Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada
perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna
kuning pada kulit dan sklera karena terjadinya hiperbilirubinemia sampai bayi
usia 72 120 jam dan akan kembali normal setelah 7 10 hari. (Lin, Tsao,
Hsieh, Chen, & Chou, 2008). Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada
bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL (Sukadi, 2008). Pada
sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Etika mengungkapkan bahwa angka kejadian ikterus terdapat
pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur (Etika, 2006). Hal ini
adalah keadaan yang fisiologis. Walaupun demikian, sebagian bayi akan
mengalami ikterus yang berat seingga memerlukan pemeriksaan dan tata
laksana yang benar untuk mencegah kesakitan dan kematian (Suradi &
Letupeirissa, 2013).
Data di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus sekitar 65% mengalami
ikterus. Data di Indonesia, didapatkan angka kejadian ikterus neonatorum dari
beberapa rumah sakit pendidikan antara lain, RS Cipto Mangun Kusumo
menemukan prevalensi ikterus pada neonatus sebesar 58% untuk cukup bulan
dan 29,3% untuk bayi kurang bulan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak
85% untuk neonatus cukup bulan dan 23,8% neonatus kurang bulan. Data dari
RS Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi ikterus neonatorum sebesar
13,7% (Sastroasmoro, 2004)
Ikterus erat kaitannya dengan kadar bilirubin yang tinggi. Bilirubin
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme hem. Hem berasal dari
penghancuran eritrosit dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom,
katalase dan peroksidase. Keadaan dimana kadar bilirubin total lebih dari 5
mg/dL atau terjadinya peningkatan kadar plasma dari 2 standar deviasi

berdasarkan umur neonatus disebut hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia


pada neonatus biasanya fisiologis, terjadi bila kadar bilirubin total tidak
melebihi 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan atau 15 mg/dL pada neonatus
kurang bulan, bilirubin meningkat setelah 24 jam kemudian memuncak pada
hari ke 3 - 5 hari dan menurun setelah 7 hari. Bila bilirubin tidak menurun dan
menetap selama lebih dari 8 hari atau lebih dari 2 minggu, maka mempunyai
potensi untuk menimbulkan kernikterus. Apabila pengelolaan pasien tidak
ditangani dengan baik maka akan menyebabkan ensephalopati, sehingga
pemeriksaan bilirubin pada neonatus dengan atau tanpa resiko perlu dilakukan
monitoring selama 2-3 hari setelah lahir agar dapat diketahui peningkatan
bilirubin lebih dini. Salah satu faktor risiko hiperbilirubinemia adalah
penurunan berat badan yang terlalu tinggi dan beberapa penelitian sebelumnua
telah melaporkan bahwa penurunan berat badan yang signifikan terjadi pada
neonatus dengan hiperbilirubinemia berat.
1.2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Rumusan Masalah
Apa definisi Ikterus Neonatorum?
Apa saja macam macam Ikterus Neonatorum?
Apa etiologi dan faktor resiko Ikterus Neonatorum?
Bagaimana tanda dan gejala Ikterus Neonatorum?
Bagaimana patofisiologi Ikterus Neonatorum?
Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan Ikterus Neonatorum?
Bagaimana komplikasi pasien dengan Ikterus Neonatorum?
Bagaimana pencegahan pasien dengan Ikterus Neonatorum?

1.3.

Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi atau pengertian dari Ikterus Neonatorum
b. Untuk mengetahui macam macam Ikterus Neonatorum
c. Untuk mengetahui etiologi atau penyebab dan faktor resiko Ikterus
Neonatorum
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan
e.
f.
g.
h.

Ikterus Neonatorum
Untuk mengetahui patofisiologi Ikterus Neonatorum
Untuk mengetahui penatalasksanaan pasien dengan Ikterus Neonatorum
Untuk mengetahui komplikasi pasien dengan Ikterus Neonatorum
Untuk mengetahui pencegahan pasien dengan Ikterus Neonatorum

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi
Ikterus neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana terdapat
warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan
bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi
bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer,
2000). Secara klinis, ikterus pada neonates akan tampak bila konsentrasi
bilirubin serum > 5 mg/dL (Cloherty, 2004). Berdasarkan dua pegertian
diatas, dengan demikian ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau
jaringan lain akibat penimbunan bilirubin di dalam tubuh atau akumulasi
bilirubin yang meningkat.

2.2.

Macam Macam Ikterus Neonatorum


Macam macam ikterus neonatorum menurut Ngastiyah (2005) adalah
sebagai berikut :
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor
fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru
lahir. Ikterus fisiologis diantara sebagai berikut :
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirect (larut dalam lemak) tidak melebihi 10 mg/dL
pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg/dL untuk neonatus lebih
bulan
c. Kadar bilirubin direct (larut dalam air) kurang dari 1 mg/dL
d. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL
perhari
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi
2. Ikterus Patologi

Ikterus patologi adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi


bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kernikterus jika tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologi. Adapun ikterus
patologis menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut :
a. Ikterus patologi
Ikterus patologi menurut Ngastiyah (2005) :
1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan atau
3)
4)
5)
6)

melebihi 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan/premature


Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dL perhari
Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg/dL
Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui

2.3.

Etiologi dan Faktor Risiko


2.3.1. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir,
karena :
1) Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih
banyak dan berumur lebih pendek
2) Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim
glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum
adekuat)

penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan

konjugasi
3) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya
enzim beta glukuronidase di usus dan belum ada nutrient
2.3.2. Faktor Risiko
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nponfisiologis)
menurut Moeslichan (2004) dapat dipengaruhi oleh faktor faktor di
bawah ini :
a. Hemolisis akibat inkontabilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,
defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat
b. Infeksi, septicemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih,
infeksi intra uterin
c. Polisitemia

d. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma


e.
f.
g.
h.

lahir
Ibu diabetes
Asidosis
Hipoksia/asfiksia
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan
sirkulasi enterohepatik
Faktor resiko timbulnya ikterus neonatorum menurut Moeslichan

(2004) adalah sebagai berikut :


a) Faktor Maternal
(1) Rasa tau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,
Yunani)
(2) Komplikasi kehamilan (DM, inkomtabilitas ABO dan Rh)
(3) Penggunaan oksitosin dalam larutan hipotonik
(4) ASI
b) Faktor Perinatal
(1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
(2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c) Faktor Neonatus
(1) Prematuritas
(2) Faktor genetik
(3) Polisitemia
(4) Obat
(Streptomisin,
kloramfenikol,
benzyl-alkohol,
sulfisoxazol)
(5) Rendahnya asupan ASI
(6) Hipoglikemia
(7) Hipoalbuminemia
2.4.

Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.
Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada
hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal
dalam beberapa minggu.
1. Ikterus Fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada
bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya
mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL,

kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang


dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan
bilirubin terkonjugasi < 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan
faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak
bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan
berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari
ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus
fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena
polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari
dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar
yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
2. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast Milk Jaundice)
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi
ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya
faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di
usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu
khawatir, ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.
Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tata
laksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.
2.5.

Tanda dan Gejala


1) Tanda
Tanda yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (20003) yaitu :
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar putar
b. Letargi (lemas)
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
g. Perut membuncit
h. Pembesaran hati
i. Feses berwarna seperti dempul

j. Tampak ikterus : sklera, kuku, kulit dan membrane mukosa. Joundice


pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu
lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik/infeksi.
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap
2) Gejala
Gejala menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
2.6.

Penatalaksanaan
1) Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor resiko, tidak terapi. Perlu diingat bahwa pada
bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi,
kemungkinan terjadinya kernicterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus
pada bayi sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut :
a) Minum ASI dini dan sering
b) Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
c) Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang
dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning)
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan
sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat
pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di
Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
(1) Tata laksana awal Ikterus Neonatorum menurut WHO :
- Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat
- Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir <
2,5 kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolysis atau
sepsis
7

Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan


hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes

i)

Coombs :
Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi

ii)

sinar, hentikan terapi sinar


Bila kadar bilirubin serum berada pada atau diatas nilaii

iii)

dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar


Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan
penyebab hemolysis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di
keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan

(2) Mengatasi hiperbilirubinemia


Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau
golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD
pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus
hemolitik, apapun penyebabnya.
- Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya
-

terapi sinar, lakukan terapi sinar .


Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:
Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi
tukar kadar hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan

tes Coombs positif, segera rujuk bayi.


Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk
bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin <

13 g/dL (hematokrit < 40%).


Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
1. Persiapkan transfer
2. Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter
dengan fasilitas transfusi tukar
3. Kirim contoh darah ibu dan bayi
4. Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi
kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan

diterima bayi.
Nasihati Ibu :

Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus,


pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai

hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.


Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu
untuk

menghindari

zat-zat

tertentu

untuk

mencegah

terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria,


obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs,
-

favabeans).
Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi
darah. Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi
cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir
< 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai

ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).


Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap
minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit <

24%), berikan transfusi darah.


(3) Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)
- Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu
pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang
-

bulan.
Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk

mencari penyebab.
Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap,
persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau

senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.


Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital

2) Terapi Sinar
Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.

Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan


telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam

inkubator.
- Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.
Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi
tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan

menggunakan selotip.
Balikkan bayi setiap 3 jam
Pastikan bayi diberi makan:
- Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum,
paling kurang setiap 3 jam:
a. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan
lepaskan penutup mata
b. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan
atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll)
-

tidak ada gunanya.


Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa
(ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10%
volume total per hari (tabel 3) selama bayi masih diterapi sinar .

10

Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT,

jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar .


Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa
menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak

membutuhkan terapi khusus.


Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
- Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan
-

prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar .


Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar
sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis

sentral (lidah dan bibir biru)


Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3
jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau
untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu

bayi antara 36,5 0C - 37,5 0C.


Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus
khusus:
- Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
- Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi
tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim
bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar.

Sertakan contoh darah ibu dan bayi.


Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah
3 hari.
Setelah terapi sinar dihentikan :
- Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin
serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus
-

menggunakan metode klinis.


Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di
atas nilai untuk memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti
yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian
terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau
perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk
memulai terapi sinar.

11

Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan

baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa
kembali bayi bila bayi bertambah kuning.

Komplikasi Terapi Sinar


Kelainan
Bronze baby syndrome

Mekanisme yang mungkin terjadi


Berkurangnya ekskresi hepatic hasil

Diare
Hemolisis

penyinaran bilirubin
Bilirubin indirect menghambat laktase
Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi

Dehidrasi

eritrosit
Bertambahnya Insensible Water Loss
(30 100%) karena menyerap energi

Ruam Kulit

foton
Gangguan fotosensitasi terhadap sel
mast kulit dengan pelepasan histamin

3) Tranfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil
darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam
jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar
darah penderita tertukar (Friel, 1982).
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya
ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirect dari
sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat
tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari
sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki
anemia.
Darah donor untuk tranfusi tukar
1. Darah yang digunakan golongan O.
2. Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood. Kerjasama dengan
dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan
kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.

12

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum


persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched
terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga
crossmatched terhadap bayi.
4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-)
atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched
terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A
dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan
plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan
anti B yang muncul.
5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh
berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan
crossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.
7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume
exchange) ---- 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar
87%.
Teknik Tranfusi Tukar
a. SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique : jarum infus
dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna.
Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.
b. ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan

dan

simultan

dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena


umbilikalis dalam jumlah yang sama.
c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian,
dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.
Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan
golongan darah O rhesus positif.
Pelaksanaan Tranfusi Tukar
1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk
membantu persiapan, pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan
penderita.

13

2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi


dengan penerangan dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor
dan resusitasi yang lengkap serta terjaga sterilitasnya.
3. Persiapan Alat.
a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap
b. Lampu pemanas dan alat monitor
c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup
d.
e.
f.
g.

steril
Masker, tutup kepala dan gaun steril
Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah
Set tranfusi 2 buah
Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau

abbocath
h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL,
masing-masing 2 buah
i. Selang pembuangan
j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis
k. Meja tindakan

Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar


a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan
persetujuan tertulis dari orang tua penderita

14

b. Bayi jangan diberi minum 3 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi


harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan
menghisapnya
c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah
mengering kompres dengan NaCl fisiologis
d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama
jika kadar albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albuminbilirubin di dalam darah meningkat sebelum tranfusi tukar sehingga
resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra indikasi atau tranfusi
tukar harus segera dilakukan
e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua
elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar
bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs direk
dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah
f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum
memulai tranfusi tukar
g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan
permintaan (cek label darah)
Pelaksanaan Tranfusi Tukar
a. Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10 20 mL atau tergantung
berat badan bayi, jangan melebihi 10 % dari perkiraan volume darah
bayi
b. Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada
three way stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat
memakai darah ini karena belum bercampur dengan darah donor
c. Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahanlahan. Kecepatan menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2
mL/kgBB/menit
d. Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar
dalam sirkulasi
e. Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama
sampai target transfusi tukar selesai
f. Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada
lembaran observasi transfusi tukar

15

g. Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat
(ACD/PCD) setiap tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium glukonas
10 % intra vena perlahan-lahan. Pemberian tersebut terutama bila
kadar kalsium sebelum tranfusi < 7,5 mg/dL. Bila kadarnya di atas
normal maka kalsium glukonas tidak perlu diberikan. Pemberian
larutan kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan karena
bila terlalu cepat dapat mengakibatkan timbulnya bradikardi/ cardiac
arest. Beberapa peneliti menganjurkan untuk tidak memberikan
kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi
menunjukkan adanya tanda-tanda hipokalsemia
h. Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus diawasi dengan
neonatal monitoring
i. Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan
pasca transfusi tukar
j. Jika tidak diperlukan transfusi tukar ulang, lakukan jahitan silk purse
string atau ikatan kantung melingkari vena umbilikalis. Ketika kateter
dicabut jahitan yang mengelilingi tali pusat dikencangkan
4) Monitoring
Monitoring yang dilakukan antara lain:
1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna
kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar
bilirubin serum selama bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam
setelah dihentikan.
2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum
dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang
2.7.

membutuhkan perawatan di RS.


Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau
ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh
deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin
indirek) di basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis kern icterus
bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin indirek,
pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan

16

melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera.


Kerusakan sawar darah otak, asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar
darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern icterus (Richard E. et al,
2003).
Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar bilirubin > 30
mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu
pertama kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kernicterus antara lain :
1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2): menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor, opistotonus,
retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni.
2) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory
tonic neck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis,
ballismus, tremor), gangguan pendengaran.
2.8.

Pencegahan
1) Pencegahan Primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 12
-

kali/ hari untuk beberapa hari pertama.


Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air

pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.


2) Pencegahan Sekunder
- Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
-

penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.


Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap
timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian
ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda tanda vital bayi,
tetapi tidak kurang dari setiap 8 12 jam.

17

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI W
DENGAN IKTERUS NEONATROUM

I. PENGKAJIAN
A. Biodata
Nama
Tgl lahir
JK
Agama
Anak ke
Tgl masuk RS
Tgl dikaji
DM
No. Reg

: By. W
: 20 Desember
2015 (9 hari)
: Perempuan
: Islam
: Satu
: 30-12-2015
: 01-01-2016
: Ikterus
Neonatorum
: 0021/D/01

Nama Bapak
Umur
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Suku Bangsa
Alamat
Nama Ibu
Umur
Agama
Pendidikan
Pekerjaan

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Tn. Ade
27 tahun
Islam
SLTA
TNI AD
Sunda
Cimahi
Ny. Mira
24 tahun
Islam
SLTA
IRT

B. Alasan Masuk Rumah Sakit


Ibu membawa bayinya ke rumah sakit karena bayinya terlihat kuning sejak
usia 10 hari, dan bayinya tampak lemah.
C. Keluhan Utama
Sejak usia 10 hari bayi terlihat kuning dan lemah, hingga bayi tidak mau
menetek, warna kuning terlihat jelas terutama di daerah wajah dan sklera.
D. Riwayat Penyakit

18

1) Riwayat Penyakit Yang Lalu


Ibu mengatakan bayinya tidak mempunyai penyakit apapun sejak
dilahirkan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan bayinya terlihat kuning dan menjadi lemah sejak usia
10 hari, hingga bayi tidak mau menetek, warna kuning terlihat jelas di
daerah wajah dan sklera
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga belum pernah ada yang menderita penyakit
menular baik pernafasan ataupun pencernaan, tidak ada riwayat gangguan
kardiovaskuler, tidak riwayat penyakit keturunan dan tidak ada riwayat
hepatitis.
F. Riwayat Kehamilan
1) Pre Natal
a. Kehamilan
merupakan kehamilan yang pertama dan sangat diharapkan.
b. Penerimaan Kehamilan
Ibu sangat senang dengan kehamilannya dan sangat diharapkan.
c. Gizi Ibu Selama Hamil
Baik, Ibu mengatakan selama hamil selalu mengkonsumsi
makanan bergizi (sayuran, ikan, susu, buah).
d. Kesehatan Ibu Selama Hamil
Saat hamil ibu dalam keadaan baik, tidak mengalami gangguan
kesehatan.
e. Makanan Yang Dipantang
Tidak ada, kecuali makanan pedas.
f. Pertambahan BB
BB ibu selama hamil 11,5 kg.
g. Keluhan Selama Hamil
Ibu mengeluh mual dan muntah pada trimester pertama, pada
trimester selanjutnya ibu mengeluh aktifitas terganggu dengan
perutnya yang besar.
h. Obat-obat Yang Pernah Diminum
Ibu mengkonsumsi zat besi 1x1 tab.
i. Penyakit Kehamilan
Ibu mengatakan tidak menderita penyakit apapun selama hamil.
j. Imunisasi TFT :
1). TFT I pada umur kehamilan 5 bulan
2). TFT II pada umur kehamilan 6 bulan
2) Natal
a. Bayi lahir ditolong bidan di ruang bersalin RS Dustira.
b. Jenis persalinan spontan.
c. Keadaan waktu bersalin : Ibu dalam keadaan sehat.
19

d. APGAR score : 1 menit (8), 5 menit (9).


e. BB Lahir : 2900 gr.
f. PB Lahir : 50 cm.
g. Posisi janin waktu lahir : Posisi foetal
3) Post Natal
a. Kesehatan Ibu
Setelah melahirkan ibu tidak mengalami gangguan kesehatan, tidak
mengalami perdarahan atau komplikasi lainnya.
b. Kesehatan Bayi
Bayi lahir dengan sehat, bayi langsung menangis.
c. Nutrisi (colostrum)
Diberikan segera setelah lahir.
d. Reflek Fisiologis :
Moro
: Ada
Sucking
: Ada, kurang
Grasping
: Ada
Rooting
: Ada
Tonick Neck
: Ada
Babinski
: Ada
G. Data Biologis Ibu
1) Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi
: 3x sehari
- Jenis
: Nasi, sayur, lauk, buah
- Porsi
: 1 porsi habis
- Makanan pantangan : Tidak ada
b. Minum
- Frekuensi
: 6-8 x sehari
- Jenis
: Air putih dan susu
- Jumlah
: 1500-2000 ml/hari
2) Istirahat Tidur
- Tidur malam
: 5-6 jam
- Tidur siang
: 1-2 jam
- Gangguan
: Ada, bayi sering menangis
3) Aktifitas : Ibu Rumah Tangga
H. Data Biologis Anak
No
1
1

Pola Kebiasaan
2
Nutrisi
a. Jenis susu yang
diberikan
b. Cara pemberian

Di Rumah
3
ASI
Ad libitum
Belum mendapat
makanan

Di RS
4
ASI
Ad libitum
Belum mendapat
makanan

20

c. Umur mendapat
makanan tambahan
d. Rekasi pada waktu
menetek
2

4
5

Eliminasi
a. BAB
- Frekuensi
- Konsistensi
- Warna
- Bau
b. BAK
- Frekuensi
- Warna
- Bau

Istirahat dan tidur


a. Tidur malam
b. Gangguan tidur
c. Tidur siang
d. Tidur dengan siapa
e. Kebiasaan sebelum
tidur
Bermain dan rekreasi
Kebersihan

tambahan
Tidak ada reaksi
muntah, reflek
sucking kurang

1 2 x/hari
lembek
Kuning tengguli
Tidak berbau
8 9 x/hari
Jernih
Tidak berbau

tambahan
Tidak ada reaksi
muntah dan
reflek sucking
baik

1 2 x/hari
lembek
Kuning tengguli
Tidak berbau
10 11 x/hari
Jernih
Tidak berbau

9-10 jam
Tidak ada
8-10 jam
Ibunya
Menetek

9-10 jam
Tidak ada
8-10 jam
Dalam inkubator
Menetek

Belum tampak
Ibunya
memandikan
bayinya 2x sehari
dan mengganti
pakaian/popok
setiap habis
mandi/BAB/BA
K

Belum tampak
Ibunya
memandikan
bayinya 2x sehari
dan mengganti
pakaian/popok
setiap habis
mandi/BAB/BA
K

I. Tumbuh kembang/DDST
1. Motorik Kasar : Belum nampak
2. Motorik halus : memandang, bersuara tetapi bukan menangis
3. Perkembangan bicara dan bahasa : Belum nampak
4. Perkembangan emosi dan hubungan sosial : Belum Nampak
J. Riwayat imunisasi

21

Bayi belum mendapat imunisasi dasar maupun ulangan


K. Kepribadian dan Riwayat sosial
Yang mengasuh / merawat anak : Ibu kandung
L. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik, kesadaran compos mentis
2. Antropometri :
a. BB
: 3050 gr
b. TB
: 52 cm
c. LK
: 35 cm
d. LLA
: 10 cm
e. LD
: 31 cm
f. LP
: 34 cm
3. Tanda Vital :
S : 36,50C
N : 136 x/mnt
R :
45 x/mnt
TD : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan Umum
a. Kepala
Bentuk tampak simetris, rambut hitam, tidak nampak cephal
haematoma, LK 35 cm, tidak tampak hydrocephalus, fontanel
belum menutup, caput cecudanum ada.
b. Mata
- Bentuk dan gerak mata : bentuk simetris, reflek mengedip
dan melirik masih kurang.
- Konjunctiva : tidak anemis
- Sklera : ikterik
- Pupil : reflek cahaya baik
- Lensa : tampak bening
- Kelopak mata : tampak simetris, dapat menutup rapat, reflek
mengedip ada
c. Hidung
- Mukosa : lembab, tidak tampak lesi atau massa
- Septum : simetris
- Bulu hidung : tampak distribusi merata
- Penyumbatan, perdarahan, sekret : tidak nampak
d. Mulut
- Warna : merah muda
- Lidah : tampak simetris, warna merah muda, tidak nampak
lesi, massa atau beslag
- Gigi : belum tumbuh
- Bibir : Tampak simetris, warna merah muda, tidak tampak
lesi atau massa
e. Telinga
- Bentuk dan besar : tampak simetris dan proporsional

22

f.

g.

h.

i.

j.

k.

- Letak : kanan dan kiri, spina sejajar dengan ujung mata


- Daun telinga : tampak menonjol
- Tidak nampak ada benjolan massa
- Membran telinga : tampak utuh, bening/transparan
- Tidak tampak sekret dan tidak bau
Leher
- Gerakan leher : menengok ke kanan atau ke kiri, reflek
tonick neck ada
- KGB / Kelenjar tiroid : tidak teraba
- Vena jugularis : tidak meningkat
- Tidak tampak oedem, massa / lesi.
Dada
- Gerak dan bentuk simetris, tidak tampak retraksi dinding
dada, tidak tampak lesi/massa
- Pola nafas teratur, bunyi nafas vesikuler, frekuensi nafas 45
x/mnt, tidak terdengar wheezing, ronchi, krepitasi/stridor.
Perut
- Inspeksi : warna kulit sama dengan permukaan tubuh yang
lain, tampak ikterik, kelembaban baik, tampak cembung,
simetris, tali pusat sudah lepas, tidak tampak lesi.
- Auskultasi : bising usus 10 11 x/mnt
- Perkusi : bunyi perkusi pekak
- Palpasi : tidak teraba massa, hepar atau lien
Kulit
Tampak ikterik diseluruh tubuh terutama wajah, kelembaban
baik.
Ekstremitas
- Atas : Gerak aktif, jumlah jari dan kuku lengkap, tidak
tampak sianosis, reflek grasping baik.
- Bawah : Gerak aktif, jumlah jari dan kuku lengkap, tidak
tampak sianosis, reflek babinski baik, tidak tampak
lesi.
Genetalia dan Rectum
Tidak ada kelainan, labia mayora menutup labia minor, lubang
anus ada.

M. Reaksi Hospitalisasi
Bayi tampak bergerak-gerak seperti gelisah
N. Data Penunjang
Tanggal 3 1 - 2016 Nilai normal
Bilirubin total 8,87 0,3 1,3 mg/dL
mg/dL

Interpretasi
Abnormal

23

Bilirubin Direct 0,59 0-0,25 mg/dL


mg/dL

Abnormal

O. Terapi
- ASI
- Fototerapi

II.

ANALISA DATA
No
Data Senjang
1
2
1 DO :
Sklera ikterik
-

Wajah

dan

permukaan kulit
tubuh yang lain
-

tampak ikterik
Bilirubin total

8,87 mg/dl
Bilirubin Direct

Kemungkinan Penyebab
3
Fungsi hepar belum sempurna

Proses metabolisme bilirubin


terganggu

Bilirubin darah meningkat

Ikterus

Masalah
4
Gangguan
Metabolisme

Bayi malas minum

Reflek sucking kurang

Nutrisi kurang

BB turun

Resiko tinggi

0,59 mg/dl
DS :
Ibu

mengatakan

bahwa bayinya sejak


usia 5 hari terlihat
2

kuning
DO :
-

Reflek sucking

kurang
Bayi
tampak

malas minum
BB : 3100gr

terjadinya
penurunan BB
patologis

menjadi 3050 gr

24

DS :
Ibu mengatakan bayi
nya malas minum
III.

DIAGNOSA PERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS MASALAH


1. Gangguan metabolisme bilirubin berhubungan dengan belum
sempurnanya fungsi hati
2. Resiko tinggi terjadinya penurunan BB berhubungan dengan bayi
malas minum.

25

BAB IV
PENUTUP

4.1.

Kesimpulan
a) Ikterus neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana terdapat warna
kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin,
sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.
b) Macam-macam Ikterus Neonatorum : 1) Ikterus Fisiologi dan 2) Ikterus
Patologi.
c) Ikterus Fisiologi adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis
yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.
Biasanya muncul pada hari kedua dan ketiga sdan kadar bilirubin indirect
(larut dalam lemak) tidak melebihi 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg/dL untuk neonatus lebih bulan.
d) Ikterus Patologi adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kernikterus jika tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai
hubungan dengan keadaan yang patologi biasanya jenis Ikterus Patologi
ini juga bisa disebut Hiperbilirubinemia : 1) Ikterus terjadi dalam 24 jam
pertama; 2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan
atau melebihi 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan/premature; 3)
Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dL perhari dan 4) Ikterus menetap
sesudah 2 minggu pertama.
e) Penatalaksanaan pada ikterus fisiologi adalah 1) Minum ASI dini dan
sering Terapi sinar; 2) Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan
pemeriksaan ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
f) Penatalaksanaan pada ikterus patologi/hiperbilirubinemia adalah dengan
terapi sinar rutin serta apa bila memungkinkan dilakukan transfusi tukar.
DAFTAR PUSTAKA

26

Arif, Mansjoer, dkk, 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI, Jakarta:
Medica Aesculpalus.
Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark A. R., 2008. Neonatal Hyperbilirubinemia in
Manual of Neonatal Care. Philadelphia: Lippincort Williams and Wilkins, pp
181; 194; 202; 204; 210.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, EGC, Jakarta
Moeslichan, Surjono, Surandi, Rahardjani, Usman A, Rinawati, et al. Tatalaksana
ikterus neonatorum. 2004. Available from : http://buk.depkes.go.id (Diakses
tanggal 12 Oktober 2016)
_______. 2011. Askep Bayi dengan Ikterus Neonatorum. Oktober 12, 2016
http://wwwmaterimahasiswa.blogspot.co.id/2011/11/asuhan-keperawatanikterus-neonatorum.html

27

Anda mungkin juga menyukai