Makalah Gizi Buruk Pada Balita
Makalah Gizi Buruk Pada Balita
PENDAHULUAN
yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan
17,1% anak memiliki kategori sangat pendek (Depkes, 2012).
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang
ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana
gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi
buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,
demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas
perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC),
sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan (Depkes,
2012).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita?
1.2.2 Apakah tanda-tanda pada balita yang mengalami gizi buruk?
1.2.3 Bagaimana cara menanggulangi masalah gizi buruk pada balita?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita.
1.3.2 Mengetahui tanda-tanda pada balita yang mengalami gizi buruk.
1.3.3 Mengetahui cara menanggulangi masalah gizi buruk pada balita.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah mengetahui dan
memahami perihal gizi yang dibutuhkan oleh balita. Dapat dijadikan sebagai referensi
untuk meningkatkan mutu kesehatan balita serta mengetahui gizi yang seharusnya
didapatkan balita bagi pada pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian dari gizi buruk adalah sebuah keadaan tubuh yang merusak
beberapa bagian dalam tubuh akibat dari kurangnya gizi yang di konsumsi anak
tersebut. Gizi buruk ini terjadi ketika kondisi tubuh dalam keadaan kekurangan gizi
yang diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan yang mengandung gizi dan juga
protein. Jadi dengan kata lain, gizi buruk terjadi ketika anak tidak mendapatkan
asupan energi dan protein yang cukup sehingga perkembangan organ tubuh sang anak
tidak bisa berkembang dengan maksimal (Helda sihombing, 2013).
Pengertian gizi buruk menurut Depkes RI, masalah gizi buruk adalah faktor
pembunuh utama bagi bayi dan balita. Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba
tiba, tetapi diawali dengan tidak bertambahnya berat badan bayi sehingga tidak
mampu melewati batas minimal berat bayi yang sesuai dengan umurnya. Petunjuk
awal terjadinya gizi buruk adalah perubahan berat badan balita dari waktu kewaktu.
Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik dua kali dari berat
awalnya berisiko mengalami gizi buruk 12,6 kali di bandingkan pada balita yang berat
badannya naik terus (Helda Sihombing, 2013).
Malnutrisi (gizi buruk) adalah suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi
medis yang disebabkan oleh diet yang tak tepat atau tak cukup. Walaupun seringkali
disamakan dengan kurang gizi yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi, buruknya
absorpsi, atau kehilangan besar nutrisi atau gizi, istilah ini sebenarnya juga mencakup
kelebihan gizi (overnutrition) yang disebabkan oleh makan berlebihan atau masuknya
nutrien spesifik secara berlebihan ke dalam tubuh. Seorang akan mengalami malnutrisi
jika tidak mengkonsumsi jumlah atau kualitas nutrien yang mencukupi untuk diet
sehat selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Malnutrisi yang berlangsung lama
dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi (Dirga, 2012).
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan
makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat
bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara
klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum.
Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri
yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit),
dibantu dengan pemeriksaan laboratorium (Dirga, 2012)
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat
kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu
lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau
hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik
kwashiorkor (Dirga, 2012).
2.2 Pengertian balita
Soetjiningsih, (2001) dalam Andy (2012) menyatakan balita adalah anak
dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik pertumbuhan yakni pertumbuhan
cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan BB naik 2x BB lahir dan 3x BB lahir
pada umur 1 tahun dan menjadi 4x pada umur 2 tahun. Pertumbuhan mulai lambat
pada masa pra sekolah kenaikan BB kurang lebih 2 kg/ tahun, kemudian pertumbuhan
konstan mulai berakhir.
Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah lima tahun.
Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita merupakan kelompok usia
tersendiri yang menjadi sasaran program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) di lingkup
Dinas Kesehatan. Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat
pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah
masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya (supartini, 2004 dalam Suparyanto, 2011)
Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai balita, merupakan salah satu
periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita dimulai dari
satu sampai dengan lima tahun, atau bisa digunakan perhitungan bulan yaitu usia 1260 bulan (Suparyanto, 2011).
Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah (Wikipedia, 2009 dalam
Suparyanto, 2011). sebagai berikut :
4
1. Perkembangan fisik
Di awal balita, pertambahan berat badan Balita merupakan singkatan bawah
lima tahun, satu periode usia manusia dengan rentang usia dua hingga lima tahun,
ada juga yang menyebut dengan periode usia prasekolah. Pada fase ini anak
berkembang dengan sangat pesat (Choirunisa, 2009 : 10 Suparyanto, 2011 ).
Pada periode ini, balita memiliki ciri khas perkembangan menurun disebabkan
banyaknya energi untuk bergerak (Suparyanto, 2011).
2. Perkembangan Psikologis
Dari sisi psikomotor, balita mulai terampil dalam pergerakanya (lokomotion),
seperti berlari, memanjat, melompat, berguling, berjinjit, menggenggam, melempar
yang berguna untuk mengelola keseimbangan tubuh dan mempertahankan rentang
atensi (Suparyanto, 2011).
Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih
seperti meronce, menulis, menggambar, menggunakan gerakan pincer yaitu
memegang benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari seperti
memegang alat tulis atau mencubit serta memegang sendok dan menyuapkan makanan
kemulutnya, mengikat tali sepatu. Dari sisi kognitif, pemahaman tehadap obyek telah
lebih ajeg. Kemampuan bahasa balita tumbuh dengan pesat. Pada periode awal balita
yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima tahun
telah menjadi diatas 1000 kosa kata. Pada usia tiga tahun balita mulai berbicara
dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai mempelajari tata bahasa dari
bahasa ibunya (Choirunisa, 2009 : 10 dalam Suparyanto, 2011).
BAB III
PEMBAHASAN
Keadaan Infeksi
Scrimshaw et al (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara
infeksi (bakteri, virus, parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi
yang sinergis antara malnutrisi dan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan
mempengaruhi
status
gizi
dan
mempercepat
malnutrisi.
Mekanismenya
badan dan gangguan kesehatan. Selanjutnya keadaan ini didefiniskan dengan istilah
kelaparan (E. Kennedy, 2002 dalam Arsad, 2011)
Menurut Arsad (2011) penyebab dari kurang energy protein (KEP) adalah
makanan yang tidak adekuat maksudnya intake makanan yang sangat kurang dari
kebutuhan akan zat gizi tubuh. Walaupun pada dasarnya Kejadian Kurang Energi
Protein (KEP) sangat tergantung dari :
1. Karakteristik individu (umur, cadangan nutrient)
2. Waktu dan hebatnya berlangsung defisiensi
3. Jenis makanan yang tersedia /dikonsumsi
4. Lingkungan terutama sanitasi lingkungan
5. Kesehatan perorangan
6. Dan pada anak sangat tergantung dari pola asuh orang tua yang diberikan kepada
sang anak.
Tetapi tetap saja Kurang Energi Protein disebabkan intake makanan yang
sangat kurang dari kebutuhan akan zat gizi tubuh yang telah berlangsung lama
(kronis). Bentuk KEP tergantung dari zat gizi utama kurang edekuat, bila kurang
dalam hal protein dan tubuh diharuskan menggunakan protein tubuh maka gejalagejala klinis dari kekurangan protein akan muncul, keadaan ini biasa diistilahkan
dengan Kwashiorkor. Dan bila kekurangan Energi saja terutama energi yang
bersumber dari karbohidrat-maka gejala klinis yang muncul adalah kekurangan
cadangan energy atau energy tubuh benar-benar habis bahkan sel-sel dan jaringan
tubuh dirombak untuk dipergunakan sebagai energi, tubuhnya akan terlihat sangat
buruk, keadaan ini biasa diistilahkan dengan Marasmus. Tidak jarang juga ditemukan
bentuk KEP sebagai akibat kurang adekuat makanan akan protein dan energy
(Marasmus-Kwashiorkor). Kesemua itu adalah bentuk-bentuk dari Malnutrisi (kurang
Energi Protein).
3.2 Tanda-tanda balita yang mengalami gizi buruk
Pengukuran antropometri, apabila berat badan menurut umur (BB/U)
dibandingkan dengan tabel Z-score, apabila berada kurang dari - 3 SD positif gizi
buruk kemudian dicocokkan dengan
positif gizi buruk berarti termasuk gizi buruk kronis apabila dengan TB/BB tidak
positif maka termasuk gizi buruk akut, apabila tidak ada alat ukur TB dan PB bisa juga
dilanjutkan dengan pengukuran LILA bagian kiri balita, apabila LILAnya kurang dari
11,5 cm maka balita tersebut gizi buruk akut (Nurul Setyorini, 2013).
Menurut Arsad (2011) tanda-tanda klinis gizi buruk ada tiga bentuk, yaitu :
3.2.1
10
11
minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan
sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika
tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada
petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah
sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori
yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk
proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat
mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin
penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada
kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala
kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di
kemudian hari (Arfi, 2012).
Menurut Arsad (2011) anak-anak gizi buruk dengan tanda-tanda klinis ini dapat
dideteksi kekurangan Energi Proteinnya melalui :
1.
2.
3.
4.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Usia dibawah lima tahun atau balita merupakan usia penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini anak masih rawan dengan
gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Salah satu faktor yang menentukan
12
daya tahan tubuh seorang anak adalah keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa
balita sangatlah pesat, sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi dari
pada orang dewasa. Untuk itu diperlukan perhatian dan pengetahuan yang baik dan
benar agar pertumbuhan dan perkembangannya juga optimal sebab tidak jarang hasil
deteksi gizi buruk pada anak dikarenakan telah terjadi gagal pertumbuhan yang
penyebabnya hanya karena kurang perhatian dan pedulinya orang tua terhadap
tumbuh-kembang sang anak.
4.2 Saran
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, dapat
diketahui bahwa balita merupakan masa emas dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak. Akan tetapi kasus gizi buruk di Indonesia pada balita masih banyak terjadi. Oleh
karena itu, peran pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan guna menganggulangi
semakin luasnya permasalahan ini. Dengan melakukan tindakan preventif seperti
halnya sosialisasi di berbagai media dan konsultasi gizi kepada masyarakat khususnya
para orang tua sangat berguna untuk menambah pengetahuan tentang pemberian gizi
yang tepat pada balita.
Daftar Pustaka
Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Ali, Arsad Rahim. 2011. Masalah Gizi Buruk dan Tanda-Tanda Klinisnya, (online),
(http://arali2008.wordpress.com/2011/07/16/masalah-gizi-buruk-dan-tanda-tandaklinisnya/), diakses 08 Januari 2014.
13
Arfi.
2012.
Gizi
Buruk
pada
Balita,
(online),
(http://rumahbidan-
di
Puskesmas
Gundih.
(online),
(http://dinkes.surabaya.go.id/portal/index.php/berita/upaya-penanganan-balita-kuranggizi-dengan-pendekatan-battra-di-puskesmas-gundih/#sthash.Hs3tS8VJ.dpuf),
diakses
03 Januari 2013.
Dirga.
2012.
Makalah
Gizi
Buruk,
(online),
Health
Care.
2007.
Kebutuhan
Gizi
Anak
(1-5)
Tahun,
(http://www.mentorhealthcare.com/news.php?action=detail&nID=223),
(online),
diakses
03
Januari 2014.
Purwani, Tri Eka. 2009. Kasus Gizi Buruk Pada Kelompok Balita Dan Faktor-Faktor
Kesehatan
Dan
Sosial
Yang
Melatarbelakangi,
(online),
Andy.
2012.
Pengertian
Balita,
(http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/05/pengertian-balita.html),
(online),
diakses
03
Januari 2014.
Setyorini,
Nurul.
2013.
Gizi
Buruk,
(online),
(http://nurul-
14
Suparyanto.
2011.
Konsep
Balita,
(online),
(http://dr-
15