Anda di halaman 1dari 14

Presentasi Kasus Bedah Anak

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 6 TAHUN DENGAN FISTEL


URETROCUTAN POST REPAIR FISTEL POST RETROPLASTI
ATAS INDIKASI HIPOSPADIA TIPE PENOSCROTAL
DENGAN CHORDAE

Disusun Oleh:
Yohanes Purbanta Soerya
G99141162

Pembimbing:
Nunik Agustriani, dr., Sp.B, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
I. IdentitasPasien
Nama

: An. ID

Umur

: 6 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Jaten, Karanganyar

Tanggal Masuk

: 12 Oktober 2015

No. RM

: 00967507

II. KeluhanUtama
BAK keluar dari samping penis
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan jika BAK air kencing keluar melalui
samping penis. Keluhan mulai dirasakan pasien sejak kurang lebih 2 tahun
SMRS. Sejak pasien lahir, keluarga pasien sudah diberitahu oleh dokter
bahwa lubang kencing pasien terletak di bawah batang penis. Pasien sudah
menjalani operasi sebanyak 5x, operasi terakhir pada bulan Maret 2015.
Keluhan badan panas (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-).
BAK (+) 3-5 kali / hari warna kuning jernih, nyeri BAK (-), darah (-).
BAB (+) 1 kali / hari, warna kecoklatan, lendir (-), darah (-).
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi
: (+) 5x, operasi terakhir pada bulan Maret 2015
Riwayat trauma
: disangkal
Riwayat mondok
: (+) saat operasi
Riwayat alergi
: disangkal
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa

: disangkal

VI. Riwayat Kelahiran


Pasien lahir dengan persalinan normal, usia kehamilan 9 bulan, G1P1A0.
BBL 2100 gram. Saat lahir pasien menangis kuat dan bergerak aktif.
VII. RiwayatKehamilan
Riwayat Ibu ANC

: rutin di bidan setempat

Riwayat Ibu sakit saat hamil

: disangkal

VIII. RiwayatImunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap.

B. PEMERIKSAAN FISIK
I. KeadaanUmum
a. Keadaanumum : Compos mentis (GCS E4V5M6), gizi kesan cukup
b. Vital sign :
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36,7o C per aksilar
II. General Survey
a. Kulit
: Kulit sawo matang, kering (-), ujud kelainan kulit (-),
hiperpigmentasi (-)
b. Kepala
: mesocephal
c. Mata
: konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), cekung(-/-),
reflex cahaya (+/+), pupil isokhor 2mm/2mm
d. Telinga
: sekret (-/-), darah (-/-).
e. Hidung
: bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar
f.
g.
h.
i.

darah (-).
Mulut
: mukosa basah (-), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).
Leher
: pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
Thorak
: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris
Cor
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak.

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi

:batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi :bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising (-).


j. Pulmo
Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan kiri.

Palpasi

: fremitus raba kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor/sonor.

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-).


k. Abdomen
Inspeksi

: dindingperutsejajardinding dada, perut distended (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal.


Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, massa (-),nyeri tekan (-), defance muscular (-),

turgor kulitmenurun
l. Genitourinaria

: anus (+) normal, lubang kencing terletak di bagian

1/3 distal penis (+), fistel (+) di bagian 1/3 distal penis
m. Ekstremitas
: CRT < 2 detik
Akral dingin
-

Oedema

C. ASSESMENT I
Fistel uretrocutan post repair fistel post uretroplasti
D. PLANNING I
Cek lab darah
Pro repair fistel

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I.
LaboratoriumDarah (12 Oktober 2015)
Pemeriksaan
HematologiRutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hemostasis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
Protein total
Albumin
Globulin
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Chlorida darah

Hasil

Satuan

Rujukan

12,1
36
8,9
384
4,65

g/dL
%
Ribu/l
Ribu/l
Juta/l

11,5 15,5
35 45
4,5 14,5
150 450
4,0 5,2

13,6
43,0
1,100

detik
detik

10,0-15,0
20,0-40,0

7,4
4,5
2,9

g/dL
g/dL
g/dL

6,0 8,0
3,8 5,4

142
4,4
109

Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

132 - 145
3,1 5,1
98 - 106

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Pendahuluan
Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius,

pertama-tama yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan


amputasi dari bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh
Galen dan Paulus dari Agentia pada tahun 200 dan tahun 400. Duplay
memulai

era

modern

pada

bidang

ini

pada

tahun

1874

dengan

memperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200


teknik telah dibuat dan sebagian besar merupakan multi-stage reconstruction;
yang terdiri dari first emergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika
diperlukan dan second stage untuk menghilangkan chordee dan recurvatum,

kemudian pada third stage yaitu urehtroplasty. Beberapa masalah yang


berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu; membutuhkan operasi yang
multiple; sering terjadi meatus tidak mencapai ujung glands penis; sering
terjadi striktur atau fistel uretra; dan dari segi estetika dianggap kurang baik.
Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik one-stage repair untuk
mengurangi komplikasi dari teknik multi-stage repair. Cara ini dianggap
sebagai rekonstruksi uretra yang ideal dari segi anatomi dan fungsionalnya,
dari segi estetik dianggap lebih baik, komplikasi minimal, dan mengurangi
social cost.3
II.

Definisi
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di

bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang.1 Hipospadia adalah
kelainan kongenital dimana muara uretra eksterna (MUE) terletak di ventral
penis dan lebih ke proximal dari tempat normalnya (ujung gland penis). 4
Kelainan ini seringkali disertai adanya fibrosis pada bagian distal MUE yang
menyebabkan bengkoknya penis (chordae).
III.

Etologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang

belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor
yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :3
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormon
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek

yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon


androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengkode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
IV.

Epidemiologi
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara

1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang


uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia
yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau
pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah
skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan chordae, yaitu suatu
jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke
bawah pada saat ereksi. Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak
disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembentukan
uretra. Rangkaian pembedahan harus diupayakan telah selesai dilakukan
sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan
dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan.2
V.

Patofisiologi dan Manifestasi Klinis3

1. Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam


utero.
2. Hipospadia dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan
skrotum.

3. Hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang


lubang frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius
ditandai pada glans penis sebagai celah buntu.

Gambar 1. Bentuk hipospadia akibat kelainan genetik2

Gejala Klinis2
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada lebih ke proximal
dan berada di ventral.
2. Penis melengkung ke bawah.
3. Penis tampak seperti berkerudung karena preputium dibagian ventral tidak
ada, berkumpul dibagian dorsal.
4. Jika berkemih, anak harus duduk.
VI.

Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi.

Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound


prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat
teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.3 Pada orang dewasa yang
menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan
pancaran urine. Chordae dapat menyebabkan batang penis melengkung ke
ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe perineal
dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk, dan
hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk

memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory


urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital
pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bisa juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika
hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya. Bayi yang menderita
hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk
digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan diupayakan telah
selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, diupayakan
dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan
terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa
nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.4

VII.

Kelainan Penyerta4
1. Mikropenis
2. Undescendus testis
3. Kelainan ginjal
4. Kelainan ureter / uretra
5. Kelainan buli-buli
6. Gender
7. Scrotum bifida

VIII.

Klasifikasi
1. Subglanduler
2. Penile shaft
3. Penoscrotal
4. Scrotal
5. Perineal

IX.

Penatalaksanaan
Penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini

bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada
tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi
sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia
prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum
sadar bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang
lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan
berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok agar urin
tidak mbleber ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya
jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi
yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus
uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.5
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :6
1. Release Chordae dan Tunneling
Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.
Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu

chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis


bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan
memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra dan
dibuat lubang di gland penis sehingga MUE berada di ujung penis.
2. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis
pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada
glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang
telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.

Gambar 8. Perbandingan sebelum dan sesudah operasi2


X.

Komplikasi Pasca Operasi6

1. Fistula uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini


digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada
prosedur operasi satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima
adalah 5-10% .
2. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi.
3. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosis.
4. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau

pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat


jarang.
6. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.

XI.

PENUTUP
Hipospadia adalah kelainan kongenital dimana MUE terletak di ventral

penis dan lebih ke proximal dari tempat normalnya (ujung gland penis).
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000
bayi baru lahir. Kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu
pada glans penis. Bentuk hipospadia yang terjadi jika lubang uretra terdapat di
tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum
(kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan
dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan
penis melengkung ke bawah pada saat ereksi. Gejalanya adalah :
1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada lebih ke
proximal.
2. Penis melengkung ke bawah.
3. Penis tampak seperti berkerudung karena preputium dibagian ventral tidak
ada, berkumpul dibagian dorsol.
4. Jika berkemih, anak harus duduk.
Diagnosis bisa juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika
hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya. Bayi yang menderita
hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk
digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan diupayakan telah
selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, diupayakan
dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan
terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa
nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.

Daftar Pustaka
1. Sastrasupena H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara, Jakarta, 1995: 428-435
2. http://medicastore.com/ uniceffcorporation.html. Dikutip tanggal 10 Maret
2010
3. Purnomo B.B., Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-dasar Urologi,
Malang, 2000 : 6,137-138
4. Kuliah Hipospadia, Sub SMF Bedah Plastik Departemen Bedah RSPAD
GATOT SOEBROTO, 2011.
5. Suriadi . Rita, Yuliani . 2001 . Asuhan Keperawatan Pada Anak . Jakarta :
CV. Sagung Seto
6. http://lakshminawasasi.blogspot.com/2005/12/hipospadia.html.
tanggal 10 Maret 2010

Dikutip

Anda mungkin juga menyukai