Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Stroke menurut WHO yang dikutip Junaidi (2011) adalah sindroma
klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun
global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap
lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular. Stroke
merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global
akibat terlambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun
sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang
dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian. (Junaidi,
2011)
Stroke adalah penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker. Di Amerika terdapat sekitar 700.000 kasus per tahunnya, 600.000
kasus merupakan stroke infark dan 100.000 lainnya stroke perdarahan.
Insiden stroke perdarahan 10-20 kasus per 100.000 penduduk dunia, dan
meningkat dengan bertambahnya umur, dan biasanya terjadi pada laki-laki.
(Buku Ajar Ilmu penyakit Saraf, 2011)
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk
terkena serangan stroke, sekitar 2,5% orang meninggal dan sisanya cacat
ringan dan cacat berat. Secara umum, dapat dikatakan angka kejadian
stroke adalah 200 per 100.000 penduduk. Dalam satu tahun, diantara
100.000 penduduk, maka 200 orang akan menderita stroke (Yayasan Stroke
Indonesia, 2012).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke
iskemik maupun stroke hemorragik.
a. Stroke iskemik

yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak


karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan
menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke
otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.
Macam macam stroke iskemik :
i.
TIA
didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang
disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina
yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya
infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa
ii.
iii.
iv.
v.

depan.
RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
Progressive stroke
Complete stroke
Silent stroke

b. stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya

contoh

perdarahan

intraserebral,

perdarahan

subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen


kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
C. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya stroke terbagi lagi menjadi faktro resiko yang
dapat diubah dan faktor resiko yang tidak dapat diubah. Dimana faktor
resiko yang tidak dapat diubah tidak dapat dikontrol pengaruhnya
terhadap kejadian stroke, diantaranya yaitu faktor keturunan (genetik),
ras, umur, dan jenis kelamin dan BBLR . Sedangkan, faktor resiko yang
dapat diubah yaitu hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia,

stress, merokok, obesitas, aktivitas fisik yang rendah, minum kopi, pil kb,
dan konsumsi alcohol (Sarini, 2008).
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko
terkena stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk
terjadinya infark dan perdarahan otak yang terjadi pada pembuluh darah
kecil.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi
jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke
tanpa tergantung derajat tekanan darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah Penyakit katup jantung,
Atrial fibrilasi, Aritmia, Hipertrofi jantung kiri (LVH).
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak,
sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM
mempercepat

terjadinya

proses

arteriosklerosis,

biasa

dijumpai

arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini.


4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini
berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk
semua tipe stroke terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark,
merokok

mendorong

terjadinya

atherosclerosis

yang

selanjutnya

memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.


5. Riwayat keluarga.
Kelainan

keturunan

sangat

jarang

meninggalkan

stroke

secara

langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko
stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan
pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.

6. Obat-obatan

yang

dapat

menimbulkan

addiksi

(heroin,

kokain,

amfetamin) dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang


lain, terutama pada wanita perokok atau dengan hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia,
kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat
merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
D. PATOFISIOLOGI
Stroke hemoragik termasuk perdarahan otak yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah pada parenkim otak. Berdasarkan penyebabnya,
perdarahan otak dibedakan menjadi 2 yaitu primer dan sekunder. Penyebab
primer yaitu tidak berhubungan dengan lesi kongenital dan dapatan.
Sedangkan penyebab sekunder yang berhubungan dengan lesi kongenital
dan dapatan. Penyebab primer terjadi pada 78 88% dari kasus dan
disebabkan oleh pecahnya secara spontan dari arteri kecil atau arteriol
yang rusak oleh karena hipertensi, arteriolosklerosis dan angiopati amyloid.
Penyebab sekunder disebabkan oleh karena gangguan koagulopati, tumor
otak, aneurisma, anomali struktur pembuluh darah, atau pengobatan
trombolisis dari stroke iskemik (Wang dan Dor, 2007).
Hipertensi terjadi pada 50 70% penderita dengan stroke hemoragik
dan merupakan faktor risiko yang paling penting untuk terjadinya
perubahan patologis kronis dari tunika media dan arteriola ukuran kecil dan
sedang

yaitu

yang

berdiameter 100

600

m. Hipertensi kronis

menyebabkan kondisi vaskulopati yang ditandai dengan lipohialinosis,


nekrosis fibrinoid dengan karakteristik degenerasi sel-sel otot polos medial
pembuluh darah, dan perkembangan mikro aneurisma Charcot-Bouchard
yang berhubungan dengan trombosis dan mikro hemoragik, akumulasi
debris non-fatty, hialinisasi dari tunika intima terutama pada bifurkasio dan
bagian distal dari pembuluh darah. Kondisi patologis ini dapat terjadi pada
arteri

penetrans

di

seluruh

otak

termasuk

arteri

lentikulostriata,
8

talamoperforata, cabang paramedian dari arteri basilaris, arteri serebelaris


superior dan arteri serebelaris anterior inferior. Angiopati amyloid serebri
terjadi akibat protein amyloid yang terdeposit dalam pembuluh darah
ukuran kecil hingga sedang dalam tunika media dan adventitia. Angiopati
amiloid

serebri

mempunyai

predileksi

pada

pembuluh

darah

leptomeningeal yang penetrasi di korteks serebri dimana akan berkembang


menjadi perubahan fibrinoid seperti pada hipertensi kronis.
Struktur otak yang paling sering terjadi perdarahan yaitu talamus dan
ganglia basalis sebesar 40-50%, regio lobar sebesar 20-50%, talamus
sebesar 10- 15%, pons sebesar 5-12%, serebelum sebesar 5-10% dan
lokasi batang otak yang lain yaitu sebesar 1-5% (Liebeskind, 2013).
E. GEJALA KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat
dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed
stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam
sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in
evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi
dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti
sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun
tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:

Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

Kesulitan menelan.

Kesulitan menulis atau membaca.

Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,


membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.

Kehilangan koordinasi.

Kehilangan keseimbangan.
9

Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan


menggerakkan

salah

satu

bagian

tubuh,

atau

penurunan

keterampilan motorik.

Mual atau muntah.

Kejang.

Sensasi

perubahan,

biasanya

pada

satu

sisi

tubuh,

seperti

penurunan sensasi, baal atau kesemutan.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

F. DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang
diduga mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk
evaluasi dan terapi.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka
langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang
mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan
tersebut,

pengambilan

anamnesis

harus

dilakukan

seteliti

mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara


keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

10

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal
jantung kongestif). Pemeriksaan thorak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstrimitas.
Pemeriksaan neurolgik dan skala stroke. Pemeriksaan neurologik terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap
dan cara jalan, refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala
stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institute of Health
Stroke Scale) (Kelas 1, Tingkat evidensi B)
3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain
dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

11

Gambar. Algoritma Stroke Gadjah Mada


3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Tabel. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


12

2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
Studi diagnostik yang dianjurkan segera dilakukan pada setiap
penderita stroke akut di ruang gawat darurat meliput pemeriksaan CT
scan (atau MRI) tanpa kontras, kadar gula darah, elektrolit serum, tes
fungsi ginjal, elektrokardiografi (EKG), petanda iskemia jantung, hitung
darah lengkap (termasuk trombosit), PT (INR), APTT, saturasi oksigen.
Pada

penderita

tertentu,

diperlukan

pemeriksaan

tes

fungsi

hati,

toksikologi, kadar alkohol dalam darah, tes kehamilan, analisis gas darah,
foto rontgen thorak, pungsi lumbal (bila ada dugaan perdarahan
subarchnoid, sedangkan CT scan tidak menunjukkan adanya perdarahan),
EEG bila ditemukan kejang, pemeriksaan kemampuan menelan.
Tabel. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

13

G. PENCEGAHAN STROKE
a) Pencegahan Premordial
Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko
bagi individu

yang

belum

mempunyai

faktor

risiko.

Pencegahan

premordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan,


seperti

berkampanye

membuat

selebaran

tentang bahaya
atau

poster

rokok

terhadap

stroke

dengan

yang

dapat menarik perhatian

masyarakat.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah
program pendidikan
informasi

kesehatan

tentang

masyarakat,

dengan

memberikan

penyakit stroke hemoragik melalui ceramah, media

cetak, media elektronik.


b) Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke

bagi

menderita

individu

stroke

yang

dengan

mempunyai

faktor

risiko

tetapi

belum

cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas

stroke, antara lain :


1. Menghindari
konsumsi

merokok,

stres

mental,

alkohol,

kegemukan,

garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin,

kokain dan sejenisnya.


2. Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti jerohan,
daging berlemak, goreng-gorengan.
3. Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan, susu
dan kalsium, ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari makanan dan
bukan suplemen (vit C, E, B6, B12 dan beta karoten), teh hijau
dan teh hitam serta buah-buahan dan sayur-sayuran.
4. Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung dan lain-lain.
5. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga
secara teratur, minimal jalan kaki selama 30 menit, cukup istirahat
14

dan check up kesehatan secara teratur minimal 1 kali setahun bagi


yang berumur 35 tahun dan 2 kali setahun bagi yang berumur di
atas 60 tahun.
c) Pencegahan Sekunder
Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat
stroke, dianjurkan:
1. Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai
2. Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/ insulin
3. Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)
4. Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
5. Berhenti merokok
6. Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak
7. Polisitemia
8. Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama. Tiklopidin diberikan
pada penderita yang tidak tahan asetosal.
9. Antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor
risiko penyakit jantung dan kondisi koagulopati yang lain
10.

Tindakan bedah lainnya.

d) Pencegahan Tertier
Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah
terjadi stroke. Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan
mental

dengan

memulihkan

berbagai

independensi

cara.

Tujuan

program

rehabilitasi

adalah

atau mengurangi ketergantungan sebanyak

mungkin. Cakupan program rehabilitasi stroke dan jumlah spesialis yang


terlibat tergantung pada dampak stroke atas pasien dan orang yang
merawat.
Indeks Barthel adalah suatu indeks untuk mengukur kualitas hidup
seseorang dilihat dari kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
secara mandiri.

Indeks Barthel umum digunakan karena sifat pengerjaan

15

nya yang sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusus karena hanya
mengamati kemampuan pasien melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.

16

Anda mungkin juga menyukai