Disusun oleh :
Ilham Muharam
41116010012
Fakultas teknik
Teknik sipil
UNIVERSITAS MERCU BUANA
KATA PENGANTAR
Segala puji beserta iringan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt.
yang telah memberikan rahmat, hidayah, taufiq serta inayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad saw. yang telah memberikan cahaya Islam dan
senantiasa memberikan teladan dan akhlaknya yang mulia.
Makalah dengan judul Kasus Parlemen Tersandera dan Belum Membuka
Total Pembaruan, makalah ini disusun dan di ajukan untuk memenuhi tugas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
agar
bisa
kuat,
akuntabel,
dan
kedap
korupsi.
Inilah desain besar dari parlemen ke depan, Kemudian Wakil Ketua Pansus,
Ahmad Yani menyebut latar belakang perubahan UU MD3 di antaranya belum
tertatanya alat kelengkapan dewan di DPR. Selain itu relasi antarlembaga
parlemen terutama DPR dan DPD belum tertata dengan baik. Kesekjenan DPR
juga perlu diperkuat lewat perubahan UU MD3 ini. Argumentasi lainnya dari
perubahan ini adalah MPR dan DPD selama ini dalam menjalankan
kewenangannya masih terjebak pada seremonial kenegaraan saja. Lalu,
kedudukan DPD juga masih lemah, karena menjadi bagian dari birokrasi Pemda.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami menyusun rumusan masalah
yaitu:
1.
2.
3.
4.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Undang-Undang MD3
UU MD3 ialah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Secara
keseluruhan, UU MD3 ini mengatur perihal fungsi, tujuan, hinga mekanismemekanisme teknis atas institusi-institusi legislatif di Indonesia. UU MD3 ini
sendiri terdiri atas 179 halaman yang mencakup 408 Pasal. Segala penjelasan dan
pejabaran perihal Susunan dan Kedudukan, Tugas dan Wewenang, Keanggotaan,
Fraksi, Pengambilan Keputusan, dan poin-poin lain tertera dengan jelas di bawah
platform UU tersebut.
Isu ini sendiri sesungguhnya telah lama muncul dipermukaan. Pada Januari
2011, melalui putusan nomor 23-26/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi
menyatakan bahwa Pasal 184 ayat (4) UU MD3 bertentangan dengan UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal yang berisikan perihal syarat
pengambilan keputusan DPR untuk usul menggunakan hak menyatakan pendapat
mengenai dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran
hukum, dianggap tidak boleh melebihi batas persyaratan yang ditentukan oleh
Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Ataupun ketika Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR
RI pada tahun 2012, Ignatius Mulyono, menganggap bahwa kajian yang lebih
mendalam diperlukan sebelum dilakukannya revisi terhadap UU MD3 Dan pada
tahun lalu, dimana rapat Konsinyering Panja revisi UU MD3 yang dilaksanakan di
Wisma Kopo pada tanggal 18 Februari 2013 membahas seputar isu-isu pokok
dalam pembahasan revisi UU MD3. Selama proses inipun, revisi UU MD3 terus
menemui kontroversi.
Puncaknya terjadi sehari sebelum Pemilihan Umum Presiden (Pilpres)
dilaksanakan pada 9 Juli 2014 yang lalu. Enam fraksi di DPR RI mendeklarasikan
Koalisi
Permanen
untuk
masa
kerja
2014-2019.
Fraksi-fraksi
yang
Dalam versi UU MD3 yang telah direvisi, Pasal tersebut berubah ke dalam
Paragraf 3, Pasal 210 ayat (3), sehingga berbunyi :
Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan
pendapat DPR apabila mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPR yang
dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPR dan keputusan
diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota
DPR yang hadir.
Perubahan kedua yang menurut saya penting adalah perihal bagaimana
Partai Politik yang memperoleh suara terbanyak pada periode Pemilihan Umum
(Pemilu) tidak akan secara otomatis menjabat sebagai ketua DPR seperti apa yang
telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Pada RUU MD3 pasca revisi, kursi
ketua DPR akan dipilih melalui mekanisme pemungutan suara. Paragraf 1, Pasal
82 ayat (2) dan ayat (3) menyatakan :
(2) Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR
(3) Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik
yang memperoleh kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima
Kemudian setelah melalui revisi, Pasal tersebut berpindah menjadi Pasal
84, dimana pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dinyatakan :
"(3) Bakal calon pimpinan DPR berasal dari fraksi dan disampaikan dalam
rapat paripurna DPR
(4) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1
(satu) orang bakal calon pimpinan DPR
(5) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara
musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR"
Kemudian untuk perubahan yang ketiga dan yang terakhir yang menurut
saya penting adalah perihal bagaimana DPR membentuk suatu dewan yang
bernama Mahkamah Kehormatan Dewan sebagai badan yang memiliki kewajiban
untuk melakukan penyelidikan dan verifikasi kepada anggota yang tidak
melaksanakan
tugasnya
atau
melanggar
undang-undang.
Hal
ini
juga
keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR tidak lagi berdasarkan pada
persetujuan Presiden melainkan persetujuan Mahkamah Kehormatan Dewan.
Ketiga perubahan itulah yang menurut saya sangat esensial. Saya tidak
sepenuhnya mendukung revisi UU MD3 ini, namun tidak juga menolak
perubahan-perubahan yang ada. Mengapa demikian?
Untuk perubahan pada poin pertama yang telah saya jelaskan di atas, saya
tidak sepakat. Saya menolak dikuranginya standar kuorum dalam pengambilan
keputusan di tingkat legislatif. Kemudian, yang perlu saya tekankan bahwa
argumen saya ini tidak semata-mata karena dukungan saya terhadap pasangan
Joko Widodo-Jusuf Kalla, sehingga saya menginginkan badan legislatif tetap
dikuasai oleh koalisi mereka. Bukan pula argumen saya diatas saya tunjukkan
agar segala kepentingan PDIP dan koalisinya tidak mendapatkan kontestasi dari
kubu yang berseberangan. Argumen saya ini berkaitan dengan monopoli
kekuasaan yang dapat ditimbulkan dari revisi ini. Dari 12 parpol peserta Pemilu
Legislatif 2014, hanya 10 partai di tingkat nasional yang lolos ambang batas untuk
mendapatkan kursi DPR RI periode 2014-2019. Sepuluh parpol yang lolos adalah,
NasDem dengan 8.402.812 suara, PKB 11.298.957 suara, PKS 8.480.204 suara,
PDIP 23.681.471 suara, Golkar 18.432.312 suara, Gerindra 14.760.371 suara,
Demokrat 12.728.913 suara, PAN 9.481.621 suara, PPP 8.157.488 suara, dan
Hanura 6.579.498 suara. Alhasil, dari 560 kursi yang tersedia di DPR RI, maka
109 diantaranya akan menjadi hak PDI P, 91 kursi untuk Golkar, 73 kursi untuk
Gerindra, 61 kursi untuk Demokrat, 49 kursi untuk PAN, 47 kursi untuk PKB, 40
kursi untuk PKS, 39 kursi untuk PPP, 35 kursi untuk NasDem, dan 16 kursi untuk
Hanura. Apabila dikategorikan berdasarkan koalisi yang ada saat Pencapresan,
maka total sebanyak 207 kursi akan menjadi milik koalisi PDIP-PKB-NasDemHanura, sementara 353 sisanya akan menjadi milik koalisi Merah-Putih milik
Prabowo Subianto-Hatta Radjasa, atau sebesar 63% dari total anggota DPR RI.
Hal ini menunjukkan bahwa apabila kuorum yang dibutuhkan untuk menolak
ataupun menyetujui suatu isu adalah 2/3 atau 67%, maka hanya diperlukan 4%
lagi bagi pemilik koalisi Gemuk tersebut untuk menggiring isu sesuai dengan
kepentingan mereka. Atau dengan kata lain, koalisi antara Golkar-GerindraDemokrat-PAN-PKS-PPP hanya membutuhkan 21 kursi lagi untuk memonopoli
berlangsungnya diskusi. Paling tidak, apabila UU MD3 Pasal 184 ini
dipertahankan pada angka kuorum 3/4, maka koalisi tersebut masih
membutuhkan 67 suara lagi.
Tiap-tiap partai politik yang berhasil memperoleh hak kursi di dalam DPR
memperoleh akses melalui pemungutan suara. Pemungutan suara pada Pemilu
Legislatif yang berasa dari masyarakat. Artinya, anggota parlemen merupakan
perwakilan dari tiap-tiap warga negara Indonesia yang menggunakan hak
pilihnya. Sebanyak 122.003.647 individu yang direpresentasikan ke dalam 560
perwakilan rakyat di DPR RI. Apabila proses keputusan di dalam tubuh DPR RI
hanya dimonopoli oleh sebesar 63% kelompok yang berasal dari koalisi yang
sama, maka kemana hak 37% masyarakat yang lain?
Kemudian untuk revisi kedua, sikap saya disini adalah pro terhadap revisi.
Saya mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, dan sayapun memilih PDIP
pada saat Pemilu Legislatif. Namun pernyataan yang menyebutkan bahwa kursi
ketua DPR merupakan hak dari pemenang Pemilu, menurut saya menyesatkan.
Karena argumen demikian menyebabkan bahwa posisi tersebut tidak dapat
diganggu gugat dan disucikan dari kritik. Saya setuju bahwa landasan revisi
Pasal 82 UU MD3 adalah agar semua pihak di DPR memiliki hak yang sama
untuk dipilih dan memilih. Dengan ini, maka sistematika pemilihan ketua DPR
akan lebih adil dalam konteks fairness. Bayangkan apabila sistem pemilihan ketua
DPR terus-menerus bersifat tertutup. Seperti yang saya kemukakan di atas, bahwa
anggota parlemen merupakan perwakilan dari tiap-tiap warga negara Indonesia
yang menggunakan hak pilihnya, sehingga warga Indonesia yang diwakili oleh
560 orang di dalam DPR RI pun memiliki wewenang dan hak untuk memilih
siapa yang akan memimpin mereka.
Kemudian yang terakhir adalah perihal Mahkamah Kehormatan Dewan.
Saya sangat tidak setuju dengan pembentukan dewan ini. Hal ini dikarenakan
dimaksud
bertujuan
mewujudkan
lembaga
sudah
membuat
pengaturan
menuju
terwujudnya
lembaga
Undang-Undang
Nomor
27
Tahun
2009
terutama
cetak,
elektronik,
ini.
orang
yang
kebakaran
jenggot.
mengatakan
bahwa
Bahkan
revisi
ada
ini
beberapa
mengancam
kebebasan demokrasi.
UU MD3 adalah kependekan dari Undang-Undang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Revisi
UU ini disusun untuk membenahi pasal dan klausa UU No 27
tahun 2009 yang dianggap sudah tidak lagi relevan.
Dalam
penjelasan
umum
mengenai
revisi
UU
MD3
lembaga
permusyawaratan/perwakilan
yang
penting
untuk
mengembangkan ketatanegaraan
Kehormatan
Dewan
akan
diperkuat
menjadi
Mahkamah Kehormatan.
2. Badan
Akuntabilitas
Keuangan
Negara
(BAKN)
akan
pimpinan
dewan
akan
diubah,
tidak
lagi
tata
cara
pemanggilan
paksa
dan
masyarakat
agar
dilaksanakan
peninjauan
ulang
disuarakan lewat petisi ini. Hingga saat ini sudah ada lebih dari
23.000 orang yang menyatakan dukungan terhadap peninjauan
kembali UU MD3.
Revisi UU MD3 mengancam kebebasan demokrasi kita.
Demokrasi menekankan pada pentingnya check and balance
di seluruh institusi negara. Di Indonesia berjalannya check and
balance bisa dilihat dari tidak adanya monopoli wewenang dari
sebuah
institusi. Namun
revisi
UU
MD3
justru
kembali
tidak
mencerminkan
komitmen
untuk
mewujudkan
pemerintahan
yang
demokratis,
efektif
dan
mengenai
revisi
beberapa
UU
MD3
pasal
terkesan
yang
direvisi
ketua
pemanggilan
DPR,
perubahan
aturan
paksa/penyanderaan)
mengenai
hanya
ada
kesempatan
untuk
menjalankan
peran
sebagai watchdog?
Waktu pengesahan UU ini yang hanya berjarak sehari
sebelum pemilihan umum justru bisa menimbulkan spekulasi di
masyarakat.
Peninjauan
ulang
pasca
pemilu
layak
untuk
dilakukan.
Kronologi di malam sebelum PEMILU, saat semua sedang
menanti-nanti hari dimana sebagai rakyat punya hak untuk berSUARA dan menentukan nasib bangsa, sebagian besar anggota
DPR RI telah bersepakat untuk mengubah Undang-Undang yang
menjadi dasar berdemokrasi dan prinsip keterwakilan rakyat di
DPR RI.
Berdasarkan
analisa
dari
beberapa
dokumen
dan
2)
perempuan,
khususnya
terkait
dengan
Alat
yang
di-upload
pagi
ini
(11
Juli
2014)
di
situs
komposisi
kepemimpinan
DPR/DPRD
secara
karena
perolehan
peringkat
kursi
juga
menunjukkan
UU
keterwakilan
MD3
rakyat
justru
ini
mengubah
dengan
prinsip
menggunakan
Hal
ini,
transaksional
malah
yang
memperbesar
selama
ini
kita
peluang
politik
lawan.
Karena
melawan
stigma
dan
diskriminasi
di
kehidupan
Sebagai
perwakilan
masyarakat
sipil,
kami
menampung
dan
menindaklanjuti
aspirasi
dan
moral
dan
politis
kepada
konstituen
di
daerah
lembaga
parlemen
yang
akuntabel
dan
mengkonfirmasi
terdapat
temuan
kehendak
yang
tersebut.
teridentifikasi.
Secara
umum,
Pertama,
adanya
kelembagaan
maupun
individu,
dengan
dalih
skala
dan
porsi
tentang
transparansi
dan
berupa
rekomendasi
dan
konsekuensi
apabila
tentang
kriteria
dan
alasan
rapat
tersebut
waktu
yang
lebih
lama
dan
aspek
(timsin).
Pembahasan
RUU
Susduk
kedisiplinan
pembahasan
hingga
dan
menjamin
pengambilan
akselerasi
keputusan.
Seperti
yang
berlangsung
tertutup
dihilangkan.
adalah
melalui
melibatkan
pihak
restrukturisasi
keanggotaan
eksternal
mengangkat
dan
paradoks. Di era Orde Baru, institusi DPR tak lebih dari sekadar
tukang stempel tiap kebijakan Soeharto. Di era reformasi ini,
lembaga tersebut justru sarat kontroversi.
Potret buram DPR periode sebelumnya terjerat korupsi,
tersandung skandal seks, rendahnya tingkat kehadiran dan
demam studi banding, ternyata masih mendominasi wajah DPR
periode 2009-2014. Alih-alih memperbaiki citra, wajah DPR yang
70 persen diisi pendatang baru itu justru semakin memperburuk
wajah DPR. Jika integritas (perilaku koruptif), disiplin (tingkat
kehadiran), dan empati para wakil rakyat masih dinilai rendah
dan belum layak diapresiasi, lalu bagaimana dengan kinerja DPR
dalam menjalankan fungsi esensialnya legislasi, pengawasan,
dan penganggaran sebagai anggota parlemen? Siapa paling
bertanggung jawab atas wajah buram DPR hari-hari ini?
2.4.1 Penyebab DPR Kinerja Jelek
Menurunnya
kinerja
anggota
DPR
2009-2014,
ada
calon
anggota
sumber
legislatif
pemasukan
(caleg),
keuangan
dampak
partai,
efek
kinerja
DPR
RI.
Kesalahan
sistem
politik
urut
terbaik partai
tapi dari
tekanan
ekonomi.
Hal
ini
terlihat
dari
ide
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sesuai dengan ulasan di atas, telah dipaparkan mengenai
ketidak berdayaan masyarakat dalam memperjuangkan hak
bersuaranya dan ini tentu telah melanggar ketentuan Pasal 28
UUD 1945, dimana setiap warga negara berhak mengeluarkan
pendapatnya baik lisan maupun tulisan dan dilindungi dengan
undang undang.
Saya kurang setuju dengan disahkannya UUD MD3 ini
terutama
yang
berkaitan
dengan
keterwakilan
DPR
dan
sudah
permasalahan
berpendapat
barang
yang
agar
memperhatikan
UU
tentu
akan
berkepanjangan.
MD3
itu
kepentingan
bisa
menimbulkan
Untuk
dikaji
rakyat,
itu,
saya
ulang
dengan
namun
tidak
DAFTAR PUSTAKA
https://meisusanto.com/2014/09/24/warisan-wakil-rakyat-kontroversi-uumd3-dan-ruu-pilkada/
http://sett.com/suigeneris/ruu-md3-monopoli-isu-hak-memilih-danmahkamah-kehormatan-dewan
http://www.administrasipublik.com/2014/09/apa-tujuan-undang-undangmd3.html
http://www.pangisyarwi.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=107:komplikasi-krisiskepercayaan-dpr-ri&catid=7&Itemid=102
http://iglesiasfortuna.blogspot.co.id/