Chapter II Sso
Chapter II Sso
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obat
2.1.1. Sejarah Perkembangan Obat
Masyarakat sering menamakan obat untuk segala sesuatu yang dapat menyembuhkan.
Tidak selalu berupa materi tetapi juga hal- hal yang non materi, seperti tenaga dalam,
mantra, doa, dan lain sebagainya. Saat ini upaya pengobatan telah berkembang amat
luas, pengobatan pengobatan tradisional pun mulai banyak dikembangkan sehinggga
muncullah istilah-istilah pengobatan alternatif seperti pengobatan herbal, aromaterapi,
terapi air, terapi urin, dan lain sebagainya. Pada awalnya orang-orang terdahulu
menemukan obat dengan jalan mencoba-coba. Melalui serangkaian pengalaman yang
turun-temurun, mereka mempercayai bahwa akar-akaran atau dedaunan tertentu dapat
digunakan untuk mengobati penyakit. Setelah ilmu pengetahuan berkembang,
mulailah dilakukan penelitian-penelitian ilmiah. Banyak di antara penelitian tersebut
pada awalnya mengacu pada obat tradisional yang ada, dan memang pada
kenyataanya banyak juga yang benar-benar mengandung senyawa obat yang
diinginkan (Widodo, 2004).
itu memiliki aktivitas dan efek yang seringkali berbeda satu sama lain, tergantung dari
asal tanaman dan cara pembuatannya. Hal ini dianggap kurang memuaskan dan sulit
menentukan dosis yang tepat. Melalui penelitian yang terus berkembang, ahli-ahli
kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung dalam tanamantanaman. Hasil percobaan mereka adalah zat kimia, yang terkenal diantaranya ialah
efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris, atropine dari Atropa belladonna, morfin dari
candu (Papaver somniferum) dan digoksin dari Digitalis lanata. Tidak puas dengan
mendapatkan obat dari ekstraksi tumbuhan atau hewan maka pada permulaan abad ke20, obat-obat kimia sintetik mulai dikenal seperti Salvarsan dan Aspirin.
Sejak tahun 1945 ilmu-ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan
pesat, dan ha ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obatobat baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 obat setiap tahunnya,
yang
mengakibatkan
perkembangan
revolsioner
di
bidang
farmako-terapi.
Kebanyakan obat kuno ditinggalkan diganti dengan obat-obat modern (Yahya et al,
1992).
ini
bekerja
dengan
melepaskan
katekolamin,
terutama
mata,
menimbulkan efek
vasokonstriksi,
midriasis dan
2.2. Epinefrin
2.2.1. Defenisi Epinefrin
Epinefrin atau adrenalin (bahasa Inggris: adrenaline, epinephrine) adalah sebuah
hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Tidak
hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara
derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi
detak
jantung
meningkat,
keringat
dingin
dan
keterkejutan
(http://id.wikipedia.org/wiki/Adrenalin).
Epinefrin mengandung tidak kurang dari 98,5 % dan tidak lebih dari 101,0%
C9H13NO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Memiliki Berat molekul
183,21. Sifat-sifat dari epinefrin adalah sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol
(95%) dan dalam eter, mudah larut dalam larutan ammonia dan dalam alkali karbonat.
Tidak stabil dalam alkali atau netral, berubah menjadi merah jika terkena udara
( Farmakope Indonesia, 1979).
Epinefrin atau adrenalin disintesis dengan cara berikut: di dalam hati, asam
amino tirosin akan dibentuk dari fenilalanin. Senyawa ini akan diambil dari darah
masuk kedalam aksoplasma disini dengan bantuan tirosinhidroksilase akan
dihidroksilasi pada cincin aromatisnya menjadi dihidroksifenilalanin (Dopa) dan
akhirnya senyawa ini oleh dopa-dekarboksilase didekarboksilasi menjadi dopamine.
Dengan cara transport aktif, dopamine kemudian akan dibawa ke organel sel yang
khusus (granula cadangan, vesikel) dan di sini dengan bantuan dopamin-hidroksilase akan dihidroksilasi pada rantai sampingnya menjadi noradrenalin
(norepinefrin). Sedangkan pengubahan selanjutnya menjadi adrenalin, hanya dapat
terjadi didalam otak dan tidak mungkin terjadi pada ujung saraf simpatis, karena
enzim N-metiltransfarase yang mengubah noradrenalin menjadi adrenalin tidak ada.
Sebaliknya dalam sel kromafin medulla adrenal, tempat N-metiltransfarase ada, maka
dari noradrenalin dengan metilasi pada N akan terbentuk adrenalin (Mutschler, 1991).
a. Palpitasi
Merupakan gejala abnormal pada kesadaran detak jantung, bisa terlalu lambat, terlalu
cepat, tidak beraturan, atau berada dalam frekuensi normal. Gejala ini disebabkan
akibat sekresi epinefrin yang berlebihan. Tapi bisa juga karena konsumsi alkohol,
kafein,
kokain,
amfetamin,
atau obat-obatan
yang
lain,
penyakit
(seperti
f. Hipertensi
Merupakan suatu kondisi medis dimana tekanan darah naik secara kronis. Hipertensi
adalah karakter khas dari berbagai abnormalitas kortikal adrenal.
g. Edema paru-paru akut
Akumulasi fluida dalam paru-paru, disebabkan kegagalan jantung melepaskan fluida
dari sirkulasi paru-paru, akibat disnormalitas sekresi epinefrin.
h. Alergi
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat
tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor
genetik, lingkungan dan pengontrol internal.Alergi dikaitkan dengan peningkatan
hormone epinefrin dan progesterone. Peningkatan hormon epinefrin menimbulkan
manifestasi
klinis
perubahan
suasana
hati,
dan
kecemasan
(http://cafesehat.blogspot.com/2009/08/hormon-epinefrinadrenalin.html.).
jika pasien tetap menderita hipotensi, tetapi adanya kehilangan volume darah yang
tersembunyi harus dicurigai dan bila itu terjadi, harus diperbaiki. Monitoring tekanan
vena sentral biasanya sangat membantu dalam mendeteksi dan mengobati kondisi ini.
kontraksi
sistolik
yang
terjadi)
(http://dexa-
medica.com/printview.php.html).
kolom kapur
untuk
memisahkan
pigmen
dalam
daun.
Istilah
cara ini mulai berkembang. Dasar Kromatografi lapis tipis (KLT) diletakkan oleh
Izmailov dan Schraiber pada tahun 1938, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada
tahun 1958. Karya Matin dan Synge, yang pada tahun 1941 membuahkan hadiah
Nobel, tidak hanya merevolusi kromatografi cair, tetapi juga secara umum meletakkan
landasan bagi perkembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun
1952, Martin dan James mempublikasikan
kromatografi gas. Antara tahun 1952 dan akhir tahun 1960an kromatografi gas
berkembang menjadi alat analisis yang canggih.
Kromatografi cair dilakukan dalam kolom kaca bergaris tengah besar pada
kondisi atmosfer. Waktu analisis panjang dan keseluruhan tatakerja biasanya
menjemukan. Pada akhir tahun 1960an perhatian makin besar dicurahkan
pada
jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis
alas detector yang stabil jika detector peka terhadap aliran.
Kelebihan utamanya adalah tandonnya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan
aliran yang tak berdenyut, tetapi tandonnya terbatas ( Johnson, 1991).
Pompa yang cocok untuk KCKT mempunyai beberapa ciri. Seperti tandon
pelarut, pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua macam pelarut.
Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja nirkarat, teflon dan batu nilam. Untuk
kondisi analisis, pompa harus mampu menghasilkan tekanan tinggi sampai 5000 psi
pada kecepatan sampai 3ml/menit. Pompa yang digunakan untuk skala preparatif
perlu kecepatan alir sampai 20ml/menit (Munson, 1991).
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk
menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reproducible,
konstan, dan bebas dari gangguan. Ada dua jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa
dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan.
Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum
dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan ( Rohman, 2007).
2. Injektor
Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar
sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada dua ragam utama :
aliran henti dan pelarut mengalir.
3. Kolom
Kolom merupakan jantung kromatograf. Keberhasilan atau kegagalan analisis
bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi
menjadi dua kelompok :
Kolom analitik : garis tengah dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis
kemasan, untuk kemasan felikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk
kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm
4. Detektor
Detektor
modern (KCKT) ialah detektor UV 254 nm. Detektor UV-tampak dengan panjang
gelombang yang berubah-ubah sekarang menjadi popular karena dapat dipakai untuk
mendeteksi senyawa dalam lingkup lebih luas. (Johnson, 1991)
KCKT adalah:
detektor Ultra violet (UV), detektor fluoresensi dan detektor elektrokimia ( Rohman,
2007).
Untuk sebagian besar analisis obat dalam formulasi, digunakan detektor
panjang gelombang UV atau diode array UV yang bervariasi. Detektor UV umumnya
memiliki sel yang sempit dengan diameter sekitar 1 mm dengan panjang 10 mm,
memberikannya suatu volume internal sekitar 8 l. Rentang linier detektor tersebut
adalah antara 0,0001 dan 2 unit absorbans dan sampel-sampel harus diencerkan
dengan baik agar masuk dalam kisaran tersebut ( Watson, 2005).
5. Elusi Landaian
Elusi landaian ialah peningkatan kekuatan fase gerak selama analisis kromatografi.
Hasil elusi landaian ialah perpendekan waktu tambat senyawa yang ditahan dengan
kuat dalam kolom.
Elusi landaian mempunyai beberapa keuntungan :
Waktu analisis keseluruhan dapat dikurangi secara berarti
Daya pisah keseluruhan per satuan waktu campuran ditingkatkan;
Bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil);
Kepekaan efektif ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam
( Johnson, 1991).
6. Fase Gerak
Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu peubah
yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua ragam
KCKT, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang berlaku umum.
Fase gerak haruslah:
a. Murni, tanpa cemaran;
b. Tidak bereaksi dengan kemasan;
c. Sesuai dengan detector;
d. Dapat melarutkan cuplikan;
e. Mempunyai viskositas rendah
f. Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan;
g. Harganya wajar.
Pada umumnya pelarut dibuang setelah dipakai karena tata kerja pemurnian memakan
waktu dan mahal ( Johnson, 1991).
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi.
Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat komponen-komponen sampel.Untuk fase normal ( fase diam lebih
polar daripada fase gerak ), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya
polaritas pelarut.Sementara untuk fase terbalik ( fase diam kurang polar daripada fase
gerak ), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak
yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran
larutan buffer dengan methanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk
pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering-
KCKT dapat dianggap pelengkap Kromatografi gas (KG). Dalam banyak hal
keduanya dapat dipakai untuk menghasilkan pemisahan yang sama. Untuk KG
diperlukan pembuatan turunan senyawa, sedangkan KCKT dapat dilakukan tanpa itu.
Untuk senyawa yang tidak tahan panas atau tidak atsiri, KCKT merupakan pilihan
yang masuk akal. Bagaimanapun, KCKT tidak akan menggantikan KG, sekalipun
memang peranannya di lab analisis makin lama makin besar ( Johnson, 1991).
Pembuatan turunan senyawa menjadi populer pula pada KCKT karena cara itu
dapat dipakai untuk meningkatkan kepekaan detektor UV-tampak yang biasa dipakai.
KCKT mempunyai banyak keuntungan jika dibandingkan dengan KG tradisional,
yaitu:
a. Cepat
b. Daya pisahnya baik
c. Kolom dapat dipakai kembali
d. Peka; detector unik
e. Ideal untuk molekul besar dan ion
f. Mudah memperoleh kembali cuplikan
Kecepatan
Waktu analisis yang kurang dari satu jam merupakan hal yang lazim. Banyak analisis
dapat dilakukan dalam 15-30 menit. Memang, untuk analisis yang tidak rumit, dapat
dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit ( Johnson, 1991).
Daya Pisah
Berbeda dengan KG, kromatografi cair mempunyai dua fase tempat terjadinya
antaraksi. Pada KG, gas yang mengalir berantaraksi sedikit dengan linarut; pemisahan
tercapai terutama karena antaraksi dengan fase diam saja.
Kemampuan larut berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak
memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang dikehendaki
(Johnson, 1991).
Kepekaan
Detektor serapan UV yang biasa dipakai dalam KCKT dalam mendeteksi berbagai
jenis senyawa jumlah pikogram (10-12 g). Detektor, seperti spektrometer massa, indeks
bias, radiometri, semuanya telah dipakai pada KCKT ( Johnson,1991).