I.
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Potensi Relatif Beberapa Obat Anestesi Umum
B. Hari dan Tanggal Praktikum
Selasa, 11 Maret 2014
C. Tujuan Praktikum
1. Umum
Setelah menyelesaikan
percobaan
mahasiswa
dapat
menjelaskan
E. Latar Belakang
Istilah Anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes berasal
dari bahasa Yunani anaisthsia (dari antanpa + aisthsis sensasi) yang
berarti tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: (1)
anesthesia lokal, yakni hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan
kesadaran; (2) anesthesia umum adalah tindakan menghilangkan rasa
nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih
kembali (reversible). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik,
analgesik, dan relaksasi otot. Sejak jaman dahulu, Anestesi dilakukan untuk
mempermudah tindakan operasi atau bedah (Zunilda, 2006).
Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat menyebabkan
terjadinya efek Anestesi umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran
secara bertahap karena adanya depresi susunan saraf pusat. Menurut rute
pemberiannya, anestesi umum dibedakan
orang
melakukan
tindakan
operasi.
sebagai upaya
Orang
Mesir
Simpson, teryata zat ini hepatotoksik dapat menimbulkan aritmia jantung dan
depresi napas, sehingga sebaiknya tidak dipakai lagi, dalam upaya
memperoleh zat lebih aman dikembangkanlah berbagai Anestesi seperti yang
kita kenal sekarang (Zunilda, 2006).
F. Tinjauan Pustaka
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
kardioversi,
atau
tindakan
radiodiagnostik.
hipnoitik-sedatif
biasanya
diberikan
peroral.
daripada
benzodiazepine
lain
yang
umum
digunakan(Craig, 2003).
2) Distribusi
Transport hipnotik-sedatif di dalam darah adalah proses
dinamik
dimana
banyaknya
molekul
obat
masuk
dan
dan
permeabilitas.
Kelarutan
dalam
lemak
neurotransmitter
yang
utama
pada
SSP.
(melalui
membrane
hiperpolarisasi),
yang
tidak
lebih
banyak
digunakan
disbanding
morfin
karena
Obat
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Sediaan
Amobarbital
aprobarbital
mefobarbital
fenobarbital
talbutal
pentobarbital
- Oral:
tablet
(base)
30,50,100 mg
- Oral; eliksir 40 mg/5
Ml
- Oral: tablet 32, 50, 100
mg
- Oral: tablet 8, 16, 32,
65, 100 mg
a.
b.
c.
d.
Alprazolam
Diazepam
Klonazepam
Estazolam
mg
- Oral : tablet 0,25 :
0,5;1;2 mg
- Oral; tablet 2, 5, 10 mg;
larutan 5 mg/5ml
- Oral; tablet 0,5 ;1,2 mg
- Oral; tablet 1,2 mg
3. Opioid
a.
b.
c.
d.
Fentanil
Sulfentanil
Remifentanil
Alfentanil
10
Siklopropan relatif tidak larut dalam darah sehingga dalam 2-3 menit
induksi dilalui. Pemberian dengan kadar 1% volume dapat
menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran (Zunilda &
Elysabeth, 2007).
Siklopropan menimbulkan relaksasi otot cukup baik dan
sedikit sekali mengiritasi saluran napas. Namun, depresi pernapasan
ringan dapat terjadi pada Anestesi dengan siklopropan. Siklopropan
tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan
tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan dapat
menimbulkan fibrilasi atrium, bradikardia sinus, ekstrasistol atrium,
aritmia atrioventrikular, ekstrasistol ventrikel, dan ritme bigemini.
Pemberian atropin IV dapat menimbulkan ektrasistol ventrikel karena
efek katekolamin menjadi lebih dominan. Siklopropan diekskresi
melalui paru, hanya 0,5% yang dimetabolisme dalam tubuh dan
b.
diekskresi dalam bentuk CO2 dan air (Zunilda & Elysabeth, 2007).
Halotan
11
Halotan yang memiliki rumus kimia 2-bromo-2-chloro-1,1,1trifluoroethane merupakan satu-satunya anesthesi inhalasi yang
memiliki atom Bromida (Eger et al, 2003). Halotan merupakan
senyawa jernih tak berwarna, dan berbau kurang menyengat dibanding
anestesi inhalasi yang lain. Halotan mudah berubah sifatnya bila
terkena cahaya, maka dari itu Halotan dikemas dalam botol berwarna
coklat
gelap
dan
dicampur
dengan
0.01%
Thymol.
Sejak
12
dikontraindikasikan
pada
pasien
dengan
riwayat
13
d.
2007).
Isofluran
Isofluran adalah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar.
Secara kimiawi isofluran mirip dengan enfluran, tetapi secara
farmakologis sangat berbeda. Isofluran berbau tajam, kadar obat yang
tinggi di dalam udara inspirasi membuat pasien menahan napas dan
terbatuk (Zunilda & Elysabeth, 2007).
1) Indikasi
14
isofluran
termasuk
rendah
dibanding
15
asumsi 50% dari sisa metabolit ini diekskresi melalui urine, maka
dapat disimpulkan bahwa metabolisme isofluran sangat rendah
(Swadia & Vasava, 2002).
4) Farmakodinamik
Isofluran adalah anestesi inhalasi yang mempunyai daya
analgesik dan relaksasi otot yang cukup baik. Isofluran memiliki
efek inotropik negatif yang dapat menekan kontraktibilitas otot
jantung, menekan pernapasan, menimbulkan relaksasi otot polos
dan turunnya tekanan darah. Efek inotropik negatif ini masih
diperburuk dengan adanya hipokalsemia. Hipokalsemia disebabkan
oleh adanya hambatan kana kalsium (Stoelting & Miller, 2001).
5) Efek samping
Keluhan yang sering ditimbulkan pada pemakaian isofluran
adalah hipotensi, depresi pernapasan, aritmia, peningkatan sel
darah putih, menggigil, nausea dan vomitus (Stoelting & Miller,
2001).
6) Penggunaan klinik
Isofluran digunakan sebagai general anesthesi pada operasioperasi yang cukup aman digunakan untuk semua usia (Stoelting &
Miller, 2001).
e.
Enfluran
Enfluran ialah Anestesi eter berhalogen yang tidak mudah
terbakar. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskular dan
perangsangan susunan saraf pusat. Untuk menghindari hal ini,
enfluran diberikan dengan kadar rendah bersama N2O. Untuk induksi,
enfluran 2-4,5 % dikombinasikan dengan O2 atau campuran N2 OO2, sedangkan untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5-3 %
volume.
16
1) Kontraindikasi
Enfluran memiliki kontra indikasi absolut pada renal
dysfunction, epilepsi, dan tekanan intrakranial meninggi, dan
kontra indikasi relatif pada beta blocker therapy dan kardiovaskular
tidak stabil. Enfluran memiliki keuntungan, yaitu relaksasi otot
cukup baik, tidak iritasi dan sekresi, kardiovaskular relatif terjaga
stabil, dan tidak mual/muntah, sedangkan kerugian-kerugiannya
yaitu depresi miokardium, hipotensi, berbahaya pada penderita
gangguan fungsi ginjal, dan iritasi susunan saraf pusat terutama bila
hipokapnia (Hidayat, 2006).
2) Efek Samping
Enfluran bisa menyebabkan efek samping pasca pemulihan
berupa menggigil karena hipotermia, gelisah, delirium, mual, atau
muntah. Enfluran dapat menyebabkan depresi napas dengan
kecepatan ventilasi tetap atau meningkat, tidal volume dan minute
volume menurun. Enfluran bisa menyebabkan kelainan ringan
fungsi hati yang bersifat reversibel. Anestesi yang dalam dengan
enfluran dapat menyebabkan depresi napas dan depresi sirkulasi.
Kadar enfluran yang tinggi dapat menimbulkan hipokarbia,
sehingga muncul pola EEG frekuensi tinggi dan dapat terjadi
f.
17
18
19
pembedahan,
memperlancar
induksi,
dan
mengurangi
20
21
Tikus dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah diberi kertas / kapas
22
Kontrol Propofol
Eter Ketamin
Amati tingkah laku dan respirasi setiap 5 menit dalam 15 menit sampai akhir
stadium
Catat waktu
III.
A. Hasil
1. Kontrol
23
BB tikus : 250 gr
2. Ether
BB tikus : 125 gr
Dosis
: 2 tetes
2 x dosis: 4 tetes
3. Ketamine
BB tikus : 175 gr
Dosis
: 1,2 mg/kgBB
Rumus
: 175 gr x 1,52 x 1_ = 0,01 cc
200
100
4. Propofol
BB tikus : 225 gr
Dosis
: 1,5-2,5 mg/kgBB
Rumus
: 225 gr x 2,52 x 1_ = 0,30 cc
200
100
Tabel 2. Hasil Percobaan
Waktu
5 menit
10 menit
15 menit
Bahan
TL
TL
TL
TL
Control
4+
4+
4+
4+
4+
4+
4+
4+
Ketamine
3+
3+
3+
2+
3+
2+
3+
3+
Propofol
3+
2+
2+
2+
2+
2+
Eter
4+
3+
2+
3+
4+
3+
3+
2+
End State
Paralysis
TL
Waktu Mula
Eksitasi
Anestesi
Kematian
Ketamine
Menit
ke-0
5 menit
Menit
ke-5
5 menit
Menit
ke-5
5 menit
Propofol
Menit
ke-0
5 menit
Menit
ke-0
5 menit
Menit
ke-5
10
menit
24
Eter
Menit
ke-5
5 menit
Menit
ke-5
B. Pembahasan
1. Eter
Bahan anastesi pada percobaan yang diberikan kepada
probandus salah satunya adalah eter. Eter merupakan cairan yang tidak
berwarna, mudah menguap, mudah meledak dan berbau tidak enak.
Eter memiliki sifat analgesic sangat kuat tetapi pasien masih dalam
keadaan sadar (Zulnida, 2011).
Probandus yang digunakan pada percobaan kali ini adalah
Rattus Novergicus, tikus ini sebelumnya ditimbang terlebih dahulu
sebelum dilakukan perlakuan dan percobaan. Kemudian tikus
dimasukan kedalam bekerglass hingga tikus merasa tenang, ketika
tikus tenang masukan kertas selofan kedalam bekerglass yang
sebelumnya ditetesi oleh eter sebanyak 2 tetes, lalu kemudian
bekerglass di tutup serapat rapatnya supaya udah dari luar tidak masuk
dan udara dari dalam tidak keluar. Setelah itu praktikan melakukan
observasi terhadap keadaan tikus, darimulai respirasinya, tingkah laku
dan vaskularisasinya (yang diamati sekarang hanya tingkah laku dan
respirasi saja) setiap 5 menit sekali sampai 15 menit. Hal yang tidak
boleh dilupakan adalah setelah memasukan eter kedalam bekerglass
tutup rapat tidak boleh ada celah sedikitpun udara yang masuk atau
keluar dari bekerglass karena hal tersebut dapat menyebabkan eter
cepat menguap dan sifat anasteticnya cepat hilang (Zulnida, 2011).
Hasil yang didapat pada percobaan kali ini adalah, 0 sampai 5
menit pertama aktivitas tikus masih seperti keadaan normal belum
25
26
27
2x dosis kepada tikus dan didapatkan hasil end state paralysis pada
menit ke ___.
Kerja propofol pada tikus ini dianggap sesuai dengan literature
karena tikus membutuhkan waktu 5 menit untuk bisa terhipnotik
dimana ia tidak bergerak lagi namun tetap bernafas secara bradikardi,
sedangkan di literature disebutkan waktu induksi propofol adalah
berkisar 4-8 menit. Faktor yang mempengaruhi kerja propofol di tikus
adalah berat badan tikus, tingkat stress tikus, kemampuan praktikan
dalam injeksi obat intravena, dan kondisi lingkungan (Brunton et al.,
2006).
C. Aplikasi Klinis
1. Meningioma
Meningioma adalah neoplasma jinak intrakranaial yang paling
sering terjadi. Kejadianya kurang lebih 18% dari keseluruhan
neoplasma intracranial.Nervus opticus dibungkus oleh 3 lapisan
selubung yang merupakan lanjutan dari ketiga lapisan selubung pada
otak
(duramater,arakhnoid
dan
piamater).
Meninges
biasanya
28
29
30
IV.
KESIMPULAN
1. Stadium anestesi secara umum dibagi menjadi empat, yaitu stadium analgesia,
eksitasi, operasi, dan depresi medula oblongata
2. Berdasarkan cara pemberiannya, obat anestesi terbagi menjadi anestesi
intravena dan anestesi inhalasi.
3. Contoh obat anestesi intravena adalah opioid, benzodiazepin, barbiturat,
ketamin, propofol, dll.
4. Contoh obat anestesi inhalasi adalah halotan, isofluran, enfluran, sefvofluran,
xenon, dll.
DAFTAR PUSTAKA
31
Andrews DT, Leslie K, Sessler DI, Bjorksten AR: The arterial blood propofol
concentration preventing movement in 50% of healthy women after skin
incision. Anesth Analg 1997; 85:414-419
Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F.; Stoelting, Robert K. Opioid. In :Clinical
Anesthesia, 5th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2006.353-400
Brunton L.L., Lazo J.S., Parker K.L. et al. 2006. Goodman & Gilman's The
Pharmacological Basis Of Therapeutics 11th Edition. New York:
McGraw-Hill
Cahyono Yudi, Abdul H.B, Sri A.U. 2013. Hubungan Nilai Rasio Apparent
Diffusion Coefficent (Adc) dan Intensitas Sinyal T2- Weighted Image
dengan Konsistensi Tumor Otak. Indonesian Journal of Neurosurgery.
Vol 1. No 1
Craig, Charles R. 2003. General Anesthesia: Intravenous and Inhalational Agents.
Modern Pharmacology with Clinical Application Fifth Edition.Mc-Graw
Hill.291-310
Hidayat, R. 2006. Perbedaan Efek Kardiovaskular pada Anestesi Inhalasi Enfluran
Antara Teknik Medium-Flow dan High-Flow Semiclosed System.
Semarang: UNDIP
Katzung, Bertram G. 1998. FarmakologiDasardanKlinik.Edisi VI. Jakarta: EGC
Kinsella J, Rae CP. 2008. Clinical pain management acut pain. acut pain
management in burns. 2nd rd. London: Hodder & Stoughton Limited
M.C, Lewis. 2007. Uncomplicated general anesthesia in the elderly results in
cognitive decline. Medical Hypothesis. pp : 484-492
Morgan, G.E., Mikhail M. S, Murray M. J., Larson C. P. 2002. Inhalational
Anesthetiic In Clinical Aneshesiology. 3rd Ed. New York: Lange Medical
Book/McGraw-Hill Medicall Publishing Edition.
Rab H. 2004. Agenda gawat darurat (Critical Care) : pengetasan kritis pada
intergumenter- luka bakar. Bandung : PT. Alumni
Stoelting RK. 1999. Inhaled anesthetics. In: Pharmacology and Physiology in
Anesthetic Practice. 3rd ed. Philadelphia: JB Lippincott Company
Stoelting, RK & Miller RD. 2001. Basic of Anesthetic Practice. 3rd ed. New York:
Churchill Livingstone
Swadia, F.N & Vasava J.V. 2002. Isoflurane in Day Care Surgery. Indian Journal
of Anesthesia. 46(2) : 134-137
Vyas, K. S., Wong, L, K. 2013. Oral rehydration solutions for burn management in
the field and underdeveloped regions: a review. International Journal of
Burns and Trauma. PMCID: PMC3712407
Zunilda, D, S., Ellysabeth. 2006. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta : FKUI
Zunilda, D, S., Elysabeth. 2007. Obat Susunan Saraf Pusat Dalam Buku
Farmakologi dan Terapi FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Zulnida, D, S., Elysabeth. 2011. Farmokologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI