Anda di halaman 1dari 11

4. 1.

Geomorfologi
Wilayah Kecamatan Saptosari merupakan bagian dari Sub Zona Fisiografi Karst Gunung
Sewu. Secara umum, morfologi daerah ini berupa bukit-bukit karst dan cekungan antarbukit
(doline) dengan ketinggian berkisar 0400 m dan kelerengan 8 - > 40%. Kondisi
geomorfologi wilayah pesisir Kecamatan Saptosari secara khusus akan dibahas pada bab
selanjutnya di sub bab Geomorfologi.
Tipe Pesisir Kecamatan Saptosari secara umum terdiri dari 2 tipologi primer, yaitu:
a. Land Erosion Coast
Pesisir akibat erosi lahan-lahan daratan (land eriosion coast) merupakan tipologi yang
terbentuk akibat bekerjanya proses erosi dan solusional yang intensif pada topogafi karst
akibat air hujan dan aliran permukaan, Erosi intensif ini menyebabkan sebagian
permukaan lahan terkikis membentuk alur-alur atau lembah-lembah sempit dan igir-igir
sisa yang menjorok atau membentuk pola menjari ke arah laut.
b. Structurally Shapped Coast
Pesisir akibat proses struktural (structurally shapped coast) merupakan pesisir yang
ditandai oleh adanya tebing-tebing cliff yang curam, pola garis pantai lurus, dengan guagua abrasi (sea cave) yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia (Santosa, 2015:
160).
Bentuk tipologi primer tersebut kemudian mengalami perkembangan secara lokal akibat
dinamika proses geomorfologi eksogen oleh energi gelombang (marine) dan angin (aeolin).
Pada pengamatan dengan skala detail dapat dijumpai dua tipologi sekunder yang berkembang
pada pesisir dengan tipologi primer land erosion coast yaitu wave erosion coast dan coast
built by organism.
4. 2.Iklim
Wilayah Pesisir Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul memiliki iklim tropis
dengan rata-rata curah hujan tahunan 2000-2500 mm/ tahun. Suhu udara rata-rata harian
27,7

C dengan suhu

minimum

23,2C

dan

suhu

maksimum mencapai 32,4C.

Kelembapan nisbi atau kelembapan relatif berkisar antara 80% - 85%. Kelembapan di
wilayah pesisir Kecamatan Saptosari ini tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi tempat, akan
tetapi lebih dipengaruhi oleh musim.

Gambar 4.2.
Peta Curah Hujan Wilayah Kepesisiran Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
Sumber : Hasil Analisis, 2016

4. 3.Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Wilayah Pesisir Kecamatan Saptosari berupa Tanah Kering (41,32
ha), Bangunan (4,68 ha), Hutan Rakyat (4,73ha) dan lainnya (1, 42 ha).
Tabel 4.b. Penggunaan Wilayah Pesisir Kecamatan Saptosari (ha)
Tanah
Bangunan
Kering
(Building)
(Dryland)
Krambilsawit
12,78 0,79
Kanigoro
19,80 1,01
Planjan
8,74 2,88
41,32 4,68
Sumber: Kecamatan Saptosari Dalam Angka 2015
Desa

Tanah
Sawah
(Wetland)
-

Hutan
rakyat
0,62
3,87
0,24
4,73

Hutan
Negar
a
-

Lainnya Total
0,60
0,20
0,62
1,42

14.79
24,88
12,48
52,15

Berdasarkan RTRW Kabupaten Gunungkidul, Penggunaan Lahan di Wilayah Desa


Pesisir Kecamatan Saptosari me;iputi, Hutan Sejenis, Kampung, Persawahan (irigasi dan
tadah hujan), semak, tegalan atau ladang.

Gambar 4.3.
Penggunaan Lahan Wilayah Kepesisiran Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
Sumber : RTRW Kabupaten

Pada gambar tampak bahwa penggunaan lahan didaerah ini didominasi oleh pertanian
lahan kering yaitu sebagai tegalan dan sawah tadah hujan dengan ditanami ketela, jagung
dan padi. Penggunaan lahan seperti ini biasanya terbatas pada cekungan-cekungan seperti
polye dimana pada cekungan tersebut terdapat material hasil pelapukan batugamping yang
berkembang menjadi tanah terrarosa sehingga lahan dapat diusahakan. Penduduk setempat
berusaha menyesuaikan dengan kondisi alam yang kurang mendukung dengan berbagai
percobaan tanaman yaitu mencari tanaman yang cocok untuk bentuklahan seperti ini.
4. 4. Tanah
Kondisi geomorfologis Wilayah Pesisir Kecamatan Saptosari secara genetik terbentuk
oleh proses pengangkatan dan perlipatan dataran tinggi dengan batuan induk utama berupa
batugamping. Secara geodinamik, proses deposisional rombakan lereng perbukitan
berpengaruh terhadap pembentukan tanah yang relatif bersifat homogen.

Gambar 4.4.
Peta Jenis Tanah Wilayah Kepesisiran Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul

Sumber : RTRW Gunungkidul

Tanah litosol merupakan tanah yang berasal dari bahan induk batuan beku dan atau
sedimen kukuh (consolidated). Tanah litosol berada pada daerah dengan topografi yang
beraneka dari datar sampai bergunung. Litosol mempunyai solum yang tipis kurang dari
0,5 meter. Tanah litosol ini banyak tersebar di Gunungkidul di daerah lereng-lereng bukit.

Tanah Mediteran merah berasal dari bahan induk batu gamping keras, batuan sedimen
dan tuff vulkan basa. Banyak berada di daerah dengan topografi berombak hingga
berbukit dengan ketebalan solum tanah antara 1-2 meter. Secara fisik tanah mediteran
dilihat dengan warnanya yang kuning hingga merah. Pada beberapa tempat tanah
mediteran dikenal juga dengan istilah terrarosa. Tanah mediteran ini selain di wilayah
pesisir Kecamatan Saptosari juga banyak dijumpai di daerah Wonosari, Karangmojo,
Semanu sebagian Playen dan Paliyan hingga Patuk.

4. 5. Geologi
Kecamatan Saptosari merupakan bagian dari satuan ekosistem perbukitan karst
Gunungsewu (Duizon gebergton atau Zuider geberton), dengan ketinggian 0-300 mdpl.
Berdasarkan klasifikasi tipologi karst, maka dapat dikatakan bahwa karst di Kecamatan
Saptosari termasuk dalam tipe Holokarst. Topografi karst di Kecamatan Saptosari terbentuk

oleh lapisan batugamping murni terumbu yang sangat tebal dan sangat mudah larut,
berkedudukan pada elevasi perbukitan yang cukup tinggi, dengan curah hujan tinggi pada
daerah tropis. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan terbentuknya topografi karst yang
cukup unik dan ideal di Kecamatan Saptosari. Karst di wilayah Kecamatan Saptosari ini
merupakan bagian dari topografi karst Gunungsewu di bagian barat, yang didominasi oleh
bentuk-bentuk kerucut atau sinoid.
Batuan dasar pembentuknya adalah batu kapur dengan ciri khast bukit-bukit kerucut
(Conical limestone) dan merupakan kawasan karst. Pada wilayah ini banyak dijumpai sungai
bawah tanah. Satuan ekosistem kars dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekosistem eksokarst
(karst permukaan) ditandai dengan adanya fenomena perbukitan karst, lembah dan telaga
dan ekosistem endokarst (karst bawah permukaan) ditandai dengan adanya fenomena goa
dan sungai bawah tanah.

Gambar 4.5.
Peta Geologi Wilayah Kepesisiran Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
Sumber : RTRW Gunungkidul

4. 6. Sosial
4.6.1. Kependudukan
Aspek kependudukan merupakan salah satu hal penting dalam pembahasan sosial
ekonomi. Penduduk menjadi obyek dan subyek dari pembangunan sektor sosial
ekonomi. Data jumlah penduduk menjadi dasar untuk merencanakan pembangunan

berbagai bidang. Tabel 4.c menunjukkan data aspek kependudukan di wilayah pesisir
Kecamatan Saptosari.
Tabel 4. c.
Jumlah Penduduk dan Tahapan Keluarga di Desa pesisir Saptosari
Desa
Krambilsawit
Kanigoro
Planjan

Jumlah Penduduk

Luas Wilayah

Kepadatan Penduduk

5638
6018
5612

14.79
24.88
12.48

381
242
450

Tahapan Keluarga
Pra KS
KS I KS II
958
311
32
1084
568
156
950
377
320

Sumber : Kecamatan Saptosari Dalam Angka 2015

Desa Kanigoro mempunyai jumlah penduduk tertinggi yaitu 6.018 jiwa,


sedangkan Desa Planjan memiliki jumlah penduduk paling sedikit, hanya 5.612 jiwa.
Kepadatan penduduk tertinggi justru di Desa Planjan yaitu 450 jiwa/km 2, hal ini
dikarenakan luas wilayahnya yang relatif sempit. Desa Kanigoro memiliki kepadatan
penduduk paling rendah, sebesar 242 jiwa/km2, luas wilayahnya hampir 2 kali lebih
luas dibandingkan desa lainnya. Mata pencaharian sebagian besar penduduk di 3 desa
tersebut adalah petani, nelayan dan pedagang. Pola permukiman penduduk di wilayah
kepesisiran Saptosari adalah mengelompok. Permukiman dan pusat pemerintahan desa
mengelompok di ruas jalan tertentu atau linear sepanjang jalan.
Data tahapan keluarga menjadi gambaran secara umum kondisi ekonomi
masyarakat di 3 desa. Kondisi ekonomi masyarakat di Desa Krambilsawit masih relatif
tertinggal dibandingkan desa yang lain. Hal ini dikarenakan 60 % masyarakatnya
masih termasuk kategori Pra KS, hanya 0,3 % yang termasuk dalam KS III +.
Minimnya trigger pembangunan dan lokasi desa yang jauh dari jalan utama membuat
kegiatan ekonomi belum berkembang. Persentase jumlah penduduk Pra KS di Desa
Kanigoro dan Planjan adalah 47,38 % dan 44,17 %. Desa Kanigoro memiliki
pesentase keluarga KS III + tertinggi dibandingkan dengan desa pesisir lainnya.
Terdapat 38 keluarga atau 1,65 % dari total yang termasuk dalam klasifikasi KS III +.
Kegiatan wisata dan perikanan yang relatif sudah berkembang membuat aspek
ekonomi sudah maju dibandingkan desa lainnya.
4.6.2. Fasilitas pendidikan dan kesehatan
Aspek pendidikan dan kesehatan menjadi sarana penting untuk menciptakan
sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketersediaan sarana menjadi faktor penting
terhadap penyelenggaraan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Ketersediaan menjadi

indikasi awal kemudahan akses masyarakat terhadap fasilitas pendidikan dan


kesehatan. Tabel 4.d. menunjukkan jumlah sarana pendidikan dan kesehatan di desa
kepesisiran Kecamatan Saptosari.
Tabel 4.d.
Jumlah Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan di Desa pesisir Saptosari
Pendidikan
Kesehatan
Desa
TK
SD
SMP
Pustu
PPKBD
Krambilsawit
6
3
1
1
1
Kanigoro
5
3
1
1
1
Planjan
8
7
0
1
1
Sumber : Kecamatan Saptosari Dalam Angka 2015

Terdapat 21 taman kanak-kanak (TK), 13 Sekolah dasar (SD) dan 2 sekolah


menengah pertama (SMP). Fasilitas SMP hanya ada di Desa Kanigoro dan
Krambilsawit, sedangkan di Planjan belum tersedia. Kondisi ini dimungkinkan dapat
mempersulit akses pemuda yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
tinggi. Fasilitas kesehatan yang ada di desa pesisir Kecamatan Saptosari adalah
puskesmas pembantu dan sub unit PPKBD. Masing-masing desa sudah tersedia 1
unit dari 2 fasilitas tersebut sehingga akan memudahkan masyarakat untuk
mengakses pelayanan kesehatan. Fasilitas puskemas dan poliklinik di Kecamatan
Saptosari terletak di di Desa Jetis dan Kepek. Gambar menunjukkan fasilitas
pendidikan dan kesehatan di desa pesisir Kecamatan Saptosari.
4.6.3 Obyek Wisata dan Fasilitas Ekonomi
Wilayah pesisir identik dengan, salah satunya, kegiatan Pariwisata sehingga data
obyek wisata menjadi hal penting. Obyek wisata dapat menjadi trigger pembangunan
di suatu daerah, terutama wilayah pesisir. fasiltas ekonomi dapat menjadi indikator
awal tingkat pembangunan suatu daerah. Semakin lengkap fasilitas ekonomi maka
daerah tersebut semakin berkembang. Tabel 4.e. menunjukkan jumlah dan jenis
obyek wisata dan fasilitas ekonomi di desa pesisir Kecamatan Saptosari.
Tabel 4. e.
Jumlah Fasilitas Ekonomi di Desa pesisir Saptosari
Desa
Obyek Wisata
Pasar
Toko
Warung
Krambilsawit
1
2
36
34
Kanigoro
3
0
39
32
Planjan
0
0
23
35
Jumlah
4
2
98
101
Sumber : Kecamatan Saptosari Dalam Angka 2015

Obyek wisata di desa pesisir Kecamatan Saptosari berjumlah 4, yaitu 3 di Desa


Kanigoro dan 1 di Krambilsawit. Obyek wisata yang ada di Desa Kanigoro adalah
Pantai Ngrenehan, Ngobaran dan Nguyahan, sedangkan di Krambilsawit adalah
Pantai Ngedan. Desa Planjan tidak memiliki pantai atau obyek wisata di daerahnya.
Terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu di Pantai Ngrenehan, Desa Kanigoro.
TPI di Ngrenehan merupakan salah satu dari 8 TPI yang ada di Gunungkidul.
Fasilitas tersebut untuk memaksimalkan potensi perikanan dan komoditas laut
lainnya di Kecamatan Saptosari. Pengembangan kegiatan pariwisata dan perikanan di
desa pesisir diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar. Gambar
4.6 menunjukkan obyek wisata dan TPI di Saptosari

Gambar 4.6.
Obyek Wisata dan TPI Ngrenehan
Sumber : Dokumentasi

Jumlah pasar yang ada di desa pesisir sebanyak 2 unit di Desa Krambilsawit,
yaitu Pasar Sawah dan Bibis. Jumlah toko terbanyak berada di Desa Kanigoro (39
unit), sedangkan paling sedikit di Desa Planjan (23). Fasilitas warung di desa pesisir
sebanyak 101 unit, Desa Planjan mempunyai mempunyai jumlah tertinggi, yaitu 35
unit. Keberadaan obyek wisata dan jalan utama dimungkinkan mempengaruhi jumlah
warung dan toko di desa pesisir. fasilitas lain seperti bank, ATM atau minimarket
belum tersedia di desa pesisir Kecamatan Saptosari.

4.6.4. Pembangunan Desa


Bappenas dan Badan Pusat Statistik mengeluarkan Indeks Pembangunan Desa
(IPD) pada tahun 2014. IPD bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pembangunan
suatu desa. 5 dimensi dalam IPD adalah pelayanan dasar, infrastruktur, aksesibilitas,
pelayanan umum dan pemerintahan (Bappenas, 2014). IPD mengklasifikasi desa di

seluruh Indonesia menjadi 3, yaitu mandiri, berkembang dan tertinggal. Tabel 4.f.
menunjukkan indeks pembangunan desa pesisir di Kecamatan Saptosari.

Desa

Tabel 4.f.
Indeks Pembangunan Desa di Desa pesisir Saptosari
Indeks Per Dimensi
Peringkat IPD
IPD
Kec.
Kab.
2014 Layan Infra Trans Umum Pmth
(7 desa) (144 desa)

Krambilsawi
61.79 74.04 30.42 74.99 62.23
t
Kanigoro
67.96 72.64 51.40 79.18 62.23
Planjan
68.28 74.15 51.50 94.46 41.97
Sumber : Indeks Pembangunan Desa 2014

72.59

124

77.08
67.00

4
3

78
71

IPD 3 desa pesisir Kecamatan Saptosari masuk dalam kategori berkembang.


Indeks Pembangunan Desa Desa Planjan tertinggi dibandingkan desa pesisir lainnya,
yaitu 68,28. Indeks IPD Planjan peringkat 3 dari 7 desa di Kecamatan Saptosari. IPD
Desa Kanigoro mencapai 67,96 (peringkat 4), sedangkan Krambilsawit memiliki
indeks terendah di kecamatan yaitu 61,79. Aspek infrastruktur menjadi masalah
utama dalam pembangunan di desa pesisir Saptosari. Desa Kanigoro dan
Krambilsawit memiliki nilai aspek infrastruktur terendah dibandingkan aspek lain.
Aspek pelayanan umum mempunyai terendah di Desa Planjan. Aspek transportasi
memiliki nilai tertinggi di 3 desa tersebut. Posisi IPD 3 desa dibandingkan desa seGunungkidul, Desa Planjan menempati peringkat 71, Kanigoro (78), dan Krambil
Sawit (124).
4. 7. Potensi Bencana
4.7.1 Gempa Bumi
Kecamatan Saptosari dan 3 (tiga) wilayah pesisirnya rawan akan bencana
gempabumi. Gempabumi diidentifikasikan sebagai suatu getaran dalam bumi dan
merupakan fenomena penjalaran gelombang seismik akibat adanya gerakan secara tiba
tiba yang di akibatkan adanya patahan atau pergeseran pada suatu medium elastis
dan dirambatkan dalam bentuk gelombang. Getaran tersebut dapat dirasakan atau tidak
oleh manusia berdasarkan besar kecilnya energi yang dilepaskan. Ditinjau dari
kedudukan dan karakteristik secara geomorfologis, bencana gempabumi yang dapat
terjadi

pada

daerah

wilayah

kepesisiran

Kecamatan

Saptosari,

Kabupaten

Gunungkidul, dikarenakan aktivitas tektonik di sesar lokal yang ada di sekitar wilayah

Saptosari serta zona subduksi (zona penunjaman lempeng Samudera Hindia di bawah
lempeng Benua Eurasia).

Gambar 4.7.
Peta Bahaya Gempabumi Desa Peisisir Kecamatan Saptosari

Salah satu analisis untuk mengetahui bahaya gempabumi di suatu daerah adalah
dengan melakukan pemodelan percepatan tanah maksimum untuk menilai tingkat
goncangan tanah (dalam satuan gals) di suatu lokasi akibat kejadian gempabumi yang
pernah terjadi. Pemodelan yang dilakukan dalam laporan ini menggunakan metode
Fukushima Tanaka dan data historis gempa di sekitar wilayah kajian antara tahun 1970
2015.
Berdasarkan peta bahaya gempabumi di Kecamatan Saptosari, maka percepatan
tanah maksimum di wilayah kecamatan Saptosari kab. Gunungkidul, berkisar antara
261 - 360 gals, atau VI - VII MMI (kerusakan sedang) dalam skala intensitas
gempabumi. Peta bahaya gempabumi menunjukkan bahwa nilai percepatan tanah,
semakin ke barat, maka nilai percepatan tanah makin besar. Kondisi ini berkaitan
dengan aktivitas patahan Opak yang menyebabkan gempa dengan kekuatan besar
dengan kedalaman dangkal yang berdampak kerusakann bagi daerah sekitarnya
termasuk wilayah kecamatan Saptosari.

Gambar 4.8.
Peta Seismisitas Kabupaten Gunungkidul dan sekitarnya Tahun 1970- 2015

Peta distribusi pusat gempa, menunjukkan dominasi gempa berada di wilayah


Samudera Hindia selatan Jawa, yang menunjukkan aktivitas subduksi lempeng.
Sementara gempa-gempa dangkal yang terjadi di daratan Jawa, menunjukkan aktivitas
sesar dangkal di wilayah tersebut. Aktivitas gempa dangkal akibat subduksi lempeng,
perlu mendapat perhatian lebih terkait dengan bahaya potensi tsunami. Namun
aktivitas gempa-gempa dangkal di zona sesar daratan Jawa, pun perlu mendapatkan
perhatian pula, mengingat karakteristik gempa di sekitar sesar adalah gempa dangkal
yang dapat menimbulkan kerusakan di daerah sekitar, seperti halnya gempa Bantul
tahun 2006 yang merupakan gempa aktivitas sesar Opak.
Berdasarkan peta patahan/sesar di kecamatan Saptosari, terlihat adanya
patahan/sesar lokal yang melintasi wilayah desa Kanigoro dan desa Planjan. Kondisi
perlu diwaspadai, karena sesar/patahan ini pun berpotensi pula adanya akumulasi
energi yang tersimpan akibat tekanan segmen patahan ini yang sewaktu-waktu dapat
terlepas dan menimbulkan adanya pelepasan energi dalam bentuk gelombang seismik /
gempabumi.

Anda mungkin juga menyukai