BLM BRZ
BLM BRZ
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Nutrisi Ibu
Hamil ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Bapak Riandi Alvin selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 3
A.
Latar Belakang.................................................................................................. 3
B.
Rumusan Masalah.............................................................................................. 3
C.
Tujuan............................................................................................................ 3
B.
C.
D.
Klasifikasi..................................................................................................... 11
E.
Manifestasi Klinis............................................................................................ 11
F.
Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................... 12
G.
Penatalaksanaan............................................................................................. 16
H.
KOMPLIKASI................................................................................................ 18
I.
PATOFISIOLOGI............................................................................................ 20
J.
ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................. 21
KESIMPULAN............................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 32
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan
20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di
Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu
kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada
penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk
tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka
banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat
dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan
semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan
moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis
penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan
atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kolelitiasis?
2. Bagaimana anatomi kolelitiasis?
3. Bagaimana etiologi kolelitiasis?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari kolelitiasis?
5. Apa saja manifestasi klinis dari kolelitiasis?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan medis dari kolelitiasis?
7. Bagaimanakah asuhan keperawatandari kolelitiasis?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang definisi kolelitiasis
2. Mengetahui anatomi kolelitiasis
3. etiologi dari kolelitiasis
4. Menjelaskan patofisiologi dari kolelitiasis
5. Mengetahui manifestasi klinis dari kolelitiasis
6. Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan medis kolelitiasis
7. Menjelaskan asuhan keperawatan dari kolelitiasis
BAB II
TINJUAN TEORI
empedu memiliki tiga komponen utama, yang terbagi tiga jenis: pigmen kolesterol, dan
batu campuran. Batu pigmen terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion ini:
bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak rantai panajng. Batu-batu ini cenderumng
berukuran kecil (1 cm), multiple dan berwarna kecoklatan. Batu pigmen berwarna
kecoklatan menandakan infeksi empedu kronis. Batu koleterol murni biasanya
berukuran lebih besar (1-3 cm), soliter, bulat, atau oval, berwarna kuning pucat dan
sering kali mengandung kalsium dan pigmen. Batu kolesterol campuran paling sering
ditemukan, berwarna coklat tua dan majemuk.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU
1. Anatomi
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang
sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umunya menonjol sedikit ke
luar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan, di tepi lateral m. Rektus abdominis.
Sebagian korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu
tertutup seluruhnya oleh peritonium viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak
terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritonium. Apabila kandung empedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti
kantong yang disebut kantong hartmann.
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral heister, yang memudahkan
cairan empedu mengalir masuk ke kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
Saluran empedu ekstrahepatik terletak dalam ligamentum hepatoduodenale yang
batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla vater. Bagian hulu
saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut
kanilikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hillus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus
sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan
pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla vater yang terletak di sebelah
medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh Sfingter Oddi, yang
mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus pakreatikus umumnya bermuara
6
di tempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papilla vater, tetapi juga dapat
terpisah. Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu dan
pembuluh arteri yang memperdarahai kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang
ditemukan dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari
komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau
duktus koledokus.
nervus fagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian, CCK
berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.
Fisiologi Produksi Empedu
Sebagai bahan ekskresi, empedu memiliki 3 fungsi utama. Yang pertama, garam
empedu, fosfolipid dan kolesterol beragregasi di dalam empedu untuk membentuk
micelles campuran. Dengan emulsifikasi, kompliks micelles ini memungkinkan
absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K) yang ada dalam
usus. Absorpsi mineral tertentu (kalsium, tembaga, besi) juga dipermudah. Kedua,
empedu bertindak sebagai vehikel untuk ekskresi usus bagi banyak senyawa yang
dihasilkan secara endogen dan eksogen (seperti bilirubin). Ketiga, sebagian dengan
menetralisir asam lambung, empedu membantu mempertahankan lingkungan alkali
yang tepat di dalam duodenum yang dengan adanya garam empedu, memungkinkan
aktivitas maksimum enzim pencernaan sesudah makan.
Normalnya, hepatosit dan saluran empedu menghasilkan 500-1500 ml empedu
tiap harinya. Produksi empedu merupakan proses kontinyu yang hanya sebagian
menjadi sasaran regulasi saraf, hormon dan humoral. Masukan (input) vagus bekerja
langsung pada sel saluran empedu untuk meningkatkan sekresi air dan elektrolit,
sedangkan aktivitas simpatis splanknikus cenderung menghambat produksi empedu
secara tidak langsung dengan menurunkan aliran darah ke hati. Hormon gastrointestinal
kolesistokinin (CCK), sekretin dan gastrin memperkuat sekresi duktus dan aliran
empedu dalam respon terhadap makanan. Garam empedu sendiri bertindak sebagai
koleretik kuat selama masa sirkulasi enterohepatik yang dinaikkan.
Sekresi aktif garam empedu oleh hepatosit merupakan faktor utama yang
meregulasi volume empedu yang disekresi. Air dan elektrolit mengikuti secara pasif
sepanjang perbedaan osmolar untuk mempertahankan netralitas. Ekskresi lesitin dan
koloesterol ke dalam kanalikuli untuk membentuk micelles campuran, sulit dipahami
dan bisa digabung dengan sekresi garam empedu melintasi membran kanalikulus.
Sistem transpor aktif terpisah dan berbeda menimbulkan sekresi bilirubin dan anion
organik lain. Sel duktulus meningkatkan sekresi empedu dengan memompakan natrium
dan bikarbonat ke dalam lumen.
Empedu disekresi secara kontinyu oleh hati ke dalam saluran empedu. Selama
puasa, kontraksi tonik sfingter oddi menyebabkan empedu refluks ke dalam vesika
8
biliaris, tempat dimana empedu disimpan dan dipekatkan. Disini, garam empedu,
pigmen empedu dan kolesterol dipekatkan sebanyak sepuluh kali lipat oleh absorpsi air
dan elektrolit. Sekitar 50% kumpulan garam empedu dalam vesika biliaris selama
puasa. Tunika mukosa vesika biliaris juga mensekresi mukus yang bisa melakukan
fungsi perlindungan. Dengan makan, CCK dilepaskan oleh lemak dan dengan jumlah
kecil oleh asam amino yang memasuki duodenum; CCK merangsang kontraksi vesika
biliaris dan relaksasi sfingter oddi. Bila tekanan dalam duktus koledokus melebihi
tekanan mekanisme sfingter (15 sampai 20 cmHg), maka empedu memasuki lumen
duodenum. Input vagus memudahkan tonus dan kontraksi vesika biliaris; stelah
vagotomi, bila timbul stasis relatif dan merupakan predisposisi pembentukan batu
empedu. Setelah kolesistektomi, aliran empedu ke dalam duodenum diregulasi hanya
oleh sfingter.
Fungsi Kandung Empedu
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di
dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah
cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi
bilirubin dan dibuang ke dalam empedu.
C. Etiologi dan Faktor Risiko
Pada dasarnya semua penyakit kronik memiliki riwayat alamiah yang bersifat
multifaktorial termasuk disini adalah Cholelitiasis disini adalah Cholelitiasis yang
diakibatkan dari interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan
akhir-akhir ini dianggap berakibat dari tumbuhnya gaya hidup yang modern termasuk
tingginya asupan karbohidrat, prevalensi tinggi timbulnya obesitas dan non-insulin
dependent diabetes melitus, dan gaya hidup yang cenderung sedenter.
Hipotesis genetik mendukung teori cholelitiasis berkembang dari hubungan
keluarga, survey epidemiologi yang telah ada memberikan kesan bahwa ras Amerika
dan bangsa Indian memiliki gen lithogenik lebih tinggi. karena kolesterol empedu
kebanyakan berasal dari kolesterol yang terbentuk dari lipoprotein plasma, beberapa
studi dan penelitian memfokuskan pada gen yang terkait dengan transport dari
9
kolesterol tersebut, termasuk ekspresi dari apoprotein E, B dan A-I dan kolesterol ester
protein.
Faktor-faktor yang mendasari terjadinya batu empedu pada beberapa penelitian
adalah jenis kelamin, usia, kolesterol HDL yang rendah, BMI yang tinggi, presentase
lemak tubuh, kadar glukosa serum yang lebih tinggi terutama wanita, paritas dan
hiperinsulinemia.
Faktor risiko untuk kolelitiasis adalah:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia >40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang dengan usia lebih muda. Di Amerika Serikat, 20% wanita lebih dari 40 tahun
mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin
tinggi, hal ini disebabkan:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai bertambahnya usia.
3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat dibanding pria untuk terkena kolelitiasis. Ini
dikarenakan oleh hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20% wanita dan 10% pria
menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambanya usia,
walaupun umunya selalu pada wanita.
c. Berat Badan (BMI)
Orang dengan boddy mass index yang tinggi mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
terkena kolelitiasis. Ini dikarenankan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani beresiko untuk
terkena kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol
yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat
mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat
10
badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan karena kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
f. Infeksi Bakteri dalam Saluran Empedu.
Infeksi dapat berperan dalam pembentukan batu empedu. Mukus meningkatkan
viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi,
akan tetapi infeksi lebih sering terjadi karena batu empedu dibanding penyebabnya.
D. Klasifikasi
Ada 3 tipe batu empedu, yaitu:
1. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium
karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa soliter atau multiple. Permukaannya mungkin licin atau
multifaset, bulat, berduri dan ada yang seperti buah murbei. Batu kolesterol terjadi
karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi ini akibat dari kolestrol
dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan
akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengososngan
cairan dalam kandung empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu
di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.
2. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,
tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan sampai hitam, dan
bebrbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin
11
tak terkonjugasi di dalam saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan
garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
3. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai. (80%) dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi 3 kelompok: pasien dengan batu
asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik, dan pasien dengan komplikasi
batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan pankreatitis). Sebagian besar
(80%) dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu dengan diagnosis maupun selama
pemantauan. Hampir selama 20 tahun perjalanan penyakit, sebanyak 50% pasien tetap
asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.
Pada penderita batu kandung empedu yang asimtomatik keluhan yang mungkin
bisa timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi pada makanan yang
berlemak.
Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul secara
tiba-tiba.
Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau
duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan
meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan menimbulkan
nyeri viscera di daerah epigastrium, mungkin dengan penjalaran ke punggung yang
disertai muntah.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistisis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh
ujung jari tangan, sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda
rangsangan peritonium setempat.pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang
berkepanjangan dan lebih banyak ditemuakn di daerah tungkai daripada di badan.
12
Dapat ditemukan juga perubahan warna urin dan feses diakibatkan karena ekskresi
pigmen empedu oleh ginjal akan membuat warna urin sangat gelap. Feses yang tidak
lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan berwarna abu dan biasanya pekat yang disebut
clay-colored.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Batu Kandung Empedu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda murphy positif
bila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karenakandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.
Batu Saluran Empedu. Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda
dalam fase tenang. Kadang hati teraba agak membesar dan sklera ikterik. Perlu
diketahui bila kadar bilirubin darah kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik tidak jelas.
Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterik klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan
gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang
ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan
trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila
terjadi kolangiolitis, biasanya terjadi kolangiolitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5
gejala trias charcot, ditambah shock dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma.
c.
Tes Laboratorium
Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan banyak penggunaan tes biokimia
yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes fungsi hati. Bilirubin serum
13
yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung dan langsung dari reaksi van den
bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik. Lazimnya, peningkatan bilirubin serum
timbul sekunder terhadap kolestasis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi
parenkim hati atau kolestasis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu
akibat batu empedu, keganasan atau penyakit pankreas jinak. Batu kandung empedu
yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik. Kenaikan ringan
bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu dan penjalaran
radang ke dinding yang tertekan tersebut.
d. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Foto polos kadang-kadang bisa bermanfaat tetapi tidak bisa mengenal kebanyakan
patologi saluran empedu. Hanya 15 persen batu empedu cukup mengandung kalsium
untuk memungkinkan identifikasi pasti. Jarang terjadi kalsifikasi hebat di dalam dinding
vesika biliaris (yang dinamai vesika biliaris porselen) atau empedu susu kalsium,
tempat beberapa batu kecil berkalsifikasi atau endapan organik yang terbukti di dalam
vesika biliaris menunjukkan penyakit vesika biliaris. Pneumobilia (adanya udara dalam
saluran empedu atau di dalam lumen atau di dinding vesika biliaris) bersifat abnormal
dan tanpa pembedahan sebelumnya yang merusak atau memintas mekanisme sfingter
koledokus, menunjukkan patologi saluran empedu. Udara di dalam lumen dan dinding
vesika biliaris terlihat pada kolesistisis emfimatosa yang timbul sekunder terhadap
infeksi bakteri penghasil gas. Adanya massa jaringan lunak yang mengidentasi
duodenum atau fleksura koli dekstra bisa juga menggambarkan vesika biliaris yang
terdistensi.
e. Barium Meal
Pemeriksaan kontra lambung dan duodenum jarang memberikan informasi langsung
tentang batang saluran empedu. Tetapi dapat bermanfaat dalam arti negatif dengan
menyingkirkan penyakit yang di tempat lain misalnya ulkus duodeni atau GERD.
Refluks kontras ke batang saluran empedu selalu abnormal dan membawa bentuk
14
g. Kolangiografi Intravena.
Tes inimemungkinkan visualisasi seluruh batang saluran empedu ekstrahepatik. Tetapi
resolusi radiografi sering buruk, dan tes ini tak dapat diandalkan bila bilirubin serum
lebih dari 3mg per 100 ml.
h. Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard yang sangat baik untuk menegakkan
diagnosa batu empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95%.
15
k. CT Scanning
Pemeriksaan ini dilakukan apabila batu empedu berada di saluran empedu.
16
G. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi Terbuka
Operasi merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis sistemik. Komplikasi yang paling bermakana yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Pada kolesistektomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal, biasanya
pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram dengan cara
memasukkan kontras lewat kateter ke dalam duktus sistikus untuk mengetahui outline
dari saluran bilier, alasan dilakukannya intraoperatif kolangiogram adalah karena ada
kemungkinan 10% terdapat batu pada saluran empedu.
2. Kolesistektomi Laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi
selama kolesistektomi laparoskopi.
17
3. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non-operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20 mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik dan duktus sistik baik.
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah
angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu kolesterol.
4. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL adalah pemecahan batu empedu dengan gelombang suara. ESWL sangat
populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang benar-benar
telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
SEDIAAN
0,25 dan 0,5 mg tablet dan injeksi
5 mg/tablet
10 mg/tablet
20 mg/tablet
10 mg/tablet
18
Skopolamin metilbromida
Oksifenonium bromida
Onsifeksiklimin HCL
Privinium bromida
Propantelin bromida
pirenzipen
c. Analgesik
1 mg/tablet
5 mg/tablet
5 mg/tablet
15 mg/tablet
15 mg/tablet
25 mg/tablet
19
I. PATOFISIOLOGI
Etiologi (kontrasepsi, hiperlipidemia, dll)
Batu pigmen
Pengendapan
Infeksi bakteri
mukus meningkat
Peningkatan
permeabilitas
& viskositas
Kolesterol
Supersaturasi
getah empedu
CHOLELITIASIS
Peningkatan
permeabilitas
& viskositas
Penyaluran
cairan empedu
hiperlipide
mia
Penyumbatan
duktus sistikus
Obstruksi
duktus
koledukus 20
Peningkat
an
fosfolipid
Kolesterol
keluar dari
getah empedu
Kandung
empedu
Fundus
kandung
empedu
Mengendap&
membentuk
Teraba
massa
stimulasi
enzim
pankreas
Infek
Menyentuh
kartilago IC 9
dan 10
Susah
inspirasi
Interleuk
in
Kalikrei
n
Pengeluar
an
nyeri
Pengaktif
an enzim
prematur
Menyebar
ke
punggung
dan bahu
Dema
m
Fundus
kandung
empedu
Nyeri ketika
mengemban
gkan perut
Pengeluar
an yang
tidak
oliguri
a
Viskosita
s
Nyeri
akut
Risiko
kekurangan
volume
sesa
k
Nyeri
akut
Gg.
Rasa
nyama
n
nyeri
elastas
e
Folipase
A
Lipase
Cerna
jaringa
n
pb.dara
Cerna
fosfolipi
Nekrosis
lemak,
gliserol
& as.
TD
<<
hemora
gi
Syok
Vasodilata
si&permea
bilitas
kapiler >>
autodige
stif
Nekrosis
sel asinar
ede
ma
Peregan
gan
Kombina
si Ca++
& as.
lemak
Tindaka
n
pembed
Perpind
ahan
cairan
Peristalti
k usus
Bising
usus <<
Pengoba
tan pra
bedah
Persepsi
rasa
kenyang
Mual&m
untah
antibioti
Risk. Gg.
Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Risti
Infeksi
21
anoreksi
a
J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pada pasien yang yang akan menjalani tindakan pembedahan ungtuk penyakit
kandung empedu,pemeriksaan yang sering dilakukan sebelum pasien masuk rumah
sakit biasanya telah diselesaikan satu minggu atau lebih sebelum dirawat.dengan
demikian hanya sedikit waktu yang tersedia untuk melakukan anamnesis riwayat
penyakit atau pemeriksaan fisik yang ekstensif, anamnesis dan pemeriksaan harus
difokuskan pada persoalan yang paling penting. Pengkajian harus difokuskan pada
status pernafasan, jika operasi yang direncanakan berupa pembedahan tradisional,
riwayat merokokatau masalah pernafasan sebelumnya perlu diperhatikan, respirasi
dangkal, batuk persisten atau tidak efektif, dan adanya suara nafas tambahan juga
harus dicatat. Status nutrisi dievaluasi melalui anamnesis riwayat diet, pemeriksaan
umum dan pemantaunnya hasil-hasil laboratorium yang didapat sebelumnya.
Aktifitas/Istirahat
Gejala
: Kelemahan
Tanda
: Gelisah
Sirkulasi
Tanda
: Takikardia, berkeringat
Eliminasi
Gejala
Tanda
: Distensi abdomen.
Teraba masa pada kuadran kanan atas.
Urine gelap, pekat.
Feses waran tanah liat,steatorea.
Makanan / Cairan
Gejala
: Anoreksia, mual/muntah.
Tidak toleraran terhadap lemak dan makanan pembentukan gas
regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, latus,
dispepsia.
Bertahak.
22
Tanda
Nyeri/Kenyamanan
Gejala
kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda
:Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan;
tanda murphy positif.
Pernapasan
Tanda
Keamanan
Tanda
: Demam, menggigil.
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala
Pertimbangan
23
Pada pemeriksaan fisik focus pada area abdomen akan didapatkan hal-hal berikut:
Inspeksi
bilirubin dalam darh, pada gastrointestinal bisa didapatkan pegurgitasi ulang dan
flatunasi, urine gelap/coklat, fases seperti tanah liat,skatore
Auskultasi
: pada kasus yang parah, suara usus sering tidak didapatkan atau
hipoaktif.
Perkusi
Palpasi
tekanan dibawah kosta kanan lokalisasi rebound tenderness ketegangan otot abdominal
mungkin terjadi akibat peradangan perikolesistik.
Sistem Pernafasan/breating (B1)
Pada saat benafas cuping hidung tidak ada, bentuk dada simetris, pola nafas misalnya
peningkatan frekuensi napas, suara nafas vesikuler, sesak setelah aktifitas.
Sistem Kardiovaskuler/blood (B2)
Pada saat nyeri dibagian dada kanan tembus hingga kebelakang. Kemudian irama
jantung teratur dengan normal CRT <2 dtik, CRT kurang dari 3 detik dan konjungtifa
tidak pucat.
Sistem Persyarafan/brain (B3)
Pada saat kesadaran conposmentis dengan GCS : 4 5 6, dan nyeri pada kuadran kanan
atas
Sistem Perkemihan/bladder (B4)
Perubahan warana urine,warna urini tampak gelap dan pekat.
Sistem Pencernaan/bowel (B5)
Fases yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan
pekat.
Sistem Muskuloskeletal dan integumen/bone (B6)
Kulit membrane mukosa berwarna kuning, dan disertai gejal gatal-gatal
Pemeriksaan diagnostic
24
b. Diagnose
Diagnosa keperawatan menunjukkan masalah keperawatan/masalah klien, orang
terdekat, dan atau perawat yang memerlukan intervensi keperawatan dan
penatalaksanaan
Diagnosa keperawatan dari ASKEP kolelitiasis, diantaranya:
1. Resiko kekuurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
cairan tubuh yang abnormal karena ststus puasa dan muntah yang berlebihan
2. Nyeri yang berhubungan dengan proses penyakit, adanya batu atau infeksi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan muntah dan penurunan intake nutrisi.
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kecemasan pemenuhan
informasi.
c. Intervensi
No
1.
Rasional
masukan
dan
haluaran
akurat,
menunjukkan
perhatikan
keseimbangan cairan
haluaran
adekuat
dari masukan.
oleh
stabil.
dibuktika
tanda
Memberikan
informasi
tentang
status
cairan/volume
kurang
sirkulasi
dan
kebutuhan
vital
penggantian
Awasi
tanda
dan
gejala berlanjutnya
Muntah
mual/muntah,kram
berkepanjangan,
abdomen,
aspirasi
25
gaster,
kelemahankejang,
dan
kejang
pemasukkan oral
ringan,
pembatasan
kecepatan jantung
dapat
tak teratur.
menimbulkan
deficit
natrium,kalium
Hindarkan
dari
lingkungan
yang
berbau
dan klorida
2. Kolaborasi
Pertahankan pasien
puasa
Masukkan
rangsangan pada
pusat muntah
sesuai
keperluan.
selang
dan
pertahankan
patensi
dan
motilitas gaster.
Memberikan
istirahat
sesuai
pada
traktus GI.
indikasi.
Berikan antiemetic
Menurunkan
sekresi
NG, hubungkan ke
penghisap
Menurunkan
dan
Untuk mencegah
mual dan muntah.
vitamin K.
Mempertahankan
volume sirkulasi
dan
emperbaiki
ketidakseimbangan.
1.
Tujuan:
menghilangkan nyeri
1. Mandiri
Catat
respon
Nyeri
berat
dan
meningkatkan
istirahat
Kriteria
laporkan
dokter
hasil:
pada
dengan tindakan
apabila
rutin
nyeri hilang
dapat
menunjukan
menunjukkan
terjadinya
penggunaan
komplikasi
ketrampilan relaksasi
dan aktifitas hiburan
Tingkatkan
tirah
baring,
biarkan
situasi individual.
pasien melakukan
posisi
yang
fowler
rendah
nyaman
menurunkan
tekanan
intra
abdomen
Gunakan
speri
halus/katun
Menurunkan
iritasi/kulit kering
dan sensasi gatal
Dorong
Untuk
menggunakan
tekhnik relaksasi
meningkatkan
istirahat
Sediakan
untuk
waktu
Membantu
mendengar
men
dan
dalam
ghilangkan
cemasdam
mempertahankan
kontak
memusatkan
dengan
kembali perhatian
pasien
yang dapat
menghilangkan
nyeri
2. Kolaborasi
Berikan
antikolinergik
obat
Untuk
menghilangkan
27
reflex
spasme/kontraksi
otot
halus
dan
membantu dalam
manajemen nyeri
Berikan narkotik
Untuk penurunan
nyeri hebat.
Pemberian
antibiotic
Untuk mengobati
proses infeksi dan
menurunkan
inflamasi.
2.
Tujuan:
untuk
membatasi
berat
1. Mandiri
Hitung
Mengidentifikasi
pemasukkan
menunjukkan
komentar
tentang
berfokus
kemajuan mencapai
nafsu
makan
masalah membuat
berat
sampai minimal
badan
kalori.
atau
kekurangan
Jaga
kebutuhan nutris,
pada
suasana negative
mempertahankan
dan
mempengaruhi
yang tepat
masukan.
Timbang
sesuai
keefektifan
indikasi.
rencana diet.
Mulut
yang
bersih
Berikan kebersihan
oral
Mengawasi
meningkatkan
sebelum
nafsu makan
makan.
Membantu dalam
mengeluarkan
Tingkatkan
28
flatus, penurunan
aktivitas
sesuai
distensi abdomen
toleransi
2. Kolaborasi
Mulai diet
rendah
cair
Pembatasan
lemak
lemak
menurunkan
setelah selang NG
rangsangan pada
dilepas.
kandung
empedudan nyeri
sehubungan
dengan
tidak
semua
lemak
dicerna
dan
mencegah dalam
kekambuhan.
Tambahkan
Memenuhi
kebutuhan nutrisi
diet
dan
sesuai toleransi.
meminimalkan
rangsangan pada
kandung empedu.
Untuk
meningkatkan
Berikan
garam
pencernaan
empedu.
dan
absorbs lemak.
Makanan pilihan
diperlukan
Berikan dukungan
nutrisi total sesuai
kebutuhan.
tergantung
derajat
ketidakmampuan
kandung empedu
dan
29
pada
kebutuhan
istirahat
gaster
yang lama.
3.
Tujuan:
untuk
memehami
proses
penyakit
1. Mandiri
Kaji ulang proses
penyakit.
dan
Informasi
menurunkan
pengobatanya.
Kriteria
hasil:
cemas
melakukan
simpatis.
perubahan
pola
hidup
dan
berpartisipasi dalam
dan
rangsangan
program pengobatan.
Diskusikan
program
penurunan
berat
badan
jika
Kegemukan
adalah
factor
resiko
yang
dihubungkan
diindikasikan.
dengan
kolelitiasis.
Anjurkan istirahat
setelah
makan.
Meningkatkan
aliran
dan
umum
empedu
relaksasi
selama
proses
pencernaan awal
d. Evaluasi
Pengkajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak hanya
hasil yang diharapkan terjadi pada klien di tinjau ulang atau bila keputusan dibutuhkan
apakah klien siap atau tidak untuk pulang. (Doengos, 2001:15).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam
kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang
31
bervariasi. Munculnya penyakit tersebut belum diketahui secara pasti tetapi terdapat
factor pencetus yang mengakibatkan penyakit kolelitiasis muncul salah satunya infeksi
pada kandung empedu sehingga dapat terlihat manifestasi klinis sepertio timbulnya
nyeri hebat pada abdomen. Tindakan yang digunakan dalam penanganan kolelitiasis
dapat dilakukan secara bedah maupun secara non bedah.
Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikanberdasarkan
bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih
dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengan dung > 50% kolesterol)
atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya
adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam
kandung empedu.
DAFTAR PUSTAKA
-
Suddarth & Brunner .2001.Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8 vol. 1.
32
Mansjoer, A. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius FKUI.
33