Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Pendidikan dewasa ini mempunyai tugas yang tidak
ringan, disamping mempersiapkan peserta didik untuk
meningkatkan
pendidikan

ilmu

juga

pengetahuan

diharapkan

dan

mampu

tekhnologi,
meningkatkan

keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.


Peningkatan keimanan dan ketaqwaan dilakukan untuk
mengantisipasi dampak negatif dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Oleh karena itu, dalam
rangka memperkuat keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yanga Maha Esa, Pendidikan Agama dinyatakan
sebagai kurikulum wajib pada semua jalur, jenis dan
jenjang pendidikan.
Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan
untuk meningkatkan mutu/mutu proses belajar mengajar di
kelas

adalah

kemampuan

guru

dalam

mengajar.

Sedangkan keberhasilan guru dalam mengajar tidak hanya


ditentukan oleh hal-hal yang berhubungan langsung dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Seperti perumusan
tujuan

pengajaran

dalam

pembuatan

rencana

pembelajaran, pemilihan materi pelajaran yang sesuai,


penguasaan

materi

pelajaran

yang

sesuai,

pemilihan

metode yang tepat serta lengkapnya sumber-sumber


belajar dan yang memiliki kompetisi yang memadai untuk
meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
Keberhasilan

pengajaran

dalam

arti

tercapainya

tujuan-tujuan pengajaran, sangat tergantung kepada etos

kerja guru.

Setiap guru akan menghadapi berbagai

masalah yakni masalah yang dapat dikelompokkan atas


masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas,
misalnya

tujuan

pembelajaran

pembelajaran

tidak

sesuai.

tidak

Oleh

jelas,

karena

itu

media
untuk

mengatasi masalah tersebut diperlukan sosok guru yang


profesional, dimana guru yang profesional adalah guru
yang

tidak

hanya

menguasai

prosedur

dan

metode

pengajaran namun pengelolaan yang kondusif. Dalam


pengelolaan

yang

kondusif

diharapkan

mampu

meningkatkan mutu pembelajaran.


Selanjutnya

dalam

makalah

ini

akan

dibahas

bagaimana etos keja guru demi meningkatkan mutu


pembelajaran di sekolah/madrasah.
B. Rumusan Penulisan
Adapun rumusan penulisan

makalah

adalah

sebagai

berikut:
1. Bagaimana pengertian Mutu Pembelajaran?
2. Bagaimana pengertian Etos Kerja Guru?
3. Bagaimana kaitan Etos Kerja Guru dalam Meningkatkan
mutu Pembelajaran?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Mutu Pembelajaran
Pendidikan yang bermutu ditentukan oleh beberapa komponen yang
terkait, mulai dari input (masukan), proses, dan output (keluaran), serta
dengan pengelolaan manajemen yang bagus pula. Rachman menyatakan
bahwa manajemen peningkatan mutu pendidikan memiliki karakteristik yang
perlu dipahami oleh lembaga pendidikan yang akan menerapkannya, yaitu;
karakteristik dari sekolah efektif (effective school), dan manajemen
peningkatan mutu pendidikan yang merupakan wadah atau kerangkanya. Oleh
karena itu, karakteristik berikut memuat secara inklusif elemen-elemen
sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
a.

Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia


karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input meliputi; kebijakan
mutu dan harapan, sumber daya (kesediaan masyarakat), berorientasi
siswa, manajemen (pembagian tugas, perencanaan, kendali mutu, dan
efesiensi).

b.

Proses merupakan berubahnya sesuatu menjadi


sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya
proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output.
3

1)

Pembelajaran, berorientasi: learning to know, learning to


do, learning to be, learning to live together.

2)

Kepemimpinan yang kuat atau demokratik: kemampuan


manajerial, kemampuan memobilisasi, dan memiliki otonomi luas.

3)

Lingkungan: aman, nyaman, dan manusiawi.

4)

Pengelolaan tenaga efektif: perencanaan, pengembangan,


penilaian, dan imbal jasa.

5)

Memiliki budaya mutu (kerjasama, merasa memiliki, mau


berubah, mau meningkatkan diri, dan terbuka).

6)

Tim kerja (kompak, cerdas dan dinamis)

7)

Partisipasi masyarakat tinggi.

8)

Memiliki akuntabilitas: laporan prestasi, respon tanggapan


masyarakat.

c.

Output dapat dijelaskan

bahwa output sekolah

dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khusunya


prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam :
1)

Prestasi Akademik: NEM, STTB, taraf serap, lomba


karya ilmiah, dan lomba keagamaan.

2)

Prestasi non akademik: olah raga, kepramukaan,


kebersihan, toleransi, disiplin, kesenian, kerajinan, solidaritas, dan
lain-lain.1
Fattah menyatakan bahwa pendidikan yang bermutu harus terlibat dari

berbagai komponen, yaitu: input, kurikulum, sumberdaya manusia, sarana,


biaya, dan metode yang bervariasi, serta penciptaan suasana belajar yang
kondusif. Manajemen sekolah yang menjadi otoritas kepala sekolah, dan
manajemen kelas yang menjadi otoritas guru berfungsi mensinkronkan
berbagai input atau mensinergikan semua komponen dalam proses belajar
mengajar.2 Berkenaan dengan manajemen peningkatan mutu, maka diperlukan
kepala sekolah yang mau memberikan wewenang kepada para guru dalam
1Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa Visi, Misi, dan
Aksi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 252-254.

meningkatkan mutu proses belajar mengajar, diberikan kesempatan dalam


melakukan pembuatan keputusan, dan diberikan tanggungjwab yang lebih
besar dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai guru. Dengan adanya
pelimpahan wewenang, inisiatif dan rasa tanggungjwab, guru dan staf sekolah
lainnya dapat lebih terdorong untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan
lebih baik yang pada gilirannya dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu.
Mantja menyatakan, bahwa manajemen peningkatan mutu pendidikan
mempersyaratkan integrasi dari berbagai faktor yang dapat diintegrasikan,
yaitu: pelanggan (klien), kepemimpinan (leadership), tim (team),

proses

(process), dan struktur (organization).


1.

Pelanggan atau klien adalah seseorang atau


kelompok yang menerima produk atau jasa layanan. Pelanggan yang ada
di dunia pendidikan berkaitan erat dengan pengguna pendidikan itu sendiri
termasuk didalamnya adalah stakeholders pendidikan. Hal-hal yang perlu
dipahami oleh pelanggan atau pengguna pendidikan adalah nilai-nilai
organisasi, visi dan misi yang perlu dikomunikasikan, yang dikerjakan
dengan memperhatikan etika dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan anggaran.

2.

Kepemimpinan (leadership) merupakan hal


yang esensial dalam manajemen peningkatan mutu pendidikan, sehingga
diperlukan

visionary

leadership

kepala

sekolah.

Dalam

konteks

manajemen peningkatan mutu, pemimpin harus mampu dalam menetapkan


dan mengendalikan visi sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah dalam
konteks manajemen peningkatan mutu sekolah harus mempunyai visi,
kreativitas,

sensitivitas,

pemberdayaan,

dan

memahami

tentang

manajemen perubahan.
3.

Tim (team) merupakan sarana yang harus


dibangun oleh kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja, karena dalam
manajemen peningkatan mutu lebih menekankan pada kejelasan tujuan

2Nanang Fattah, Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan


Sekolah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), 85.

dan hubungan interpersonal yang efektif sebagai dasar terjadinya kerja


kelompok yang efektif.
4.

Proses (process) kerja merupakan kunci


yang harus disepakati dalam manjemen peningkatan mutu suatu
sekolah/madrasah.

5.

Struktur organisasi (organization structure)


merupakan langkah kerja dalam pengorganisasian dan menentukan garis
kewenangan dalam konteks manajemen peningkatan mutu sekolah.3
Meningkatkan mutu pembelajaran dalam pendidikan

merupakan salah satu upaya yang sedang diprioritaskan


untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada proses kegiatan
pembelajaran dimasa lalu banyak yang berjalan secara
searah. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru menjadi amat
dominan, guru sangat aktif tetapi sebaliknya siswa menjadi
sangat pasif dan tidak kreatif dan kadang siswa juga dianggap
sebagai obyek bukan sebagai subyek. Sehingga siswa kurang
dapat dikembangkan potensinya.
Pada

dasarnya

guru

sebagai

pengajar

tidak

mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi


yang kondusif serta memberikan bimbingan agar siswa dapat
mengembangkan potensi dan kreatifitasnya, melalui kegiatan
belajar. Diharapkan potensi siswa dapat berkembang menjadi
komponen penalaran yang bermoral, manusia-manusia aktif
dan kreatif yang beriman dan bertaqwa.
Guru merupakan tenaga professional yang memahami
hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual dan harus
mengetahui hal-hal yang bersifat teknis terutama hal-hal yang
berupa

kegiatan mengelola

dan melaksanakan

kegiatan

belajar-mengajar (pembelajaran). Dalam pendidikan guru


3Mantja, Manajemen Pendidikan..., 33-34.

dikenal adanya, pendidikan guru berdasarkan kompetensi


dengan sepuluh kompetensi guru yang merupakan profil
kemampuan dasar bagi seorang guru yaitu yang meliputi:
menguasai

bahan,

mengelola

program

belajar-mengajar,

mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai


landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar-mengajar,
menilai

prestasi

mengenal

fungsi

siswa
dan

untuk

kepentingan

program

layanan

pengajaran,

bimbingan

dan

penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi


sekolah serta memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian
pendidikan guna keperluan pengajaran.4
B. Indikator Mutu Pembelajaran
Secara konseptual mutu perlu diperlakukan sebagai
dimensi indikator yang berfungsi sebagai indikasi atau
penunjuk dalam kegiatan pengembangan profesi, baik yang
berkaitan dengan usaha penyelenggaraan lembaga
pendidikan maupun kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini
diperlukan karena beberapa alasan berikut:
1) Prestasi Siswa Meningkat
Prestasi siswa yang dapat dijadikan tolak ukur
keberhasilan dalam pembelajaran yang selama ini
pendidikan agama berlangsung mengedepankan aspek
kognitif

(pengetahuan),

aspek

afektif

(rasa)

dan

psikomotorik (tingkah laku).


2) Siswa Mampu Bekerjasama
Pembelajaran perlu suatu kerjasama antar siswa
ataupun siswa dengan guru. Dengan adanya
kekompakan akan timbul suasana pembelajaran yang
4 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka
Cipta,1994), hlm.162

kondusif dan menyenangkan. Keharmonisan perlu dijaga


dan dipelihara dengan mewujudkan sikap: (1) adanya
saling pengertian untuk tidak saling mendominasi, (2)
adanya saling menerima untuk tidak saling berjalan
menurut kemauannya sendirii, (3) adanya saling
percaya untuk tidak saling mencurigai, (4) adanya
saling menghargai dan (5) saling kasih sayang untuk
tidak saling membenci dan iri hati.
3) Adanya Pembelajaran yang Menyenangkan
Pembelajaran yang menyenangkan sangat diperlukan
untuk membantu siswa dalam menyerap dan
memahami pelajaran yang diserap oleh guru, karena
apabila siswa tidak menyenangi pembelajaran maka
materi pelajaran tidak akan membekas pada diri siswa.
Pembelajaran yang menyenangkan ini biasanya dengan
menggunakan metode yang bervariasi dan
pembentukan suasana kelas yang menarik.
4) Mampu berinteraksi dengan Mata Pelajaran Lain
Problematika kehidupan dunia tidak hanya ada pada
masalah keagamaan saja, akan tetapi lebih banyak
dalam bidang-bidang keduniaan. Dalam hal ini
pendidikan agama bisa menjadi solusi dari semua
bidang asalkan pembelajaran pendidikan agama islam
yang dilaksanakan mampu berinteraksi dengan mata
pelajaran lain.
5) Mampu Mengkontekstualkan Hasil Pembelajaran
Pembelajaran kontekstual sangat diperlukan untuk
mebiasakan dan melatih siswa dalam bersosial,
bekerjasama dan memecahkan masalah. Belajar akan

lebih bermakna apabila anak mengalami sendiri apa


yang dipelajarinya bukan mengetahuinya.
6) Pembelajaran

yang

Efektif

di

Kelas

dan

lebih

Memberdayakan Potensi Siswa


Mutu pembelajaran harus ditingkatkan untuk
meningkatkan mutu hasil pendidikan. Secara mikro
ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang
efektif di kelas dan lebih memberdayakan potensi siswa.
7) Pencapaian Tujuan dan Target Kurikulum
Pencapaian tujuan dan target kurikulum
merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh guru
dan siswa dalam setiap pembelajarannya. Tujuan dan
target-target tersebut bisa dijadikan tujuan minimal
maupun maksimal yang harus dicapai tergantung
kepada kemampuan pihak sekolah yang terdiri dari guru
an unsur-unsur lain yang melaksanakannya.
Maka indikator mutu pembelajaran dapat dilihat antara
lain dari perilaku pembelajaran guru, perilaku dan dampak
belajar siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran,
media pembelajaran, dan sistem pembelajaran.
C. Etos Kerja Guru
Etos kerja adalah semangat kerja yang terlihat dalam
cara seseorang dalam menyikapi pekerjaan, motovasi yang
mekonteks penelitiani seseorang melakukan suatu pekerjaan.
Dalam arti lain etos kerja merupakan suatu pandangan dan
sikap suatu bangsa/umat terhadap kerja.5
Kata etos berasal dari bahasa Yunani ethos yang
mempunyai arti sebagai sikap, kepribadian, watak, karakter
5Panji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet 3, h. 29

serta keyakinan tertentu. Dari kata etos terambil pula kata


etika dan etis yang hampir mendekati kepada makna
ahlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik-buruk
(moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau
semangat yang kuat untuk mengerjakan sesuatu secara
optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai
kualitas kerja yang sempurna.6[1]
Etos didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi
sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok,
atau institusi. Jadi, etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin
tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok
orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara
khas dalam perilaku kerja mereka. Banyak tokoh lain yang
menyatakan defenisi dari etos kerja salah satunya etos kerja
sebagai semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau
norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sukriyanto menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu
semangat kerja yang dimiliki oleh masyarakat untuk mampu
bekerja lebih baik guna memperoleh nilai hidup mereka. Etos
kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam
suatu pekerjaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah
pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Dan
dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, etos berarti watak
dasar suatu masyarakat. Etos lebih lanjut diartikan sebagai
kesanggupan memecahkan persoalan atau permasalahan
yang dihadapi yang didalamnya terdapat cara pandang
terhadap berbagai persoalan yang dihadapinya, misalnya cara
6[1] Toto Tasmara, Membudidayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002),
cet. 1, h. 15

10

pandang terhadap urusan dunia, pendidikan, pekerjaan dan


yang lain-lain yang digeluti.7
Sedangkan

secara

istilah

para

pengertian beragam. Menurut Frans

ahli

memberikan

Magnis Suseno, etos

adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau


sekelompok orang sejauh didalamnya termuat tekanan moral
dan nilai-nilai moral tertentu. Clifford Gertez mengartikan etos
sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang
dipancarkan

hidup.

Dengan

demikian

etos

menyangkut

semangat hidup, termasuk semangat bekerja, menuntut ilmu


pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat
membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan.8
Istilah etos lebih lanjut diformulasikan oleh David
C.Mc. Clelland dengan istilah virus mental

yang berupa

dorongan untuk hidup sukses yang kemudian disingkat


dalam istilah Need for Achievement yang berarti dorongan
kebutuhan untuk meraih sukses atau prestasi yang lebih
baik

daripada

sebelumnya.

Clelland

lebih

lanjut

menegaskan bahwa etos itu berhubungan erat dengan


usaha atau tindakan untuk melakukan sesuatu secara lebih
baik dari waktu ke waktu yang sudah dilakukan secara
lebih efisien, lebih cepat, hemat, hemat tenaga dengan
hasil yang memuaskan.
Adapun kerja menurut W.J.S Purwadarminta yaitu
perbuatan melakukan sesuatu atau sesuatu yang dilakukan
(diperbuat).

Sedangkan

menurut

Toto

Tasmara,

kerja

adalah semua aktifitas yang dilakukan karena adanya


7[2] Abdulah Nata, Paradigma Pendidikan Islam: kapita selekta pendidikan islam, (Jakarta:
Grasindo, 2001), h. 20

8[3] Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja Dalam Persfektif Tasawuf, (Bandung: Pustaka
Nusantara, 2003, cet. 1, h. 1)

11

dorongan untuk mewujudkan sesuatu dan dilakukan karena


kesengajaan sehingga tumbuh rasa tanggung jawab yang
besar

untuk

menghasilkan

karya

atau

produk

yang

berkualitas.
Bekerja mempunyai tujuan mencapai hasil baik
berupa benda, karya atau pelayanan kepada masyarakat.
Pada manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada
saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan yang hendak dicapai bukan hanya berkaitan dengan
fisik saja, tetapi juga berhubungan dengan mental (jiwa)
seperti pengakuan diri, kepuasan, prestasi, dan lain-lain.
Dari berbagai kutipan diatas kita dapat melihat
bahwa kata etos dan kerja atau pekerjaan memiliki
hubungan yang sangat erat. Kedua kata tersebut secara
substansial mengandung arti pekerjaan. Dengan demikian
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa etos kerja adalah
semangat kerja yang terlihat dalam cara seseorang dalam
menyikapi pekerjaan, motovasi yang melatar belakangi
seseorang melakukan suatu pekerjaan. Dalam arti lain etos
kerja

merupakan

suatu

pandangan

dan

sikap

suatu

bangsa/umat terhadap kerja.9


Guru diambil dari pepatah Jawa yang kata guru
itu diperpanjang dari kata gu digugu yaitu dipercaya,
dianut,

dipegang kata-katanya,

dicontoh,

diteladani,

ditiru,

ru

ditiru

artinya

diteladani segala tingkah

lakunya.10

9 Panji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet 3, h. 29


10Kasiram, Kapita Selekta Pendidikan (IAIN Malang: Biro Ilmiyah, 1999), hal.
119

12

Guru adalah orang yang mendidik.11 Guru adalah orang


yang sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai
pendidikan.12 Semula kata guru mengacu pada seseorang
yang

memberikan

pengetahuan,

keterampilan,

atau

pengalaman kepada orang lain.


Guru berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab
memberi pertolongan pada

peserta didiknya dalam

perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai


tingkat

kedewasaannya,

mampu

berdiri

sendiri

dan

memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam


memenuhi

tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah

SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial


dan sebagai makhluk individu yang mandiri.13
Guru merupakan bapak rohani dan (spiritual father) bagi
peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan
ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya
yang buruk. Oleh karena itu guru mempunyai kedudukan
tinggi dalam Islam.
Hal ini sesuai dalam kitab Ihya Ulum ad-Din yang
menyatakan:
Seorang yang diberikan ilmu dan kemudian bekerja
dengan ilmunya itu dialah yang dinamakan orang
besar di bawah kolong langit ini. Ia bagai matahari
yang

mencahayai

orang

lain,

sedangkan

ia

11Burhani Ms dan Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer, (Jombang: Lintas


Media, tt), hal.
12Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), hal. 142
13Abdul Mujib, et al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2006), hal. 87

13

sendiripun bercahaya ibarat minyak kasturi yang


baunya dinikmati orang lain, ia sendiripun harum.14
Dengan demikian guru adalah profesi yang sangat
mulia, karena secara naluri orang yang berilmu itu
dimuliakan

dan

dihormati

oleh

orang.

Dan

ilmu

pengetahuan itu sendiri adalah mulia, sehingga profesinya


sebagai pengajar adalah memberikan kemuliaan.Etos kerja
guru yaitu segenap motivasi dan kecerdasan yang menjadi
sehimpun perilaku kerja yang positif, cara kerja yang
profesional, serta budi pekerti luhur di dalam maupun di
luar ruang kerja guru.

15

Etos kerja lebih merujuk kepada

kualitas kepribadian pekerja yang tercermin melalui unjuk


kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya.
Dengan demikian, etos kerja lebih merupakan kondisi
internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku
pekerja ke arah terwujud kualitas kerja yang ideal.
Di dalam melaksanakan pekerjaannya akan terlihat
cara dan motivasi yang dimiliki seorang guru, apakah ia
bekerja sungguh-sungguh atau tidak, bertanggung jawab
atau tidak. Cara seorang menghayati dan melaksanakan
pekerjaannya ditentukan oleh pandangan, harapan dan
kebiasaan dalam kelompok kerjanya. Oleh karena itu etos
kerja

seseorang

dapat

dipengaruhi

oleh

etos

kerja

kelompoknya.

14Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulum Ad-Din, Juz
I, hal. 55
15Alinda Oktafiani, "Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dengan Etos Kerja Guru
Di MAN Cibinong", Tesis. UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah, 2011), h. 21

14

Etos kerja guru adalah karakteristik yang khas yang


ditunjukan seorang guru menyangkut semangat, dan
kinerjanya dalam bekerja (mengajar), serta sikap dan
pandangannya terhadap terhadap kerja. Etos kerja guru
dalam pengertian lain yaitu sikap mental dan cara diri
seorang

guru

dalam

memandang,

mempersepsi,

menghayati sebuah nilai dari kerja.

D. Faktor Penunjang Etos Kerja


Adapun

faktor

yang

dapat

menunjang

dan

meningkatkan etos kerja guru, yaitu:


a.
b.
c.
d.
e.

Adanya tingkat kehidupan yang layak bagi guru.


Adanya perlindungan dan ketentraman dalam bekerja.
Adanya kondisi kerja yang menyenangkan.
Pemberian kesempatan berpartisipasi dan keikutsertaan
dalam menentukan kebijakan.
Pengakuan dan penghargaan

terhadap

jasa

yang

dilakukan.
f.
Perlakuan yang adil dari atasan
g. Sarana yang menunjang kebutuhan mental dan fisik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja guru
dalam proses pembelajaran:
a.

Faktor

personal

meliputi

kepercayaan diri.
b.
Faktor
kepemimpinan

skill,

kemampuan,

meliputi

kualitas

dan

dalam

memberikan semangat, dorongan, arahan, dan dukungan.


c. Faktor sistem meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau
infrastruktur yang diberikan rekan dalam satu tim.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat menurunkan
etos kerja guru menurut William B. Cester dalam Whjo
Sumidjo

diantaranya;

kesenjangan,

15

pemberian

penghargaan
supervisi

yang

yang

tidak

tidak

efektif,

seimbang,

ketiadaan
karir

tidak

otoritas,
fleksibel,

keusangan personil, rekruitmen dan usaha seleksi yang


tidak

produktif,

ketidakadilan

pemberian

tugas

dan

kesempatan promosi.16
1.

Pendidikan agama Islam


Pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai
suatu proses pengembangan potensi kreativitas peserta
didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, memiliki
etos kerja yang tinggi, bebudi pekerti yang luhur, mandiri
dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa dan
negara serta agama.17
Pendidikan agama Islam bersumber pada nilai-nilai
agama Islam disamping menanamkan atau membentuk
sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai tersebut, sebagaimana
yang tercantum dalam al-Quran dan Al-hadist. Dan yang
menjadi sasaran dari pendidikan agama Islam adalah
mengintegrasikan

iman

dan

taqwa

dengan

ilmu

pengetahuan dalam pribadi manusia di akhirat, hal ini


sesuai dalam UU RI No. 20 tahun 2003, pada ketentuan
umum disebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri,
16Who Sumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) h. 274
17Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), 3.

16

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa, dan negara.18
Dari

pengertian

pendidikan

adalah

tersebut

tampak

terbentuk-nya

bahwa

output

kecerdasan

dan

ketrampilan seseorang yang dapat berguna bagi dirinya,


masyarakat, bangsa, dan negara. Artinya masa depan
bangsa dan negara ditentukan sejauh mana pendidikan
bangsa

Indonesia

dan

seberapa

kecerdasan

maupun

ketrampilan yang dimilikinya untuk dapat membangun


negaranya agar maju dan berkembang.
Dari banyak definisi tentang pendidikan agama Islam
di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa pengertian
pendidikan agama Islam adalah suatu proses yang
komprehensif dan pengembangan kepribadian manusia
secara keseluruhan, yang meliputi intelektual, spiritual,
emosi dan fisik, sehingga seseorang muslim disiapkan
dengan baik untuk dapat melaksanakan tujuan-Nya
(khalifah-Nya) di dunia.
Tujuan pendidikan Agama Islam adalah pencerminan
dari ciri-ciri agama untuk membentuk kepribadian
manusia dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh
lembaga, keluarga, pemerintah maupun masyarakat. 19
Jadi tujuan umum pendidikan agama Islam adalah iman
yang teguh, maksudnya membentuk manusia yang
beribadah kepada Allah. Hal ini sering dengan tujuan
18Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS): Beserta Penjelasannya (Bandung: Citra
Umbara, 2003). 3.
19Zainul Arifin. Ilmu Pendidikan Islam, (Madiun: STAI Madiun, 2009), 13.

17

diciptakannya manusia oleh Allah, yaitu untuk beribadah


kepadanya (Allah), Allah berfirman dalam surat Al Dzariat.
Ayat 56 :

Dan

Aku

tidak

menciptakan

jin

dan

manusia

melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.20


Tujuan umum pendidikan agama tersebut dengan
sendirinya tidak akan dapat dicapai dalam waktu sekaligus,
tetapi membutuhkan proses atau membutuhkan waktu
yang panjang dengan tahap tertentu, dan setiap tahap
yang dilalui itu juga mempunyai tujuan tertentu yang
disebut tujuan khusus.
Materi pendidikan agama Islam di SMP diberikan
secara terpadu yang mencakup masalah keimanan, ibadah,
al-quran, akhlak, syariah, muamalah dan sejarah yang
tidak dipilah-pilah.
Pendidikan Agama Islam di sekolah berfungsi untuk
memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang
Maha Esa, dengan tuntutan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.21 Pada
tingkat SMP diharapkan taat beribadah, mampu membaca
dan menulis al-Quran dengan benar dan memahami
kandungannya dan mampu menerapkan prinsip muamalah
dan syariah dalam kehidupan sehari-hari.
Pada materi Aqidah Ahlaq berfungsi memberikan
pengetahuan pemahaman kepada murid dan menghayati
20Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya..., 862.
21Muhaimin, et-al, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: Citra Media Karya
Anak Bangsa, 1996), 128.

18

serta meyakini keimanan dan nilai-nilai akhlak yang


menjadi dasar utama dalam pembentukan kepribadian
muslim

dengan

mengarahkan

peserta

didik

menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang


Maha Esa.
Pada

materi

Fiqih

yaitu

untuk

mendorong,

membimbing, mengembangkan untuk menghayati hukum


Islam dan diamalkannya, memberi bekal pengetahuan dan
kemampuan mengamalkan ajaran Islam dalam aspek
hukum baik yang berupa ibadah atau muamalah.
Pada materi Sejarah Kebudayaan Islam yaitu untuk
mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina
siswa untuk mengetahui, memahami dan menghayati
sejarah perkembangan agama dan kebudayaan Islam
sebagai suri tauladan, motivator dan mengamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Setiap guru
harus memiliki etos kerja yang tinggi guna melahirkan
berbagai prestasi yang bermanfaat bagi dirinya, siswa, dan
masyarakat.

19

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mutu
diartikan

pembelajaran

sebagai

secara

intensitas

operasional

keterkaitan

dapat

sistemik

dan

sinergis guru, mahasiswa, kurikulum dan bahan ajar,


media,

fasilitas,

dan

sistem

pembelajaran

dalam

menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai


dengan tuntutan kurikuler.
Etos kerja guru adalah karakteristik yang khas yang
ditunjukan seorang guru menyangkut semangat, dan
kinerjanya dalam bekerja (mengajar), serta sikap dan
pandangannya terhadap terhadap kerja.
Guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Setiap guru
harus memiliki etos kerja yang tinggi guna melahirkan
berbagai prestasi yang bermanfaat bagi dirinya, siswa, dan
masyarakat.
B. Saran
Mewujudkan

pembelajaran

yang

bermutu

dapat

dilakukan jika Etos Kerja Guru juga diperhitungkan. Guru


yang

mempunyai

etos

kerja

yang

tinggi

akan

meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Setiap guru


harus memiliki etos kerja yang tinggi guna melahirkan
berbagai prestasi yang bermanfaat bagi dirinya, siswa, dan
masyarakat.

20

DAFTAR RUJUKAN
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar ,1994,
Jakarta: Rineka Cipta
Anoraga,Panji, Psikologi Kerja, 2001,Jakarta: Rineka Cipta
Toto Tasmara, Membudidayakan Etos Kerja Islami, 2002,
Jakarta: Gema Insani Press
Nata,Abdullah, Paradigma Pendidikan Islam: kapita selekta
pendidikan islam, 2001, Jakarta: Grasindo
Tebba,Sudirman, Membangun Etos Kerja Dalam Persfektif
Tasawuf, 2003, Bandung: Pustaka Nusantara
Kasiram, Kapita Selekta Pendidikan, 1999, IAIN Malang:
Biro Ilmiyah
Burhani, Kamus Ilmiah Populer, (Jombang: Lintas Media, tt)
Jasa

Ungguh

Muliawan,

Pendidikan

Islam

Integratif,

2005,Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Mujib,Abdul, Ilmu Pendidikan Islam,2006 Jakarta: Kencana
Prenada Media
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya
Ulum Ad-Din, Juz I
Who

Sumidjo,

Kepemimpinan

Kepala

Sekolah,

2002,

Jakarta: Raja Grafindo Persada


Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan
Islam,2002 Jakarta: Ciputat Pers.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
Tentang

Sistem

Pendidikan

Nasional

(SISDIKNAS):

Beserta

Penjelasannya, 2003,Bandung: Citra Umbara


Arifin,Zainul, Ilmu Pendidikan Islam, 2009, Madiun: STAI
Madiun, 2009
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya...

21

Muhaimin, et-al, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: Citra


Media Karya Anak Bangsa, 1996), 128.

22

Anda mungkin juga menyukai