Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Sayur dan buah-buahan merupakan salah satu hasil pertanian yang


berpotensi di Indonesia. Namun sayangnya sayur dan buah mudah mengalami
kebusukan. Kebusukan ini merupakan salah satu kerusakan yang menyebabkan
menurunnya tingkat produksi. Salah satu penyebab terbesar kerusakan ini adalah
penanganan pasca panen yang kurang baik, pengankutan yang tidak sesuai standar
dan juga sistem penyimpanan sayur dan buah yang kurang memadai. Sebagian
besar pelaku distribusi dan penyimpanan hasil pertanian tidak mengetahui jika
sayur maupun buah masih melakukan proses pernapasan saat sudah dipanen.
Proses pernafasan ini yang kemudian menyebabkan adanya proses pembusukan.
Maka diperlukan sistem penyimpanan sayuran dan buah yang dapat digunakan
untuk mencegah dalam artian memperlambat kerusakan tersebut. Demikian juga
suhu tidak boleh terlalu panas karena akan mempercepat pembusukan
Pisang merupakan salah satu jenis buah yang membutuhkan suhu khusus
untuk penyimpanannya untuk menjaga kualitas mutu dari pisang tersebut. Sejak
dicanangkannya program ekspor non migas, maka buah-buahan menjadi salah
satu komoditi ekspor utama, salah satunya dalah pisang. Pisang mempunyai
potensi yang sangat bagus untuk pasar internasional karena pisangn sudah
terkenal memiliki kandungan vitamin dan karbohidrat yang baik. Proses
pernafasaan juga terjadi pada pisang, sehingga walaupun sudah disimpan dalam
suhu yang sesuai pisang tetap masih akan bernafas dan mengeluarkan suhu yang
akan menentukan kondisi pisang itu sendiri.
Metode penyimpanan produk buah-buahan dan sayuran segar saat ini
banyak dikembangkan, salah satunya adalah metode penyimpanan dengan sistem
kemasan modifikasi atmosfir, yaitu pengemasan produk dengan menggunakan
bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi
gas di dalam kemasan berubah, laju respirasi menurun, mengurangi pertumbuhan
mikroba, kerusakan oleh enzim berkurang serta dapat memperpanjang masa
simpan.

PEMBAHASAN
1. Pisang
Buah pisang yang dimakan dalam keadaan segar sebagian besar berasal
dari golongan Eumusa yaitu Musa acuminate dan Musa balbisina. Menutut
Prabawati et al. (2008) di Indonesia pisang dapat digolongkan menjadi tiga
golongan yaitu:

Pisang yang dimakan segar setelah buahnya masak terdiri dari


kelompok AA (pisang Mas) dan kelompok AAA (pisang Ambon,
pisangn Ambon Lumut, pisang Susu dan pisang Raja Sereh).

Golongan ini juga dikenal dengan sebutan banana.


Pisang yang dimakan setelah direbus atau digoreng, yaitu kelompok
AAB (pisang Raja, pisang Tanduk). Golongan ini juga dikenal dengan

sebutan plantain.
Pisang berbiji yitu kelompok ABB (pisang Batu)

Buah

pisang

termasuk

ke

dalam

golongan

buah

klimaterik.

Penyeberannya sangat luas mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, baik
yang dibudidayakan di lahan khusus maupun yang ditanam sembarangan di kebun
atau halaman rumah. Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia, yang dapat dikonsumsi kapan saja dan pad semua tingkatan
usia. Didaerah sentra buah pisang, ketersedian buah pisang seringkali dalam
jumlah banyak dan keragaman varietas yang luas sehingga dapat membantu
mengatasi kerawanan pangan. Pisang dapat digunaka sebagai alternative pangan
pokok karena mengandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan
sebagaian konsumsi beras dan terigu.
Ahli sejarah botani mengambil kesimpulan bahwa asal muasal tanaman
pisang adalah Asia Tenggara. Oleh penyebar agama Islam disebarkan ke sekitar
Laut Tengah, dari Afrika Barat menyebar ke Amerika Selatan dan Amerika
tengah. Asia Tengara termasuk Indonesia, disebut sebagai sentra asal tanaman ini.
Penyebaran pisang hampir ke seluruh dunia meliputi lautan Teduh sampai ke

Hawaii dilanjutkan ke barat melalui Samudera Atlantik, Kepulauan Kenari sampai


Benua Amerika. Oleh karena itu, tanaman pisang kini telah menjadi tanaman
dunia karena telah tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Mutu buah pisang yang baik ditentukan oleh tingkt ketuaan buah dan
penampakannya. Buah yang dipanen pada umur muda bermutu jelek, tapi
ketahanan simpanannya relative lama. Sebaliknya, buah yang bermutu baik
memiliki ketahanan simpan yang relative singkat.
Tingkat ketuaan buah selain dapat menentukan mutu buah pisang
diantaranya akan mempengaruhi kandungan kimia dan gizi dalam buah. Tingkat
ketuaan buah dapat dilihat secara fisik atau dapat ditentukan dari umurnya. Secara
fisik lebih mudah dilihat karena tanda-tanda ketuaan mudah diamati. Salah satu
perubahan fisik yang dapat dilihat adalah warna kulit buah pisang. Pisang yang
dibiarkan masak dipohon akan memiliki cita rasa (flavor) yang lebih baik
dibandingkan buah pisang yang matang karena diperam. Pisang biasanya dipanen
sewaktu masih hijau, tetapi sudah cukup tua secara fisiologis. Kematangan pisang
berkaitan dengan perubahan warna kulit, yaitu dari hijau, kuning, sampai
timbulnya bercak-bercak cokelat. Pisang sudah mencapai kematangan optimum
ketika seluruh kulitnya berwarna kuning. Proses suah selesai dan memasuki
pembusukan ketika bercak cokelat muncul. Terakhir, bila bintik cokelat sudah
merata, berarti pisang mulai membusuk (Siagan, 2009).
1.1.

Nilai Gizi Buah Pisang


Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain
menyediakan energy yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang
lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor dan kalsium,
juga mengandung vitamin B, B6 dan C serta serotonin yang aktif sebagai
neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Nilai energy pisang rata-rata 136
kalori untuk setiap 100 g sedangkan buah apel hanya 54 kalori. Karvohidrat pada
pisang memberikan energy lebih cepat dari nasi dan biscuit, sehingga para atlet
banyak mengkonsumsi pisang saat jeda untuk cadangan enegri. Karbohidrat pada

pisang merupakan komplek tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga
dapat menyediakan energy dalam waktu yang tidak terlalu cepat.
1.2.

Fisiologi Pasca Panen Buah Pisang


Tanaman pisang biasanya dipanen pada umur 12-15 bulan atau 4-6 bulan
setelah berbunga. Waktu pemanen buah biasanya disesuaikan dengan waktu
penjualan yang ingin dicapai. Hal ini dikarenakan apabila waktu pemanenan tidak
tepat maka buah pisang cenderung akan rusak sebelum samapi ditangan
konsumen. Namun pada umumnya pisang dipanen pada saat tua penuh.
Pemanenan dilakukan dengan memotong - 1/3 bagian batang dengan tujuan
untuk mempermudah pada proses pemanenan. Pada saat pemanenan diusahakan
agar pisang tidak terluka atau memar.
Pisang tergolong buah klimaterik, ditandai dengan peningkatan CO2
secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu
periode mendadak yang khas pada buah-buah tertentu, dimana selama proses
tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses
pembentukan etilen. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan.
Adanya aktivitas respirasi pada hasil-hasil pertanian dapat menyebabkan
hasil pertanian menjadi matang dan menjadi tua. Proses matangnya hasil pertanian
merupakan perubahan dari warna, aroma, dan tekstur berturut-turut menuju kea
rah hasil pertanina yang dapat dimakan/dapat digunakan dan mmeberikan hasil
sebaik-baiknya. Proses menjadi tua (senescence) merupakan proses secara normal
menuju ke arah kerusakan sejak lewat masa optimal.
Buah pisang seperti buah-buahan lain pada umumnya, merupakan
komoditas yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan oleh kerusakan
mekanis, fisik, dan mikrobiologis serta fisiologis. Kerusakan mekanis yang sering
terjadi antara lain karena lecet, terkelupas dan memar. Kerusakan mikrobiologis
terjadi akibat infeksi oleh adanya aktivitas mikroorganisme. Kerusakan fisiologis
disebabkan oleh reaksi metabolism dlam bahan yang terjadi secara alamiah
sehingga mengakibatkan terjadinya pembusukan. Kerusakan fisiologis setelah
panen dapat terjadi karena beberapa sebab, misalnya penguapan air (transpirasi),

pernapasan (respirasi), dan perubahan biologis lainnya. Masalah utama panen dan
pascapanen sebagian besar berkaitan dengan kerentanan buah terhadap kerusakan
fisik dan busuk akibat cendawan pathogen. Aktivitas fisiologis pada buah dan
sayur dalam beberapa hal dapat menyebabkan kemunduran kualitas yang tidak
dikehendaki. Pengurangan air misalnya, akan menyebabkan kekeringan atau
kelayuan (Paramita, 2010).
Selama perkembangan dan pematangannya, pisang seperti buah-buahan
lainnya sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis, serta absorbs air dan mineral
oleh induknya. Setelah dipanen, buah tersebut masih mengalami respirasi dan
transpirasi walaupun telah terpisahkan dari tanaman induknya. Ketika masih
terdapat dalam tanaman induknya, kehilangan karena transpirasi masih digantikan
oleh aliran air yang diabsorbsi akar dan ditranlokasikan ke buah. Sesudah panen
tidak ada pergantian, amka kehilangan substrat dan air tidak dapat diganti dan
mulailah proses kemunduran (deteriorasi). Oleh karena itu komposisi dan
mutunya mengalami perubaha-perubahan, misalnya perubahan warna, perubahan
kekerasa, perubahan kandungan pati, kandungan gula dan lain-lain.
2. Penyimpanan dalam Atmosfir Termodifkasi
Penyimpanan

dalam

atmosfir

termodifikasi

merupakan

teknik

penyimpanan komoditi hasil pertanian dengan merubah komposisi udara dalam


kondisi penyimpanan dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu kedalam
kandungan udara normal (78,08% N2 ; 20,95% O2 dan 0,03% CO2). Pada
umumnya proses penyimpanan komoditi pada kondisi atmosfir termodifikasi
dilakukan dengan peningkatan karbondioksida (CO2) dan penurunan oksigen
(O2) di dalam udara ruang penyimpan. Perubahan komposisi udara dapat
dilakukan menggunkan bahan atau tempat yang dapat mengisolasikan bahan
dengan udara luar sehingga komposisi udara didalam ruanagn dapat diatur sesuai
dengan keinginan.
Pada hakekatnya modifikasi komposisi udara atau yang juga dikenal
sebagai contoh atmosphere storage berfungsi ikut menentukan atau mengatur
sistem noymonal oleh ethylene. Sintesis ethylene yang cukup untuk merangsang

proses pematangan tidak akan terjadi bila kadar oksigen dibawah 7%. Kepekaan
komoditi terhadap ethylene juga menjadi rendah pada konsentrasi oksigen rendah.
Kondisi udara selama penyimpanan pada ruang penyimpanan disebabkan
oleh (i) konsumsi oksigen oleh komoditi selama proses penyimpanan (ii) produksi
karbon dioksida oleh komoditi selama proses penyimpanan, dan (iii) pertukaran
gas dalam ruang penyimpanan dengan lingkungan menggunakan film kemasan.
Yassin et al. (2013) menerangkan bahwa pada umumnya udara yang
semakin menipis kandungan oksigennya serta semakin meningkat kandungan
karbon dioksidanya akan mengakibatkan menurunnya laju aktivitas pernapasan
dari komoditi segar. Sedang ethylene merupakan hormone tanaman dimana
dengan dosis yang sangat kecil dapat besar pengaruhnya terhadap taha-tahap
metabolism, termasuk di dalamnya proses awal pematangan, kelayuan dan
kematangan serta proses pembentukan senyawa phenolik
Komposisi udara dalam atmosfir termodifikasi yang tepat pada suatu
komoditi dapat menghambat laju kehilangan / degradasi klorofil. Hal ini diduga
dikarenakan penghambatan proses penguraian klorofil menjadi senyawa yang
tidak berwarna seperti pheophytin serta penurunan produksi klorofilase sebagai
akibat penurunan produksi etilen dari produk. Penurunan produksi CO2 pada
atmosfir termodifikasi juga dapat menurunkan produksi etilen sehingga proses
penguraian klorofil akan terhambat.
Penyimpanan atmosfir termodifikasi juga dapat menghambat proses
pencoklatan (brownig) yang diakibatkan dari proses oksidasi, perubahan warna
tubuh buah, dan penyimpangan lainnya selama proses penyimpanan. Kandungan
karbondioksida yang rendah dapat mengahambat aktifitas enzim polifenol
oksidasi yang akan mengakibatkan terjadinya proses oksidasi senyawa fenol dan
menghasilkan senyawa yang berwarna gelap. Batas minimum O2 dan maksimum
konsentrasi CO2 untuk berbagai komoditas pertanian pada saat penyimpanan
atmosfir termodifikasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Jenis buah / sayur


Apel
Pisang
Wortel
Brokoli
Mentimun
Kentang
Bayam
Tomat
Bunga kol
Sumber: Fellows, 2000

Konsentrasi CO2

Konsentrasi O2

maksimum (%)
2
5
4
15
10
10
20
2
5

minimum (%)
2
3
1
3
10
3
2

Menurut Jobling (2001), peningkatan kandungan CO2 diudara sebesar


2% atau lebih pada kemasan dapat menguntungkan pada proses penyimpanannya.
Kenaikan CO2 dapat mengurangi sensitivitas produk terhadap etilen serta dapat
memperlambat proses perombakan klorofil pada buah-buahan dan sayuran.
Peningkatan CO2 juga dapat memperlambat pertumbuhan jamur yang dapat
merusak produk. Sedangkan apabila konsentrasi CO2 di bawah batas toleransi
akan menyebabkan kerusakan fisiologis pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
Sebelum ethylene dapat mempengaruhi suatu komoditi, molekul oksigen
harus terikat atau bereaksi pada bagian dimana ethylene melekat. Bila kadar
oksigen tinggi 3% terikatnya ethylene turun sebanyak 50%. Karbon dioksida tidak
secara langsung mempengaruhi sintesis ethylene, tetapi lebih bersifat antogonistis
terhadap ethylene. Secara structural CO2 merupakan analog taerhadap ethylene
sehingga bersaing terhadap tempat yang seharusnya ditempati oleh ethylene
(Mendoza et al., 2016).
2.1.

Tinjauan Umum Etilen


Etilen adalah suatu senyawa kimia yang mudah menguap yang dihasilkan
selama proses masaknya hasil pertanian terutama pada buah-buahan dan sayurarsayuran. Pada hasil pertanian klimaterik, produksi etilen sangat efektif selama fase
permulaan klimaterik, sedangkan pada hasil-hasil pertanian yang non-klimaterik,
produksi etilen telihat meningkat setelah hasil tersebut dipanen.
Etilen dapat memberi pengaruh negative terhadap produk segar, karena
etilen akan mempercepat proses pematangan pada produk seperti pisang dan

tomat, sehingga produk menjadi cepat busuk, tetapi jika digunakan pada produk
seperti jeruk, maka dapat menghilangkan warna hijau (degreening), sehingga
dihasilkan jeruk dengan warna yang merata, dan penampilannya lebih menarik.
Secara umum etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk
penyimpanan produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan
penyimpanan, karena:
- Dalam jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan
-

produk
Dapat meningkatkan laju respirasi sehingga akan mempercepat

pelunakan janringan dan kebusukan buah


Mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan
kerusakan-kerusakan pasca panen lainnya

Produksi etilen erat hubungannya dengan aktivasi respirasi, yaitu


banyaknya penggunaan oksigen pada kehidupannya karena itu apabila produksi
etilen banyak maka biasanya aktivitas respirasi meningkat dengan ditandai oleh
meningkatnya penggunaan oksigen oleh tanaman. Namun pemacuan aktivitas
respirasi oleh etilen mempunayi sifat yang berbeda pada tanaman klimaterik dan
non klimaterik. Pada tanaman klimaterik, tidak banyak oksigen yang diserap
untuk respirasi, sedangkan pada buah non klimaterik, makin tinggi produksi
etilen, aktivitas respirasi semakin meningkat, yang ditandai dengan makin
banyaknya oksigen yang diserap.
3. Metode Penyimpanan
Ada dua jenis kemasan atmosfir termodifikasi (AT), yaitu AT aktif dan
AT pasif. Pada AT aktif, produk disimpan dengan atmosfir terkendali dimana
udara di dalam kemasan awalnya dikontrol dengan menarik semua udara dalam
kemasan kemudian diisi kembali dengan udara dan kosentrasinya diatur sehingga
keseinmbangan langsung dicapai. Sedangkan pada AT pasif, keseimbangan antara
O2 dan CO2 diperoleh melalui pertukaran uadara dalam kemasan (mengandalkan
permeabilitas kemasan).
Keterbatasan dalam mengatur mengatur kondisi atmosfir terkendali
secara pasif menyebabkan MA aktif lebih disukai. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara mengeluarkan semua gas dari dalam kemasan dan mengisinya kembali

dengan gas yang komposisinya sesuai, sistem modifikasi Atmosfir ini juga dapat
disesuaikan dengan penggunaan bahan penjerap O2, CO2 dan / etilen (C2H4).
Berbagai jenis kantong plastik yang memiliki bagai derajat permeabilitas
terhadap uap air dan gas, dapat digunakan untuk penyimpanan MA. Teknik ini
sebetulnya telah berkembang sejak tahun 1940 dan kini kantong plastik dengan
beberapa jenis ketebalan, densitas serta permeabilitas dapat dipilah untuk manjaga
susunan komposisi atmosfir disekitas produk yang dikemas tersebut.
Jenis plastik polyethylene HDPE dengan derajat densitas tinggi telah
digunakan untuk menyimpan buah-buahan dan sayuran. Malahan didalam kanton
plastik tersebut telah diperlengkapi dengan senyawa penyerap (absorbent)
terhadap gas ethylene, misalnya dengan membrane silicone atau kalium
permangat.
3.1.

Bahan Penjerap Etilen


Penjerap yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalium permangat
(KMnO4), zeolite dan karbon aktif yang dimasukkan ke dalam pembungkus.
Kalium permangat mengoksidasi etilen menjadi etanol dan asetat, dan didalam
proses ini terjadi perubahan warna KMnO4 dari warna ungu menjadi coklat yang
menandakan proses penjerapan etilen. Pada aplikasinya, KMnO4 tidak boleh
terkontak langsung dengan bahan pangan, karena KMnO4 bersifat racun.
Kalium permangat merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai
oksidator yang kuat. Senyawa ini mudah sekali bereaksi dengan cara apa saja,
tergantung seberapa besar pH larutannya. Kekuatan oksidator dari kalium
permangat bergantung pada keadaan pH larutan ketika bereaksi. Factor penyebab
keragaman dari reaksi kimia senyaa ini adalah karena perbedaan valensi dari
unsur MN (mangan) mulai dari 1-7 yang hampir semuanya stabil kecuali 1-5.
Adapun sifat dan karakteristik dari KMnO4 adalah sebagai berikut:
- Kristal berwarna ungu jelas atau hampir gelap
- Larut 16 bagian dalam air pada suhu 20C dan membentuk larutan
-

ungu
Berat jenis 2,703 g/cc
Berat molekul 158
KMnO4 merupakan bahan pangan pengoksidasi dan bahan antiseptic

KMnO4 mudah rusak bila terkena cahaya matahari langsung, yakni


akan terbentuk MnO2 yang mengendap. Karena itu KMnO4 harus
isimpan dalam botol yang tidak tembus cahaya

Selanjutnya adalah zeolite. Secara umum zeolite memiliki beberapa sifat


antara lain mudah melepas air akibat pemanasan, tetapi juga mudah mengikat
kembali molekul air dalam udara lembab, sehingga sering digunakan sebagai
bahan pengering. Zeolite juga mudah melepas kation dan diganti dengan kation
lainnya. Menurut kelompoknya zeolite dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
zeolite alam dan zeolite sintesis.
Yang terakhir yaitu karbon aktif. Aktivasi karbon kativ bertujuan untuk
memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup,
sehingga memperbesar kapasitas penjerapan. Pori-pori dalam arang biasanya diisi
oleh tas, hidrokarbon dan zat-zat organic lainnya terdiri dari fixed carbon, abu, air
persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Pengaktifan juga bertujuan
untuk meningkatkan penjerapan karbon aktif itu sendiri. Karbon aktif dengan
bebagai katalis logam juga secara efektif menjerap etilen. Karbon aktif telah
banyak digunakan untuk menghilangkan etilen pada gudang penyimpanan buahbuahan dan sayuran-sayuran dan juga diproduksi dalam kemasan sachet yang
dimasukkan kedalam kantong pengemas atau kotak kayu pada penyimpanan hasil
pertanian.

3.2.

Penggunaan Wadah Pengemas


Penggunaan wadah pengemas kali ini yaitu Styrofoam dan kemasan film.
Saat ini Styrofoam banyak digunakan sebagai wadah pengemas bahan pangan,
karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat mempertahankan panas
atau dingin produk yang dikemasnya, tetap dapat mempertahankan bentuknya saat
dipengan, ringan, murah, memiliki kekuatan yang baik, ukurannya dapat diatur,
tidak menimbulkan alergi, tahan terhadap kelembaban dan permeabilitas terhadap
uap sangat rendah.
Styrofoam dibuat dari polimer polistirien yang terdiri atas monomermonomer stiren. Monomer-monomer ini dapat bermigrasi kedalam bahan

makanan yang dikemas. Dewasa ini penggunaan Styrofoam sebagai pengemas


mulai dibatasi kaena stiren dapat bersifat kasrsinogenik (memacu timbulnya
kanker). Styrofoam sebagai pengemas tidak dianjurkan untuk dipakai dalam
pengemasan bahan pangan yang masih panas, mengandung banyak lemak,
vitamin A dan asam.
Yang kedua yaitu kemasan film. Polietilen densitas rendah (LDPE= Low
Density Polyethylene) dihasilkan dengan cara polimerasi pada tekanan tinggi,
mudah di kelim dan harganya murah. Plastik ini mempunyai kekuatan terhadap
kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi. Polietilen merupakan film yang
lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan dan kekuatan
sobek yang baik.
Permeabilitas film akan meningkat dengan meningkatnya suhu, dan hal
ini perlu diperhitungkan dengan teliti seblum memilih jenis film kemasan yang
akan digunakan. Dalam, beberapa hal peningkatan permeabilitas ini diinginkan,
misalnya pada produk-produk yang berespirasi, yaitu untuk mencgah terjadinya
respirasi anaerob.
Langkah dalam melakukan penyimpanan buah pisang adalah sebagai
-

berikut:
Pisang dipilih dengan tingkat kematangan matang fisiologis
Disortasi pisang dan ditimbang sebratnya sebanyak 300 gram
Dimasukkan ke dalam styrofoam
Bahan penjerap etilen dimasukkan kedalam kertas saring yang

dibentuk menjadi bungkusan kecil


Styforoam ditutup dengan kemasan plastik dengan cara pinggiran
styrofoam diberi tape 1 cm dan pada bahan styrofoam digunakan
selotip 2,5 c untuk meletakkan film polyethylene. Film kemasan tidak
menutupi bagian bawah styrofoam. Untuk pengaturan gas O2 dan

CO2 didalam kemasan yang dihubungkandengan selang plastik.


Kemasan yang telah berisi produk disegel dengan lilin dan dan selang

dijepit dengan penjepit


Komposisi atmosfir didalam kemasan dimodifikasi dengan cara
mengurangi konsentrasi gas O2 menggunakan gas Nitrogen hingga
konsentrasinya mencapai 6 2 % O2 yang diukur dengan
menggunakan Cosmoprotector tipe XPO 318, sedangkan gas CO2

ditambahkan dari tabung gas CO2 hingga konsentrasinya 4 2 %


CO2 yang diukur dengan menggunakan Cosmoprotector tipe XP
-

314
Disimpan pada suhu ruang
Dilakukan pengamatan dalam selang waktu tertentu yaitu 5,10, 15 dan

20 hari
4. Hasil Analisi Pengaruh Penjerap Etilen terhadap Parameter yang
Diamati

Penyimpanan dalam atmosfir terkontrol akan menyebabkan perubahanperubahan pada proses metabolisme dasar pada buah yang disimpan. Pada
konsentrasi CO2 tinggi (15% atau lebih) biasanya dihasilkan bau dan rasa yang
tidak dikehendaki atau menyimpan pada komoditas buah-buahan dan juga sayursayuran. Bau dan rasa yang tidak dikehendaki itu disebabkan oleh terjadinya
penimbunan etanol dan etanal. Bersamaan dengan timbulnya bau dan rasa yang
tidak dikehendaki itu dapat pula diamati warna yang tidak dikehendaki. Untuk itu
perlu adanya pengaturan campuran gas O2-CO2 dan suhu yang tepat agar
diperoleh hasil penyimpanan buah pisang yang baik dan masih segar pada
efisiensi tertinggi.
Semakin lama penyimpanan, maka kadar air, susut bobot, kadar vitamin
C, kadar gula dan nilao organoleptik warna pisang semakin meningkat, sedangkan
tektur semakin menurun. Kadar air yang semakin meningkat disebabkan oleh
pisang masih melakukan proses respirasi selama penyimpanan. Kehilangan berat
buah mempunyai korelasi positif dengan jumlah gas CO2 dan air yang dilepaskan.

Kehilangan berat pada buah disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi pada
buah tersebut. Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan prombakan
senyawa seperti karbohidrat dalam buah, dan menghasilkan CO2, energi dan air
yang menguap melalui permukaan kulit buah yang menyebabkan kehilangan
bobot pada pisang. Penggunaan penjerap etilet KMnO4 memliki susut bobot
terendah karena KMnO4 dapat mengoksidasi etilen, sehingga dapat menekan laju
respirasi buah, sehingga dapat menghambat proses penguapan air dari dalalm
buah, dan penurunan berat pisang dapat diperkecil. Hal sesuai dengan pendpat
Wills et al. (1981) bahwa etilen dapat dihancurkan oleh KMnO4 sebagai oksidator
yang kuat. Ditambahkan oleh Karmas (1989) bahwa KMnO4 merupakan
oksidator kuat yang dapat mengoksidasi etilen, sehingga proses respirasi dapat
ditekan,

akibatnya

proses

pematangan

buah

dapat

dihambat.

Dengan

penghambatan kematangan buah ini maka peningkatan kadar vitamin C dapat


terhambat pula.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., M.A. Perviez, A.K. Thompson and H. Ullah. 2006. Effect of storage
of bananas in controlled atmosphere before ethylene treatments on its
ripening and quality. Journal Agric. Res. 44 (3): 219-229.
Castellanos, D.A., W. Polania and A.O. Herrera. 2016. Development of an
equilibrum modifies atmosphere packaging (EMAP) for feijoa fruits and
modeling firmness and color evolution. Postharvest Biology and
Technology 120: 193-203.
Jobling, J. 2001. Modified atmosphere packaging : mot as simple it seems. Good
Fruit and Vegetable Magazine.
Mendoza, R., D.A. Castellanos, J.C. Garcia, J.C. Vargas and A.O. Herrera. 2016.
Ethylene production, respiration and gas exchange modelling in modified
atmosphere packaging for banana fruis. Journal of Food Science and
Technology 15 (3): 777-788.
Paramita, O.2010. Pengaruh memar terhadap perubahan pola respirasiproduksi
etilen dan jaringan buah mangga var. gedong gincupada berbagai suhu
penyimpanan. Jurnal Kompetensi Teknik 4 (2): 29-37.

Prabawati, S., Suyanti dan D.A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. 64 hlm.
Siagan, H. F. 2009. Penggunaan bahan penjerap etilen pada penyimpanan pisang
barangan dengan kemasan atmosfer termodifikasi aktif. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Wills, R.H., T.H. Lee, D. Graham, W.B. McKasson and E.G. Hall. 1981.
Postharvest, An Introduction To The Physiology and Handling of Fruits
and Vegetables. New South Wales University Press, Kensington,
Australia.
Yassin, T., R. Hartanto, A. Haryanto dan Tamrin. 2013. Pengaruh komposisi gas
terhadap laju respirasi pisang janten pada penyimpanan atmosfer
termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung 2 (3): 147-160.
KESIMPULAN
Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi merupakan

teknik

penyimpanan komoditi hasil pertanian dengan merubah komposisi udara dalam


kondisi penyimpanan dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu kedalam
kandungan udara normal. Komposisi udara dalam atmosfir termodifikasi yang
tepat pada suatu komoditi dapat menghambat laju kehilangan / degradasi klorofil.
Penyimpanan atmosfir termodifikasi juga dapat menghambat proses pencoklatan
(brownig) yang diakibatkan dari proses oksidasi, perubahan warna tubuh buah,
dan penyimpangan lainnya selama proses penyimpanan. Buah pisang yang
disimpan pada kemasan dengan atmosfer termodifikasi memiliki daya simpan
yang relatif lebih lama dan memiliki perubahan baik secara fisik maupun kimiawi
yang relatif lebih kecil. Penjerap etilen kalium permangat KMnO4 merupakan
penjerap etilen yang paling efektif digunakan dibandingkan zeolite dan karbon
aktif karena menghasilkan produk akhir biuah pisang dengan penyusutan bobot
terkecil dan tekstur yang relatif lebih keras.

PENYIMPANAN PASCAPANEN (PENGAWETAN) BUAH


PISANG DENGAN METODE ATMOSFER TERMODIFIKASI

Disusun oleh:
Ingke Endrina

23020114120028

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

Anda mungkin juga menyukai