Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Nutrisi Ibu
Hamil ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Bapak Riandi Alvin selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Purwakarta, 11 Desember 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 3
A.

Latar Belakang.................................................................................................. 3

B.

Rumusan Masalah.............................................................................................. 3

C.

Tujuan............................................................................................................ 3

BAB II TINJUAN TEORI............................................................................................. 5


A.

KOLELITIASIS (KALKULUS/KALKULI, BATU EMPEDU)......................................5

B.

ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU................................................6

C.

Etiologi dan Faktor Risiko................................................................................... 9

D.

Klasifikasi..................................................................................................... 11

E.

Manifestasi Klinis............................................................................................ 11

F.

Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................... 12

G.

Penatalaksanaan............................................................................................. 16

H.

KOMPLIKASI................................................................................................ 18

I.

PATOFISIOLOGI............................................................................................ 20

J.

ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................. 21

BAB III PENUTUP................................................................................................... 31


A.

KESIMPULAN............................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 32

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan
20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di
Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu
kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada
penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk
tujuan yang lain.
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG maka
banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat
dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan
semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan
moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis
penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan
atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kolelitiasis?
2. Bagaimana anatomi kolelitiasis?
3. Bagaimana etiologi kolelitiasis?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari kolelitiasis?
5. Apa saja manifestasi klinis dari kolelitiasis?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan medis dari kolelitiasis?
7. Bagaimanakah asuhan keperawatandari kolelitiasis?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang definisi kolelitiasis
2. Mengetahui anatomi kolelitiasis
3. etiologi dari kolelitiasis
4. Menjelaskan patofisiologi dari kolelitiasis
5. Mengetahui manifestasi klinis dari kolelitiasis
6. Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan medis kolelitiasis
7. Menjelaskan asuhan keperawatan dari kolelitiasis

BAB II
TINJUAN TEORI

A. KOLELITIASIS (KALKULUS/KALKULI, BATU EMPEDU)


Kolelitiasi merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam
kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang
bervariasi. ( Brunner & Suddarth.2001 )
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama
pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi
lemak dan genetik.
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian
besar batu empedu, terutama batu kolesterol terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu, jika empedu mengalami
aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu
bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam
saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian
tubuh lainnya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu.
Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke
saluran empedu sampai ke kantung empedu.
Kolelitiasis dapat didefinisikan sebagai endapan satu atau lebih empedu:
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium protein, asam laemak dan fosfolipid. Batu

empedu memiliki tiga komponen utama, yang terbagi tiga jenis: pigmen kolesterol, dan
batu campuran. Batu pigmen terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion ini:
bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak rantai panajng. Batu-batu ini cenderumng
berukuran kecil (1 cm), multiple dan berwarna kecoklatan. Batu pigmen berwarna
kecoklatan menandakan infeksi empedu kronis. Batu koleterol murni biasanya
berukuran lebih besar (1-3 cm), soliter, bulat, atau oval, berwarna kuning pucat dan
sering kali mengandung kalsium dan pigmen. Batu kolesterol campuran paling sering
ditemukan, berwarna coklat tua dan majemuk.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU
1. Anatomi
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang
sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umunya menonjol sedikit ke
luar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan, di tepi lateral m. Rektus abdominis.
Sebagian korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu
tertutup seluruhnya oleh peritonium viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak
terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritonium. Apabila kandung empedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti
kantong yang disebut kantong hartmann.
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral heister, yang memudahkan
cairan empedu mengalir masuk ke kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.
Saluran empedu ekstrahepatik terletak dalam ligamentum hepatoduodenale yang
batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla vater. Bagian hulu
saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut
kanilikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hillus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus
sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan
pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla vater yang terletak di sebelah
medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh Sfingter Oddi, yang
mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus pakreatikus umumnya bermuara
6

di tempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam papilla vater, tetapi juga dapat
terpisah. Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu dan
pembuluh arteri yang memperdarahai kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang
ditemukan dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari
komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau
duktus koledokus.

Gambar : Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.


2. Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml perhari. Di luar
waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan disini
mengalami pemekatan sekitar 50%.
Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh
hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu kontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam
duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara
inermitten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.
Kolesistokinin (CCK) hormon sel APUD (Amine Percusor Uptake and
Decarboxylation cells) dari selaput lendir usus halus, dikeluarkan atas rangsangan
makanan berlemak atau produk lipolitik dalam lumen usus. Hormon ini merangsang

nervus fagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian, CCK
berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.
Fisiologi Produksi Empedu
Sebagai bahan ekskresi, empedu memiliki 3 fungsi utama. Yang pertama, garam
empedu, fosfolipid dan kolesterol beragregasi di dalam empedu untuk membentuk
micelles campuran. Dengan emulsifikasi, kompliks micelles ini memungkinkan
absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K) yang ada dalam
usus. Absorpsi mineral tertentu (kalsium, tembaga, besi) juga dipermudah. Kedua,
empedu bertindak sebagai vehikel untuk ekskresi usus bagi banyak senyawa yang
dihasilkan secara endogen dan eksogen (seperti bilirubin). Ketiga, sebagian dengan
menetralisir asam lambung, empedu membantu mempertahankan lingkungan alkali
yang tepat di dalam duodenum yang dengan adanya garam empedu, memungkinkan
aktivitas maksimum enzim pencernaan sesudah makan.
Normalnya, hepatosit dan saluran empedu menghasilkan 500-1500 ml empedu
tiap harinya. Produksi empedu merupakan proses kontinyu yang hanya sebagian
menjadi sasaran regulasi saraf, hormon dan humoral. Masukan (input) vagus bekerja
langsung pada sel saluran empedu untuk meningkatkan sekresi air dan elektrolit,
sedangkan aktivitas simpatis splanknikus cenderung menghambat produksi empedu
secara tidak langsung dengan menurunkan aliran darah ke hati. Hormon gastrointestinal
kolesistokinin (CCK), sekretin dan gastrin memperkuat sekresi duktus dan aliran
empedu dalam respon terhadap makanan. Garam empedu sendiri bertindak sebagai
koleretik kuat selama masa sirkulasi enterohepatik yang dinaikkan.
Sekresi aktif garam empedu oleh hepatosit merupakan faktor utama yang
meregulasi volume empedu yang disekresi. Air dan elektrolit mengikuti secara pasif
sepanjang perbedaan osmolar untuk mempertahankan netralitas. Ekskresi lesitin dan
koloesterol ke dalam kanalikuli untuk membentuk micelles campuran, sulit dipahami
dan bisa digabung dengan sekresi garam empedu melintasi membran kanalikulus.
Sistem transpor aktif terpisah dan berbeda menimbulkan sekresi bilirubin dan anion
organik lain. Sel duktulus meningkatkan sekresi empedu dengan memompakan natrium
dan bikarbonat ke dalam lumen.
Empedu disekresi secara kontinyu oleh hati ke dalam saluran empedu. Selama
puasa, kontraksi tonik sfingter oddi menyebabkan empedu refluks ke dalam vesika
8

biliaris, tempat dimana empedu disimpan dan dipekatkan. Disini, garam empedu,
pigmen empedu dan kolesterol dipekatkan sebanyak sepuluh kali lipat oleh absorpsi air
dan elektrolit. Sekitar 50% kumpulan garam empedu dalam vesika biliaris selama
puasa. Tunika mukosa vesika biliaris juga mensekresi mukus yang bisa melakukan
fungsi perlindungan. Dengan makan, CCK dilepaskan oleh lemak dan dengan jumlah
kecil oleh asam amino yang memasuki duodenum; CCK merangsang kontraksi vesika
biliaris dan relaksasi sfingter oddi. Bila tekanan dalam duktus koledokus melebihi
tekanan mekanisme sfingter (15 sampai 20 cmHg), maka empedu memasuki lumen
duodenum. Input vagus memudahkan tonus dan kontraksi vesika biliaris; stelah
vagotomi, bila timbul stasis relatif dan merupakan predisposisi pembentukan batu
empedu. Setelah kolesistektomi, aliran empedu ke dalam duodenum diregulasi hanya
oleh sfingter.
Fungsi Kandung Empedu
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di
dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah
cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi
bilirubin dan dibuang ke dalam empedu.
C. Etiologi dan Faktor Risiko
Pada dasarnya semua penyakit kronik memiliki riwayat alamiah yang bersifat
multifaktorial termasuk disini adalah Cholelitiasis disini adalah Cholelitiasis yang
diakibatkan dari interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan
akhir-akhir ini dianggap berakibat dari tumbuhnya gaya hidup yang modern termasuk
tingginya asupan karbohidrat, prevalensi tinggi timbulnya obesitas dan non-insulin
dependent diabetes melitus, dan gaya hidup yang cenderung sedenter.
Hipotesis genetik mendukung teori cholelitiasis berkembang dari hubungan
keluarga, survey epidemiologi yang telah ada memberikan kesan bahwa ras Amerika
dan bangsa Indian memiliki gen lithogenik lebih tinggi. karena kolesterol empedu
kebanyakan berasal dari kolesterol yang terbentuk dari lipoprotein plasma, beberapa
studi dan penelitian memfokuskan pada gen yang terkait dengan transport dari
9

kolesterol tersebut, termasuk ekspresi dari apoprotein E, B dan A-I dan kolesterol ester
protein.
Faktor-faktor yang mendasari terjadinya batu empedu pada beberapa penelitian
adalah jenis kelamin, usia, kolesterol HDL yang rendah, BMI yang tinggi, presentase
lemak tubuh, kadar glukosa serum yang lebih tinggi terutama wanita, paritas dan
hiperinsulinemia.
Faktor risiko untuk kolelitiasis adalah:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia >40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang dengan usia lebih muda. Di Amerika Serikat, 20% wanita lebih dari 40 tahun
mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin
tinggi, hal ini disebabkan:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai bertambahnya usia.
3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat dibanding pria untuk terkena kolelitiasis. Ini
dikarenakan oleh hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20% wanita dan 10% pria
menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambanya usia,
walaupun umunya selalu pada wanita.
c. Berat Badan (BMI)
Orang dengan boddy mass index yang tinggi mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
terkena kolelitiasis. Ini dikarenankan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani beresiko untuk
terkena kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol
yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat
mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat

10

badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan karena kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
f. Infeksi Bakteri dalam Saluran Empedu.
Infeksi dapat berperan dalam pembentukan batu empedu. Mukus meningkatkan
viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi,
akan tetapi infeksi lebih sering terjadi karena batu empedu dibanding penyebabnya.

D. Klasifikasi
Ada 3 tipe batu empedu, yaitu:
1. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium
karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa soliter atau multiple. Permukaannya mungkin licin atau
multifaset, bulat, berduri dan ada yang seperti buah murbei. Batu kolesterol terjadi
karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi ini akibat dari kolestrol
dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan
akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengososngan
cairan dalam kandung empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu
di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.
2. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,
tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan sampai hitam, dan
bebrbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin

11

tak terkonjugasi di dalam saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan
garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
3. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai. (80%) dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
E. Manifestasi Klinis
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi 3 kelompok: pasien dengan batu
asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik, dan pasien dengan komplikasi
batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan pankreatitis). Sebagian besar
(80%) dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu dengan diagnosis maupun selama
pemantauan. Hampir selama 20 tahun perjalanan penyakit, sebanyak 50% pasien tetap
asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.
Pada penderita batu kandung empedu yang asimtomatik keluhan yang mungkin
bisa timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi pada makanan yang
berlemak.
Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul secara
tiba-tiba.
Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau
duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan
meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan menimbulkan
nyeri viscera di daerah epigastrium, mungkin dengan penjalaran ke punggung yang
disertai muntah.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistisis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh
ujung jari tangan, sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda
rangsangan peritonium setempat.pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang
berkepanjangan dan lebih banyak ditemuakn di daerah tungkai daripada di badan.

12

Dapat ditemukan juga perubahan warna urin dan feses diakibatkan karena ekskresi
pigmen empedu oleh ginjal akan membuat warna urin sangat gelap. Feses yang tidak
lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan berwarna abu dan biasanya pekat yang disebut
clay-colored.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a.

Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang


mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru hilang beberapa jam
kemudian. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang
setelah menggunakan antasida.
b.

Pemeriksaan Fisik

Batu Kandung Empedu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda murphy positif
bila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karenakandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.
Batu Saluran Empedu. Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda
dalam fase tenang. Kadang hati teraba agak membesar dan sklera ikterik. Perlu
diketahui bila kadar bilirubin darah kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik tidak jelas.
Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterik klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan
gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang
ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan
trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila
terjadi kolangiolitis, biasanya terjadi kolangiolitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5
gejala trias charcot, ditambah shock dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma.
c.

Tes Laboratorium

Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan banyak penggunaan tes biokimia
yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai tes fungsi hati. Bilirubin serum

13

yang difraksionasi sebagai komponen tak langsung dan langsung dari reaksi van den
bergh, dengan sendirinya sangat tak spesifik. Lazimnya, peningkatan bilirubin serum
timbul sekunder terhadap kolestasis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi
parenkim hati atau kolestasis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu
akibat batu empedu, keganasan atau penyakit pankreas jinak. Batu kandung empedu
yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik. Kenaikan ringan
bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu dan penjalaran
radang ke dinding yang tertekan tersebut.
d. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Foto polos kadang-kadang bisa bermanfaat tetapi tidak bisa mengenal kebanyakan
patologi saluran empedu. Hanya 15 persen batu empedu cukup mengandung kalsium
untuk memungkinkan identifikasi pasti. Jarang terjadi kalsifikasi hebat di dalam dinding
vesika biliaris (yang dinamai vesika biliaris porselen) atau empedu susu kalsium,
tempat beberapa batu kecil berkalsifikasi atau endapan organik yang terbukti di dalam
vesika biliaris menunjukkan penyakit vesika biliaris. Pneumobilia (adanya udara dalam
saluran empedu atau di dalam lumen atau di dinding vesika biliaris) bersifat abnormal
dan tanpa pembedahan sebelumnya yang merusak atau memintas mekanisme sfingter
koledokus, menunjukkan patologi saluran empedu. Udara di dalam lumen dan dinding
vesika biliaris terlihat pada kolesistisis emfimatosa yang timbul sekunder terhadap
infeksi bakteri penghasil gas. Adanya massa jaringan lunak yang mengidentasi
duodenum atau fleksura koli dekstra bisa juga menggambarkan vesika biliaris yang
terdistensi.

e. Barium Meal
Pemeriksaan kontra lambung dan duodenum jarang memberikan informasi langsung
tentang batang saluran empedu. Tetapi dapat bermanfaat dalam arti negatif dengan
menyingkirkan penyakit yang di tempat lain misalnya ulkus duodeni atau GERD.
Refluks kontras ke batang saluran empedu selalu abnormal dan membawa bentuk
14

identik dengan pneumobilia, karena menggambarkan hubungan abnormal antara batang


saluran empedu dan usus.
f. Kolesistografi Oral
Kolesistogram oral yang dikembangkan graham and cole pada tahun 1924, merupakan
standar yang paling baik bagi diagnosis kelainan vesika biliaris. Zat organik diyodinasi
biasanya 6 tablet asam yopanoat diberikan peroral pada malam sebelumnya dan pasien
dipuasakan. Obat ini diabsorpsi dan diikat ke albumin, diekstraksi oleh hepatosit,
disekresi ke dalam empedu dan dipekatkan di dalam vesika biliaris. Opasifikasi vesika
biliaris terjadi dalam 8-12 jam. Batu empedu tampak sebagai filling defect.

g. Kolangiografi Intravena.
Tes inimemungkinkan visualisasi seluruh batang saluran empedu ekstrahepatik. Tetapi
resolusi radiografi sering buruk, dan tes ini tak dapat diandalkan bila bilirubin serum
lebih dari 3mg per 100 ml.

h. Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard yang sangat baik untuk menegakkan
diagnosa batu empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95%.

15

i. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)


Tes invasif ini melibatkan opasifikasi langsung saluran empedu dengan kanulasi
endoskopik ampulla vateri dan suntikan retrograd kontras. Disamping kelainan
pankreas, ERCP juga digunakan pada pasien ikterus ringan atau bila lesi tidak
menyumbat seperti duktus koledokus, kolangitis sklerotikan atau anomali kongenital.
Satu keuntungan ERCP bahwa kadang-kadang terapi sfingterotomi endoskopi dapat
dilakukan serentak untuk memungkinkan lewatnya batu duktus koledokus secara
spontan atau untuk memungkinkan pembuangan batu dengan instrumentasi retrogad
duktus billiaris.

j. PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiograph)


Merupakan tindakan infasif yang melibatkan fungsi transhepatik perkutis pada
susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum Chiba kurus (ukuran
21) dan suntikan prograd zat kontras. Penggunaan primernya adalah dalam
menentukan tempat dan etiologi ikterus obstruktif dalam persiapan intervensi bedah

k. CT Scanning
Pemeriksaan ini dilakukan apabila batu empedu berada di saluran empedu.

16

G. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi Terbuka
Operasi merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis sistemik. Komplikasi yang paling bermakana yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Pada kolesistektomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal, biasanya
pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram dengan cara
memasukkan kontras lewat kateter ke dalam duktus sistikus untuk mengetahui outline
dari saluran bilier, alasan dilakukannya intraoperatif kolangiogram adalah karena ada
kemungkinan 10% terdapat batu pada saluran empedu.
2. Kolesistektomi Laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan

dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi
selama kolesistektomi laparoskopi.

17

3. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non-operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20 mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik dan duktus sistik baik.
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah
angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu kolesterol.
4. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL adalah pemecahan batu empedu dengan gelombang suara. ESWL sangat
populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang benar-benar
telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

5. Penatalaksanaan konvensional dapat dilakukan berupa:


a. Diet rendah lemak
b. Obat-obat antikolinergik dan antispasmodik
NAMA GENERIK
Atropin sulfat
Butropium bromida
Ekstrak Belladona
Fentonium bromida
Hiosin n-butilbromida

SEDIAAN
0,25 dan 0,5 mg tablet dan injeksi
5 mg/tablet
10 mg/tablet
20 mg/tablet
10 mg/tablet
18

Skopolamin metilbromida
Oksifenonium bromida
Onsifeksiklimin HCL
Privinium bromida
Propantelin bromida
pirenzipen
c. Analgesik

1 mg/tablet
5 mg/tablet
5 mg/tablet
15 mg/tablet
15 mg/tablet
25 mg/tablet

d. Antibiotik, bila disertai kolesistitis


e. Asam empedu (kenodeoksolat) 6,75-4,5 mg/hari, diberikan dalam jangka waktu
lama. Asam ini mengubah empedu yang mengandung banyak kolesterol menjadi
empedu dengan komposisi normal.
H. KOMPLIKASI
1. Kolesistitis
Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi
terhalang oleh batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini tidak ada peradangan akut dan sindrom yang
berkaitan dengannya. Hidrops biasanya diakibatkan obstruksi duktus sistikus
sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi segera.

19

I. PATOFISIOLOGI
Etiologi (kontrasepsi, hiperlipidemia, dll)
Batu pigmen
Pengendapan

Infeksi bakteri
mukus meningkat

Peningkatan
permeabilitas
& viskositas

Kolesterol

Gg. Sintesis as.empedu


Peningkatan
sekresi

Supersaturasi
getah empedu
CHOLELITIASIS
Peningkatan
permeabilitas
& viskositas

Penyaluran
cairan empedu
hiperlipide
mia
Penyumbatan
duktus sistikus

Obstruksi
duktus
koledukus 20

Peningkat
an
fosfolipid

Kolesterol
keluar dari
getah empedu

Kandung
empedu

Fundus
kandung
empedu

Mengendap&
membentuk

Teraba
massa
stimulasi
enzim
pankreas

Infek
Menyentuh
kartilago IC 9
dan 10

Susah
inspirasi

Interleuk
in

Kalikrei
n

Pengeluar
an

nyeri

Pengaktif
an enzim
prematur

Menyebar
ke
punggung
dan bahu

Dema
m

Fundus
kandung
empedu

Nyeri ketika
mengemban
gkan perut

Pengeluar
an yang
tidak

oliguri
a

Viskosita
s

Nyeri
akut

Risiko
kekurangan
volume
sesa
k

Nyeri
akut

Gg.
Rasa
nyama
n
nyeri

elastas
e

Folipase
A

Lipase

Cerna
jaringa
n
pb.dara

Cerna
fosfolipi

Nekrosis
lemak,
gliserol
& as.

TD
<<
hemora
gi

Syok

Vasodilata
si&permea
bilitas
kapiler >>

autodige
stif

Nekrosis
sel asinar

ede
ma

Peregan
gan

Kombina
si Ca++
& as.
lemak

Tindaka
n
pembed

Perpind
ahan
cairan

Peristalti
k usus

Bising
usus <<

Pengoba
tan pra
bedah

Persepsi
rasa
kenyang
Mual&m
untah

antibioti

Risk. Gg.
Nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Risti
Infeksi

21

anoreksi
a

J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pada pasien yang yang akan menjalani tindakan pembedahan ungtuk penyakit
kandung empedu,pemeriksaan yang sering dilakukan sebelum pasien masuk rumah
sakit biasanya telah diselesaikan satu minggu atau lebih sebelum dirawat.dengan
demikian hanya sedikit waktu yang tersedia untuk melakukan anamnesis riwayat
penyakit atau pemeriksaan fisik yang ekstensif, anamnesis dan pemeriksaan harus
difokuskan pada persoalan yang paling penting. Pengkajian harus difokuskan pada
status pernafasan, jika operasi yang direncanakan berupa pembedahan tradisional,
riwayat merokokatau masalah pernafasan sebelumnya perlu diperhatikan, respirasi
dangkal, batuk persisten atau tidak efektif, dan adanya suara nafas tambahan juga
harus dicatat. Status nutrisi dievaluasi melalui anamnesis riwayat diet, pemeriksaan
umum dan pemantaunnya hasil-hasil laboratorium yang didapat sebelumnya.

Aktifitas/Istirahat
Gejala

: Kelemahan

Tanda

: Gelisah

Sirkulasi
Tanda

: Takikardia, berkeringat

Eliminasi
Gejala

: Perubahan warna urine dan feses

Tanda

: Distensi abdomen.
Teraba masa pada kuadran kanan atas.
Urine gelap, pekat.
Feses waran tanah liat,steatorea.

Makanan / Cairan
Gejala

: Anoreksia, mual/muntah.
Tidak toleraran terhadap lemak dan makanan pembentukan gas
regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, latus,
dispepsia.
Bertahak.
22

Tanda

: Kegemukan, adanya penurunan berat badan.

Nyeri/Kenyamanan
Gejala

:Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar kepunggung atau bahu

kanan.
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda

:Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan;
tanda murphy positif.

Pernapasan
Tanda

: Peningkatan frekuensi pernapasan.


Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangakal.

Keamanan
Tanda

: Demam, menggigil.
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).

Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala

: Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.


Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus,
diskrasias darah.

Pertimbangan

: DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.

Rencana pemulangan: Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan


berat badan.
Pemeriksaan fisik

23

Pada pemeriksaan fisik focus pada area abdomen akan didapatkan hal-hal berikut:

Inspeksi

: ikterus seluruh tubuh terutama disklera sebagai respon peningkatan

bilirubin dalam darh, pada gastrointestinal bisa didapatkan pegurgitasi ulang dan
flatunasi, urine gelap/coklat, fases seperti tanah liat,skatore

Auskultasi

: pada kasus yang parah, suara usus sering tidak didapatkan atau

hipoaktif.

Perkusi

timpani akibat abdominal mengalami kembung

Palpasi

distensi, teraba massa di abdomen atas/kuadran kanan atas. Nyeri

tekan pada abdomen diarea kanan atas.


Hal ini dapat diperoleh dengan pasien menghirup, sementara

pemeriksa tetap menjaga

tekanan dibawah kosta kanan lokalisasi rebound tenderness ketegangan otot abdominal
mungkin terjadi akibat peradangan perikolesistik.
Sistem Pernafasan/breating (B1)
Pada saat benafas cuping hidung tidak ada, bentuk dada simetris, pola nafas misalnya
peningkatan frekuensi napas, suara nafas vesikuler, sesak setelah aktifitas.
Sistem Kardiovaskuler/blood (B2)
Pada saat nyeri dibagian dada kanan tembus hingga kebelakang. Kemudian irama
jantung teratur dengan normal CRT <2 dtik, CRT kurang dari 3 detik dan konjungtifa
tidak pucat.
Sistem Persyarafan/brain (B3)
Pada saat kesadaran conposmentis dengan GCS : 4 5 6, dan nyeri pada kuadran kanan
atas
Sistem Perkemihan/bladder (B4)
Perubahan warana urine,warna urini tampak gelap dan pekat.
Sistem Pencernaan/bowel (B5)
Fases yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan
pekat.
Sistem Muskuloskeletal dan integumen/bone (B6)
Kulit membrane mukosa berwarna kuning, dan disertai gejal gatal-gatal

Pemeriksaan diagnostic

24

1. pemeriksaan laboratorium, mencangkup pemeriksaan darah lengkap, masa


protrombin, billirubin serum, amylase serum, kultur darah, SGOT dan SGPT
meningkat.
2. Pemeriksaan USG dengan pemeriksaan USG dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain.
3. Skintigrafi kandung empedu
4. Pemeriksaan koleksistogram (hanya untuk kolesistitis)
5. Pemeriksaan radiologi dada( untuk mengetahui pneumonitis)

b. Diagnose
Diagnosa keperawatan menunjukkan masalah keperawatan/masalah klien, orang
terdekat, dan atau perawat yang memerlukan intervensi keperawatan dan
penatalaksanaan
Diagnosa keperawatan dari ASKEP kolelitiasis, diantaranya:
1. Resiko kekuurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
cairan tubuh yang abnormal karena ststus puasa dan muntah yang berlebihan
2. Nyeri yang berhubungan dengan proses penyakit, adanya batu atau infeksi
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan muntah dan penurunan intake nutrisi.
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kecemasan pemenuhan
informasi.
c. Intervensi
No
1.

Tujuan/kriteria hasil Tindakan/intervensi


Tujuan:
untuk 1. Mandiri.
Pertahankan
menyeimbangkan

Rasional

cairan yang adekuat


Kriteria
hasil:

masukan

dan

haluaran

akurat,

menunjukkan

perhatikan

keseimbangan cairan

haluaran

adekuat

dari masukan.

oleh
stabil.

dibuktika
tanda

Memberikan
informasi

tentang

status
cairan/volume

kurang

sirkulasi

dan

kebutuhan

vital

penggantian
Awasi

tanda

dan

gejala berlanjutnya

Muntah

mual/muntah,kram

berkepanjangan,

abdomen,

aspirasi

25

gaster,

kelemahankejang,

dan

kejang

pemasukkan oral

ringan,

pembatasan

kecepatan jantung

dapat

tak teratur.

menimbulkan
deficit
natrium,kalium

Hindarkan

dari

lingkungan

yang

berbau

dan klorida

2. Kolaborasi
Pertahankan pasien
puasa

Masukkan

rangsangan pada
pusat muntah

sesuai

keperluan.

selang
dan

pertahankan
patensi

dan

motilitas gaster.

Memberikan
istirahat

sesuai

pada

traktus GI.

indikasi.

Berikan antiemetic

Berikan cairan IV,


elektrolit

Menurunkan
sekresi

NG, hubungkan ke
penghisap

Menurunkan

dan

Untuk mencegah
mual dan muntah.

vitamin K.

Mempertahankan
volume sirkulasi
dan

emperbaiki

ketidakseimbangan.
1.

Tujuan:
menghilangkan nyeri

1. Mandiri
Catat

respon

terhadap obat, dan


26

Nyeri

berat

yang tidak hilang

dan

meningkatkan

istirahat
Kriteria

laporkan
dokter

hasil:

pada

dengan tindakan

apabila

rutin

nyeri hilang

dapat

menunjukan

menunjukkan

terjadinya

penggunaan

komplikasi

ketrampilan relaksasi
dan aktifitas hiburan

Tingkatkan

tirah

sesuai indikasi untuk

baring,

biarkan

situasi individual.

pasien melakukan
posisi

Tirah baring pada


posisi

yang

fowler

rendah

nyaman

menurunkan
tekanan

intra

abdomen

Gunakan

speri

halus/katun

Menurunkan
iritasi/kulit kering
dan sensasi gatal

Dorong
Untuk

menggunakan
tekhnik relaksasi

meningkatkan
istirahat

Sediakan
untuk

waktu

Membantu

mendengar

men

dan

dalam

ghilangkan

cemasdam

mempertahankan
kontak

memusatkan

dengan

kembali perhatian

pasien

yang dapat
menghilangkan
nyeri

2. Kolaborasi
Berikan
antikolinergik

obat

Untuk
menghilangkan

27

reflex
spasme/kontraksi
otot

halus

dan

membantu dalam

manajemen nyeri

Berikan narkotik

Untuk penurunan
nyeri hebat.

Pemberian

antibiotic

Untuk mengobati
proses infeksi dan
menurunkan
inflamasi.

2.

Tujuan:

untuk

membatasi

berat

1. Mandiri
Hitung

Mengidentifikasi

badan sesuai aturan


Kriteria
hasil:

pemasukkan

menunjukkan

komentar

tentang

berfokus

kemajuan mencapai

nafsu

makan

masalah membuat

berat

sampai minimal

badan

kalori.

atau

kekurangan
Jaga

kebutuhan nutris,
pada

suasana negative

mempertahankan

dan

berat badan individu

mempengaruhi

yang tepat

masukan.

Timbang

sesuai

keefektifan

indikasi.

rencana diet.

Mulut

yang

bersih

Berikan kebersihan
oral

Mengawasi

meningkatkan

sebelum

nafsu makan

makan.

Membantu dalam
mengeluarkan

Tingkatkan
28

flatus, penurunan

aktivitas

sesuai

distensi abdomen

toleransi
2. Kolaborasi
Mulai diet
rendah

cair

Pembatasan
lemak

lemak

menurunkan

setelah selang NG

rangsangan pada

dilepas.

kandung
empedudan nyeri
sehubungan
dengan

tidak

semua

lemak

dicerna

dan

mencegah dalam
kekambuhan.

Tambahkan

Memenuhi
kebutuhan nutrisi

diet

dan

sesuai toleransi.

meminimalkan
rangsangan pada
kandung empedu.

Untuk
meningkatkan

Berikan

garam

pencernaan

empedu.

dan

absorbs lemak.

Makanan pilihan
diperlukan

Berikan dukungan
nutrisi total sesuai
kebutuhan.

tergantung
derajat

ketidakmampuan
kandung empedu
dan

29

pada

kebutuhan

istirahat

gaster

yang lama.

3.

Tujuan:

untuk

memehami

proses

penyakit

1. Mandiri
Kaji ulang proses

penyakit.

dan

Informasi
menurunkan

pengobatanya.
Kriteria
hasil:

cemas

melakukan

simpatis.

perubahan

pola

hidup

dan

berpartisipasi dalam

dan

rangsangan

program pengobatan.

Diskusikan
program
penurunan

berat

badan

jika

Kegemukan
adalah

factor

resiko

yang

dihubungkan

diindikasikan.

dengan
kolelitiasis.

Anjurkan istirahat

pada posisi semi


fowler

setelah

makan.

Meningkatkan
aliran
dan
umum

empedu
relaksasi
selama

proses
pencernaan awal

d. Evaluasi
Pengkajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak hanya
hasil yang diharapkan terjadi pada klien di tinjau ulang atau bila keputusan dibutuhkan
apakah klien siap atau tidak untuk pulang. (Doengos, 2001:15).

Nyeri terkontrol dan teradaptasi


Memfiksasi luka insisi pada abdomen untuk mengurangi nyeri.
Menghindari jenis-jenis makanan yang menyebabkan nyeri.
Menggunakan preparat analgesia pasca bedah seperti yang diresepakan.
30

Informasi kesehatan terpenuhi


Intake nutrisi adekuat
Cairan dan elektrolit seimbang

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam
kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang
31

bervariasi. Munculnya penyakit tersebut belum diketahui secara pasti tetapi terdapat
factor pencetus yang mengakibatkan penyakit kolelitiasis muncul salah satunya infeksi
pada kandung empedu sehingga dapat terlihat manifestasi klinis sepertio timbulnya
nyeri hebat pada abdomen. Tindakan yang digunakan dalam penanganan kolelitiasis
dapat dilakukan secara bedah maupun secara non bedah.
Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikanberdasarkan
bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih
dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengan dung > 50% kolesterol)
atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya
adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam
kandung empedu.

DAFTAR PUSTAKA
-

Suddarth & Brunner .2001.Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8 vol. 1.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Doenges Marilynn E.2002.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3. Jakarta:penerbit buku
kedokteran EGC.S

32

Mansjoer, A. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius FKUI.

33

Anda mungkin juga menyukai