pemberian magnesium sulfat :
Cara Prichard : loading dose MgSo4 40% 8 g IM (4g boka, 4g
boki),dilanjutkan dosis pemeliharaan 4g/6 jam jika syarat terpenuhi
2) Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1

gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.


Refleks patella positif kuat

12

Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.


Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5

cc/kgBB/jam).
3) MgSO4 dihentikan bila :
Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan

dan

selanjutnya

dapat

menyebabkan

kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada


serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7
mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10
mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot
pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :
1. Hentikan pemberian magnesium sulfat
2. Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV
dalam waktu 3 menit.
3. Berikan oksigen.
4. Lakukan pernapasan buatan.
Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
c. Pengelolaan Obstetrik
Sebelum melakukan pengakhiran kehamilan sebaiknya evaluasi keadaan
ibu dan janin. Keadaan ibu dan janin mempengaruhi cara terminasi kehamilan.
Cara terminasi kehamilan tergantung apakah penderita sudah inpartu atau belum.
1) Belum inpartu :

Induksi persalinan : amniotomi, drip oksitosin dengan syarat skor Bishop 5


SC bila : syarat drip oksitosin tidak terpenuhi, 2 jam sejak drip oksitosin
belum masuk fase aktif.Pada primipara cenderung section caesarea

2) Inpartu :
Kala I :

Fase laten tunggu 6 jam tetap fase laten sectio caesarea


Fase aktif : - amniotomi, tetes pitosin 6 jam pembukaan tidak lengkap
sectio caesarea
13

Kala II : Pada persalinan pervaginam, kala II dapat diberi kesempatan partus


spontan bila diperkirakan dengan mengejan tidak terlampau kuat, janin dapat
lahir. Bila tidak, persalinan diselesaikan dengan ekstraksi vakum atau forsep.
Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam
untuk maturasi paru janin.
2. Perawatan Konservatif1
Pengobatan

konservatif

adalah

tetap

mempertahankan

kehamilan

bersamaan dengan terapi medikamentosa.


a. Indikasi :
Bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda tanda
impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif.
c. Pengobatan obstetri :
1) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
2)

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.


MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia

ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.


3) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
medisinal gagal dan harus diterminasi.
4) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu
MgSO4 20% 2 gram intravenous.
d. Penderita dipulangkan bila
1) Penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda preeclampsia ringan
dan telah dirawat selama 3 hari.
2) Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
2.2.9

Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan ANC yang teratur dan teliti dapat

menemukan tanda-tanda dini preeklampsia serta pemeriksaan pada janin untuk


mencegah terjadinya risiko bayi yang dilahikran dengan BBLR. Penerangan

14

tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu
berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari dikurangi dan
dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah
lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan. Untuk kehamilan > 37 minggu segera dilakukan terminasi
kehamilan.8

BAB III
KESIMPULAN

Preeklampsia berat merupakan Preeklampsia pada kehamilan 20 minggu


atau lebih dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik
110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam atau kualitatif

3+. Di

Indonesia Preeklampsi berat (PEB) merupakan salah satu penyebab utama


kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Menurut Zweifel : Preeclampsia,
the disease theories, Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui jelas.
Tetapi terdapat beberapa faktor-faktor prediposisi yang mempengaruhi terjadinya
Preeklampsia. antara lain kehamilan pertama, usia kurang dari 18 tahun atau lebih
dari 35 tahun, riwayat pada kehamilan sebelumnya, riwayat keluarga dengan
preeklampsi, obesitas atau kegemukan, dan jarak antar kehamilan kurang dari 2
15

tahun atau lebih dari 10 tahun. Penatalaksanaan preeklampsia yaitu perawatan


aktif dan konservatif yang dilakukan sesuai indikasi, Penanganan preeklampsia
terdiri atas pengobatan medik dan pengobatan obstetrik, penanganan obstetrik
ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati
dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus

Daftar Pustaka
1. Abdul, Bari, dkk (editor). 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohatdjo.
Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hipertensi dalam
Kehamilan. Hal 530 553
2. Rozikhan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di
Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Tesis Program Magister
Epidemiologi, semarang : Universitas Dipenogoro
3. Profil kesehatan Indonesia. 2014. Kementrian kesehatan RI : Jakarta
4. Anna,M.S. 2007. Prevalensi Hipertensi Pada Kehamilan di Indonesia dan
Berbagai Faktor yang Berhubungan (Riset Kesehatan Dasar 200).
Diunduh

dari

http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article

/view/2983 , diakses pada 14 september 2015.


5. Ekapatria, C, dkk. 2012. Placental Growth Factor Level is Lower in
Early-Onset Preeclampsia, while Tumor Necrosis Factor Alpha Level does
not Show any Difference between Early and Late Onset Preeclampsi.
16

Diunduh dari http://indonesia.digitaljournals. org/index.php/IJOG/article/


download/1357/1329 diakses pada 14 september 2015.
6. Fisher SJ, McMaster M, Roberts M. The placenta in normal pregnancy and
preeclampsia. In: Chesleys Hypertensive Disorders in Pregnancy.
Amsterdam, the Netherlands: Academic Press, Elsevier; 2009.
7. Castro C. L. 2004. Chapter 15 Hypertensive Disorders of Pregnancy. In :
Essential of Obstetri and Gynecology. 4th Ed. Philadelphia :
Elsivlersaunders. pp 200.
8. Wiknjosastro, H, dkk, editor. 2007. Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam :
Ilmu Kebidanan. Edisi III, Cetakan Kesembilan. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp.281-300
9. Garry Cunningham. Dkk. Obstetri Williams ed 21. Jakarta: EGC, 2005.

17

Anda mungkin juga menyukai