Anda di halaman 1dari 9

Nama

: Dede Abdul Rahman

NIM

: 14.23.015598

Semester

: IV/A

Mata Kuliah

: Manajemen Berbasis Sekolah

TEORI
A. Sekolah Budaya Mutu
Budaya mutu merupakan pelaksanaan dari aturan dan tata tertib yang disepakati oleh
warga sekolah , dihayati dan dilakukan terus menerus sehingga menjadi sebuah kebiasaan.
Kebiasaan baik yang melembaga muaranya adalah tembentuknya karakter peserta didik
lebih luasnya tercermina pada tujuan pendidikan Nasional yaitu meningkatkan mutu
manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, trampil,
berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab dan produktif, serta sehat jasmani
dan rohani (UU Sisdiknas, 2003).
Cara menciptakan atau membangun budaya mutu di lingkungan pendidikan
Dikatakan dalam banyak literatur, budaya organisasi yang mendorong kemajuan adalah
budaya yang mengarah pada peningkatan prestasi organisasi. Tugas kita adalah membangun
budaya organisasi untuk selalu berprestasidi kenal dengan istilah achievement culture,
yaitu tipe organisasi yang mendorong dan menghargai kinerja orang (Victor SL, 2002).
Budaya organisasi merupakan manifestasi nilai-nilai dan tradisi yang diyakini dan
melandasi organisasi. Hal itu tercermin ketika organisasi menyusun kode etik yang menjadi
guideline karyawan berfikir, berperilaku, dan bekerja untuk kemajuan organisasi. Oleh
karenanya Goetsch and David mensinyalir lima elemen budaya organisasi yang mengarah
pada kualitas, yaitu lingkungan bisnis/kerja (business environment), nilai-nilai organisasi,
role model budaya, ritual dan perilaku organisasi, pewarisan nilai-nilai dan kultur (cultural
transmitter).
Pakar manajemen telah banyak mendefinisikan tentang mutu. Goestch dan Davis
(1994) mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Juran,
mutu adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan

dan kepuasan pelanggan. Sementara itu Crosby (1983) mendefinisikan mutu dengan
conformannce to requirement, yaitu sesuai dengan yang isyaratkan atau distandarkan.
Adapun Deming, mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Ahli lain
semacam Feigenbaum, menuebut mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full
customers satisfaction) (Nasution, 2001: 15-16).
Perubahan Budaya
Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan budaya organisasi. Berikut ini adalah
10 langkah yang dapat digunakan oleh profesional dalam membangun landasan dalam
budaya mutu dalam sebuah organisasi: Pertama, Memahami (understand). Kualitas
merupakan sebuah konsep budaya. Pembentukan budaya harus didasarkan pada pemahaman
para manajer eksekutif terhadap konsep budaya mutu dan peran mereka dalam membangun
dan mempertahankan budaya mutu; Kedua, Menilai (assess). Penilaian secara komprehensif
terhadap budaya perusahaan yang ada yang berhubungan dengan mutu dilakukan dan
hasilnya dikompilasi;
Ketiga,

Perencanakan

(plan).

Mengembangkan

rencana

komprehensif

untuk

membangun budaya mutu. Perencanaan yang matang diibaratkan sebagai setengah


keberhasilan sebuah program; Keempat, Mengharap (expect). Para eksekutif, manajer, dan
supervisor memastikan bahwa seluruh personil mengetahui bahwa sikap dan perilaku positif
terhadap mutu itu diharapkan; Kelima, Idola (model). Para eksekutif, manajer, dan
supervisor harus secara konsisten menjadi role model positif terhadap perilaku dan sikap
yang berkaitan dengan mutu yang diharapkan kepada para pegawai;
Keenam, Mengarahkan (orient). Orientasi pegawai baru harus diarahkan pada mutu
yang komprehensif; Ketujuh, Mentor. Banyak organisasi menggunakan jasa mentor dan
konsultan untuk membantu mengembangkan para pegawai baik dari sisi soft-skill maupun
hard-skill-nya; Kedelapan, Melatih (train). Menyediakan pelatihan mutu pada semua level
dalam organisasi. Para pegawai memahami tidak hanya sekedar bagaimana mutu tapi juga
kenapa, jadi lebih bersifat filosofis. Kesadaran akan makna filosofis ini berpengaruh
terhadap kinerja, karena dia tahu persisi mengapa dia melakukan suatu pekerjaan.
Kesembilan, Monitor. Supervisor memonitor sikap dan perilaku yang berkaitan dengan
mutu secara terus-menerus; Kesepuluh, Reinforce and maintain. Untuk mempertahankan
budaya mutu yang sudah terbentuk, organisasi harus menekankan perilaku dan sikap terkait
mutu yang diharapkan dari para pegawai (Goetsch, 2010: 121-122). Perlu upaya yang
bersifat memaksa (reinforce) guna memastikan sikap dan perilaku positif tetap tumbuh
dan berkembang, sekaligus ini sebagai bagian dari upaya mempertahankan (maintain).

Top leader memegang peranan yang sangat penting dalam meletakan fondasi budaya
mutu. Diawali dengan komitmen tinggi untuk mewujudkan budaya mutu, menjadi role
model (uswah hasanah) para karyawan dan perlunya mentor dan pelatihan budaya mutu.
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan budaya mutu, terletak pada sejauhmana semangat, nilai-nilai, normanorma yang telah menjadi inti dari budaya mutu dapat diimpelementasikan dalam suatu
Madrasah. Persoalan mutu harus menjadi komitmen top leader dan pada saat bersamaan
menjadi model (uswah hasanah) bagi keterjaminan berjalannnya budaya mutu.
Beberapa karakteristik atau indikator madrasah memiliki budaya kualitas (mutu) adalah: (1).
Perilaku sesuai dengan dan mendukung terciptanya slogan; (2). Masukan dari pelanggan
secara aktif diminta dan digunakan untuk meningkatkan kualitas secara terus-menerus; (3).
Para karyawan dilibatkan dan diberdayakan; (4). Pekerjaan dilakukan dalam suatu tim; (5).
Manajer tingkat eksekutif diikutsertakan dan dilibatkan; tanggungjawab kualitas tidak
didelegasikan; (6). Sumber daya yang memadai disediakan di mana pun ada kapan pun
dibutuhkan uantuk menjamin perbaikan kualitas secara terus-menerus; (7). Pendidikan dan
pelatihan diadakan agar karyawan pada semua tingkat memiliki pengetahuan dan
kertampilan yang dibutuhkan untuk mengingkatkan kualitas secara terus-menerus; (8).
Sistem penghargaan dan promosi didasarkan pada kontribusi terhadap perbaikan kualitas
secara terus-menerus; (9). Rekan kerja dipandang sebagai pelanggan internal; (10). Pemasok
diperlukan sebagai mitra kerja. (Nasution, 2004: 238)
pendidikan yang dianggap istimewa, unggul, dan berkinerja tertinggi memiliki 8 karakter
inti, yaitu berorientasi tindakan, menghargai pelanggan, mendorong inovasi, percaya bahwa
orang adalah aset terpenting, menggunakan MBWA management by walking around
(Manajemen berkontak langsung dengan karyawan), berfokus pada kompetensi inti,
merampingkan organisasi dan mematuhi nilai-nilai organisasi.(Patricia Buhler, 2004)
Hal lain yang perlu diperhatikan, untuk mengetahui apakah madrasah dan sekolah telah
memiliki budaya mutu maka setidaknya telah memiliki karakteristik-karakteristik budaya
mutu seperti komunikasi yang terbuka, kemitraan internal yang saling mendukung,
pendekatan kerjasama tim dalam proses dan dalam mengatasi masalah, obsesi terhadap
perbaikan terus-menerus, pelibatan dan pemberdayaan karyawan secara luas dan
menginginkan masukan dan umpan balik dari pelanggan.(Nasution,: 244-245)
Beberapa kiat mengimplemntasikan budaya mutu dalam dunia bisnis ke dalam dunia
pendidikan adalah sebagai berikut: Pertama, kunci utama dari budaya mutu adalah pada
komitmen para pemimpin dan sekaligus mereka menjadi role model bagi berkembangnya

budaya mutu. Ini dapat dipahami bahwa menggunakan pendekatan bottom up dalam
mengembangkan mutu pendidikan. Dalam konteks pendidikan nasional tentu Kemdikbud
dan Kemenag berkewajiban mengeluarkan kebijakan pengembangan mutu pendidikan
nasional, di samping perluasan akses dan tata kelola pendidikan. Lahirnya Peraturan
Pemerintah 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang di ikuti dengan
Permendiknas Nomor 63/2009 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan serta Permendiknas
No. 29/2005 tentang Akreditasi dan peraturan lainnya telah mendorong peningkatan budaya
mutu sudah menjadi pemahaman dan kesadaran stakeholder pendidikan di negeri ini

B. Sekolah Efektif
Sekolah efektif merupakan sekolah yang mampu

memberikan layanan KBM yang

bermutu yang didukung oleh proses penyelenggaraan yang bermutu dan mampu
menghasilkan lulusan yang bermutu. Makna ini menunjukkan bahwa sekolah tidak
dikategorikan sebagai efektif manakala peserta didiknya memiliki hasil yang bermutu
dikarenakan kontribusi dari bimbingan belajar bukan dari proses yang dialami anak di
sekolah.
Ciri-Ciri Sekolah Efektif
Sekolah efektif memiliki indikator yang beragam tetapi mengarah pada kualitas hasil
pembelajaran. Suharsaputra, Uhar (2010 : 65) memandang sekolah efektif dari tiga
perspektif, yaitu sekolah efektif dalam perspektif mutu pendidikan, sekolah efektif dalam
perspektif manajemen, dan sekolah

efektif dalam perspektif teori organisme.

1. Sekolah Efektif dalam Perspektif Mutu Pendidikan


Penyelengaraan layanan belajar bagi peserta didik biasanya dikaji dalam konteks
mutu pendidikan yang erat hubungnnya dengan kajian kualitas manajemen dan sekolah
efektif. Sekolah dianggap bermutu apa bila peserta didiknya, sebagian besar atau
seluruhnya, memperoleh nilai /angka yang tinggi, sehingga berpeluang untuk
melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Persepsi tersebut tidak keliru
apabila nilai atau angka tersebut diakui sebagai representasi dari totalitas hasil belajar,
yang dapat dipercaya menggambarkan derajat perubahan tingkah laku atau penguasaan
kemampuan yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
2. Sekolah Efektif dalam Perspektif Manajemen
Manajemen sekolah merupakan proses pemanfaatan seluruh sumberdaya sekolah
yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pengerahan tindakan, dan pengendalian untuk mencapai tujuan
sekolah secara efektif dan efisien, (Suharsaputra, Uhar, 2010: 66). Dilihat dari

prespektif manajemen, (Suharsaputra, Uhar, 2010: 66) mengemukakan dimensi sekolah


efektif yang meliputi :
a.

Layanan belajar bagi siswa.

b.

Pengelolaan dan layanan siswa.

c.

Sarana dan prasarana sekolah.

d.

Program dan pembiayaan.

e.

Partisifasi masyarakat.

f.

Budaya sekolah.

Djaman Satori (2000) mengemukakan sekolah efektif dalam perspektif manajemen,


merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui
tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan tindakan, dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan
efisien. Selanjutnya jika dilihat dalam perspektif ini, dimensi dan indikator sekolah efektif
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Layanan belajar bagi siswa
Dimensi ini mencakup seluruh kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan mutu
pengalaman belajar.
2. Mutu mengajar guru
Aspek ini merupakan refleksi dari kinerja profesional guru yang ditunjukan
dalam penguasaan bahan ajar, metode dan teknik mengajar untuk mengembangkan
interkasi dan suasana belajar mengajar yang menyenangkan, pemanfaatan fasilitas
dan sumber belajar, melaksanakan evaluasi hasil belajar. Indikator mutu mengajar
dapat pula dilihat dalam dokumen perencanaan mengajar, catatan khusus siswa
bermasalah, program pengayaan, analisis tes hasil belajar, dan sistem informasi
kemajuan/prestasi belajar siswa.
3. Kelancaran layanan belajar mengajar
Sesuai dengan jadwal layanan belajar mengajar merupakan core bussiness
sekolah. Bagaimana kelancaran layanan tersebut, sesuai dengan jadwal yang telah
disusun merupakan indikator penting kinerja manajemen sekolah efektif. Adanya
gejala kelas bebas karena guru tidak masuk kelas atau para siswa tidak belajar
disebabkan oleh interupsi rapat sekolah atau kegiatan lainnya, merupakan keadaan
yang tidak boleh dianggap wajar. .
4. Umpan balik yang diterima siswa
Siswa

sepatutnya

memperoleh

umpan

balik

yang

menyangkut

mutu

pekerjaannya, seperti hasil ulangan, ujian atau tugas-tugas yang telah dilakukannya.
5. Layanan keseharian guru terhadap siswa

Untuk kepentingan pengajaran atau hal lainnya, murid memerlukan menemui


gurunya untuk berkonsultasi. Kesediaan guru untuk melayani konsultasi siswa
sangat penting untuk mengatasi kesulitasn belajar. Kepuasan siswa terhadap layanan
mengajar guru Siswa merupakan kastemer primer di sekolah, dan oleh karenanya
mereka sepatutnya mendapatkan kepuasan atas setiap layanan yang ia terima di
sekolah.
6. Kenyamanan ruang kelas
Ruang kelas yang baik memenuhi kriteria ventilasi, tata cahaya, kebersihan,
kerapihan, dan keindahan akan membuat para penghuninya merasa nyaman dan
aman berada di dalamnya.

7. Ketersediaan fasilitas belajar


Sekolah memiliki kewajiban menyediakan setiap fasilitas yang mendukung
implementasi kurikulum, seperti laboratorium, perpustakaan fasilitas olah raga dan
kesenian, dan fasilitas lainnya untuk pengembangan aspek-aspek kepribadian.
8. Kesempatan siswa menggunakan berbagai fasilitas sekolah
9. Sesungguhnya sekolah diartikan untuk melayani para siswa yang belajar dan oleh
karenanya para siswa hendak diperlukan sebagai pihak yang harus menikmati
penggunaan setiap fasilitas yang tersedia di sekolah, seperti fasilitas olah raga,
kesenian dalam segala bentuknya,ruang serba guna, kafteria, mushola, laboratorium,
perpustakaan, komputer, internet dan lain sebagainya.
10. Pengelolaan dan layanan siswa
11. Seperti telah diungkapkan terdahulu, siswa adalah kastemer primer layanan
pendidikan. Sebagai kastemer, para siswa sepatutnya memperoleh kepuasan.
Kepuasan tersebut menyangkut;
a) Mutu layanan yang berkaitan dengan kegiatan belajarnya,
b) Mutu layanan dalam menjalani tugas-tugas perkembangan pribadinya, sehingga
mereka lebih memahami realitas dirinya dan dapat mengatasi sendiri persoalanpersoalan yang dihadapinya, dan
c) Pemenuhan kebutuhan kemanusia- annya (dari kebutuhan dasar, rasa aman,
penghargaan, pengakuan dan aktualisasi diri). Untuk menjamin layanan tersebut,
sekolah yang efektif akan menyediakan layanan bimbingan konseling dan sistem
informasi yang menunjang. Demikian pula layanan untuk mememuhi bakat dan
minat anak dalam bentuk pengembangan program-program extra kurikuler
mendapat perhatian yang berarti. Dalam kondisi seperti disebutkan, sekolah yang
efektif memiliki siswa yang disiplin dengan motivasi belajar yang tinggi.
12. Sarana dan prasarana sekolah

Sarana dan prasarana atau disebut sebagai fasilitas sekolah mencakup, gedung,
lahan dan peralatan pelajaran. Aspek penting dari gedung tersebut adalah kualitas
fisik dan kenyamanan ruang kelas di mana core bussiness pendidikan di sekolah
diselenggarakan. Aspek lain dari gedung adalah kualitas fisik dan kenyamanan ruang
manajemen (ruang kerja kepala sekolah dan layanan administratif),ruang kerja guru,
ruang kebersamaan (common room), dan fasilitas gedung lainnya seperti kafetaria,
toilet, dan ruang pentas. Lahan sekolah yang baik ditata sedemikian rupa sehingga
menciptakan kenyamanan bagi penghuninya. Sekolah yang efektif seperti buku-buku
pelajaran dan sumber belajar lainnya yang relevan, alat-alat pelajaran dan peraga
yang mendukung kurikulum sekolah sangat diperhatikan. Seluruhnya peralatan
pengajaran tersebut, digunakan secara optimal sesuai dengan.
13. Program dan pembiayaan
Sekolah yang efektif memiliki perencanaan stratejik dan tahunan yang dipatuhi
dan diketahui oleh masyarakat sekolah. Kepemilikan perencanaan stratejik sekolah
membantu mengarahkan dinamika orientasi sekolah yang dimbimbing visi, misi,
kejelasan prioritas program, sasaran dan indikator keberhasilannya. Perencanaan
tahunan merupakan penjabaran dari perencanaan stratejik yang berisi programprogram berisi program-program operasional sekolah. Program-program tersebut,
didukung oleh pembiayaan yang memadai dengan sumber-sumber anggaran yang
andal dan permanen. Kebijakan dan keputusan yang menyangkut pengembangan
sekolah tersebut dilakukan dengan memperhatikan partisipatif staf dan anggota
masyarakat sekolah (dewan/komite sekolah).Dalam kondisi seperti itu akontabilitas
kelembagaan sekolah, baik yang dilakukan melaluiself-assessment/ internal
monitoring, maupun melalui external evaluation akan berkembang secara sehat
karena semua fihak yang berkepentingan (stakeholder) mendapat tempatnya dalam
setiap aspek pengembangan sekolah.
14. Partisipasi masyarakat
Di samping memberdayakan secara optimal staf yang dimilikinya, sekolah yang
efektif akan menaruh perhatian yang sungguh-sungguh pula terhadap pemberdayaan
masyarakat sekolah. Hal itu akan diwujudkan dengan cara menyediakan wadah yang
memungkinkan mereka, yaitu fihak-fihak yang berkepentingan, ikut terlibat dalam
memikirkan, membahas, membuat keputusan, dan mengontrol pelaksanaan sekolah.
Wadah seperti itu, dalam penyelenggaraan sekolah-sekolah di Australia dikenal
sebagai school council, yang di Indonesia diusulkan komite sekolah, orang tua
murid, anggota masyarakat setempat (seperti tokoh agama, pengusaha, petani sukses,
cendikiawan, politikus, dan sejenisnya), dan refresentatif staf dari Depdiknas
setempat.

15. Budaya sekolah


Budaya sekolah merupakan tatanan nilai, kebiasaan, kesepakatan-kesepakatan
yang direfleksikan dalam tingkah laku keseharian, baik perorangan maupun
kelompok. Budaya sekolah dapat diartikan sebagai respon psikologis penghuni
sekolah terhadap peristiwa kehidupan keseharian yang terjadi di sekolah. Budaya
sekolah akan berpengaruh terhadap pencapaian misi sekolah apabila melahirkan
respon psikologis yang positif dan menyenangkan bagi sebagian besar atau seluruh
penghuni sekolah. Sebaliknya, budaya sekolah bersifat destruktif apabila melahirkan
respon yang negatif atau kurang menyenangkan bagi sebagian besar atau seluruh
penghuni sekolah. Budaya sekolah dalam pengertian ini sering diartikan sama
dengan iklim sekolah, yaitu suasana kehidupan keseharian yang berlangsung di
sekolah yang memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap respon
psikologis para penghuninya.
Karakteristik Sekolah Efektif:
1. Kepemimpinan yang profesional
2. Visi dan tujuan bersama
3. Lingkungan belajar
4. Kensentrasi pada belajar-mengajar
5. Harapan yang tinggi
6. Penguatan/pengayaan/pemantapan yang positif
7. Pemantauan kemajuan
8. Hak dan tanggung jawab peserta didik
9. Pengajaran yang penuh makna
10. Organisasi pembelajar
11. Kemitraan keluarga-sekolah
Berbagai Dimensi Sekolah Efektif:
1.Dimensi Leadership
a. Iklim dan atmosfer yang kondusif
b.Tujuan jelas, dapat dicapai, relevan
c.Guru berorientasi pengelolaan kelas yang baik
d.Inservice Training yang efektif untuk guru
2. Dimensi Pendukung
a.Konsensus terhadap nilai-nilai dan tujuan
b.Rencana stratejik dan koordinasi
c.Staf kunci yang berkelanjutan
d.Dukungan Dinas Pendidikan dan Pemda

3. Dimensi Efisiensi
a. Penggunaan waktu pelajaran yang efektif (intensitas interaksi)
b. Lingkungan sekolah dan kelas yang disiplin
c. Evaluasi dan umpan balik secara berkelanjutan
d. Kegiatan kelas terstruktur dengan baik
e. Petunjuk pembelajaran yang baik
f. Penekanan terhadap pengetahuan dan skill yang tinggi
g.Kesempatan untuk belajar secara maksimal

4. Dimensi Efficacy
a. Harapan untuk mencapai prestasi tinggi
b. Reward untuk prestasi dan kinerja tinggi
c. Kerjasama dan interaksi dalam kelas
d. Keterlibatan semua staf dalam peningkatan kinerja sekolah
e. Otonomi dalam melaksanakan proses pembelajaran sekolah
f. Guru yang empati dan memiliki kemampuan interpersonal dengan siswa
g. Menekankan kepada pekerjaan rumah siswa
h. Akuntabilitas terhadap hasil belajar
i. Interaksi sesama guru yang baik yang efektif untuk guru

Anda mungkin juga menyukai