Anda di halaman 1dari 12

SINDROMA KORONER AKUT

(DIAGNOSIS DAN TERAPI AWAL)


Fransiska Erwin I.A., S.Ked.
I.

PENDAHULUAN
Sindroma koroner akut merupakan suatu keadaan
gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa
perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai
akibat iskemia miokard. Sindrom ini menggambarkan suatu
penyakit yang berat, dengan mortalitas tinggi. Mortalitas tidak
tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner,
namun lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak
kurang dari 50-70% yang tidak stabil, yaitu fibrous cap
dinding (punggung) plak yang tipis dan mudah erosi atau
ruptur.
Terjadinya SKA, khususnya IMA, dipengaruhi oleh
beberapa

keadaan,

yaitu

aktivitas/latihan

fisik

yang

berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara


dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari
suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada
hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat,
kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga
meningkat.
Sindroma koroner akut mencakup:
1. Angina pektoris tak stabil (APTS)
2. Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
3. ST elevation myocard infark (STEMI)

II.

ETIOLOGI, PATOFISIOLOGI
Sindroma

koroner

ketidakseimbangan

antara

akut

ditandai

pasokan

oleh

dengan

adanya

kebutuhan

oksigen miokard.
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan

arteri

koroner

karena

robek/pecahnya

thrombus yang ada pada plak aterosklerosis. Mikroemboli


dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak
yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang

terus-

menerus pada segmen arteri koroner epikardium. Spasme


ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh
darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan
yang
hebat
namun

bukan

karena

spasme/thrombus terjadi pada sejumlah pasien dengan


aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur,
trombogenesis. Makrofag, limfosit T metalloproteinase
penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/factor pencetus:
a. kebutuhan oksigen miokard demam, takikardi,
tirotoksikosis
b. aliran darah koroner
c. pasokan oksigen miokard anemia, hipoksemia
Patofisiologi
SKA dimulai dengan adanya
koroner,

aktivasi

kaskade

ruptur plak

pembekuan

dan

arteri

platelet,

pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang


mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang
kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque).
2

Ini disebut fase plaque disruption disrupsi plak. Setelah plak


mengalami

ruptur

maka

tissue

factor

faktor

jaringan

dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor


VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai
penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya
adesi

platelet,

aktivasi,

dan

agregasi,

menyebabkan

pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute


thrombosis trombosis akut.
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage
dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong
terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi
tersebut

bertanggung

jawab

terhadap

destabilisasi

plak

melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi


prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan
dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak.
Endotelium

mempunyai

peranan

homeostasis

vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor


maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka
segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya
plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya
inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen
reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide
adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell
Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap
dapat

terjadi

pada

hiperkolesterolemia,

diabetes,

aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung.


Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri
koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau
respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel,
faktor

konstriktor

lebih

dominan

(yakni

endotelin-1,

tromboksan

A2,

dan

prostaglandin

H2)

daripada

faktor

relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).


Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung
menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi
leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai
proatherogenic.

Melalui

efek

melawan,

TXA2

juga

menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas


miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan
luasnya infark.
SKA

yang

menunjukkan

diteliti

obstruksi

plak

secara

angiografi

aterosklerosis

6070%

yang

ringan

sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena


beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi
inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik
stress mekanik.
III.

DIAGNOSIS
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama,
yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim
jantung (cardiac marker).
1. Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan
keluhan nyeri dada yang khas kardial (gejala kardinal),
yaitu:
Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda
berat, seperti diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau
seperti ditusuk.
Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah,
punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.
Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas,
keringat dingin, cemas, lemah.

Factor pencetus: aktivitas fisik, emosi


Factor resiko: laki-laki usia >40 tahun,

wanita

menopause, DM, hipertensi, dislipidemia, perokok,


kepribadian tipe A, obesitas.
2. Elektro Kardiografi
Pada iskemia

miokardium,

dapat

ditemukan

depresi segmen ST ( 1mV) atau inverse gelombang T


simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.
Depresi ST pada iskemia miokard:
A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk
iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik
untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik

Inverse T pada iskemia miokard:


A. Inverse T yang kurang spesifik untuk
iskemia
B. Inverse T berujung lancip dan simetris,
spesifik untuk iskemia.

Perubahan

EKG

yang

khas

menyertai

infark

miokardium, dan perubahan paling awal terjadi hampir


seketika

pada

saat mulainya

gangguan miokardium.

Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap


orang

yang

dicurigai

menderita

infark

sekalipun

kecurigaannya kecil.
Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga
stadium:
1) Gelombang

runcing

diikuti

dengan

inverse

gelombang T
Secara akut, gelombang T meruncing (peaking),
kemudian
gelombang

inverse
T

(simetris).

menggambarkan

Perubahan
iskemia

miokardium. Jika terjadi infark sejati, gelombang

T tetap inverse selama beberapa bulan sampai


beberapa tahun.
2) Elevasi segmen ST
Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan
menyatu dengan gelombang T. elevasi segmen
ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi
infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso
elektrik dalam beberapa jam.
3) Muncul gelombang Q baru
Gelombang-gelombang Q baru

bermunculan

dalam beberapa jam sampai beberapa hari.


Gelombang

ini

menandakan

infark

miokard,

syarat: lebar 0,04 detik, dalam 4mm atau


25%

tinggi

R.

Pada

kebanyakan

kasus,

gelombang ini menetap seumur hidup pasien.


Evolusi EKG pada AMI:
A. Fase hiperakut: Elevasi segmen ST yang
nonspesifik, T yang tinggi dan meruncing.
B. Fase evolusi lengkap: Elevasi ST yang
spesifik dan konveks ke atas, T inverse
simetris, Q patologis.
C. Fase infark lama: Q patologis (QS atau
Qr), ST kembali isoelektrik, T normal atau

Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG:


Lokasi
Anterios ekstensif
Anteroseptal
Anterolateral
Posterior
Lateral
Inferior
Ventrikel kanan
3. Cardiac Marker
Kerusakan

Lead
V1-V6
V1-V4
V4-V6
V1-V2

ST
ST
ST
ST

I, aVL, V5, V6
II, III, aVF
V4R, V5R

tinggi
ST elevasi, gelombang Q
ST elevasi, gelombang Q
ST elevasi, gelombang Q

miokardium

Perubahan EKG
elevasi, gelombang Q
elevasi, gelombang Q
elevasi, gelombang Q
depresi, Gelombang R

dikenali

keberadaanya

antara lain dengan menggunakan test enzim jantung,

seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB),


cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase
(LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau
cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya
nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim
jantung sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C Pada semua jenis otot
Troponin I & T Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil,
sehingga mudah dideteksi
b. Myoglobin
Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena
ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2 jam sejak
onset nyeri
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
Ditemukan pada otot, otak, jantung
Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
Ditemukan di seluruh jaringan
LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot
jantung, normalnya LD2 > LD1
Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Spesifik untuk infark miokard
Cardiac

Meningk

Marker
cTn T
cTn I
CKMB
CK
Mioglobin
LDH

at
3 jam
3 jam
3 jam
3-8 jam
1-2 jam
24-48

Puncak

Normal

12-48 jam
24 jam
10-24 jam
10-36 jam
4-8 jam
3-6 hari

5-14 hari
5-10 hari
2-4 hari
3-4 hari
24 jam
8-14 hari

jam
Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:

Perbedaan
Nyeri dada
EKG

APTS
<15 menit
Normal/iskemi

NSTEMI
>15 menit
iskemik

STEMI
>15 menit
evolusi

Cardiac

k
normal

meningkat

meningkat

marker

IV.

TERAPI AWAL
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien
dengan keluhan nyeri dada tipikal dengan kecurigaan SKA
adalah:
1. Oksigenasi
Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard
yang mengalami cedera dan menurunkan beratnya STelevasi pada STEMI.
Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 510 liter/menit secara kanul hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 0,6 mg), dapat
diulang sampai 3x dengan interval 5-10 menit jika
keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 g/menit (jangan

lebih 200 g/menit).


Kontraindikasi: hipotensi
Manfaat:
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah

tegangan dinding ventrikel;


dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran
kolateral;
menghambat

agregasi

platelet

(masih

menjadi

pertanyaan).

3. Morphine

Dosis 2 4 mg intravena
Manfaat:
mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
menurunkan nadi dan tekanan darah.
Efek
samping:
mual,
bradikardi,
dan

depresi

pernapasan.
4. Aspirin
Dosis yang dianjurkan ialah 160325 mg perhari, dan
absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet,
terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325
mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau
muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah
pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial).
Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan

TXA2,

sehingga

mencegah

agregasi

platelet dan konstriksi arterial.


5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine
Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet,
memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan
viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine

diphosphate)

pada

reseptor

platelet,

sehingga menurunkan kejadian iskemi.


Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya
trombosis dan iskemia berulang, tetapi dapat dicegah
dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari)
bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping:
netropenia, trombositopenia (jarang), purpura trombotik

trombositopenia perlu evaluasi hitung sel darah


lengkap pada minggu II III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi
dengan

netropenia

dan

lebih

rendah

komplikasi

gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun


tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Dosis: 1 x
75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi
sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah
pemberian obat dan 4060% inhibisi dicapai dalam 37
hari .
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk
of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel
secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA,
stroke) pada aterosklerosis.
V.

KOMPLIKASI, PROGNOSIS
Komplikasi:
Aritmia
Disfungsi ventrikel kiri
Hipotensi
Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Ruptur Jantung
o Disfungsi & Ruptur m. Papilaris
Prognosis:
Klasifikasi Killip pada AMI:
Klas
I
II
III
IV

Definisi
Tak

ada

tanda

gagal

Mortalitas
jantung

kongestif
+ S3 dan/atau ronki basah
Edema paru
Syok kardiogenik

(%)
6
17
30-40
60-80
10

Skoring resiko TIMI untuk SKA:


Usia >65 tahun
>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol , DM,
rokok)
Diketahui PJK
Pemakaian ASA 7 hari terakhir
Angina berat (<24 jam)
petanda biokimia
Deviasi ST
Skor, resiko kematian/AMI
0/1
3%
2
3%
3
5%
4
7%
5
12%
6/7
19%
VI.

KESIMPULAN
Sindroma
koroner

akut

1
1
1
1
1
1
1

ditandai

oleh

adanya

ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan

oksigen miokard.
Sindroma koroner akut mencakup:
Angina pektoris tak stabil (APTS)
Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)
ST elevation myocard infark (STEMI)
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama,
yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim

jantung (cardiac marker).


Angina pectoris tak stabil ditandai dengan keluhan nyeri

dada tipikal tanpa peningkatan enzim jantung.


NSTEMI ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai
perubahan EKG berupa ST depress dan peningkatan enzim
jantung.
11

STEMI ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai


perubahan EKG berupa ST elevasi dan peningkatan enzim

jantung.
Penanganan dini yang harus segera diberikan kepada
pasien nyeri dada dengan kecurigaan SKA adalah MONACO
(morfin, oksigen, nitrat, aspilet, clopidogrel)

VII.

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W. et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed
V. PAPDI: Jakarta.
Thaler, Malcolm S. 2000. Satu-satunya buku EKG yang Anda
Perlukan. Hipokrates: Jakarta.
PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut tanpa STElevasi.
PERKI. 2004. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan STElevasi.
Wasid, H.A. 2003. Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner
Akut.
Herdanto, Dwi Yuda. 2009. 20 Penyakit Umum di Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai