Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Filsaf
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Filsaf
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologi filsafat adalah suatu kata atau istilah yang berasal dari bahasa yunani yakni
philoshopia. Kata ini berasal dari dari dua kata yakni philos dan Sophia, dimana philos mempunyai
makna cinta dan shopia berarti kearifan sehingga dari kata philoshopia mempunyai makna cinta yang
arif atau cinta kepada kebenaran yang hakiki. Dalam hal ini ketika seseorang berfilsafat maka
seseorang tersebut sedang mencari makna yang sebenar-benarnya untuk menemukan kebijaksanaan
makna secara umum sehingga bisa mempunyai makna yang universal, dengan kata lain filsafat
merupakan ilmu yang mengandung usaha mencari kebijaksanaan dan cinta akan kebijakan.
B. Filsafat Pancasila
Pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau pemikiran yang sedalamdalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai kenyataan, normanorma dan nilai-nilai yang benar, adil, bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian
bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai kekuasaannya
berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat
asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya
India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Filsafat Pancasila menurut Soeharto telah
mengalami Indonesianisasi. Semua sila dalam Pancasila adalah asli diangkat dari budaya Indonesia
dan selanjutnya dijabarkan menjadi lebih rinci ke dalam butir-butir Pancasila.
Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat Pancasila tidak
hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak hanya bertujuan mencari, tetapi
hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup
sehari-hari) agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir dan bathin, baik di dunia
maupun di akhirat.
Sebagai filsafat, Pancasila memiliki dasar ontologis, epistemologis, dan aksiologis, seperti
diuraikan di bawah ini.
1. Dasar ontologis Pancasila
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu benar-benar ada
dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas. Melalui tinjauan filsafat, dasar ontologis
Pancasila mengungkap status istilah yang digunakan, isi dan susunan sila-sila, tata hubungan, serta
kedudukannya. Dengan kata lain, pengungkapan secara ontologis itu dapat memperjelas identitas dan
entitas Pancasila secara filosofis.
2. Dasar epistemologis Pancasila
bukan milik perseorangan atau golongan tertentu atau masyarakat tertentu saja, namun milik bangsa
Indonesia secara keseluruhan.
C. Dimensi-Dimensi Ideologi
1. Dimensi Idealitas
Disini ideologi mengandung cita-cita dalam berbagai bidang kehidupan yang ingin dicapai
oleh masyarakat penganutnya. Cita-cita yang dimaksud hendaknya berisi harapan-harapan yang
mungkin direalisasikan.
2. Dimensi Realitas
Pada dimensi ini, ideologi merupakan pencerminan realitas yang hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilainilai yang hidup dalam
masyarakat penganutnya, sehingga mereka tidak asing dan merasa dipaksakan untuk
melaksanakannya, karena nila-nilai dasar itu telah menjadi milik bersama.
3. Dimensi Normalitas
Artinya ideologi mengandung nilai-nilai yang bersifat mengikat masyarakatnya, berupa
norma-norma atau aturan-aturan yang harus dipatuhi yang sifatnya positif.
4. Dimensi Fleksibilitas
Disini ideologi seyogyanya dapat mengikuti spirit perkembangan zaman, sesuai tuntunan
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dimensi ini terutama terdapat pada ideologi yang
bersifat terbuka dan demokratis.
D. Reformasi Sosio-Moral
Ideologi yang bersumber pada filsafat pancasila maka reformasi kita bersifat sociomoral.
Sebagai suatu ideologi maka terkandung suatu kehendak untuk berbuat sesuatu. Bagi ideologi
pancasila diperlukan adanya sadar kehendak (dalam arti tidak akan terombang-ambing). Agar tidak
terombang-ambing maka sadar kehendak ini perlu sadar tujuan, sadar laku (usaha) dan sadar
landasan.
Secara operasional sadar berarti :
1) dikaitkan dengan tujuan merupakan suatu keinginan untuk melaksanakan citra menjadi
kenyataan (konkritisasi)
2) dikaitkan dengan laku/prilaku maka usaha untuk mencapai tujuan tersebut harus melalui
tanggap nilai
3) dikaitkan dengan landasan, konsisten terhadap esprit dan ethos yang dijabarkan dalam filsafat
pancasila
3
IDENTITAS NASIONAL
fundamentalisasi
dan purifikasi,
sedangkan globalitas memiliki watak dinamis, selalu berubah dan membongkar hal-hal yang
mapan, oleh karena itu, perlu kearifan dalam melihat ini.
terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang dari
300 dialek bahasa. Kesemuanya itu merupakan kekuatan dan kekayaan bangsa
2)
Indonesia
umat
beragama
dan
Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya
adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif
digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami
lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk
bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi. Indonesia memiliki kebudayaan yang tinggi yang diakui
oleh bangsabangsa di dunia.
4)
Bahasa
Bahasa merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa
dipahami sebagai sistem lambang yang secara dibentuk atas unsur-unsur bunyi
ucapan manusia
dan yang
berinteraksi
antar
mendiami
3)
makmur, aman, dan tentram. Adapun keterkaitan integrasi Nasional dengan identitas nasional adalah
bahwa adanya integrasi nasional dapat menguatkan akar dari identitas nasional yang sedang dibangun.