Anda di halaman 1dari 7

PILAR PENDIDIKAN

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui
peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa,
bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena
hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang
dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah manusia
yang berkualitas. Manusia demikianlah yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain
turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki (Isjoni,
2008:vii).
Berangkat dari pemikiran tersebut, Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga
UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan
empat pilar pendidikan, yakni: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to live
together, dan (4) Learning to be. Berikut ini akan kami sampaikan ulasan mengenai ke empat
pilar pendidikan tersebut.
B. JENIS-JENIS PILAR PENDIDIKAN
1. Learning to Know (belajar untuk menguasai)
Tidak hanya memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh
pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi besar untuk mencetak generasi muda yang memiliki
kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long
education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan
dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan
dengan asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia
untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati
manusia.
Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk belajar, maka kita mendorong
supaya tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pedidikan diri sendiri
menyadari, bahwa:
1. Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan
hingga manusia meninggal.
2. Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu
dini untuk belajar.
3. Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral/ totalitas
kehidupan (Burhannudin Salam, 1997:207).

Menurut Isjoni (2008:47), guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki
tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas
bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk
anak negeri ini di masa yang akan datang.

Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas
pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat
perencanaan secara saksama dalam meningkatkan kemampuan belajar bagi siswanya, dan
memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam
pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap
dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar-mengajar.
Guru bisa dikatakan unggul dan profesional bila mampu mengembangkan kompetensi
individunya dan tidak banyak bergantung pada orang lain.
Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai
berikut:

1. Guru berperan sebagai sumber belajar. Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan
materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi
pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi
anak didiknya.
2. Guru sebagai Fasilitator. Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa
dalam kegiatan proses pembelajaran.
3. Guru sebagai pengelola. Guru berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan
siswa dapat belajar secara nyaman. Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru
dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu: (a) sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa
harus mempelajarinya sendiri, (b) setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masingmasing, (c) siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan tahapan
kegiatan diberikan reinforcement, (d) penguasaan secara penuh, dan (e) siswa yang diberi
tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
4. Guru sebagai demonstrator. Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala
sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang
disampaikan.

5. Guru sebagai pembimbing. Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat
dari adanya setiap perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan
sebagai pembimbing..
6. Guru sebagai mediator. Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media
pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan
baik.
7. Guru sebagai Evaluator. Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan
penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan
siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode mengajar (Fakhruddin,
2010:49-61).
Kiat-kiat Agar Menjadi Guru Favorit menurut Fakhruddin (2010:97) yaitu:
1. Sabar
2. Bisa menjadi sahabat
3. Konsisten dan komitmen dalam bersikap
4. Bisa menjadi pendengar dan penengah
5. Visioner dan misioner
6. Rendah hati
7. Menyenangi kegiatan mengajar
8. Memaknai mengajar sebagai pelayanan
9. Bahasa cinta dan kasih sayang
10. Menghargai proses

2. Learning to do (belajar untuk menerapkan)


Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk
terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi
kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk
mendukung dan memasuki ekonomi industry (Soedijarto, 2010). Dalam masyarakat industri
tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang kaku melainkan

kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti controlling, monitoring,


designing, organizing. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit
yang tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil
dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik.
Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam
bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk
mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar Learning to do
dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah
kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi factor keturunan namun tumbuh dan
berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan . Lingkungan disini dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Lingkungan social. Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah masyarakat
dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut.
Lingkungan social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan
keluarga siswa itu sendiri.
2. Lingkungan nonsosial. Factor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar,
dan keadaan cuaca. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan
belajar siswa (Muhibbin Syah, 2004:138).

Sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu
begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugastugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada
akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.
3. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama)
Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa
global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat
manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik
nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh
ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan
dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan
bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang
lain yang berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian.

Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran
bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan.
Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan
jiwa perdamaian.

4. Learning to be (belajar untuk menjadi)


Tiga pilar pertama ditujukan bagi lahirnya generasi muda yang mampu mencari informasi
dan/ menemukan ilmu pengetahuan, yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan
masalah, dan mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila
ketiganya berhasil dengan memuaskan akan menimbulkan adanya rasa percaya diri pada masingmasing peserta didik.
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk
hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari
proses menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika, 2010). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai
proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma
dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya
merupakan proses pencapain aktualisasi diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan menurut Djamal (2007:101) yaitu:
1. Motivasi. Yaitu kondisi fisiologi dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang
mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan/ kebutuhan
2. Sikap. Sikap yaitu suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan
pada situasi yang tepat.
3. Minat
4. Kebiasaan belajar. Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar
mempunyai kolerasi positif dengan kebiasaan atau study habit. Kebiasan merupakan cara
bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya
menjadi menetap dan bersifat otomatis.
5. Konsep diri. Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang
menyangkut perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap
orang lain.

Makna pilar ke empat ini adalah muara akhir dari tiga pilar pendidikan diatas. Dengan
pilar ini, peserta didik berpotensi menjadi generasi baru yang berkepribadian mantap dan mandiri
(Aezacan, 2011).
5. Learning to believe in God (belajar untuk mempercayai Tuhan)
Dengan mempercayai Tuhan, seseorang bisa mengetahui mana yang baik dan yg buruk untuk
dirinya dan lingkungannya. Dalam hal ini, seseorang akan melakukan yang terbaik dan
bermanfaat serta tidak memberikan aura negative ke sekelilingnya.
C. GARIS BESAR MENGENAI KEEMPAT PILAR PENDIDIKAN UNESCO

1. Kekuatan. Ke empat pilar pendidikan tersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan
yang bagus pula, dan sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang menuntut pesera didik
tidak hanya diajarkan IPTEK, kemudian dapat bekerja sama dan memecahkan masalah,
akan tetapi juga hidup toleran dengan orang lain ditengah-tengah maraknya perbedaan
pendapat dimasyarakat. Dengan ke kempat pilar ini akan bisa tercapai pendidikan yang
berkualitas.
2. Kelemahan. Meskipun ke empat pilar pendidikan ini dirancang sedemikian bagusnya,
namun perlu diingat, masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut,
seperti kurangnya SDM guru yang benar-benar mumpuni, perbedaan pola pikir setiap
masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, kemudian ada lagi
fasilitas, fasilitas yang masih minim akan sangat menghambat kemajuan proses belajar
mengajar, dan kendala-kendala lain.
3. Peluang. Apabila pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini,
maka pada gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat
di mata masyarakat dunia.
4. Ancaman. Ke empat pilar pendidikan UNESCO ini bisa menjadi bumerang bagi peserta
didik dan pengajar apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak kunjung
terwujud. Bisa jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan kepercayaan
diri.

D.

KESIMPULAN

1. Pilar-pilar pendidikan tersebut dirancang dengan sangat bagus dan dengan tujuan yang
sangat bagus pula. Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan
yang berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik.
2. Namun masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, baik mengenai
SDM nya, fasilitasnya, perbedaan pola pikir setiap masyarakat atau daerah dalam
memandang arti penting pendidikan, dan kendala-kendala lain.
3. Persoalan pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama, karenanya tentu secara
bersama-sama pula kita mencari alternative pemecahannya. Mudah-mudahan ke empat
pilar tersebut dapat kita realisasikan dan akan nampak hasinya.
4. Mari melakukan introspeksi diri sejauh mana kita sudah melakukan yang terbaik untuk
perubahan dan perbaikan terhadap persoalan pendidikan yang melilit negeri ini. Satu
harapan kita semua, agar dunia pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik dan
berkualitas.
5. Majulah pendidikan indonesiaku..
Daftar Pustaka :
Djamal. (2007). Psikologi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Fakhrudin. (2010). Menjadi guru favorit Yogyakarta: Diva Press.
Isjoni.(2008). Guru sebagai motivator perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isjoni.(2008). Memajukan bangsa dengan pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salam, B. (1997). Pengantar pedagogik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syah, M. (2004). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai