Anda di halaman 1dari 5

Acuan Normatif

Dalam peraturan pemerintah nomor 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu
lintas jalan, rencana umum jaringan transportasi jalan merupakan pedoman dalam
penyusunan rencana umum dan perwujudan unsure-unsur jaringan transportasi
jalan, contohnya seperti simpul berupa terminal, ruang kegiatan kawasan
pertambangan, dan ruang lalu lintas berupa jalan, jembatan, atau lintas
penyeberangan. Berdasarkan kelasnya, jalan dapat dibedakan kedalam 4 kelas;

Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat di lalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan lebih besar dari 10 ton.
Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 10 ton.
Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton.
Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton.

Dalam pengelompokan jalan berdasarkan undang-undang nomor 38 tahun 2004


tentang jalan, dijelaskan bahwa Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas
jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum tersebut dikelompokkan menurut sistem,
fungsi, status, dan kelas. Jalan khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum
dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Dari segi sistem jaringan
jalan, terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di
tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor,
jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi

melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata
tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan ratarata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan
jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan
jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Jalan nasional merupakan jalan
arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan provinsi
merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal
dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan
pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan desa merupakan jalan
umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa,
serta jalan lingkungan.
Penjelasan jalan tol berdasarkan peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2005
tentang jalan tol, bahwa Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian
sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol. Ataupun Jalan tol merupakan lintas alternatif dari ruas jalan
umum yang ada. Jalan tol dapat tidak merupakan lintas alternatif apabila pada
kawasan yang bersangkutan belum ada jalan umum dan diperlukan untuk
mengembangkan suatu kawasan tertentu. Ruas jalan umum tersebut sekurangkurangnya mempunyai fungsi arteri atau kolektor. Dalam hal jalan tol bukan
merupakan lintas alternatif, jalan tol hanya dapat dihubungkan ke dalam
jaringan jalan umum pada ruas yang sekurang-kurangnya mempunyai fungsi
kolektor.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, Sistem
jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan sebagai berikut:

menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan


wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan
menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.

Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di
dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang
mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi
sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.
Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan
dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Fungsi jalan terdapat pada
sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Fungsi jalan pada
sistem jaringan primer dibedakan atas arteri primer, kolektor primer, lokal primer,
dan lingkungan primer. Jalan dengan fungsi dinyatakan sebagai jalan arteri primer,
jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer. Fungsi jalan
pada sistem jaringan sekunder dibedakan atas arteri sekunder, kolektor sekunder,
lokal sekunder, dan lingkungan sekunder. Jalan dengan fungsi dinyatakan sebagai
jalan arteri sekunder, jalan kolektor sekunder, jalan lokal sekunder, dan jalan
lingkungan sekunder.
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan
nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Jalan
kolektor primer menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara
pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal Jalan lokal primer
menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan,
antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan
lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Jalan lingkungan primer
sebagaimana dimaksud dalam menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam
kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.
Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder
kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Jalan kolektor sekunder
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Jalan lokal sekunder
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder
kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan.
Jalan lingkungan sekunder menghubungkan antarpersil dalam
kawasan perkotaan.
Dalam prasarana jalan harus terdapat fasilitas yang menunjang berjalannya
kegiatan prasarana tersebut, seperti yang tercantum dalam keputusan menteri

perhubungan nomor; KM 65 tahun 1993 tentang fasilitas pendukung kegiatan lalu


lintas dan angkutan jalan. Fasilitas pendukung tersebut merupakan Fasilitas pejalan
kaki yang terdiri dari trotoar, tempat penyeberangan yang dinyatakandengan marka
jalan dan/atau rambu lalu lintas, jembatan penyeberangan, dan terowongan
penyeberangan. Trotoar harus memenuhi persyaratan yaitu lebar sesuai dengan
kondisi lokasi atau jumlah pejalan kaki yang melalui atau menggunakan trotoar
tersebut, sebagaimana dalam lampiran keputusan ini memiliki ruang bebas
diatasnya sekurang- kurangnya 2,50 meter dari permukaan trotoar. Tempat
penyeberangan berupa zebra cross atau dinyatakan dengan marka berupa 2 garis
utuh melintang jalur lalu lintas dan/atau berupa rambu perintah yang menyatakan
tempat penyeberangan pejalan kaki. Jembatan penyeberangan harus memiliki lebar
sekurang-kurangnya 2,00 meter dan tinggi jembatan penyeberangan bagian paling
bawah sekurang-kurangnya 5,00 meter dari atas permukaan jalan. Terowongan
penyeberangan harus memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00 meter dan tinggi
bagian atas terowongan sekurang-kurangnya 3,00 meter dari lantai terowongan
serta dilengkapi dengan lampu penerangan.
Penggunaan badan jalan untuk fasilitasparkir kendaraan hanya dapat dilakukan
pada jalan kolektor atau lokal dengan memperhatikan kondisi jalan dan
lingkungannya, kondisi lalu lintas, aspek keselamatan, ketertiban dan kelancaran
lalu lintas. Parkir pada badan jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah lalu lintas. Fasilitas
halte harus memenuhi persyaratan yaitu dibangun sedekat mungkin dengan
fasilitas penyeberangan pejalan kaki, memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00
meter, panjang sekurangkurangnya 4,00 meter dan tinggi bagian atap yang paling
bawah sekurangkurangnya 2,50 meter dari lantai halte, ditempatkan di atas trotoar
atau bahu jalan dengan jarak bagian paling depan dari halte sekurang-kurangnya
1,00 meter dari tepi jalur lalu lintas. Di tempat-tempat tertentu pada jalur angkutan penumpang umum dalam kota, dilengkapi dengan fasilitas halte atau rambu
yang menyatakan tempat pemberhentian bus.
Fasilitas tempat istirahat harus memenuhi persyaratan yaitu terletak di luar daerah
manfaat jalan, jalan masuk dan keluar ke dan dari tempat istirahat dapat menjamin
keselamatan dan kelancaran lalu lintas, dilengkapi dengan tempat parkir
kendaraan. Fasilitas tempat istirahat, dinyatakan dengan rambu-rambu lalu lintas.
Fasilitas penerangan jalan, harus memenuhi persyaratan yaitu ditempatkan ditepi
sebelah kiri jalur lalulintas menurut arah lalu lintas atau di pulau lalu lintas, jarak
tiang penerangan jalan sekurang- kurangnya 0,60 meter dari tepi jalur lalu lintas,
tinggi bagian yang paling bawah dari lampu penerangan jalan sekurangkurangnya
5,00 meter dari permukaan jalan.
Dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan,
terdapat ketentuan pidana ataupun perdata bagi pelanggar diseputar cakupan
prasarana jalan. Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan
patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu

Lintas
sehingga menimbulkan
korban
luka ringan
dan/atau
kerusakan
Kendaraandan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Setiap
orang yang melakukan perbuatan yang
mengakibatkan kerusakan dan/atau
gangguan fungsi Jalan, di pidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai