Anda di halaman 1dari 22

HERNIA SCROTALIS

A. KONSEP MEDIK
1. Definisi
Hernia adalah: kelemahan pada dinding otot abdomen dimana segmen
dari isi perut atau struktur abdomen lain yang menonjol atau turn
(Ignatavicius Donna, and Bayne Marilynn, 2002). Medical Surgical Nursing:
Assessment and Management of Clinical Problems, hal 1368).
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan
yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga
dimana ia terisi secara normal (Lewis, Sharon Mantik, 2000, Medical
Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems. Fifth
Edition. By Mosby Inc).
Hernia scrotalis adalah merupakan hernia inguinalis lateralis yang
mencapai skrotum (Syamsuhidajat, 1997, Buku Ilmu Bedah, hal 717).
2. Klasifikasi

Beberapa tipe hernia adalah:

a.

Hernia Inguinal, terdiri dari 2 macam yaitu indirek dan direk. Hernia
inguinalis indirek atau disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu hernia
yang terjadi melalui cincin inguinal dan mengikuti saluran spermatik melalui
kanalis inguinalis. Sedangkan hernia inguinalis direk yang disebut juga hernia
inguinalis medialis yaitu hernia yang menonjol melalui dinding inguinal
posterior di area yang mengalami kelemahan otot melalui trigonum
hesselbach.

b. Hernia Femoral adalah hernia yang menonjol melalui cincin femoral dalam
kanalis femoral.
c.

Hernia Umbilikal adalah hernia yang menonjol melalui cincin umbilikal,


terjadi ketika muskulus rektus lemah atau saluran umbilikal gagal menutup
setelah lahir.
1

d.

Hernia Insisional adalah hernia yang terjadi pada bagian dari sebuah insisi
operasi sebelumnya.

Berdasarkan sifatnya hernia dibagi 4 macam:

a.

Hernia Reponibel yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus akan keluar
jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

b. Hernia Ireponibel atau hernia akreta yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat
dikembalikan ke dalam rongga. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya
perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Tidak ada keluhan
rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
c.

Hernia Inkaserata yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, sehingga isi
kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut yang
mengakibatkan gangguan pasase atau vaskularisasi.

d.

Hernia Strangulata yaitu pada saat terjadi jepitan sehingga vaskularisasi


terganggu, dengan berbagai tingkatan gangguan mulai dari bendungan sampai
terjadi nekrosis.

3. Anatomi Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam
tubuh. Terdiri dari 2 bagian utama, yaitu: peritoneum parietal dan peritoneum
viceral. Peritoneum parietal yang melapisi abdominal, sedangkan peritoneum
viceral menyelimuti semua organ yang ada di rongga tersebut. Secara
keseluruhan fungsi peritoneum yaitu menutupi sebagian besar organ saling
bergeseran tanpa ada penggesekan.
Kanalis inguinalis dibatasi di kranio lateral oleh Anulus Inguinalis
Internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan Apon
Neurosis Muskulus transversus abdominalis. Di media bawah, di atas
tuberkulum pubikum kanal ini dibatasi oleh Anulus inguinalis eksternus.
Atapnya ialah aponeurosis muskulus oblikus eksternus dan didasarnya
terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada pria dan
ligamentum rotundum pada wanita. Nervus ilioinguinalis dan nervus
2

ileofemoralis mempersarafi otot di regioinguinalis, sekitar kanalis inguinalis


dan tali sperma serta sensibilitas kulit regio singuinalis, skrotum dan sebagian
kecil kulit tungkai atas bagian proksimo medial.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi
anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak
tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaiknya bila otot
dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan
anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam
kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada 3 mekanisme yang dapat
mencegah terjadinya hernia inguinalis yaitu: kanalis inguinalis yang berjalan
miring, adanya struktur muskulus oblikus internus abdominalis yang menutup
anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversal
yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak
berotot. Sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan
terjadinya hernia.
4. Etiologi
Penyebab dari timbulnya hernia yaitu dapat berupa:
-

Kongenital: kanalis inguinalis belum menutup.

Kelemahan dinding abdomen dan peningkatan tekanan intraabdominal yang


dapat terjadi karena:

Kehamilan

Obesitas

Mengangkat beban berat

Batuk

Konstipasi

BPH

5. Patofisiologi
Hernia dapat disebabkan karena faktor kongenital dimana kanalis
inguinalis belum menutup sehingga bila anak batuk atau menangis maka tekanan
intra abdomen meningkat. Hernia juga dapat terjadi karena kerusakan pada

keutuhan dinding otot dan peningkatan tekanan intra abdomen. Kerusakan dinding
otot hasil dari lemahnya kolagen atau adanya rongga pada inguinal. Kelemahan
otot ini dapat diperoleh karena proses menua. Peningkatan tekanan intra abdomen
berhubungan dengan kondisi kehamilan dan obesitas, atau dapat juga terjadi
karena mengangkat beban berat atau batuk. Dengan kondisi tersebutlah maka akan
timbullah hernia. Hernia dapat dikembalikan secara manual atau tidak dapat
dikembalikan dikarenakan sudah ada perlengketan. Sehingga akan terjadi
obstruksi yang dinamakan hernia inkeserata. Dengan adanya obstruksi ini maka
akan terjadi gangguan penyerapan cairan dan elektrolit dan aliran darah pun akan
terganggu. Dengan aliran darah terganggu maka akan timbul edema sehingga
akan terjadi iskemik dan perforasi yang pada akhirnya nekrosis jaringan pun
terjadi. Distensi abdomen, mual, muntah, nyeri, demam, takikardi, adalah tanda
dari strangulata.
6. Tanda dan Gejala
-

Nyeri

Muntah, mual

Nyeri abdomen

Distensi abdomen

Kram

Ada penonjolan keluar

7. Test Diagnostik
-

Serum elektrolit meningkat.

Leukosit : >10.000 18.000 /mm3

Foto sinar X di daerah hernia.

8. Komplikasi
a.

Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga
isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.

b.

Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin banyaknya usus


yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan menimbulkan gangguan
penyaluran usus halus.

c.

Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian timbul nekrosis.

d.

Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,


muntah dan obstipasi.

e.

Bila inkarserata dibiarkan, maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga
terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Juga dapat terjadi
bukan karena terjepit, melainkan ususnya terputar.

f.

Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.

9. Penatalaksanaan Medik
a.

Istirahat tirah baring dan beri diit lunak/diit saring

b. Pemakaian celana suspensoar.


c.

Operatif
Hernioplasty: memperkecil angulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis.

Herniotomy: pembesaran hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi


hernia dibebaskan, jika ada perlengketan kemudian direposisi, kantong hernia
dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

Herniorraphy: mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan


menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan muskulus
transversus internus dan muskulus oblikus internus abdominalis ke ligamen
inguinale.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pre Operasi
1. Pengkajian
a.

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Benjolan daerah skrotum

Riwayat timbulnya benjolan

b. Pola nutrisi metabolik


-

Mual, muntah

Anoreksia

Distensi abdomen

Diit rendah serat

Demam

c.

Pola eliminasi

Konstipasi

Sering mengejan

Kebiasaan BAB/BAK

d. Pola aktivitas dan latihan


-

Kebiasaan mengangkat beban berat

Pekerjaan klien

e.

Pola kognitif dan sensori

Nyeri

f.

Pola reproduksi dan seksual

Kehamilan pada wanita

Hipertrofi prostat pada pria

g. Pola mekanisme koping


-

Cemas karena operasi

Cemas akan penyakit

2. Diagnosa Penyakit
a.

Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan.

b. Kecemasan berhubungan dengan tindakan medik yang akan dilakukan seperti


operasi.
c.

Potensial perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual, muntah.

d. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya


informasi yang jelas dan tepat.
3. Perencanaan Keperawatan
DP.1. Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan.
HYD: Nyeri hilang setelah dilakukan tindakan medik.
Rencana tindakan:
a.

Kaji intensitas nyeri, lokasi, jenis.

R/ Mempermudah pengelolaan, daya tahan tubuh dan pengurasan nyeri.


b. Observasi TTV (TD, N, S).
R/ Mengkaji tanda-tanda syok.
c.

Beri posisi tidur yang nyaman: semi fowler.

R/ Mengurangi ketegangan abdomen.


d. Anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitasnya.
R/ Aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan nyeri.
e.

Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi: nafas dalam.

R/ Teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan abdomen.


f.

Anjurkan untuk tidak mengejan.

R/ Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen.


g. Kolaborasi dengan medik.
R/ Menentukan pemberian terapi selanjutnya.
DP.2. Kecemasan berhubungan dengan tindakan medik yang akan dilakukan seperti
operasi.
HYD: -

Kecemasan berkurang

Ekspresi wajah klien tampak rileks.

Klien dapat bekerjasama dalam tindakan medik yang diberikan.

Rencana tindakan:
a.

Kaji tingkat kecemasan pasien.

R/ Mengetahui sejauh mana kecemasannya.


b. Dorong klien untuk mengungkapkan kecemasannya.
R/ Mengurangi kecemasan dan menimbulkan kepercayaan diri pasien.
c.

Libatkan keluarga yang dekat dengan pasien.

R/ Mengurangi kecemasan dan menimbulkan kepercayaan diri.


d. Berikan informasi yang jelas setiap prosedur tindakan yang akan diberikan.
R/ Mengurangi kecemasan dan menimbulkan kepercayaan diri pasien.
e.

Bantu klien untuk mengidentifikasi penggunaan koping yang positif.

R/ Membantu mengurangi kecemasan.


f.

Beri penyuluhan tentang prosedur pre-operasi dan post operasi.

R/ Mengurangi kecemasan klien.


DP.3.

Potensial perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual, muntah.

HYD: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.


Rencana tindakan:
a.

Kaji intake output.

R/ Sebagai dasar dalam merencanakan asuhan keperawatan.


b. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
R/ Merangsang nafsu makan dalam mencegah mual dan muntah.
c.

Sajikan makanan yang hangat.

R/ Merangsang nafsu makan dan mencegah mual muntah.


d. Timbang berat badan tiap hari.
R/ Menentukan kegunaan nutrisi pasien terpenuhi/tidak.
e.

K/P kolaborasi dengan ahli gizi.

R/ Menentukan rencana pemberian nutrisi agar kebutuhan nutrisi terpenuhi.


DP.4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi yang jelas dan tepat.

HYD: -

Pasien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit dan pengobatan.


Berpartisipasi dalam pengobatan.

Rencana tindakan:
a.
R/

Kaji tingkat pengetahuan tentang proses penyakit.


Mempermudah dalam pemberian informasi sesuai dengan tingkat
pengetahuan.

b. Jelaskan proses penyakit.


R/ Pasien perlu mengerti tentang kondisi dan cara untuk mengontrol timbulnya
serangan nyeri.
c.

Motivasi pasien untuk menghindari faktor/situasi yang dapat menyebabkan


timbulnya nyeri.

R/ Dapat menurunkan insiden/beratnya serangan.


d.

Kaji pasien untuk mengidentifikasikan sumber nyeri dan benjolan, serta


diskusikan jalan keluar untuk menghindarinya.

R/ Merupakan langkah untuk membatasi/mencegah terjadinya nyeri.


e.

Anjurkan pasien untuk mengontrol berat badan, menggunakan teknik yang


benar dalam mengangkat beban berat dan menggunakan celana penyokong.

R/ Mengurangi faktor resiko terjadinya komplikasi.


Post Operasi
1. Pengkajian
a.

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Keluhan nyeri pada insisi luka.

Keadaan balutan: ada rembesan

b. Pola nutrisi metabolik.


-

Keadaan bising usus.

Mual, muntah.

Pemberian diit lunak/saring.

Demam.

c.

Pola eliminasi

Keluhan BAK dengan pemasangan kateter.

Konstipasi, retensi.

d. Pola aktivitas dan latihan


-

Tirah baring

Penggunaan suspensoar (celana penyokong)

e.

Pola persepsi dan kognitif

Nyeri pada luka operasi.

Pusing.

2. Diagnosa Penyakit
a.

Nyeri berhubungan dengan insisi luka operasi.

b. Potensial injuri pada luka operasi berhubungan dengan masih lemahnya area
operasi.
c.

Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah dan follow up.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah.


3. Perencanaan Keperawatan
DP.1. Nyeri berhubungan dengan insisi luka operasi.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan:
a.

Kaji intensitas, lokasi dan karakteristik nyeri.

R/ Menentukan tindakan selanjutnya.


b. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Peningkatan tanda vital merupakan indikator adanya nyeri.
c.

Pertahankan istirahat dengan posisi yang nyaman < semi fowler>

R/ Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah karena posisi terlentang.


d. Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.
R/ Mengurangi rasa nyeri.
e.

Dorong klien untuk ambulasi dini.


R/ Meningkatkan normalisasi fungsi organ.

f.

Anjurkan klien untuk membatasi aktifitas seperti tidak mengangkat beban


berat, tidak mengejan.

R/ mencegah komplikasi selama proses penyembuhan.

10

g. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian analgesik.


R/ Mengurangi nyeri.
DP.2. Potensial injuri pada luka operasi berhubungan dengan masih lemahnya area
operasi.
HYD: Penyembuhan luka tanpa komplikasi.
Rencana tindakan:
a.

Anjurkan menekan insisi luka operasi bila batuk/bersin.

R/ Batuk dan bersin meningkatkan tekanan intra abdominal dan stressing pada
insisi.
b. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c.

Berikan hidrasi adekuat 2-3 liter/hari dan makanan yang cukup serat.

R/ Supaya tidak terjadi konstipasi.


d. Periksa scrotum, catat tanda edema dan hematoma.
R/ Edema dan perdarahan dapat terjadi 2-3 hari post operasi.
e.

Gunakan celana penyokong (suspensoar).

R/ Membantu menyokong scrotum dan mengurangi edema serta memperkuat


dinding abdomen.
DP.3. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah dan follow up.
HYD: Klien mengetahui cara perawatan di rumah sehingga komplikasi tidak terjadi.
Rencana tindakan:
a.

Hindari mengangkat beban berat, mengejan.

R/ mencegah komplikasi setelah operasi.


b. Beri diit tinggi serat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan serta minum 2-3
liter.
R/ Mencegah konstipasi dan mencegah hiperperistaltik usus.
c.

Lakukan follow up secara teratur.

R/ mengetahui perkembangan status kesehatan klien.


d. Anjurkan menggunakan celana penyokong.

11

R/ Menyokong daerah yang telah dioperasi yang memungkinkan akan kembali


lagi bila tidak ada sokongan dikarenakan masih lemahnya daerah operasi.
DP.4. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah.
HYD: - Tidak ada tanda-tanda infeksi.
-

Proses penyembuhan luka tepat waktu.

Rencana tindakan:
a.

Observasi tanda-tanda vital, adanya demam, menggigil, berkeringat.

R/ Sebagai indikator adanya infeksi/terjadinya sepsis.


b. Observasi daerah luka operasi, adanya rembesan, pus, eritema.
R/ Deteksi dini terjadinya proses infeksi.
c.

Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.

R/

Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi,


membantu mengurangi ansietas.

d. Kolaborasi dengan medik untuk terapi antibiotik.


R/ Membantu menurunkan penyebaran dan pertumbuhan bakteri.
4. Perencanaan Pulang
a.

Tidak boleh mengangkat beban berat selama kurang lebih 6-8 minggu setelah
operasi agar tidak kambuh lagi dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

b.

Diit tinggi serat seperti sayuran dan buah-buahan serta banyak minum air
putih 2-3 liter /hari untuk menghindari konstipasi atau mengejan dan
hiperperistaltik usus.

c.

Anjurkan menggunakan celana penyokong (suspensoar) untuk menyokong


daerah skrotum dan memperkuat dinding otot abdomen.

d.

Melakukan aktivitas secara bertahap seperti dari bed rest, miring kiri dan
kanan, duduk di tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur atau
berpegangan, dan jalan.

e.

Anjurkan untuk menjaga balutan tetap bersih dan kering untuk mencegah
terjadinya infeksi.

12

Kontrol sesuai jadwal dan minum obat secara teratur sesuai dosis supaya
dapat mengetahui perkembangan status kesehatan klien dan mempercepat
proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, James.E (1983). Grants Atlas Of Anatomy. Eightth edition


Brunner and Suddarth (2002). Text book of Medical Surgical Nursing, Alih Bahasa:
dr. H. Y. Kuncara (2002). Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Edisi 8, Vol.
2. Jakarta EGC.
Doengoes, E. Marilynn (1993). Nursing Care Plans, Guidelines for Planning and
Documenting Patient Care. Alih bahasa: I Made Kariasa, S.Kp (1993).
Rencana

Asuhan

Keperawatan

Pedoman

Untuk

Perencanaan

dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.


Ignatavicius D. Donna VB. Marilynn (2002). Medical Surgical Nursing: Assessment
and Management for Continuity of Care. Fifth Edition. Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problems. Fifth Edition. Missouri. By Mosby Inc.
Long. C. Barbara (1985). Essentials of Medical Surgical Nursing: A Nursing Process
Approach. The CV. Mosby Company.
Guyton & Hall (1996). Textbook Of Medical Physiology. Alih Bahasa: dr. Irawati
Setiawan. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC
Hardja Saputra (1997). Data Obat Indonesia. Edisi 10. Jakarta. Grafidian Medipres.
http://www.kompas.co.id/kesehatan.Hernia, Jangan Dianggap SEPELE! Sabtu.03
April 2004.
Panitia S.A.K. Komisi Keperawatan PKSC (2000). HERNIA. Seri III5. PKSC
Syamsuhidayat (1997). Ilmu Bedah. EGC.

13

C. Patofisiologi
1. Proses Perjalanan Penyakit
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus selama masa
pertumbuhan fetus testis akan turun dari dinding belakang abdomen menuju
skrotum, melalui kanal tersebut selama penurunan peritoneum yang terdapat
di depannya ikut terbawa serta sebagai suatu tube yang melalui kanalis
inguinalis masuk kedalam skrotum. Penonjolan peritoneum dikenal sebagai
proses vaginalis.
Akibat terbukanya kanal tersebut akan menyebabkan isi rongga perut dapat
keluar dan akan timbul beberapa gejala. Benjolan timbul bila berdiri atau
mengejan. Benjolan di daerah inguinalis yang dapat mencapai skrotum, pada
wanita benjolan dapat mencapai labio mayora. Pada anak anak maupun
orang dewasa bila berbaring, benjolan akan hilang karena isi kantong hernia
masuk kembali ke dalam kavum abdomen.
Keadaan umum penderita biasanya baik, pasien mengeluh adanya benjolan
dilipatan paha atau perut bagian bawah. Benjolan tersebut dapat timbul bila
mengejan, berdiri terus, menangis, batuk, dan mengangkat beben berat. Bila
benjolan tersebut dapat masuk, maka diagnosis pasti hernia dapat ditegakkan.
Benjolan akan menghilang bila penderita dalam posisi tidur yang disebut
reversible. Ada kalanya benjolan tersebut kadang kadang tidak kembali
yang disebut ireversibel. (Brunner dan Suddarth, 2002)
Rusaknya integritas dinding otot dan meningkatnya tekanan intraabdomen,
rusaknya integritas dinding abdomen dan melemahnya kolagen, melebarnya

14

bagian - bagian ligamentum inguinale, melemahnya otot ligamentum bias


disebabkan karena diwarisi atau sebagai proses aging. Sedangkan
meningkatnya tekanan intraabdomen, bisa karena disebabkan kehamilan,
batuk kronik, mengangkat beban berat.

D. MANIFESTASI KLINIK
Sebagian besar hernia adalah asimtomatik dan kebanyakan ditemukan pada
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada anulus inguinalis
superfisialis atau suatu kantong setinggi annulus inguinalis profundus. Benjolan
ini baru akan terlihat pada saat pasien berdiri, batuk, bersin, mengejan, menangis,
atau mengangkat barang-barang yang berat. Benjolan ini akan menghilang jika
pasien berbaring
Manifestasi klinik yang mungkin muncul antara lain :
1. Adanya masa dalam daerah inguinal maupun bagian atas skrotum.
2. Pembesaran skrotum sehingga terasa pegal dan rasa tidak nyaman.
3. Terasa nyeri apabila isi hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga pembuluh
darah disekitarnya terjepit dan akan merangsang terjadinya nyeri. Apabila
berlangsung lama pembuluh darah akan mati.
E. KOMPLIKASI
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantung hernia sehingga isi
hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
2. Terjadi penekanan pada cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang masuk.
3. Terjadi penjepitan pada usus sehingga tercekik dan tidak mendapatkan aliran darah
lagi. Lama kelamaan akan membusuk, rusak dan mati.
G. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah melakukan inspeksi pada daerah
inguinal (lipat paha). Kemudian jari telunjuk ditempatkan pada sisi lateral kulit

15

skrotum dan dimasukkan sepanjang funikulus spermatikus sampai ujung jari


tengah mencapai anulus inguinalis profundus. Jika jari tangan tak dapat melewati
annulus inguinalis profundus karena adanya masa, maka umumnya diindikasikan
adanya hernia. Hernia juga diindikasikan, bila seorang meraba jaringan yang
bergerak turun ke dalam kanalis inguinalis sepanjang jari tangan pemeriksa
selama batuk.
Pada umumnya dengan jari tangan pemeriksa di dalam kanalis inguinalis,
maka hernia inguinalis indirek menuruni kanalis

pada samping jari tangan,

sedangkan penonjolan yang langsung ke ujung jari tangan adalah khas dari hernia
direk. Diagnosa banding hernia inguinalis mencakup masa lain dalam lipat paha
seperti limfadenopati, testis yang tidak turun, lipoma dan hematoma.
H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Prinsip penatalaksanaaan hernia adalah mencegah inkarserasi atau strangulasi,
semua hernia harus direpair kecuali hernia direk yang kecil.

Pada dasarnya

hernia tidak dapat diobati dengan obat karena hernia disebabkan oleh keadaan
anatomi yang melemah atau mengalami kelainan. Terapi yang sering dilakukan
adalah dengan pembedahan/operasi. Pada keadaan strangulasi/inkarserata
dilakukan operasi cito namun keadaan umum diperbaiki terlebih dahulu.
Tujuannya adalah reposisi hernia, menutup pintu hernia dan mencegah residif
dengan memperkuat dinding perut.
Operasi hernia ada 3 tahap yaitu:
1. Herniotomi : membuka dan memotong kantong hernia ke cavum abdominalis
2. Hernoiraphy : mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada tendon supaya tidak masuk
lagi.
3. Hernioplasty : memberi kekuatan pada dinding perut dan menghilangkan (menutup pintu hernia)
sehingga tidak residif dengan cara mengikatkan conjoin ke ligamentum inguinale.
Hal ini tidak dilakukan pada pasien anak-anak.
2. Keperawatan

16

Asuhan keperawatan perioperatif meliputi asuhan keperawatan yang diberikan


sebelum (preoperatif), selama (intraoperatif) dan sesudah (pascaoperatif).
Tindakan yang dapat dilakukan pada tiap-tiap fase antara lain :
1. Fase Preoperatif
Pengkajian secara menyeluruh mengenai kesehatan fisik dan emosional,
mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkoordinasi berbagai pemeriksaan
diagnostik, mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang menggambarkan
kebutuhan klien (keluarga) dan melakukan intervensi serta evaluasi tehadap
tindakan yang dilakukan, mempersiapkan kondisi fisik dan mental klien untuk
menghadapi pembedahan, serta mengkomunikasikan informasi yang berkaitan
dengan pembedahan kepada tim bedah. Klien akan lebih mampu bekerjasama dan
berpartisipasi dalam perawatan jika perawat memberi informasi tentang peristiwa
yang terjadi sebelum dan sesudah pembedahan, untuk itu perlu adanya
penyuluhan preoperatif. Satu hal yang tidak boleh dilupakan sebelum klien
menjalani pembedahan adalah adanya inform consent (persetujuan tindakan)

2. Fase Intraoperatif
Perawat disini perlu persiapan yang baik dan pengetahuan tentang proses yang
terjadi selama prosedur pembedahan dilaksanakan. Tindakan yang dilakukan
antara lain :
a.

Memasang kateter infuse ke tangan klien untuk memberikan prosedur rutin


penggantian cairan dan obat-pbatan melalui intra vena.

b. Perawat memasang manset tekanan darah untuk memantau tekanan darah selama
operasi berlangsung
c.

Karena suhu ruangan tahanan sementara dan ruang operasi dingin maka klien
harus diberikan selimut tambahan.

d.

Memasang oksimetri denyut jantung untuk memonitor saturasi oksigen sebagai


indeks kualitas ventilasi

e.

Memberi dukungan mental kepada klien dan mendorong klien untuk bertanya.

17

f.

Melakukan pencatatan aktivitas perawatan dan prosedur yang dilakukan oleh


petugas ruang operasi

3. Fase Pascaoperatif
Tindakan pasca operatif dilakukan dalam dua tahap yaitu periode pemulihan
segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pascaoperatif. Perawat di ruang
UPPA (unit perawatan pasca anestesi) melakukan pengkajian ulang terhadap halhal yang terjadi selama di ruang operasi yaitu dengan membaca di status klien.
Perawat UPPA membuat pengkajian lengkap tentang status klien. Klien tetap
berada dalam UPPA sampai keadaannya stabil. Perawat harus siap bila keluarga
mengalami syok awal dan berperan sebagai sumber bagi keluarga. Selanjutnya
perawat melakukan evaluasi terhadap tanda-tanda vital dan melakukan observasi
penting lainnya minimal setiap 15 menit atau kurang tergantung kondisi klien dan
kebijakan unit. Pengkajian dilakukan terus menerus sampai klien dipindahkan dari
UPPA.
Tindakan yang dapat dilakukan di ruang perawatan pasca operatif antara lain :
a. perawat menerima pasien dan memeriksa kelengkapan status pasien.
b. Mengkaji klien secara rutin minimal setiap 15 menit pada satu jam
pertama, setiap 30 menit selama satu sampai dua jam berikutnya, setiap 1
jam selama 4 jam berikutnya dan selanjutnya setiap 4 jam. Seringnya
pemeriksaan bergantung pada kondisi klien.
c. Perawat

mendokumentasikan

seluruh

pemeriksaan

awal

dan

memasukkannya ke dalam catatan perawat.


d. Pantau tanda vital, asupan cairan melalui intravena, dan haluaran urin
e. Perawat menjelaskan tujuan prosedur atau peralatan pasca operatif dan
menjelaskan tentang keadaan klien. Keluarga harus mengetahui bahwa
klien akan mengantuk dan tertidur pada sisa waktu hari itu akibat
pengaruh anestesi umum. Apabila klien mendapatkan anestesi spinal,
keluarga harus diingatkan bahwa klien akan diperiksa secara rutrin dan ia
18

akan kehilangan sensasi dan pergerakan ekstremitasnya selama beberapa


jam.
f. Perawat mengkaji keluhan klien, merumuskan diagnosa, melakukan
intervensi dan mengevaluasi semua tindakan yang telah dilakukan.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Diagnosa keperawatan pada klien preoperatif :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d berkurangnya batuk dan
peningkatan kongesti paru
2. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan
dilaksanakan, adanya ancaman kehilangan bagian tubuh
3. Ketidakefektifan koping keluarga; menurun b.d perubahan sementara pada
peran klien, beratnya operasi yang akan dilaksanakan
4. Ketakutan b.d pembedahan yang akan dilaksanakan, antisipasi nyeri pasca
operatif.
5. Kurang

pengetahuan

tentang

implikasi

pembedahan

b.d

kurang

pengalaman tentang operasi, kesalahpahaman tentang informasi.


6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d nutrisi preoperatif
7. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d asupan nutrisi yang
berlebihan.
8. Ketidakberdayaan b.d operasi darurat
9. Resiko gangguian integritas kulit b.d radiasi preoperatif, imobilisasi
selama operasi

19

10. Gangguan pola tidur b.d ketakutan menghadapi operasi, jadwal preoperatif
rutin di rumah sakit
Diagnosa keperawatan untuk pasien pasca operatif :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d hilangnya batuk, penumpukan
sekret, sedasi yang berkepanjangan.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d nyeri insisi, efek analgesik pada ventilasi.
3. Nyeri b.d insisi bedah.
4. Ketidakefektifan koping individu b.d paksaan menjalani pembedahan,
terapi pasca operatif.
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d drainase luka, asupan cairan yang
tidak adekuat.
6. Resiko kerusakan integritas kulit b.d drainase luka, gangguan mobilitas
7. Berduka adaptif b.d kondisi kritis klien
8. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri, pembatasan aktivitas pasca operatif.
9. Perubahan membran mukosa oral b.d puasa.
10. Defisit perawatan diri : makan, membeersihkan diri, memakai baju,.
toileting b.d pembatasan aktivitas pasca operasi.
11. Resiko perubahan suhu tubuh b.d penurunan metabolisme.
12. Resiko infeksi b.d luka insisi
13. Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakhea atau
selang pada jalan nafas.

20

J. TUJUAN, INTERVENSI DAN RASIONALISASI


1. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan b.d pengalaman pertama
menjalani pembedahan.
Tujuan

Intervensi

Klien

akan Kirimkan

memahami

Rasionalisasi
booklet Penyuluhan
preoperatif

proses penyuluhan dan video ke yang

yang terjadi selama rumah klien.


intraoperatif

mempunyai

dan Sediakan

pasca

preoperatif pemulihan

jadwal untuk

pembedahannya

pengaruh

waktu yang positif pada masa

operatif penyuluhan

sebelum

terstruktur

menjelaskan Informasi

keadaan

umum

tentang

yang persiapan

terjadi setelah operasi

membantu

klien untuk membentuk

Jelaskan yang akan terjadi bayangan yang realistik


di holding area, ruang tentang
operasi.

pengalaman

pembedahan
lebih

dan

mampu

akan
untuk

mengatasi dan menangani


pengalaman

bedah

tersebut jika terjadi.


2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d nyeri insisi
Klien

Tujuan
mencapai Minta

fungsi

Intervensi
Rasionalisasi
klien melakukan Ekspansi paru-paru yang

ventilasi pernafsan

normal dengan jalan dengan

diafragma adekuat dapat ,mencegah


menggunakan terjadinya atelektasis

nafas

yang

paten spirometer

pada

hari

kedua setiap 2 jam pada saat membantu

pasca operatif

stimulatif Menekan

klien terjaga

insisi

akan

mencegah

timbulnya

Minta klien menekan insisi ketidaknyamanan

saat

abdomen saat melakukan melakukan latihan batuk.


21

latihan batuk
Berikan

caaran

Meningkatkan
yang cairan

disukai klien, minimal mencegah


1500 ml per hari

asupan
membantu
pengentalan

lendir.

Pindahkan posisi klien ke Posisi

miring

kanan dan ke kiri setiap memungkinkan ekspansi


1-2 jam saat klien terjaga

22

paru.

Anda mungkin juga menyukai