Anda di halaman 1dari 16

Nilai

Tanda Tangan

REFERAT
APENDISITIS AKUT

Nama : Putri Maharani


NIM : 030.11.235
Pembimbing: dr. Agoes Tino, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
PERIODE 10 OKTOBER 2016 17 DESEMBER 2016

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN ...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ..........

2.1 ANATOMI ......

2.2 DEFINISI ....

2.3 EPIDEMIOLOGI

2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO ....

2.5 PATOGENESIS DAN PATTOFISIOLOGI 5


2.6 DIAGNOSIS ....

2.6.1 MANIFESTASI KLINIS ...

2.6.2 PEMERIKSAAN FISIK ....

2.6.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG...

2.7 DIAGNOSIS BANDING .

2.8 TATALAKSANA .

10

2.9 KOMPLIKASI ..

11

DAFTAR PUSTAKA ....

13

BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus
buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang
merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti
apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.1
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kirakira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal disekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per
hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab
timbulnya appendisits.2 Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang
merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan
immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA.2
Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila
dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain. Peradangan pada apendiks dikenal
dengan istilah apendisitis. Istilah apendisitis pertama kali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada
tahun 1886 di Boston. Morton pertama kali melakukan operasi apendektomi pada tahun1887 di
Philadelphia.3 Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Apendiks adalah organ berbentuk tabung dengan panjang berkisar antara 3-15 cm dan
berpangkal di sekum. Pada dewasa bentuk apendiks melebar didistal dan menyempit di
proksimal. Sementara pada anak, berbentuk kerucut dimana menyempit didistal dan melebar di
proksimal. Anatomi apendiks memungkinkan organ ini untuk bergerak bebas, tergantung dari
panjang mesoapendiks penggantungnya. Apendiks merupakan organ imunologik karena
termasuk komponen GALT (Gut Asscociated Lymphoid Tissue) yang mensekresi IgA, namun
tidak memiliki efek negatif bila dilakukan apendektomi. Posisi apendiks terbanyak berada di
retrosekal (53,57%), pelvik (30,35%), post ilieum (12,55) dan subcaecal (3,5%).4

Gambar 1. Posisi Anatomi Apendiks


3

Gambar 2. Perdarahan apendiks


Vaskularisasi apendiks yaitu arteri apendikularis berasal dari percabangan arteri ileosekal
yang berasal dari arteri mesenterika superior. Perdarahan apendiks tidak memiliki koleteral. Hal
ini memudahkan terjadinya sumbatan, yang apabila tidak di cegah dapat menyebabkan
thrombosis infeksi dan apendiks akan alami gangren.

Persarafan parasimpatis berasal dari

percabangan nervus vagus yang diikuti oleh arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis.
Saraf simpatis berasal dari nervus thorakalis X, yang menghasilkan nyeri visceral di sekitar
umbilikus.4
2.2 Definisi
Peradangan pada organ appendiks atau umbai cacing karena infeksi akibat sumbatan
lumen. Apendisitis sendiri dibagi menjadi akut dan kronik. Akut didefinisikan sebagai Proses
peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.5
Sementara kronik ditegakkan bila memenuhi semua syarat ; (1) riwayat nyeri perut kanan
bawah yang lebih dari 2 minggu, (2) terbukti terjadi peradangan kronik apendiks secara
mikroskopik maupun makroskopik. Mikroskopik adanya fibrosis menyeluruh pada dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, jaringan parut dan ulkus lama dimukosa
dan infiltrasi sel inflamasi kronik.5
2.3 Epidemiologi
4

Apendisitis adalah salah satu dari emergensi bedah dan penyebab paling umum dari nyeri
abdomen. Pada negara Asia dan Afrka, insidens dari apendisitis akut lebih rendah karena
kebiasaan dari area geografis sendiri yaitu tingginya konsumsi serat pada pangan. Serat diduga
menurunkan viskositas feses, menurunkan waktu transit pasase usus dan mencegah formasi
fekalit. Perbandingan 3:2 antara remaja dan dewasa muda dan pada laki-laki insidens apendektoi
1,4 kali lebih besar. Anak-anak memiliki resiko lebih besar untuk mengalami perforasi 50-85%.6
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
Apendisitis akut dikaitkan erat dengan infeksi bakteri, kombinasi antara bakteri aerob dan
anaerob. Infeksi bakteri disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks hal ini dicetuskan oleh
beberapa faktor; Hiperplasia jaringan limfe, fekalit/apendikolit,

tumor apendiks, cacing

askariasis dan makanan rendah serat.7 Fekalit dapat berupa komposisi material feses, kalsium
fosfat, campuran bakteri dengan debris epitel ataupun benda asing. Obstruksi lain dapat
disebabkan oleh tumor (carcinoma caecum) yang biasanya terdapat pada usia lanjut. Parasit
sebagian besar menyebabkan sumbatan yang disebabkan oleh cacing kremi (Oxyuris
vermicularis). Selain sumbatan erosi mukosa akibat infeksi parasit E. histolytica diduga
menyebabkan apendisitis.
Beberapa faktor resiko dapat mendukung terjadinya apendisitis : 7
1. Balita
Apendisitis jarang terdiagnosis pada balita karena, keterbatasannya pada anamnesis. Hal
ini menyebabkan delayed diagnosis dan mempebesar tingginnya insidensi perforasi (<36
bulan). Peritonitis diffusa juga mudah terjadi akibat fungsi omentum yang belum
sempurna, ini menyebabkan fungsi pertahanan dalam menghadapi infeksi tidak
maksimal.
2. Anak
Pada anak hampir selalu terdapat keluhan muntah dan kesulitan makan, hal ini
menyebabkan anak sulit tidur pada tahap awal dari apendisitis.
3. Lansia
Perforasi dan gangren terjadi lebih mudah pada lansia. Insidens terjadinya perforasi dan
lamanya terapi meningkat seiring dengan meningkatnya faktor komorbid seperti; CAD,
asma, diabetes melitus, HIV/AIDS, peningkatan serum creatinine. 8 Secara umum faktor
komorbid ini mempengaruhi system vaskular yang dapat mempercepat iskemia dan
timbulnya perforasi.8
5

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi


Peradangan apendiks atau apendisitis akut biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan
lumen apendiks yang diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hyperplasia limfoid, benda asing
parasite, neoplasma ataupun striktur yang disebabkan oleh fibrosis peradangan sebelumnya.
Beberapa tahap daripada apendisitis diuraikan sebagai berikut ;9
1. Apendisitis akut fokal
Obstruksi lumen bersamaan dengan perkembangan bakteri memicu sekresi mucus
sehingga menyebabkan distensi lumen apendiks. Peningkatan tekanan dinding lumen
akan menghambat aliran limfe sehingga menimbulkan edema, diapedesis bakteri dan
ulserasi mukosa. Hal ini secara klinis ditandai dengan adanya nyeri periumbilikal.
2. Apendisitis supuratif akut
Kombinasi antara peningkatan tekanan intralumen apendiks dan sekresi mukus yang terus
berlanjut menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema dan pertumbuhan bakteri.
Peradangan yang meluas akan mengenai peritoneum dan timbul nyeri kuadran kanan
bawah (titik Mcburney)
3. Apendisitis ganggrenosa
Jika aliran arteri terganggu, akan menyebabkan infark dinding dan gangrene
4. Apendisitis perforasi
Apendisitis gangrenosa yang rapuh dan pecah seringkali terjadi 48 jam setelah awitan
gejala
Tubuh melakukan upaya pertahanan dengan membentuk massa periapendikuler atau
infiltrate apendiks. Yang berupa proteksi untuk membatasi radang dengan penutupan apendiks
oleh omentum, usus halus atau adneksa (pendindingan). Hal ini mencegah pecahnya abses
(perforasi) yang terbentuk akibat proses infeksi. Bila pertahanan tubuh baik, abses akan diserap,
namun apendiks yang pernah meradang akan membentuk jaringan parut dan perpotensi terjadi
perlengketan. Perlengketan dapat menimbulkan keluhan berulang yang disebut eksaserbasi akut.

Tabel 1. Patofisiologi Apendisitis


Sumbatan Lumen Apendiks

Flora Kuman Kolon


Tekanan intralumen
Hambat aliran limfe
Diapedesis Bakteri

Edema

Ulserasi Mukosa

Nyeri periumbilikal

Apendisitis Akut Fokal


Peradangan Berlanjut
Iritasi Peritoneum Setempat
Apendisitis Supuratif Akut

Nyeri di titik McBurney

Aliran arteri terganggu


Nekrosis/Gangren/Perforasi
Mekanisme massa periapendikuler
Abses
Terserap Fibrosis

Pecah Peritonitis

2.6 Diagnosis
Diagnosis ditentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
2.6.1

Manifestasi Klinis
Apendisitis ditandai dengan gejalanya yang khas, yang didasari oleh

peradangan pada apendiks dengan atau tanpa rangsang peritoneum lokal. Gejala
klasik ditandai dengan adanya nyeri visceral yaitu nyeri samar-samar atau tumpul
pada daerah epigastrium sekitar umbilikus. Keluhan ini disertai dengan mual,
7

terkadang muntah dan umumnya terdapat penurunan napsu makan. Dalam


beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney (kuadran kanan bawah).
Nyeri ini adalah nyeri somatik yang lebih tajam dan jelas.
Dari segi klinis pemakaian Alvarado Score digunakan untuk membantu
diagnosis apendisitis.10 Skoring ini memiliki penilaian terhadap 6 tanda klinis dan
2 tanda laboratorium dengan total poin 10. Poin terpenting adalah adanya nyeri
pada kuadran kanan bawah dan leukositosis, yang bernilai 2 poin. Dengan tanda
klinis lainnya memiliki masing-masing 1 poin. Skor 5-6 dapat disebut compatible
acute appendicitis atau cocok dengan dugaan apendisitis akut. Sementara skor 78 mengindikasikan kemungkinan apendisitis. Skor 9-10 mengindikasikan sangat
mungkin apendisitis akut..11 Skor dibawah 5 berguna untuk mengeliminasi
apendisitis dari diagnosis banding. Digunakan istilah MANTRELS sebagai
mnemonic untuk mempermudah skoring. Apabila di fasilitas kesehatan tidak
dapat dilakukan hitung jenis maka dapat digunakan skoring Alvarado yang sudah
di modifikasi dengan total poin 9, yang tidak seakurat skoring asli. Skoring ini
non invasif, aman, simpel, reliable, repeatable dan memiliki diagnostic value
yang terbukti.
Tabel 2. Skoring Alvarado
Skoring Alvarado
Migration to right iliac fossa

Interpretasi
Skor
Migrasi nyeri dari umbilikus ke 1
kuadran

kanan

bawah

(fossa

Anorexia

iliaka)
Anoreksia / penurunan nafsu 1

Nausea/vomiting
Tenderness in the right iliac fossa
Rebound pain
Elevated temperature
Leucocytosis
Shift neutrophils to the left

makan
Mual/muntah
Nyeri pada kuadran kanan bawah
Nyeri lepas
Demam (37,3 C)
Peningkatan leukosit ( 10.000)
Hitung jenis shift to the left

2.6.2

1
2
1
1
2
1

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital dapat di dapatkan peningkatan suhu antara 37,5-38,5. Bila suhu
lebih tinggi, mengarahkan kecurigaan perforasi. Pada inspeksi abdomen tidak
didapatkan tanda spesifik. Bila terdapat perforasi, dapat terlihat penonjolan
kuadran kanan bawah (abses periapendikular). Palpasi menunjukkan nyeri yang
terbatas pada region iliaka kanan.
Nyeri kuadran kanan bawah adalah kunci diagnosis. Terdapat nyeri tekan dan
nyeri lepas. Defans muskuler yang terlokalisir merupakan tanda rangsang
periotenum lokal. Didapat juga nyeri rangsang periotenum yang tidak langsung
berupa nyeri kanan bawah dengan tekanan di kiri (tanda Rovsing), nyeri kanan
bawah pada pelepasan tekanan disebelah kiri (tanda Blumberg) dan nyeri kanan
bawah bila bergerak, napas dalam, berjalan batuk atau mengejan. Diperlukan
palpasi dalam untuk menentukan rasa nyeri yang bergantung pada posisi apendiks.
Pada auskultasi seringkali bising usus normal, namun didapati menghilang pada
ileus paralitik yang terjadi akibat peritonitis generalisata akibat perforasi.
Pemeriksaan pelvis dengan colok dubur diperlukan untuk membedakan nyeri pada
apendisitis pelvika. Yaitu terbatasnya nyeri pada saat dilakukan colok dubur.
Ditambah dengan uji psoas dan uji obturator yang positif. 12 Uji psoas dilakukan
dengan hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan.
Hal ini menunjukkan peradangan apendiks yang menempel di otot psoas mayor.
Fleksi dan endorotasi sendi pada uji obturator menunjukkan peradangan apendiks
yang menempel pada otot obturator internus (dinding panggul kecil). Posisi ini
menimbulkan nyeri pada apensidisitis pelvika.

Tabel 2. Letak Apendiks dan Hubungannya dengan Letak Nyeri


Letak Apendiks
Kaudal (Pelvika)

Target Perlekatan / letak keluhan


Tuba atau ovarium kanan
9

Retrperitoneal
sekum

Nyeri endorortasi sendi (spasme musculus

psoas atau obturator internus)


Frequzency of micturition (bila apendiks

yang meradang mengenai vesical urinaria)


Rangsang peritoneum setempat.
Silent appendix (nyeri muncul saat dilakukan
penekanan dalam kuadran kanan bawah /

(retrosekal)

deep pressure tenderness)


2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Jumlah leukosit yang meningkat membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih

pada kasus dengan komplikasi.


Radiologi
Foto polos abdomen kurang spesifik karena menunjukkan hasil yang
normal pada 50% pasien apendisitis. Hanya 10% menunjukkan apendikolit yang
terkalsifikasi. Sementara barium enema

menunjukkan visualisasi non-filling

appendix namun memiliki sensitivitas rendah.11 Pada pemeriksaan USG abdomen


dapat ditemukan pembesaran diameter apendiks (>6 mm), peningkatan
periapendiceal echogenicity, jika ditemuka apendikolit terdapat gambaran
echogenic dengan distal shadowing, peningkatan vaskularisasi pada Doppler dan
didapati kantong abses dengan penebalan dinding serta berisi cairan.

2.7 Diagnosis Banding


1. Gastroenteritis
Mual, muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan
tidak tegas. Demam dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
apendisitis.
2. Demam Dengue

10

Pada demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip dengan peritonitis,
namun terdapat hasil positive tes Rumple Leede, trombositopenia dan tingginya
kadar hematokrit
4. Limfadenitis Mesenterika
Ditandai dengan nyeri perut yang samar terutama sebelah kanan dan mual, namun
biasanya didahului oleh gastroenteritis
5. Kelainan Ovulasi
Pecahnya folikel ovarium dapat menyebabkan nyeri kuadran kanan bawah ditengah
siklus menstruasi. Namun nyeri ini pernah timbul sebelumnya. Tidak terdapat tanda
radang dan nyeri hilang dalam waktu 24 jam-2 hari.
6. Infeksi Panggul
Salpingitis kanan memiliki ciri suhu yang lebih tinggi, nyeri perut kanan lebih difus,
disertai keputihan maupun infeksi urin. Pada pemeriksaan vaginal toucher didapatkan
nyeri panggul jika uterus diayunkan
7. Kehamilan Ektopik
Terdapat riwayat terlambat haid yang selalu ada. Nyeri mendadak yang difus di
daerah pelvis disertai dengan tanda hipovolemik adalah tanda dari rupture tuba atau
abortus ektopik. Vaginal toucher didapatkan penonjolan kavum Douglas
8. Urolitiasis kanan
Riwayat kolik dari pinggang ke perut dan menjalar ke inguinal merupakan tanda
khas. Pielonefritis disertai demam tinggi menggigil, nyeri CVA di kanan dan pyuria.
BNO-IVP dapat menunjukkan gambaran yang jelas

2.8 Tatalaksana
Tatalaksana dapat dibagi menjadi 3, yaitu ;
a. Preoperatif
Observasi, tirah baring dan puasa. Foto abdomen dan thoraks dapat dilakukan untuk
mencari penyulit lain. Pemberian cairan intravena diberikan untuk mencapai urine output
yang adekuat. Pemberian antibiotik preoperatif ditujukan untuk menurunkan insidens
infeksi luka. Namun pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak diberikan
antibiotik, kecuali dengan perforasi atau gangren Jika terdapat suspek kearah peritonitis
antibiotik intravena yang dapat mencakup bakteri gram negative serta bakteri anaerob

11

harus diberikan.12 Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat


mengakibatkan abses atau perforasi. Karena dilakukan dibawah anesthesia umum, maka
dilakukan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) dan kateter.
b. Operatif
Urgent appendectomy ditujukan untuk mencegah tingginya morbiditas dan mortalitas
yang terjadi akibat peritonitis. Operasi dapat dilakukan dengan dua cara ;
i.
Apendektomi terbuka, dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan
bawah atau insisi oblik pada diagnosis yang belum jelas
ii.
Laparoskopi, teknik operasi dengan luka dan resiko infeksi lebih kecil
c. Pascaoperatif
Dilakukan observasi tanda vital untuk antisipasi adanya perdarahan dalam, syok,
hipertermia maupun gangguan pernapasan. Pasien dibaringkan dengan posisi fowler dan
dipuasakan selama 12 jam atau sampai fungsi usus kembali normal pada pasien dengan
peritonitis. Secara bertahap pasien diberikan minum, makanan saring, makanan lunak lalu
makanan biasa. Komplikasi pascaoperatif dibagi menjadi beberapa macam;
1) Infeksi luka
Infeksi luka adalah masalah paling umum pascaoperasi.biasanya ditandai dengan
adanya nyeri dan kemerahan pada luka dihari ke 4 atau 5 pascaoperasi. Hal ini
dapat ditangani dengan drainase luka, dan pemberian antibiotik yang mencakup
bakteri gram negative dan anaerob
2) Abses intraabdominal
Demam tinggi, malaise dan anoreksia 5-7 hari pascaroperasi menunjukkan
timbulnya abses intraabdominal. USG abdomen atau CT Scan dapat
mempermudah diagnosis dan memfasilitasi drainase perkutaneus.
3) Ileus
Ileus umumnya terjadi pada apendisitis dengan gangrene, yang menghasilkan gas
dan dapat menetap sampai beberapa hari setelah apendektomi. Ileus dapat
menetap 4-5 hari bersamaan dengan demam. Hal ini dapat mengindikasikan
adanya sepsis intraabdominal.
4) Obstruksi akibat perlengketan usus
Komplikasi ini merupakan komplikasi paling umum lanjut pada apendektomi.
5) Portal pyaemia (Pyephlebitis)
Pyephlebitis merubakan komplikasi yang jarang dari apendisitis dengan gangrene.
Demam tinggi dan jaundice akibat septikeia ada sistem vena porta dan
menyebabkan terbentuknya abses. Hal ini diatasi dengan pemberian antibiotik dan
drainase perkutaneus dari abses hepar tersebut.
12

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik bebas maupun pada
apendiks yang telah mengalami pendindingan.
2.8.1 Massa Periapendikuler
Massa periapendikular terjadi pada apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
sebagai kompensasi atau usaha omentum mencegah penyebaran pus atau pecahnya abses.
Bila mekanisme pendindingan ini belum sempurna (massa periapendikuler bebas/mobile)
maka dapat meningkatkan resiko penyebaran pus dan timbulnya peritonitis generalisata.
Apabila terjadi perforasi, maka akan terbentuk abses apendiks yang ditandai dengan
peningkatan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan
massa serta tingginya leukosit. Kondisi ini membutuhkan urgent appendectomy atau
operasi segera. Drainase dapat dilakukan sekaligus bersamaan dengan apendektomi jika
mudah diangkat.13
Sedangkan jika pendindingan terjadi sempurna, maka pasien dirawat terlebih
dahulu dan diberikan antibiotik sambal dilakukan pemantauan suhu, ukuran massa dan
luasnya peritonitis. Jika pemantauan dalam batas baik, maka operasi dapat dilakukan
elektif 2-3 bulan kemudian akibat perdarahan dari perlengketan dapat dicegah.
Apendektomi dilakukan pada infiltrate apendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan.
Sebelumnya diberikan antibiotik kombinasi aktif terhadap bakteri aerob dan anaerob.
Anjuran operasi secepatnya jika konservatif tidak membaik dan memiliki faktor resiko.
2.8.2 Apendisitis Perforasi
Perforasi apendiks dipicu oleh faktor-faktor tersendiri, antara lain umur dan
adanya faktor komorbid yang menyebabkan gangguan vaskular. Perforasi apendiks
menyebabkan peritonitis purulenta, hal ini ditandai dengan; (1) demam tinggi, (2) nyeri
semakin hebat, (3) perut menjadi tegang (defans muskular) disertai perut kembung, (4)
penurunan peristaltik usus akibat ileus paralitik terjadi karena rangsang peritoneum. 13
Perforasi juga dapat menyebabkan terbentuknya abses rongga peritoneum yang umumnya
terlokalisasi di rongga pelvis maupun subdiafragma. Gambaran ini dapat dibedakan
melalui USG abdomen ataupun Roentgen abdomen.

13

Perbaikan keadaan umum dengan persiapan preoperatif. Laparotomi dilakukan


dengan insisi yang lebih lebar untuk mempermudah lavage peritoneum dan penggunaan
drain untuk mengeluarkan sisa infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Burkitt DP (1971). "The aetiology of appendicitis". British Journal of Surgery. 58(9):


6959.
2. Alvarado A. A practical score for the early diagnosis of acute appendicitis. Ann Emerg
Med. 1986 May. 15(5):557-64
3. Fitz RH (1886). "Perforating inflammation of the vermiform appendix with special
reference to its early diagnosis and treatment". American Journal of Medical
Science(92): 32146.
4. Paterson-Brown, S. (2007). "15. The acute abdomen and intestinal obstruction". In
Parks, Rowan W.; Garden, O. James; Carter, David John; Bradbury, Andrew W.;
Forsythe, John L. R. Principles and practice of surgery (5th ed.). Edinburgh: Churchill
Livingstone.
5. Paulson, EK; Kalady, MF; Pappas, TN (16 January 2003). "Clinical practice. Suspected
appendicitis.". The New England Journal of Medicine. 348 (3): 23642.
6. Wangensteen OH, Bowers WF (1937). "Significance of the obstructive factor in the
genesis of acute appendicitis". Archives of Surgery. 34 (3): 496526.

14

7. Shogilev, DJ; Duus, N; Odom, SR; Shapiro, NI (November 2014). "Diagnosing


appendicitis: evidence-based review of the diagnostic approach in 2014.". The Western
Journal of Emergency Medicine (Review). 15 (7): 85971.
8. Drake FT, Mottey NE, Farrokhi ET, Florence MG, Jhonson MG, Mock C et all. Time to
Appendectomy and Risk of Perforation in Acute Appendicitis. Jama Surgical. 2014;
149(8):837-844.
9. Christanto, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran Essentials of
Medicine. Ed 4th Jilid I. Media Aesculapius. 2014. p.213-214.
10. Alvarado, A (May 1986). "A practical score for the early diagnosis of acute
appendicitis.". Annals of Emergency Medicine. 15 (5): 55764.
11. Douglas, CD (14 October 2000). "Randomised controlled trial of ultrasonography in
diagnosis of acute appendicitis, incorporating the Alvarado score". BMJ. 321 (7266):
919919.
12. Sjamjuhidajat, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 3th. EGC. p.759-761.
13. Lieberman G, Pani A. Radiologic Diagnosis of Appendicitis. Harvard Medial. 2005. Jan.
p.9-12. Available from: http://eradiology.bidmc.harvard.edu/LearningLab/gastro/Pani.pdf.
14. Varadhan KK, Neal KR, Lobo DN (2012). "Safety and efficacy of antibiotics compared
with appendicectomy for treatment of uncomplicated acute appendicitis: meta-analysis of
randomised controlled trials".
15. Howell JM, Eddy OL, Lukens TW, Thiessen ME, Weingart SD, Decker WW. Clinical
policy: Critical issues in the evaluation and management of emergency department
patients with suspected appendicitis. Ann Emerg Med. 2010 Jan. 55(1):71-11
.

15

Anda mungkin juga menyukai