Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PRINSIP KONSUMSI II
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Studi Al-Quran Ekonomi

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 9

LALU IWAN SATRIABUDI


ASNAWATI
LENI IRAWAN
SUHARTINI

1502131508
1502131525
1502131533
1502131510

KELAS B

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
TAHUN 2016/2017

KATA PENGANTAR
1

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
mengenai Prinsip Konsumsi II. Penulisan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas Studi Al-Quran Ekonomi, salah satu mata
kuliah wajib yang dikurikulumkan di Institut Agama Islam Negeri
Mataram.
Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman pemakalah mengenai Ayat-ayat
Ekonomi dalam Al-Quran kuhususnya Prinsip Konsumsi II dalam
Islam yang menjadi landasan dalam berkonsumsi.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muslihun, M. Ag.
selaku dosen pengampu mata kuliah, teman kelas, dan terima kasih
kepada rekan kerja Asnawati yang menyumbangsihkan waktu,
tenaga dan pikirannya dalam penyusunan makalah ini. Umumnya,
terima kasih atas semua pihak atas dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini. Jasa-jasa kalian tak akan terlupakan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, pembahasan, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran konstruktif, khususnya dari dosen pengampu mata
kuliah guna menjadi acuan perbaikan kedepannya.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat kampus dan bermanfaat
untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan kita. Amiin.

Mataram, Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
PRINSIP KONSUMSI II........................................................................................1
A. Pendahuluan.....................................................................................................1
B. QS. Al-Baqarah (2) tentang Larangan Berkonsumsi dengan Bathil................2
1. Asbab An-Nuzul..................................................................2
2. Tafsir Ayat..........................................................................2
C. QS. An-Nis (4): 10 tentang Larangan Memakan Harta Anak Yatim.6
1. Tafsir Ayat.................................................................................................6
D. QS. Al-Arf (7): 31 tentang Batasan Makan dan Minum...........7
1. Asbab An-Nuzul Ayat...............................................................................7
2. Tafsir Ayat.................................................................................................8
E. QS. Al-Midah (5): 87-88: tentang Ketentuan Halal dan Haram dari
Allah.......................................................................................10
1. Asbab AN-Nuzul Ayat..............................................................................10
2. Tafsir Ayat.................................................................................................10
F. Penutup...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

PRINSIP KONSUMSI II
A. Pendahuluan
3

Islam adalah agama yang mengatur segenap perilaku manusia. Sebagai khalifah
bagi dirinya sendiri manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pemenuhan kebutuhan untuk mengarungi kehidupan di dunia. Demikian pula dalam
masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatankegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemashlahatan hidupnya.
Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi terdapat dalam al-Quran dan asSunnah. Perilaku konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Quran dan as-Sunnah ini
akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya. Dalam
Islam, konsumsi tidak dapat dipisahkan dari peranan keimanan. Peranan keimanan
menjadi tolak ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang dunia yang
cenderung mempengaruhi kepribadian manusia. Keimanan sangat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun
spiritual. Namun dari itu semua, seorang muslim yang baik haruslah mengerti tentang
teori-teori konsumsi menurut islam demi kebahagiaan didunia dan diakhirat.
Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak
mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan)
atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti menggunakan
barang dengan cara yang salah, yakni untuk menuju tujuan-tujuan yang terlarang
seperti penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa
aturan. Pemborosan berarti penggunaan harta secara berlebih-lebihan untuk hal-hal
yang melanggar hukum dalam hal seperti pemilikan harta, makanan, pakaian, tempat
tinggal, atau bahkan sedekah. Ajaran-ajaran Islam menganjurkan pada konsumsi dan
penggunaan harta secara wajar dan berimbang, yakni pola yang terletak diantara
kekikiran dan pemborosan. Konsumsi di atas dan melampaui tingkat moderat (wajar)
dianggap lisraf dan tidak disenangi Islam.

B. QS. Al-Baqarah (2) Ayat 188 tentang Larangan Mengonsumsi dengan Batil.

Dan

janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain

di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu


membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. (QS.Al-Baqarah
(2): 188)
1. Asbab An-Nuzul Ayat
Ibnu Abi Hatim, bersumber dari Said ibn Jubair, meriwayatkan
bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Umruul Qais bin Abbas
dan Abdan ibn Asywa Al-Hadrami yang bertengkar dalam soal
tanah. Umrul Qais berusaha untuk mendapatkan tanah itu
menjadi miliknya dengan bersumpah di depan hakim. Ayat ini
sebagai peringatan kepada orang-orang yang merampas hak
orang dengan jalan batil.1
2. Tafsir Ayat
Adapun tafsir ayat ini sebagai berikut.2
( wal takul amwa lakum bainakum) dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain( bil bthili), artinya dengan jalan yang batil bermaksud jalan yang
diharamkan oleh syara misalnya mencuri, menipu, mengintimidasi dan sebagainya
( wa) dan janganlah ( tudl)kamu bawa atau ajukan ( bih) ia
artinya urusan harta ini ke pengadilan dengan menyertakan suap
(il al-hukkmi litakul) kepada hakim-hakim, agar kamu dapat memakan
dengan jalan tuntutan di pengadilan itu ( far qan) sebagian atau sejumlah
( min amw linnsi) harta manusia yang bercampur
(bil itsmi wa antum talamna) dengan dosa, padahal kamu mengetahui bahwa
kamu berbuat kekeliruan.
1

H. A.A.Dahlan dan M. Zakaria Alfarisi, AsbabunNuzul Latar Belakang Historis


Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran Cet. X (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2007), h.
55.

Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuti, Jalalain Tafsir wa Asbab
al-Nuzul, diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar dengan Judul Tafsir Jalalain berikut
Asbab al-Nuzul Ayat (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2013), h. 100-101.
5

Dalam menguraikan ayat tersebut, penulis juga menggunakan tafsir Al-Maraghi,


Al-Qurthubi, dan Al-Azhar.
a. Tematik ayat
1) ( Al-Akl)
Makan disini ialah mengambil atau menguasai. Di dalam ayat ini digunakan
kata al-akl karena arti kata ini mencakup segalanya dan yang paling banyak
membutuhkan biaya. Makan ini memang kebutuhan pokok dan terpenting.
Dan makan dapat juga mempengaruhi keadaan yang baik.
2) B-Al) til)
Artinya adalah kecurangan atau merugikan. Mengambil harta dengan cara
batil berarti mengambil dengan cara tanpa imbalan sesuatu yang hakiki.
Syariat islam melarang mengambil harta dengan tanpa imbalan dan tanpa
kerelaan dari orang yang memilikinya. Bisa juga diartikan menginfakkan
harta di jalan yang tidak bermanfaat dan yang tidak sebenarnya.
3) ( Idla-A)
Menurunkan timba guna mengambil air. Sedangkan makna yang dimaksud
disini adalah menyuap penguasa untuk membebaskan beban si penyuap.
4) ( Biha): dengan harta benda.
5) ( Al-Farq): yang berarti kelompok atau golongan.
6)
( Al-Im): Perbuatan dosa. Yang dimaksud disini adalah kesaksian palsu
atau sumpah semu dan yang sejenis.3
b. Penjelasan
1) ( wal takul amwa lakum bainakum)
Tidak diperkenankan kalian makan sebagian harta yang lain. Di dalam
ungkapan ayat ini digunakan kata harta kalian, hal ini merupakan peringatan
bahwa umat itu satu di dalam menjalin kerja sama. Juga sebagai peringatan,
bahwa menghormati harta orang lain berarti menghormati harta sendiri.
Sewenang-wenang terhadap harta orang lain, berati melakukan kejahatan
kepada seluruh umat, karena salah seorang yang diperas merupakan salah
satu anggota umat. Dan ia tentu akan terkena akibat negatif lantaran
seseorang yang memakan harta orang lain berarti memberikan dorongan
kepada orang lain untuk berbuat hal yang serupa, dan terkadang menimpa

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz II, Diterjemahkan


oleh Bahrun Abu Bakar (Semarang: Karya Toha,1987), h. 140.
6

dirinya jika keadaanya memang dimikian, sehingga menjadi bumerang bagi


dirinya.4
Diantara bentuk memakan (harta orang lain) dengan jalan yang batil adalah
bila sorang qadhi memberikan keputusan yang menguntungkanmu, sementara
engkau adalah orang yang berbuat batil.5
Menurut riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, dan Ibnu
Abi Hatim dan Ibnul Mundzir, bahwa Ibnu Abass menafsirkan ini, ialah
bahwa ada seorang laki-laki memegang harta orang lain, tetapi tidak ada
cukup keterangan dari empunya harta, maka orang itu pun memungkiri dan
berkata bahwa harta itu adalah kepunyaan dirinya sendiri. Yang empunya
hendak mengadu kepada hakim, dia bersitegang mempertahankan bahwa
milik dia, sehingga yang sebenarnya berhak menjadi teraniaya.6
2)( tudl biha il al-h ukkami)
Janganlah kalian memberikan harta kepada hakim sebagai Risywah (Suap)
kepada mereka.7
Menurut satu pendapat, makna (yang terkandung dalam firman Allah ini
adalah) janganlah kalian gunakan harta kalian untuk para penguasa dan
menyogok mereka, agar mereka memberikan keputusan untuk kalian yang
memubuat harta itu menjadi bertambah banyak.8
Ibnu Athiyah berkata, Pendapat ini lebih diunggulkan. Sebab para penguasa
itu diduga banyak menerima suap, kecuali mereka yang dilindungi (Allah),
namun jumlah mereka sangat sedikit. Selain itu, juga karena dua lafadz
tersebut di mana kata tudl berasal dari irsl addalwi (mengulurkan ember),

Ibid.

Al-Quthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terjemahan Fathurrahman (Jakarta:


Pustaka Azzam, 2007), h. 766-767.

Hamka, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Citra Serumpun Padi, 2002), h.147.

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, op. cit., h.142.

Al-Quthubi, op. cit., h. 770-771.


7

sedangkan kata risywah (suap) berasal dari kata al-rasy, seolah ia


mengulurkan ember tersebut untuk menutupi keperluannya.9

3.
( litakul farqan min amwli al-nsi bial-imi wa antum talamna)
Untuk mengambil harta orang lain dengan cara sumpah bohong atau
kesaksian palsu dan lain-lainnya yang dipakai sebagai cara kalian untuk
membuktikan kebenaran, padahal hatimu mengakui bahwa kamu berbuat
salah dan berdosa. Meminta bantuan kepada hakim didalam rangka memakan
harta orang lain dengan cara batil adalah haram. Pada hakekatnya, keputusan
hakim itu sama sekali tidak merubah kebenaran, sekalipun didalam hati
hakim itu sendiri. Dan bukan berarti hakim telah menghalalkan untuk pihak
yang menyogok. Fungsi hakim hanya melaksakan keputusan secara lahiriyah,
tetappi pada hakekatnya ia bukan seorang yang berhak menghalalkan dan
mengharamkan sesuatu.10
c. Korelasi ayat dengan fenomena ekonomi kontemporer.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 188, terdapat kaitan dengan fenomena ekonomi
kontemporer yaitu praktik risywah, gratifikasi, dan kick back; dan
persekongkolan jahat para penegak hukum.
Terkait dengan praktik risywah, gratifikasi, dan kick back. MUI memutuskan
dan menetapkan hukum guna memberikan peringatan dan pengertian terkait hal
tersebut.
1) Pengertian
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a) Risywah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan
suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah)
atau membatilkan perbuatan yang hak. Pemberi disebut
rasyi; penerima disebut murtasyi; dan penghubung antara
rasyi dan murtasyi disebut raisy.11
9

Al-Quthubi, loc. cit.

10

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, loc.cit.

11

Ibn al-Atsir, al-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar (Juz II ;


Jakarta: Indo Persada, 2007), h. 226.
8

b) Suap, uang pelicin, money politic dan lain sebagainya


dapat dikategorikan sebagai risywah apabila tujuannya
untuk meluluskan sesuatu yang batil atau membatilkan
perbuatan yang hak.
c) Hadiah kepada pejabat adalah suatu pemberian dari
seseorang dan atau masyarakat yang diberikan kepada
pejabat, karena kedudukannya, baik pejabat di lingkungan
pemerintahan maupun lainnya.
d) Korupsi adalah tindakan pengambilan sesuatu yang ada di
bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar
menurut syariat Islam.
2) Hukum
a) Memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah
haram.
b) Melakukan korupsi hukumnya adalah haram.
c) Memberikan hadiah kepada pejabat baik sebelum maupun
sesudah penyelenggaraan perkara dan pemberiannya itu
tidak bertujuan untuk sesuatu yang batil, maka halal (tidak
haram) bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi
pejabat haram.12
Ulama Indonesia, Muhammad Quraish Shihab juga menafsirkan ayat tersebut yaitu
diharamkan atas kalian memakan harta orang lain secara tidak benar. Harta orang lain
itu tidaklah halal bagi kalian kecuali jika diperoleh melalui cara-cara yang ditentukan
Allah seperti pewarisan, hibah dan transaksi yang sah dan dibolehkan. Terkadang ada
orang yang menggugat harta saudaranya secara tidak benar. Untuk mendapatkan harta
saudaranya itu, ia menggugat di hadapan hakim dengan memberi saksi dan bukti yang
tidak benar, atau dengan memberi sogokan yang keji. Perlakuan seperti ini merupakan
perlakuan yang sangat buruk yang akan dibalas dengan balasan yang buruk pula. Ayat
ini mengisyaratkan bahwa praktek sogok atau suap merupakan salah satu tindak
kriminal yang paling berbahaya bagi suatu bangsa. Pada ayat tersebut dijelaskan
12

Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung


pada tanggal 23-27 Rabiul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M dan
membahas tentang Suap (Risywah), Korupsi (Ghulul) dan Hadiah
kepada Pejabat.
9

pihak-pihak yang melakukan tindakan penyuapan. Yang pertama, pihak penyuap, dan
yang kedua, pihak yang menerima suap, yaitu penguasa yang menyalahgunakan
wewenangnya dengan memberikan kepada pihak penyuap sesuatu yang bukan
haknya.13
C. QS. Al-Nis (4): 10 tentang Larangan Memakan Harta Anak Yatim.

Sesungguhnya

orang-orang yang memakan harta anak yatim

secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya


dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala
(neraka). (QS. Al- Nis: 10)
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan para wali agar tidak memakan
harta anak yatim, dan mengancam orang yang memakannya
dengan sekeras-kerasnya siksaan, seraya berfirman:
( inna al-lana yakulna amwla al-yatm ulman),
sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim, maksudnya tanpa hak yang berarti zalim, tidak
termasuk di dalamnya apa yang telah lewat sebelumnya yaitu
bolehnya seorang yang fakir untuk memakannya secara maruf, dan
bolehnya makanan pribadinya bercampur dengan makanan anak
yatim. Barang siapa yang memakannya dengan dzalim maka
sesungguhnya ( yakulna f bu nihim nran),
mereka itu menelan api sepenuh perutnya yaitu sesungguhnya
apa yang mereka makan tanpa alasan itu adalah api yang menyalanyala dalam perut mereka, dan mereka sendiri yang memasukkan
api itu dalam perut-perut mereka di hari Kiamat.14
13

http://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-188#tafsir-quraish-shihab diakses pada Rabu, 26


Oktober 2016, Pukul 07.49 WITA di Mushola UIN Mataram.

14

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sadi, Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam
al-Mannan, diterjemahkan oleh Muhammad Iqbal dengan Judul al-Quran Tafsir
Karimi (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007), h. 23-24.
10

Di dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Jauhkanlah oleh kalian tujuh hal yang membinasakan. Beliau ditanya: Apakah itu
ya Rasulullah? Beliau bersabda: Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim,
lari dari medan pertempuran dan menuduh (jelek) wanita-wanita mukmin yang baikbaik yang tidak terlintas untuk berbuat keji lagi beriman. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
D. QS. Al-Arf (7): 31 tentang Batasan Makan dan Minum.

Hai

anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap

(memasuki) masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. (QS. Al-Arf: 31)
1. Asbab An-Nuzul Ayat
Diriwayatkan oleh Muslim, bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa
pada zaman Jahiliyyah terdapat seorang wanita tawaf di Baitullah
dengan telanjang bulat dan hanya bercawat secarik kain. Ia
berteriak-teriak dengan mengatakan, Pada hari ini aku halalkan
sebagian atau seluruhnya kecuali yang kututupi ini. Maka
turunlah ayat 31 ini yang memerintahkan untuk berpakaian rapi
apabila memasuki masjid.
Adapun hadits yang berkaitan dengan peristiwa ini yaitu
Abdullah bin Masud r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda,
Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat
kesombongan seberat biji sawi. Tidak akan masuk neraka orang
yang di dalam hatinya terdapat iman seberat biji sawi. Kemudian
seorang lelaki berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada
orang yang suka pakaiannya bagus, tali sendalnya bagus.
Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya Allah swt. Maha Indah,
dan menyukai keindahan. Namun sesungguhnya kesombongan
itu adalah bersikap bodoh terhadap kebenaran dan merendahkan
orang lain. (HR. Muslim, Ibnu Abi Syaibah dan lainnya)
11

2. Tafsir Ayat15
a. ( khu znatakum inda kulli masjidin)
Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.
Ayat ini merupakan bantahan atas tindakan orang-orang musyrik, yang dengan
sengaja mengerjakan thawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang. Sebagaimana
yang diriwayatkan Imam Muslim di atas.
Ayat di atas juga mengarah kepada hal yang sunah, yaitu disunahkan untuk
menghias diri ketika hendak mengerjakan shalat, lebih-lebih pada hari Jumat
dan hari raya. Juga disunahkan untuk memakai wewangian, karena itu termasuk
perhiasan, serta bersiwak karena merupakan bagian dari kesempurnaan pakaian
tersebut.
Rasulullah saw. bersabda, Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih,
karena sesungguhnya ia adalah sebaik-baik pakaian kalian. Dan kafanilah
orang-orang yang mati di antara kalian dengannya. Dan sesungguhnya sebaikbaik celak mata kalian adalah yang dibuat dari batu itsmid, karena ia dapat
memperjelas pandangan mata dan menumbuhkan rambut. (HR. Ahmad; Hadits
tersebut berisnad jayyid dan para perawinya memenuhi syarat Muslim. Juga
diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dan Imam
at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih.)

b. ( wa kul wasyrab)
Makan dan minumlah.

15

https://alquranmulia.wordpress.com/2015/10/12/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-araaf-ayat31/ Diakses di IAIN Mataram, 27 Oktober 2016 Pukul 08.37 WITA.


12

Imam

al-Bukhari

meriwayatkan,

Ibnu

Abbas

berkata:

Makan

dan

berpakaianlah sesuka kalian, asalkan engkau terhindar dari dua sifat yaitu
berlebih-lebihan dan sombong.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari
kakeknya, bahwa Rasululullah saw. pernah bersabda: Makan, minum,
berpakaian dan bersedekahlah kalian dengan tidak sombong dan berlebihlebihan, karena sesungguhnya Allah suka melihat nikmat-Nya tampak pada
hamba-Nya. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh an-Nasai dan Ibnu Majah)
Imam Ahmad meriwayatkan, Yahya bin Jabir ath-Th-i menceritakan kepada
kami, aku pernah mendengar al-Miqdam bin Madi Yakrib al-Kindi, ia berkata,
aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah anak Adam mengisi
bejana yang lebih buruk daripada perutnya sendiri. Cukuplah bagi anak Adam
beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya. Kalau ia
memang harus melakukannya, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga
untuk minumnya dan sepertiga lagi untuk nafasnya. (Hadits tersebut
diriwayatkan pula oleh an-Nasai dan at-Tirmidzi. Dan at-Tirmidzi mengatakan,
bahwa hadits tersebut hasan dan dalam sebuah nash lain disebut hasan shahih.)
c. ( innahu l yuh ibbu al-musrifna)
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berlebih-lebihan.
Ibnu Jarir menyandingkan ayat ini dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah
ayat 190, ) inna-Allaha l yuh ibbul mutadna), Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Baqarah:
190).
Yaitu ketetapan-Nya dalam hal tindakan penghalalan atau pengharaman
orang-orang yang melampaui batas ketika menghalalkan dengan penghalalan
yang haram atau pengharaman yang halal, di mana Allah mewajibkan agar
menghalalkan apa yang Allah halalkan dan mengharamkan apa yang Allah
haramkan, sebab yang demikian itu merupakan keadilan yang diperintahkanNya.

13

E. QS. Al-Midah (5): 87-88: tentang Ketentuan Halal dan Haram dari
Allah.

Hai

orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa

yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas; Dan makanlah makanan yang halal lagi baik
dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah
kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
1. Asbab An-Nuzul Ayat
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya, bersumber dari Ibnu
Abbas, bahwa seorang lelaki datang menghadap kepada Nabi saw.
dan berkata, Ya Rasulullah! Apabila aku makan daging, timbullah
syahwatku kepada wanita. Oleh karena itu, aku haramkan daging
atas diriku. Maka, turunlah ayat 87 ini sebagai larangan untuk
mengharamkan yang halal.
Riwayat ini ditemukan juga dalam sunan at-Tirmidzi. Riwayat lain yang sejalan
dengan makna riwayat diatas menyatakan bahwa sejumlah sahabat Nabi saw.
berkumpul untuk membandingkan amal-amal mereka dengan amal-amal Nabi saw.,
dan akhirnya mereka berkesimpulan untuk melakukan amalan-amalan yang berat.
Ada yang ingin shalat semalam suntuk, ada yang tidak akan menggauli wanita, dan
ada juga yang akan berpuasa terus menerus. Mendengar rencana itu Nabi saw.
menegur mereka sambil bersabda: Sesungguhnya aku adalah yang paling
bertakwa diantara kalian, tapi aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa
tetapi juga berbuka, dan aku kawin. Barang siapa yang enggan mengikuti
sunnahku (cara hidupku), maka bukanlah ia dari kelompok (umat)ku (HR.
Bukhari dan Muslim melalui Anas Ibn Malik).
2. Tafsir Ayat
a. ( l uarrim ayyib im aala allahu
lakum)

14

Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah


dihalalkan Allah kepadamu. Maksudnya adalah mengharamkan
apa-apa yang telah diperbolehkan Allah untuk manusia
melakukannya. Seperti makan daging yang bisa menambah
stamina dan menghadirkan syahwat, tapi syahwat itu bisa
b.

mereka salurkan terhadap isteri mereka.


( wa l aad)
Dan janganlah melampaui batas. Maksudnya adalah mereka
singin meniadakan diri kemanusiaan mereka seperti melakukan
shalat malam dan tidak tidur, berpuasa dan tidak berbuka, dan
menjauhi isteri-isteri mereka. Padahal manusia membutuhkan
tidur sebagai istirahatnya, makan sebagai stamina dan wanita
sebagai tempat curahan hatinya.
Jangan melampaui batas dengan bentuk kata yang menggunakan huruf ( a)
bermakna keterpaksaan, yakni diluar batas yang lumrah. Ini menunjukkan
bahwa fitrah manusia mengarah kepada moderasi dalam arti menempatkan
segala sesuatu pada tempatnya yang wajar tidak berlebih dan tidak juga
berkurang. Setiap pelampauan batas adalah semacam pemaksaan terhadap fitrah
dan pada dasarnya berat, atau risih melakukannya. Inilah yang di isyaratkan oleh
( aadu).
Larangan melampaui batas ini, dapat juga berarti bahwa menghalalkan yang
haram, atau sebaliknya, merupakan pelampauan batas kewenangan, karena
hanya Allah swt. yang berwenang menghalalkan dan mengharamkan. Pada masa
jahiliyah kaum musyrikin mengatasnamakan Allah mengharamkan sekian
banyak hal yang halal, sebagaimana akan terbaca dalam surah al-anam. Itu
agaknya yang menjadi alasan sehingga ayat in dimulai dengan panggilan ya
ayyuhallaina amanu karena penghalalan dan pengharaman seperti itu
bertentangan dengan keimanan. Selanjutnya, karena itu pula sehingga ayat
berikut yang masih berkaitan erat dengan ayat ini memerintahkan memakan
sebagian apa yang telah dirizkikan oleh-Nya kepada manusia dan
memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah swt. karena orang-orang mukmin
selalu bertaqwa kepada-Nya, dengan mengikuti apa yang diperintahkan-Nya,
menjauhi larangan-Nya, menghalalkan apa yang halal dan mengharamkan yang
haram.
15

c.

( wa kul)
Dan makanlah. Makan di sini adalah segala aktivitas manusia.
Pemilihan kata makan, di samping karena ia merupakan kebutuhan pokok
manusia, juga karena makanan mendukung aktivitas manusia. Tanpa makan,
manusia lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas. Ayat ini memerintahkan
untuk memakan yang halal lagi baik. Tidak semua makanan yang halal otomatis
baik. Karena yang dinamai halal terdiri dari empat macam yaitu wajib, sunnah,

d.

mubah, dan makruh.


( allan ayyiban)
Halal dan baik. Prinsip halal dan baik hendaknya senantiasa menjadi
perhatian dalam menentukan makanan yang akan dimakan karena makanan itu
tidak hanya berpengaruh terhadap jasmani, melainkan juga terhadap rohani.
Seperti sabda Nabi saw., Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram,
maka neraka lebih baik baginya.(HR. at-Tirmizi)
Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk menikmati

makanan dan minuman yang enak, dan untuk mengadakan hubungan dengan isteri,
akan tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syara, yaitu baik,
halal dan menurut ukuran yang layak dan tidak berlebihan, maka pada akhir ayat ini
Allah memperingatkan orang beriman agar mereka berhati-hati dan bertakwa kepadaNya dalam soal makanan, minuman, dan kenikmatan-kenikmatan lainnya. Janganlah
mereka menetapkan hukum-hukum menurut kemauan sendiri dan tidak pula
berlebihan dalam menikmati apa-apa yang telah dihalalkan-Nya.
Setiap orang beriman diperintahkan Allah SWT untuk senantiasa
mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (mengandung gizi dan vitamin yang
cukup), jadi bagian ayat yang berbunyi halal dan baik mengandung makna dua aspek
yang akan melekat pada setiap rezeki makanan yang dikonsumsi manusia. Aspek
pertama, hendaklah makanan didapatkan dengan cara yang halal yang sesuai dengan
syariat Islam. Dalam hal ini mengandung mana perintah untuk bermuamalah yang
benar. Jangan dengan cara paksa, tipu, curi, atau dengan cara-cara yang diharamkan
dalam syariat Islam. Sementara dalam aspek baik atau tayyib adalah dari sisi
kandungan zat makanan yang dikonsumsi. Makanan hendaknya mengandung zat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Makanan gizi berimbang adalah yang dianjurkan.
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar makan rezeki yang
halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. Halal di sini
16

mengandung pengertian, halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan


baik adalah dari segi kemanfaatannya, yaitu mengandung manfaat dan maslahat
bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan sebagainya. Makanan tidak baik,
selain tidak mengandung gizi, juga jika dikonsumsi akan merusak kesehatan.

F. Penutup
Bersandar dari penjelasan yang dituangkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep konsumsi Islam mempunyai karakteristik
untuk mendialektikan nila-nilai materialisme dengan nilai
spiritualisme. Mendialogkan nilai-nilai samawi dengan realitas
kehidupan manusia, hubungan yang bersifat transendental dengan
hubungan horizontal antarmanusia di atas bumi. Memberikan
dedikasi dan pengarahan kepada manusia untuk menciptakan
sebuah komunitas kehidupan masyarakat yang dibangun atas nlai
saling tolong-menolong dan kasih sayang antar individu, bukan
hanya sekadar membentuk sebuah masyarakat yang hanya
berorientasi materialisme.
Satu hal penting yang membedakan peraturan Allah dengan
peraturan lain yang merupakan refleksi kreasi akal manusia adalah
konsistensi tujuan syariah untuk senantiasa menjaga dan
mewujudkan kemashlahatan dan kesejahteraan masyarakat luas.
Memeberikan sebuah nilai moral universal yang bisa diyakini setiap
individu untuk bersama bahu-membahu merealisasikan tujuan mulia
tersebut. Aktif untuk ber-amar maruf atas segala perintah Allah dan
nahi munkari atas hal-hak yang dilarang oleh-Nya. Saling menopang
dan mengisi atas kelemahan yang ada demi tegaknya kehidupan
masyarakat yang harmonis.

17

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, H. A.A. dan M. Zakaria Alfarisi. 200. Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis
Turunnya Ayat-Ayat Al-Quran Cet. X. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.
Al-Mahali, Imam Jalaludin dan Imam Jalaludin As-Suyuti. 2013. Jalalain Tafsir wa Asbab
al-Nuzul, diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar dengan Judul Tafsir Jalalain
berikut Asbab al-Nuzul Ayat. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Mustafa Al-Maraghi, Ahmad. 1987. Tafsir Al-Maraghi, Juz II,
Diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar. Semarang: Karya Toha.
Al-Quthubi, 2007.Tafsir Al-Qurthubi Terjemahan Fathurrahman. Jakarta:
Pustaka Azzam.
Hamka. 2002. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Citra Serumpun Padi.
al-Atsir, Ibn. 2007. al-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar Juz II.
Jakarta: Indo Persada.
Nashir as-Sadi, Abdurrahman. 2007. Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam alMannan, diterjemahkan oleh Muhammad Iqbal dengan Judul al-Quran Tafsir
Karimi. Jakarta: Pustaka Sahifa.
Agama Republik Indonesia, Departemen. 2012. Al-Quran Al-Alm Tajwid dan Terjemah.
Jakarta: Penerbit Quran.
Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung
pada tanggal 23-27 Rabiul Akhir 1421 H/ 25-29 Juli 2000 M dan
membahas tentang Suap (Risywah), Korupsi (Ghulul) dan Hadiah
kepada Pejabat.
http://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-188#tafsir-quraish-shihab Diakses pada Rabu, 26
Oktober 2016, Pukul 07.49 WITA di Mushola UIN Mataram.
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/10/12/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-araaf-ayat-31/
Diakses di IAIN Mataram, 27 Oktober 2016 Pukul 08.37 WITA.

18

Anda mungkin juga menyukai