Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL

BLOK TRAUMATOLOGI SKENARIO III


KORBAN KDRT

KELOMPOK A1
JOHANNES EPHAN B. K.

G0012101

SYARIF HIDAYATULLAH

G0012221

ALFIAN SATRIA W.

G0012011

ILHAM RAMADHAN

G0012095

KENNY ADHITYA

G0012105

YOLANDA RAVENIA

G0012235

RESTI NURFADILLAH

G0012177

FATMANISA LAILA

G0012077

ANIKI PUSPITA

G0012017

FENTI ENDRIYANI

G0012079

SABILA FATIMAH

G0012199

ADHIZTI NALURIANNISA E. N.

G0012003

NAMA TUTOR :
KRISNA YARSA PUTRA, dr., Sp.B.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO III

KORBAN KDRT
Seorang perempuan, berusia 28 tahun, diantar polisi ke IGD karena
menjadi korban KDRT. Menurut keterangan pasien, sekitar 4 jam
sebelumnya, saat pasien sedang menonton televisi, suami tiba-tiba memukul
pasien dengan botol kaca namun berhasil ditahan hingga botol pecah dan
menimbulkan luka di tangan pasien. Pasien lari ke arah dapur dikejar
suaminya. Suami pasien kemudian melukai perut dan menusuk punggung
pasien dengan pecahan botol. Pasien jatuh mengenai panci berisi air mendidih
dan tersiram air panas hingga mengalami luka bakar di leher bagian depan
dan dada sampai ke perut. Pasien mengeluh nafasnya sesak dan nyeri di perut
kanan atas. Pasien masih sadar tapi merasa lemas dan ketakutan. Untung
tetangga ada yang datang menolong dan lapor ke polisi sehingga suami pasien
melarikan diri.
Dari pemeriksaan dokter IGD didapatkan kesadaran pasien GS 15, jalan
nafas bebas, vital sign didapatkan nadi 120x/menit, tekanan darah 90/60
mmHg, suhu 360 C, akral dingin dan lembab, RR 32x/menit.
Pada pemeriksaan status lokalis terdapat vulnus laceratum region palmar
sepanjang 3 cm. Pasien juga mengalami combustio grade II 15% pada region
colli anterior dan thoracoabdominal.
Pada hemithorax sinistra posterior bagian bawah terdapat jejas vulnus
penetratum, pergerakan hemithorax sinistra tertinggal, perkusi hemithorax
sinistra bagian bawah redup, auskultasi suara vesikuler menurun.
Abdomen tampak distended, vulnus penetratum region abdomen kanan
atas,bising usus menurun, pekak hepar (+), defans muskuler (-). Perut teraba
tegang, undulasi (-). Pekak beralih (+).

Dokter memasang WSD segera, lalu keluar darah sebanyak 75 cc dan RR


post WSD 24x/mnt. Pasca pemasangan WSD (bubble (-), undulasi (+)).
Setelah pasien stabil, polisi meminta dokter untuk membuatkan visum et
repertum

BAB II
PEMBAHASAN
A. Seven Jump
1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario
a. Vulnus laceratum adalah luka robek. (Dorland, 2008)
b. Vulnus penetratum adalah luka tusuk. Luka jenis ini kedalamannya lebih
panjang dari pada lebar lukanya. (Dorland, 2008)
c. Combustio grade II 15%
Combustio artinya adalah luka bakar. Sedangkan untuk grade II adalah
derajat kedalaman luka bakar yang dialami oleh korban. Luka bakar grade
II berarti kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagian
lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi . 15%
menunjukkan besar luas daerah pada tubuh manusia yang mengalami luka
bakar. (ATLS, 2004)
d. Water Seal Drainage (WSD) adalah suatu sistem drainage yang
meggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum
pleura sehingga mempertahankan atau mengembalikan tekanan negatif
rongga tersebut. (Sjamsuhidajat, 2004)
e. Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter yang
berisi fakta dan pendapat berdasarkan keahlian/keilmuan, tentang hasil
pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh manusia, baik
hidup ataupun mati, yang dibuat atas permintaan tertulis (resmi) dari
penyidik yang berwenang, yang dibuat atas sumpah/dikuatkan dengan
sumpah, untuk kepentingan peradilan. (LKUI, 1980)
2. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
a. Mengapa pasien datang dengan keluhan napas sesak, nyeri perut kanan
atas, dan lemas?

b. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 120x/menit, tekanan


darah 90/60 mmHg, suhu 360 C, akral dingin dan lembab, RR
c.
d.
e.
f.

32x/menit?
Apa sajakah jenis jenis vulnus?
Bagaimana interpretasi pemeriksaan status lokalis pasien?
Apa sajakah indikasi pemasangan WSD?
Apakah indikasi visum et repertum dan isinya?

3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara


mengenai permasalahan
a. Biomekanika trauma pasien
Tindakan KDRT yang dilakukan suami pasien menyebbkan beberapa
trauma pada tubuh pasien. Pecahan botol menyebabkan diskontinuitas
jaringan di tangan, perut, dan punggung pasien berupa vulnus laceratum
dan vulnus penetratum. Kemudian air panas dengan suhu lebih dari 44
derajat celsius yang menyiram tubuh pasien menyebabkan kerusakan
sel, pembuluh darah, serta syaraf.
b. Patofisiologi keluhan pasien
1) Sesak nafas
Pasien mengalami sesak nafas kemungkinan besar karena
hemothoraks yang terdapat pada pasien karena trauma tusuk di
hemithorax sinistra posterior pasien. Luka tusuk ini dapat
menyebabkan laserasi paru atau pembuluh darah sehingga terjadi
perdarahan. Adanya darah intrathoracal ini menyebabkan efek
mekanik yaitu pendesakan organ-organ pernapasan seperti paru-paru
sehingga pengembangannya saat ventilasi terganggu. Hal ini akan
menyebabkan sesak napas. Apabila tidak ditangani dengan baik
suplai oksigen ke sel juga akan berkurang sehingga terjadi hipoksia
sel. (ATLS, 2004)
Trauma

bakar

(combustio)

juga

dapat

menyebabkan

gangguan ventilasi melalui 3 mekanisme, yaitu : menyebabkan


edema di saluran napas atas sehingga terjadi obstruksi, inhalasi hasil
pembakaran

(karbon)

dan

asap

beracun

menyebabkan

trakheobronkhitis kimiawi, edema, dan pneumonia, serta gangguan


ventilasi karena keracunan karbon monoksida. Akan tetapi keluhan
sesak nafas belum bisa dikaitkan sepenuhnya dengan combustio
yang terjadi di regio colli dan thoracoabdominal karena jalan napas
bebas berarti tidak terjadi edema, sedangkan untuk 2 mekanisme
gangguan perfusi yang lain tidak dapat dikaitkan dengan luka bakar
disini. Selain itu dari hasil WSD juga menandakan adanya
hemothoraks. (ATLS, 2004)
2) Nyeri perut dikanan atas
Nyeri perut kanan atas terjadi karena karena syaraf-syaraf
sensoris pada regio tersebut tersensitasi baik dengan trauma
combustio

maupun

rusak

akibat

vulnus

penetratum.

(Price&Wilson, 2004)
3) Lemas
Lemas yang terjadi pada pasien diakibatkan oleh beberapa
hal. Yang pertama disebabkan oleh rasa ketakutan dan gangguan
stress pasca traumatik yang dialami pasien dan yang kedua adalah
perdarahan yang dialami pasien. (Kaplan&Saddock, 2010)
c. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik dapat dilihat bahwa pasien mengalami takikardi,
penurunan tekanan sistolik dan diastolik, penurunan suhu tubuh,
takipneau, dan tampak adanya penurunan perfusi ke perifer dilihat dari
akral yang dingin dan lembab. Hasil pemeriksaan fisik ini menunjukkan
bahwa pasien mengalami syok yang kemungkinan besar disebabkan
oleh penurunan volume intravaskuler karena hemothorax, luka bakar,
serta luka terbuka di tubuh pasien. Syok jenis ini termasuk syok
hipovolemik. Pada pasien syok hipovolemiknya telah memasuki grade 3
jika dimasukkan ke klasifikasi Tennis Stages of Hipovolemik Syok
dengan kehilangan darah 30-40% volume total. Penilaian derajat syok

ini digunakan untuk memperkirakan jumlah cairan kristaloid yang akan


diberikan di resusitasi awal. (Isselbacher et all, 1999)

4. Langkah VI : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan


pernyataan sementara mengenai permasalahan pada Langkah III.
Karena keterbatasan waktu, pada pertemuan pertama tidak dilakukan
inventarisasi permasalahan secara sistematis. Kelompok langsung membahas
permasalahan yang bisa dijawab pada pertemuan pertama.
5. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.
Semua pertanyaan yang diajukan pada pertemuan pertama dijadikan tujuan
pembelajaran pada diskusi tutorial ini.
6. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru

Pencarian informasi baru mengenai hal-hal yang masih belum terbahas di


pertemuan pertama dilakukan di luar kegiatan diskusi tutorial.
7. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali
informasi baru yang diperoleh.
a. Interpretasi pemeriksaan status lokalis
1) Vulnus laceratum region palmar sepanjang 3 cm
Jenis luka ini kebanyakan disebabkan oleh karena benturan
dengan benda tumpul, dengan ciri tepi luka tidak rata dan
perdarahan sedikit dan meningkatkan resiko infeksi. (Carpenitto,
2000)
Penyebab vulnus laceratum pada skenario ini adalah terkena
pecahan dari botol kaca, sedangkan penangannya sesuai dengan
prinsip penangan luka. Berikut adalah prinsip dari penanganan
luka.
a. Evaluasi luka
1) Anamnesis
Penting untuk

menentukan

cara

penanganan

dengan

menanyakan bagaimana dan kapan luka terjadi. Hal ini


dilakukan untuk memperkirakan terjadinya kontaminasi dan
menentukan apakah luka akan ditutup secara primer atau
dibiarkan terbuka.
2) Pemeriksaan Fisik
(a) Lokasi. Penting sebagai petunjuk kemungkinan cedera
pada struktur yang lebih dalam
(b) Eksplorasi.
Dikerjakan
untuk

menyingkirkan

kemungkinan cedara pada struktur yang lebih dalam,


menemukan benda asing yang mungkin tertinggal pada
lukan dan menentukan adanya jaringan yang telah mati.
b. Tindakan antiseptik
Daerah disucihamakan lebih besar daripada luka dimulai dari
tengah secara spiral ke arah luar dengan menggunakan larutan
antiseptik povidone iodine 10% atau klorheksidine glukonat
0,5%
c. Pembersihan luka
Irigasi sebanyak-banyaknya dengan tujuan membuang jaringan
mati dan benda asing (debridement) sehingga mempercepat

penyembuhan, dilakukan menggunakan cairan fisiologis dari


superfisial ke lapisan yang lebih dalam, hilangkan semua
benda asing dan eksisi jaringan mati.
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedang luka
yang terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas sebaikan
dibiarkan sembuh persecundam atau per tertiam.
e. Penutupan luka
Fungsi kulit sebagai sarana pengatur penguapan cairan tubuh
dan sebagai barrier terhadap invasi bakteri patogen menurun
karena proses inflamasi atau bahkan hilang sama sekali (misal
pada kehilangan kulit akibat luka bakar) sehingga untuk
mengembalikan fungsi ini perlu dilakukan penutupan luka.
f. Pembalutan
g. Pemberian antibiotik dan ATS/toksoid
Pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik, pada
luka yang terkontaminasi atau kotor perlu diberikan antibiotik.
Luka yang baik bagi perkembangan bakteri anaerob (misal
luka tusuk, luka menggaung, terkontaminasi bahan yang
merupakan media yang baik untuk perkembangan kuman
anaerob seperti karat atau kotoran kuda) memerlukan
pemberian ATS/toksoid. (Carpenitto, 2000)
2) Combustio grade II 15% pada region colli anterior dan
thoracoabdominal
Pasien di skenario mengalami luka bakar di daerah leher depan dan
dada serta perut dengan perkiraan luas 15%. Perkiraan luas luka
bakar ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu : Rules of nine, Lund
and browder, dan hand palm. Metode yang paling mudah dan
sering digunakan adalah metode rules of nine, metode ini dapat
dilakukan dengan cepat apalagi jika diperlukan penanganan yang
segera dan kita belum tau data data pasien seperti umur dan jenis
kelamin. Di sini tubuh manusia dewasa dibagi menjadi beberapa

daerah anatomis yang bernilai 9% atau kelipatannya. Akan tetapi


metode ini kurang akurat, yang lebih akurat lagi adalah metode
Lund and browder karena persentasi bagian bagian tubuh
dimodifikasi menurut umur . Sedangkan untuk luka bakar yang
menyebar digunakan metode handpalm. Perkiraan luas luka bakar
ini digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pasien luka
bakar berat di rumah sakit. Menurut klasifikasi American Burn
Association (ABA) luka bakar yang dialami pasien termasuk dalam
luka bakar sedang karena pasien mengalami luka bakar derajat 2
dengan luas 15%. Manifestasi klinis yang didapatkan pada luka
bakar di kedua regio tersebut dapat berupa nyeri karena syaraf
sensoris yang teriritasi, bullae maupun blister, kulit yang sensitif
terhadap dingin. meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. (ATLS, 2004)

3) Pada hemithorax sinistra posterior bagian bawah terdapat


jejas vulnus penetratum, pergerakan hemithorax sinistra
tertinggal, perkusi hemithorax sinistra bagian bawah redup,
auskultasi suara vesikuler menurun

Pasien di skenario mengalami trauma tajam akibat tusukan pisau


dapur. Dari hasil inspeksi terdapat adanya jejas vulnus penetratum
pada hemithorax sinistra posterior bagian bawah. Dari lokasi
trauma kemungkinan organ yang dapat terkena trauma adalah
jantung, paru-paru, dan pembuluh darah serta syaraf pada region
thorax. Trauma ini dapat menyebabkan pecahnya membran
serosa yang

melapisi

atau

menutupi

thorax

dan paru-

paru. Pecahnya membran ini memungkinkan masuknya darah ke


dalam rongga pleura yang disebut hemothorax. Darah pada rongga
pleura akan menekan paru-paru sehingga kolaps, tidak dapat
mengembang, dan mencegah ventilasi yang adekuat. Hal ini dapat
terlihat dengan adanya ketertinggalan gerak pada dinding dada
yang mengalami trauma. Rongga thorax yang seharusnya berisi
udara menjadi berisi darah akibat trauma, sehingga terjadi
perubahan suara saat dilakukan perkusi, yakni dari sonor ke redup.
Adanya darah pada rongga thorax juga menyebabkan hantaran
suara ke dinding dada berkurang, sehingga pada auskultasi suara
vesikuler akan menurun bahkan tidak terdengar. (Price&Wilson,
2004)
4) Abdomen tampak distended, vulnus penetratum region
abdomen kanan atas,bising usus menurun, pekak hepar (+),
defans muskuler (-). Perut teraba tegang, undulasi (-). Pekak
beralih (+).
Kuadran kanan atas

1. Hepar
2. Vesica fellea
3. Pylorus
4. Duodenum
5. Caput pancreas
6. Flesura hepatica colon
7. Sebagai kolon ascendens

Kuadran kanan bawah

8. Kolon transversum
1. Caecum dan apendiks
2. Sebagian colon descenden
1. Lobus kiri dari hepar
2. Lambung

Kuadran kiri atas

3. Corpus pankreas
4. Fleksura linealis kolon
5. Sebagian kolon transversum

Kuadran kiri bawah

6. Kolon descenden
1. Kolon sigmoid
2. Sebagian colon descenden

Pada skenario terdapat vulnus penetratum pada regio kiri


atas abdomen, organ yang terkena dapat berupa lobus kiri hepar,
lambung, corpus pankreas, fleksura linealis kolon, sebagian kolon
transversum, ataupun kolon descenden. (Price&Wilson, 2004)
Pada pemeriksaan fisik abdomen, tampak abdomen
distended. Distensi pada abdomen disebabkan adanya akumulasi
udara atau cairan yang menyebabkan ekspansi pada dinding
abdomen. Ada beberapa penyebab dari distensi abdomen yaitu
kehamilan, kwarsiokor, dan asites.

Pada pemeriksaan juga

didapatkan hasil negative untuk undulasi dan positif untuk pekak


alih. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien ini ditemukan adanya
asites, akan tetapi kemungkinan jumlah cairan asites belum cukup
banyak untuk menyebabkan tes undulasi positif. Akan tetapi untuk
memastikan perlu dilakukan laparoskopi.. Ada beberapa hal yang
menyebabkan berkurang hingga hilangnya bunyi usus seperti
adanya akumulasi darah pada intraperitoneum. Cedera pada tulang
iga, tulang belakang, atau tulang panggul juga dapat menyebabkan
hal serupa meskipun tidak adanya cedera abdomen dalam.
Sehingga tidak-adanya bising usus tidak memastikan ada cedera

intra-abdominal. Defans muscular pada pasien di atas adalah


negatif. Defans muscular positif ditandai dengan adanya nyeri
tekan pada seluruh lapang abdomen. Nyeri tersebut diakibatkan
karena

rangsangan

dari

saraf

peritoneum

parietale

yang

mengindikasikan peritonitis. Sedangkan untuk pekak hepar


menunjukkan bahwa tidak didapatkan kelainan pada organ tersebut.
(ATLS, 2004)
b. Wates Seal Drainage (WSD)
1) Indikasi:
Hemotoraks, efusi pleura
Pneumotoraks ( > 25 % )
Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
2) Kontraindikasi
Infeksi pada tempat pemasangan
Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
3) Cara kerja
Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V,

di linea aksillaris anterior dan media.


Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam

sampai muskulus interkostalis.


Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian
dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk

memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.


Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat

dengan menggunakan Kelly forceps


Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan

ke dinding dada
Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan. (Sjamsuhidajat, 2004)

Pasca pemasangan WSD pada pasien keluar darah sebanyak 75cc dan
RR pasca WSD 24x/menit, serta pada selang WSD tampak adanya
undulasi tetapi bubble negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pasien

positif mengalami hemothorax. Perdarahannya biasanya bersifat self


limited dan tidak memerlukan intervensi operatif. (Sjamsuhidajat,
2004)
c. Prosedur, format, dan alasan pembuatan visum et repertum.
1.
Format:
a) Pro Justitia
1. Ordonansi Materai 1921 pasal 23 juncto pasal 31 ayat 2
sub 27
2. Sebagai pengganti materai untuk surat-surat resmi yang
dipakai untuk perkara-perkara di pengadilan
3. UNTUK KEADILAN
b) Pendahuluan
Identitas dokter pemeriksa pembuat Visum et repretum

(VeR)
Identitas peminta VeR
Saat dan tempat dilakukan pemeriksaan
Identitas barang bukti, sesuai dgn identitas yg tertera di

VeR/ label/ segel


Sifatnya obyektif administratif
c) Pemberitaan
Segala sesuatu yg dilihat, ditemukan pada barang bukti
Oleh dokter pemeriksa
Dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang
Sifatnya : obyektif medis
d) Kesimpulan
Intisari pemeriksaan atau hasil pemeriksaan
Pendapat dokter pemeriksa
Sesuai pengetahuan dan pengalaman yg dimiliki
Sifatnya : subyektif medis
e) Penutup
Pernyataan bahwa ver dibuat atas sumpah dokter
Menurut pengetahuan yg sebaik-baiknya dan sebenar

benarnya
Sifatnya : obyektif yuridis

2. Tata cara:
a) Permintaan visum et repertum
instruksi kapolri
surat permintaan VeR
b) Penyerahan VeR

c) Adanya surat permintaan visum et repertum (spv) secara resmi,


tertulis dari penyidik yang berwenang
d) Pangkat penyidik sekurangnya pembantu letnan dua (aipda)
e) Pangkat pembantu penyidik sekurangnya serda (bripda) serma
(bripka)
f) Adanya barang bukti
g) Adanya serah terima barang bukti
h) Usahakan penyelesaian :
Pemeriksaan luar : 7 hari
Pemeriksaan luar dan dalam : 14 hari sejak diterimanya spv
i) Ditandatangani oleh dokter pemeriksa
j) Surat pengantar bisa oleh direksi/ sekretariat
k) Diserahkan kepada instansi peminta
l) Disertai buku ekspedisi surat keluar
3. Kasus:
Pemerkosaan
Pembunuhan
Penganiayaan
Kecelakaan
4. Kepentingan:
Untuk menjadi bukti dalam persidangan bagi penyidik (LKUI, 1980)
d. Tatalaksana yang diberikan pada pasien
Pengelolaan pasien trauma di sini dilakukan berdasarkan prinsip ATLS
(Advanced Trauma Life Support)
1) Primary survey
a) Airway
Jalan napas pasien bebas dan tidak ditemukan gangguan pada
saluran napas.
b) Breathing
Respiratory rate
takipneau.

(RR)

Kemungkinan

pasien
besar

32x/menit
ini

menunjukkan

disebabkan

syok

hipovolemik pasien sehingga penanganannya bersamaan


dengan penanganan resusitasi.
c) Circulation dengan kontrol perdarahan
Pemeriksaan fisik pasien menunjukkan

adanya

syok

hipovolemik. GCS pasien yang masih 15 tidak menunjukkan


adanya penurunan kesadaran. Akan tetapi hal ini tetap tidak
mengesampingkan terjadinya syok hipovolemik karena bisa
saja terjadi syok hipovolemik tetapi perfusi ke otak masih

belum terlalu berkurang karena mekanisme kompensasi tubuh.


Syok hipovolemik ini disebabkan karena hemothorax dan juga
luka bakar pada pasien serta kemungkinan perdarahan
intraabdomen. Pada 24 jam pertama penderita luka bakar
derajat II memerlukan cairan Ringer Laktat 2-4 ml per
kilogram

berat

badan

tiap

persen

luka

bakar

untuk

mempertahankan volume darah sirkulasi dan fungsi ginjal.


Sedangkan resusitasi cairan pada syok hipovolemik didasarkan
pada perkiraan kehilangan cairan. Pada pasien terjadi
kehilangan cairan sekitar 30-40%. Perhitungan kasar untuk
menentukan jumlah cairan kristaloid yang dibutuhkan adalah
dengan mengganti 1ml darah yang hilang dengan 3 ml cairan
kristaloid. Setelah itu dinilai respon pasien terhadap resusitasi
cairan. Ada 3 macam respon pasien :
(1) Respon cepat
Pasien pada kelompok ini hemodinamis tetap normal
setelah pemberian bolus cairan awal selesai diteruskan
pemberian cairan maintenance. Pasien kelompok ini
biasanya kehilangan volume darahnya minimal (kurang
dari 20%). Tidak ada indikasi pemberian cairan tambahan
atau tranfusi darah.
(2) Respon sementara
Pasien pada kelompok ini memberikan respon terhadap
pemberian cairan awal namun apabila dilanjutkan
pemberian cairan maintenance hemodinamik pasien akan
langsung menurun kembali. Biasanya pasie kehilangan
volume darah 20-40%. Pemberian bolus cairan tambahan
dan transfusi darah diperlukan. Hal ini juga menunjukkan
bahwa

pasien

masih

mengalami

membutuhkan intervensi operasi segera.


(3) Respon minimal

perdarahan

dan

Tidak ada respon terhadap pemberian cairan dan darah


menandakan perlu dilakukannya tindakan intervensi
segera untuk menghentikan perdarahan.
Pasien diskenario kemungkinan akan menunjukkan respon
sementara karena perkiraan kehilangan darahnya 30-40%.
Selain itu kemungkinan juga masih terjadi perdarahan di regio
abdomen pasien karena pada pemeriksaan status lokalis
mengarah kepada adanya timbunan darah dan cedera organ
intraabdomen.
d) Dissability
Menjelang akhir primary survei dilakukan evaluasi terhadap
keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai di sini
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda tanda lateralisasi
dan tingkat cedera spinal
e) Exposure
Pasien dibuka keseluruhan pakaiannnya untuk memeriksa dan
mengevaluasi kondisi tubuh pasien. Setelah diperiksa pasien
segera diselimuti agar tidak terjadi hipotermia.
Pada

primary survey juga

perlu

dilakukan

WSD

untuk

mengeluarkan darah dari rongga thorax. Pengeluaran darah akan


mengembalikan tekanan negatif pada rongga thorax sehingga ventilasi
akan membaik dan RR akan kembali menuju normal. (ATLS, 2004)
2) Secondary survey
Bila kasus trauma yang mengancam jiwa telah ditangani maka
perhatian ditujukan pada secondary survei. Secondary survei meliputi
pemeriksaan

rontgen

thorax

samping

jika

kondisi

pasien

memungkinkan, peniaian gas darah, dan pulse oxymetri serta


pengawasan EKG. Pada secondary survei juga perlu dilakukan
laparotomi dengan indikasi adanya hipotensi atau tanda syok
hipovolemik dengan luka penetrasi abdomen. Laparotomi dilakukan
untuk mengevaluasi dan mengintervensi perdarahan yang mungkin
terjadi. (ATLS, 2004)

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Ada berbagai macam jenis luka yang dapat timbul pada suatu trauma.
2. Penanganan segera dengan cepat dan tepat dibutuhkan agar kondisi pasien
yang mengalami trauma tidak mengalami perburukan.
3. Visum et repertum sangat penting sebagai barang bukti dalam suatu kasus
dalam persidangan.

B. Saran
1. Mahasiswa diharapkan lebih aktif dalam mengikuti diskusi tutorial
2. Penggunaan gadget pada saat diskusi sebaiknya dikurangi agar tercipta
suasana diskusi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

American Collage Surgeon. 2008. Penilaian awal dan pengelolaannya dalam


Advanced Trauma Life Support for Doctor (ATLS). Edisi ke-delapan.
Jakarta: IKABI.
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Jenkins, JA. 2014. Emergent Management of Thermal Burns.
http://emedicine.medscape.com/article/769193-overview#aw2aab6b3
Lembaga Kriminologi UI (LKUI), 1980. Lokakarya Tata Laksana Visum Et
Repertum di DKI Jakarta 1980 V et R Kejahatan Kesusilaan V et R Jenasah.
LKUI. Jakarta.
Mancini, MC. 2014. Hemothorax Workup.
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-workup#showall
Marylin E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaandan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit
Buku Kedoketeran EGC. Jakarta
Price Sylvia, Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses
PenyakitVolume 1 (Edisi ke-6, Cetakan ke-1). Jakarta: EGC
Puteri AM, Sukasah CL. 2009. Presentasi Kasus: Luka Bakar. Jakarta :
Departemen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sjamsuhidajat, R., de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2004
WSD (Water Seal Drainage). 2011.
http://healthyroom.weebly.com/2/post/2011/02/wsd-water-sealdrainage.html

Anda mungkin juga menyukai