Anda di halaman 1dari 18

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Disusun Oleh:

Abdul Kabir Bagis.

SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI) TAZKIA


Bogor
Kode Pos 16680, Website : www.tazkia.ac.id
20010/2011

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 3
l.PENDAHULUAN..................................................................................................... 4
A.LATAR BELAKANG PERLINDUNGAN KONSUMEN...............................................4
B.RUMUSAN MASALAH........................................................................................ 5
C. METODE PEMBAHASAN................................................................................... 6
ll.PEMBAHASAN...................................................................................................... 6
2.1. Pengertian konsumen.................................................................................. 6
2.2Dasar Hukum Perlindungan Konsumen..........................................................6
2.3. Perlindungan Konsumen.............................................................................. 8
2.4. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen..................................................10
2.4.1. Asas perlindungan konsumen .............................................................10
2.4.2. Tujuan perlindungan konsumen...........................................................11
2.5.Hak dan Kewajiban Konsumen....................................................................12
2.5.1.Hak-Hak Konsumen.............................................................................. 12
2.5.2.Kewajiban Konsumen............................................................................13
2.6.Prinsip-Prinsip perlindungan konsumen......................................................13
2.6.1.prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian...............................13
2.6.2. Prinsip Tanggung jawab Berdasarkan Wanprestasi..............................14
2.6.3. Prisip Tanggung Jawab Mutlak.............................................................15
lll.KESIMPULAN.................................................................................................... 15
lV.PENUTUP.......................................................................................................... 16
REFERENSI........................................................................................................... 17

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul
Hukum Perlindungan Konsumen .
Di dalam pembuatan makalah ini, kami berusaha menguraikan dan menjelaskan
tentang perlindungan terhadap konsumen. Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan
hati kami menyampaikan terima kasih kepada ibu Theresia selaku dosen Hukum dalam
Bisnis. Yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
dan banyak kekurangannya, oleh karena itu kami mengharapkan saran, kritik dan petunjuk
dari berbagai pihak untuk pembuatan makalah ini menjadi lebih baik dikemudian hari.
Semoga makalah yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan
informasi pada masa yang akan datang, khususnya bagi Mahasiswa/I STEI Tazkia. Terima
kasih

l.PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan.


Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan
perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang
dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah
perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati
secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini,
banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa
yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi,
iklan, maupun penawaran barang secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang
diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku
usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen
menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya.
Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang
kian hari kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa
kepada konsumen karena ada beragam variasi produk barang dan jasa
yang bias dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar
didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan
ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan,
sehingga barang/jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi.
Permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar
bagaimana memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang
menyangkut pada kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah
maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan
konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hakhak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman
untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar yang berlaku,
dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan
undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan
dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen.
Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta
undang-undang tersebut dengan baik.
Tujuan
penyelenggaraan,
pengembangan
dan
pengaturan
perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningakatkan
martabat dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung
mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya
dengan penuh rasa tanggung jawab. Yang perlu disadari oleh konsumen
adalah mereka mempunyai hak yang dilindungi oleh undang-undang
perlindungan konsumen sehingga dapat melakukan sasial kontrol
terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan pemerintah. Dengan
lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen diharapkan upaya perlindungan konsumen di indonesia dapat
lebih diperhatikan.

Pada penulisan makalah ini kita akan membahas mengenai bagaimana


perlindungan terhadap konsumen serta apa saja hak dan kewajiban
konsumen. Dalam makalah ini kami juga akan menjelaskan tentang prinsip ,asas-asas dan
tujuan perlindungan konsumen yang mungkin akan berguna bagi pembaca khususnya
mahasiswa/I dimasa yang akan datang.

B.RUMUSAN MASALAH
Menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), faktor
utama yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering
terjadi adalah masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan
haknya. Tentunya, hal tersebut terkait erat dengan rendahnya pendidikan
konsumen.
Selain kurangnya tingkat kesadaran konsumen akan hak-hak dan
kewajibanya yang terkait dengan tingkat pendidikannya yang
rendah,pemerintah
selaku
penentu
kebijakan,perumus,pelaksana
sekaligus pengawas atas jalanya peraturan yang telah dibuat sepertinya
masih kurang serius dalam menjalankan kewajibannya.
Produsen yang yang mencari keuntungan pun masih membandel
dengan menghalalkan segala cara untuk memaksimalkan laba yang
diperoleh tanpa memperhatikan undang-undang yang berlaku serta
keselamatan konsumennya.

C. METODE PEMBAHASAN
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode literatur kaji
pustaka terhadap buku-buku yang berhubungan dengan tema makalah
yang kami buat dan juga bersumber dari beberapa artikel dari internet.

ll.PEMBAHASAN
2.1. Pengertian konsumen
Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang
membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu
atau sese orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah
barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut,
yang dimaksud konsumen orang yang berststus sebagai pemakai barang
dan jasa.

2.2Dasar Hukum Perlindungan Konsumen


Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki
dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya
dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa
dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen
merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang
diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan
kebutuhan barang / jasa. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU)
tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah
selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh
pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:

Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1),
Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.

Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek


Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif


Penyelesian Sengketa

Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan


Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

Surat
Edaran
Dirjen
Perdagangan
Dalam
Negeri
No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang
ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota

Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.


795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan
Konsumen

Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen,


dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya
dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di
badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam
soal pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan
Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa
dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum sebagai berikut :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001


Tanggal 21 Juli
2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001
Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001
Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001
Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota
Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang,
Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan

Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pada Pemerintah


Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota
Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.

2.3. Perlindungan Konsumen


Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang
perlindungan konsumen disebutkan bahwa Perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk
melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang
khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenangwenang yang selalu merugikan hak
konsumen.Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat
hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan
mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya
telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah
adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan
konsumen, yang bermula dari benih hidup dalam rahim ibu sampai
dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya.
Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum
untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan
pilihannya
atas
barang
dan/atau
jasa
kebutuhannya
serta
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh
perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.
Di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah
menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat
dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang
didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah
memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi
batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang
ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam
negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi
konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasayang
diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk
memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan
keinginan dan kemampuan konsum Di sisi lain, kondisi dan fenomena
tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan
konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi
yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat
promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang
merugikan konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat


kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama
disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu,
Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan
hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Upaya
pemberdayaan
ini
penting
karena
tidak
mudah
mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip
ekonomi pelaku usaha adalah mendapat kentungan yang semaksimal
mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial
merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, perlu upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang
dapat melindungi kepentingan konsumen secara integrative dan
komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.
Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk
mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya
perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat
yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi
persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini
dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada
pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya
pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan
dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa
pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan
perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun
manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah
kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan
konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen
pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang
mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada
terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah
ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan
konsumen, seperti:

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang
Barang, menjadi Undang-undang;
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah;
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan;
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan
Industri
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement
Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia);
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak
atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang
tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undangundang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor
13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997
tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup
tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini
karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk


memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya
undang- undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan
yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan
dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

2.4. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen


Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada
sejumlah asas dan
tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam
implementasinya di
tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum
perlindungan
konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
2.4.1. Asas perlindungan konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas
perlindungan
konsumen.
Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau
usaha secara keseluruhan.

Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan
melaksanakan kewajibannya secara adil.

Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti
material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan keselamatan
konsumen.

Asas keamanan dan keselamatan konsumen


Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian,
dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

Asas kepastian hukum


Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

2.4.2. Tujuan perlindungan konsumen


Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.

Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen


untuk melindungi diri.
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan
menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.

2.5.Hak dan Kewajiban Konsumen


2.5.1.Hak-Hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan
kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar
orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri.
Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap
dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian
bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan
kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hakhaknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen
sebagai berikut :

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam


mengonsumsi barang/jasa.
Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang/jasa.
Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang
digunakan.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskrimainatif.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian,
jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen


yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku
usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga
kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang
disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif
persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa
kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara
tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi persaingan
curang.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa
konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak
konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun
1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur
tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya
siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen
memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).
2.5.2.Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5
Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :

Undang-undang

Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur


pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;

Beritikad baik
dan/atau jasa;

dalam

melakukan

transaksi

Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

Mengikuti upaya penyelesaian


konsumen secara patut.

hukum

pembelian

sengketa

barang

perlindungan

2.6.Prinsip-Prinsip perlindungan konsumen


2.6.1.prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian
Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung
jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawabysng ditentuksn
oleh perilaku produsen. Sifat subjektifitas muncul pada kategori bahwa
seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian pada
konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang berakibat
pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya
hak konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen. Di
samping faktor kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti kerugian
berdasarkan kelalaian produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :

Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai


kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari
terjadinya kerugian konsumen.
Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas
produknya sesuai dengan standar yang aman untuk di konsumsi
atau digunakan.
Konsumen penderita kerugian.

Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya


kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan
kerugian konsumen)
Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian juga mengalami
perkembangan dengan tingkat responsibilitas yang berbeda terhadap
kepentingan konsumen, yaitu:
a. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan Kontrak
Teori murni prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah
suatu tanggung jawab yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan
hubungan kontrak. Teori ini sangat merugikan konsumen karena gugatan
baru dapat diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur
kesalahan atu kelalaian dan hubungan kontrak antara produsen dan
konsumen. Teori tanggung jawab produk brdasrkan kelalaian tidak
memberikan perlindungan yang maksimal kepada konsumen, karena
konsumen dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan gugatan
kepada produsen, yaitu, pertama, tuntutan adanya hubungan kontrak
antara konsumen sebagai penggugat dengan produsen sebagai tergugat.

Kedua, argumentasi produsen bahwa kerugian konsumen diakibatkan oleh


kerusakan barang yang tidak diketahui.
b.
Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap Persyaratan
Hubungan Kontrak
Perkembangan tahap kedua teori tanggung jawab berdasarkan
kelalaian adalah prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan kelalaian
namun untuk beberapa kasus terdapat pengecualian terhadap
persyaratan hubungan kontrak. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, bahwa persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu
hambatan konsumen untuk mengajukan ganti kerugian kepada produsen.
Prinsip ini tidak memeihak kepada kepentingan konsumen, karena pada
kenyataanya konsumen yang sering mengalami kerugian atas pemakaian
suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki kepentingan hukum
dengan produsen.
c. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak
Setelah prisip tanggung jawab atas dasar kelalaian dengan beberapa
pengecualian terhadap hubungan kontrak sebagai tahap kedua dalam
perkembangan substansi hukum tanggung jawab produk, maka tahap
berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang tetep
berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya
hubungan kontrak.
d. Prinsip Paduga Lalai dan Prinsip Bertanggung Jawab dengan Pembuktian
Terbaik
Tahap pekembangan trakhir dalam prinsip tanggung jawab
berdasarkan kelalaian adalah dalam bentuk modifikasi terhadap prisip
tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini bermakna, adanya
keringanan-keringanan bagi konsumen dalam penerapan tanggung jawab
berdasarkan kelalaian, namun prinsip tanggung jawab ini masih
berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini merupakan masa transisi menuju
pembentukan tanggung jawab mutlak.
2.6.2. Prinsip Tanggung jawab Berdasarkan Wanprestasi
Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran
hukum juga memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas
wanprestasi. Tanggung jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi
adalah tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu produk rusak
dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak atau
perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis
maupun lisan. Keuntungab bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan
teori ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak, yaitu suatu
kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual
untuk memenuhi janjinya. Itu berati apabila produsen telah berupaya
memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap menderita kerugian, maka
produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian. Akan
tetapi, dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi terdapat
beberapa kelemahan yang dapat mengurangi bentuk perlindungan hukum
terdapat kepentingan konsumen, yaitu :

Pembatasan waktu gugatan.

Persyaratan pemberitahuan.
Kemungkinan adanya bantahan.
Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara
horizontal maupun vertikal.

2.6.3. Prisip Tanggung Jawab Mutlak


Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability.
Menurut prinsip ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian
yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang beredar dipasaran.
Tanggung jawab mutlak strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan
ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar hukum
pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan
adanya hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian
yang dideritanya. Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka
setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat
atau
tidak
aman
dapat
menuntut
konpensasi
tanpa
harus
mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di pihak produsen.
Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan
dalam hukum tentang product liability adalah :

Diantara korban / konsumen di satu pihak ada produsen di lain


pihak, beban kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang
memproduksi.
Dengan menempatkan / mengedarkan barang-barang dipasaran,
berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman
dan pantas untuk digunakan, bilamana terbukti tidak demikian
dia harus bertanggung jawab.

lll.KESIMPULAN
Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta
perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan
kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan

yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya


kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.
Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta pengawas atas jalannya
hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar
memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan
konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan
dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen
yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka
dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak
sesuai dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU
yang telah dibuat oleh pemerintah.
Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar
tercipta harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa
membahayakan konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum,

lV.PENUTUP

Semoga makalah yang kami buat ini dapat memberi penjelasan dan
dapat mengingatkan para pembaca bahwa kita sebagai konsumen
memiliki hak-hak serta kewajiban yang harus kita laksanakan, dan kita
juga memiliki perlindungan penuh atas hukum dan UU yang berlaku yang
bisa digunakan kapan saja ketika diri kita endapat perlakuakuan yang
tidak sesuai dengan apa-apa yang telah ditetapkan bagi konsumen.
Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi para
mahasiswa/mahasiswi, dan bisa dijadikan referensi dalam melakukan
kajian-kajian ilmiah tentang hukum perlindungan konsumen.

REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai