PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
Zuhdan Kamal Abdillah
NIM. 7101411217
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disetujui pada
Hari
Tanggal
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi
Pembimbing
NIP.196801021992031002
NIP.198009022005012002
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
ii
iii
vi
1. JUDUL .................................................................................................
2. PENDAHULUAN ................................................................................
10
10
10
11
13
3.
14
15
16
18
18
19
20
22
22
24
25
26
iii
27
27
28
29
30
32
33
35
36
36
37
37
38
38
39
42
42
44
45
46
48
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data populasi guru SMK Kristen Salatiga tahun ajaran 2014/2015 37
Tabel 4.2 Rencana penilaian (scoring) Jawaban Responden ......................
41
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Berfikir ....................................................................
vi
35
PROPOSAL SKRIPSI
Nama
NIM
: 7101411217
Prodi
1. JUDUL:
PENGARUH
2. PENDAHULUAN
2.1.
untuk membuat suatu keputusan dalam kelas dan juga tentang kapan harus
berhenti suatu kegiatan pembelajaran, atau bagaimana merespon untuk perilaku
yang dianggap mengganggu. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh
Parker (2006) yaitu practice teacher being responsible for encouraging and
assessing learning, yang berarti dalam praktik pembelajaran guru lebih
bertanggung jawab dalam mendorong dan menilai pembelajaran. Kedua pendapat
tersebut tentu diperoleh dari pengalaman mereka dalam menerapkan pengetahuan
dan ketrampilan di dalam kelas. Katy dalam Zsestay (2004) menyatakan
bagaimana pengalaman guru :
for beginner teachers like myself everything can trigger re-ectionin-action,
because everything is new. For example, noticing the extent to which a
student is being challenged or how students are responding is important.
But its also important to develop a kind of routine, so that a lot of this
noticing becomes automatic and the lesson can go on smoothly.
Guru pemula memiliki tantangan untuk mengondisikan siswa serta menjadi hal
yang penting untuk respon yang didapat dari siswa. Berdasarkan ungkapan
tersebut tentu terlihat bahwa secara tidak langsung guru yang masih pemula atau
baru membutuhkan pengalaman baik yang didapatkan di sekolah maupun yang
dia dapatkan sendiri, hal ini tentu terkait dengan bagaimana guru tersebut
beradaptasi dengan organisasi sekolah tersebut agar nantinya dapat memiliki
kompetensi yang dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar. Pendapat yang
hampir sama juga diungkapkan oleh Saondi dan Suherman (2010:45) untuk
menjalin interaksi-interaksi yang melahirkan budaya harmonis dan menciptakan
kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik. Pendapat
ini diperkuat oleh Librawati, dkk (2013) dengan iklim kerja sekolah yang
kondusif ini akan mempengaruhi setiap warga sekolah terutama guru untuk lebih
mengaktualisasikan ide, kreativitas, inovasi, kerja sama, dan kompetisi yang sehat
dalam mengupayakan pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah yang telah
ditetapkan. Guru mendapatkan kompensasi atas pekerjaan yang telah dilakukan.
Kompensasi tersebut tentu akan mendorong semangat guru dalam melaksanakan
tugasnya sehingga mampu mengembangkan siswa dalam pembelajarannya,
pendapat tentang penghasilan di pekerjaan seseorang diperkuat oleh Hadi (2006)
yang menyatakan karena adanya upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka
akan timbul semangat dan gairah kerja yang semakin baik, upah yang sesuai
dipandang dapat memotivasi guru akan tetap profesional dalam menjalankan
tugas mengajar di sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di SMK Kristen
Salatiga pada hari Jumat tanggal 16 Januari 2015 kepada Bu Yuheti dan Bu Maya,
beberapa guru di SMK Kristen masih menggunakan media seadanya dan ada pula
yang
belum
menggunakan
media
sebagai
penunjang
dalam
kegiatan
beberapa yang belum, namun secara keseluruhan sudah baik. Hal ini berarti
beberapa guru sudah ada yang memaksimalkan pembelajarannya, namun ada yang
kurang maksimal, namun secara keseluruhan sudah baik. Hasil pengamatan proses
pembelajaran di kelas, seorang guru dalam menghadapi berbagai karakteristik
siswa di dalam kelas, dinilai sudah melakukan pemahaman tentang tingkah laku
siswa, sehingga dengan pemahaman itu guru dapat melakukan pendekatan kepada
siswa lalu terjalin kerjasama antara siswa dan guru dalam pembelajaran. Namun,
ada pula beberapa siswa terlihat kurang bersemangat dalam pembelajaran ketika
guru hanya menjelaskan materi saja dengan kurang memaksimalkan penggunaan
media pembelajaran.
Karakteristik
dalam
bekerja
yang
terdapat
di
sekolah
diduga
diterima
guru
tentu
akan
digunakan
dalam
mengembangkan
dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengalaman mengajar, iklim kerja
dan kompensasi berpengaruh terhadap kompetensi profesional guru di SMK
Kristen Salatiga ?
Pertanyaan penelitian yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi
terhadap kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga ?
2. Adakah pengaruh pengalaman mengajar terhadap kompetensi guru SMK
Kristen Salatiga ?
3. Adakah pengaruh iklim kerja terhadap kompetensi profesional guru di
SMK Kristen Salatiga ?
4. Adakah pengaruh kompensasi terhadap kompetensi profesional guru di
SMK Kristen Salatiga ?
2.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah
ingin mengetahui pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi berpengaruh
terhadap kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga.
2.4 Manfaat Penelitian
2.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca
2.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai kompetensi profesional guru.
10
2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih
mengetahui kompetensi yang dibutuhkan guru dalam pembelajaran agar
lebih mendalami saat penyampaian materi.
3. Bagi sekolah, penelitian ini diharapan dapat digunakan sebagai bahan
untuk mengembangkan kompetensi profesional para guru.
3. LANDASAN TEORI
3.1 Kompetensi Profesional Guru
3.1.1 Standar Kompetensi Guru
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menjadi satu bagian penting
dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Proses dalam mewujudkan
sekolah yang mampu menjalankan tujuan pendidikan nasional itu dibutuhkan guru
yang memiliki kompetensi guru. Pengertian kompetensi sendiri telah dijelaskan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Penjelasan tersebut
menjelaskan bahwa kompetensi guru sebagai kemampuan penting yang perlu
dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Pengertian ini senada
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mulyasa (2009:26) bahwa :
kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal,
keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk
kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi,
pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik,
pengembangn pribadi dan profesionalisme.
11
melaksanakan
sesuatu
yang
diperoleh
melalui
pendidikan;
tentu
bukanlah
seseorang
yang
tidak
memiliki
kemampuan.
12
yang efektif, baik dari segi materi yang diajarkan maupun kemampuan
menjelaskan materinya. Berbagai macam mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah akan membawa siswa memiliki kompetensi peserta didik yang sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Uno (2008:69) menyatakan bahwa
kompetensi profesional artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas dari
subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi
dalam arti memiliki konsep teoretis mampu memilih metode dalam proses belajar
mengajar. Beberapa pengertian tersebut menjelaskan bagaimana pentingnya
seorang guru memiliki kompetensi profesional yang nantinya akan diterapkan di
kegiatan belajar mengajar.
Kompetensi profesional besar pengaruhnya terhadap kualitas dari guru itu
sendiri pada saat melakukan pembelajaran. Guru dituntut untuk selaku
mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya agar
dapat mewujudkan kompetensi profesionalnya, karena guru tidak hanya
bermodalkan penguasaan materi saja tetapi harus pula memiliki kemampuan
khusus pada saat melakukan pembelajaran.
Sparks dalam Sutirman (2013:8) menegaskan bahwa keahlian guru
merupakan salah satu variabel paling penting yang berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa. Agar dapat menghasilkan lulusan yang cerdas dan
terampil, seorang guru khususnya guru produktif SMK KKAP sangat
dituntut untuk menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam baik
secara teoritis maupun ketrampilan.
Pendapat tersebut lebih menguatkan bahwa kompetensi profesional memang harus
dimiliki guru jika ingin mengembangkan peserta didiknya, apalagi jika mengajar
di SMK yang lulusan dari sekolah tersebut sangat diharapkan perusahaan dan
masyarakat sebagai tenaga kerja yang kompeten di bidangnya. Tanggung jawab
13
seorang guru terlihat dari profesi yang diembannya, jiwa pendidik dalam diri guru
perlu untuk ditanamkan di diri guru yang diwujudkan dalam kompetensi
profesional guru.
3.1.3 Profesionalisme Guru dalam Mengelola Materi Pembelajaran
Guru yang memiliki kompetensi profesional tentu perlu memahami jenisjenis materi pembelajaran, agar nantinya dalam memberikan pembelajaran dapat
tersampaikan materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa serta sesuai pula dengan
kemampuan peserta didik. Uno (2008:45) mengungkapkan bahwa proses belajar
dapat ditingkatkan apabila bahan ajar atau tata cara yang akan dipelajari tersusun
dalam urutan yang bermakna. Guru harus melakukan pemahaman mengenai
materi pembelajaran agar dapat digunakan guru sebagai acuan dalam menjelaskan
materi.
Kurikulum dalam pendidikan menuntut guru untuk memiliki kemampuan
mengelola materi serta memberikan informasi yang tepat. Kemampuan mengolah
materi diperlukan agar materi yang diberikan sesuai kebutuhan siswa. Pendapat
Mulyasa (2009:142) bahwa dalam setiap pengembangan materi pembelajaran
seharusnya memperhatikan apakah materi yang akan diajarkan itu sesuai/cocok
dengan tujuan dan kompetensi yang akan dibentuk. Pemenuhan kebutuhan siswa
itu perlu dilakukan oleh guru dan tentunya perlu memiliki kemampuan dalam
menyajikan informasi agar siswa dapat mengikuti rencana pembelajaran yang
diberikan guru. Hal ini senada dengan pendapat Uno (2008:146) yang menyatakan
bahwa penyajian informasi harus dilakukan karen dengan adanya penyajian
informasi tersebut, anak didik (siswa atau mahasiswa) akan tahu seberapa jauh
14
materi
yang didapatkannya,
contohnya
seperti
memberikan berita terbaru yang terjadi di Indonesia. Selain itu, guru juga perlu
menyampaikan materi dengan alat bantu atau media pembelajaran. Teknologi
yang berkembang tentu memudahkan bagi para guru menerapkan media
pembelajaran untuk kelancaran proses belajar mengajar. Uno (2008:116)
menjelaskan bahwa kehadiran media tidak saja membantu pengajar dalam
menyampaikan materi ajarnya, tetapi memberikan nilai tambah pada kegiatan
15
kompetensi
profesional
dapat
memanfaatkan
kegunaan
media
16
17
18
teknologi
informasi
dan
komunikasi
untuk
mengembangkan diri.
Berdasarkan beberapa indikator yang dikemukakan oleh ahli dan tertuang dalam
undang-undang, setelah disesuaikan dengan melihat kondisi lapangan, maka
disusun indikator kompetensi profesional guru yang akan digunakan sebagai
berikut:
1. Menguasai dan mengelola materi pelajaran.
2. Mendayagunakan sumber dan media pembelajaran.
3. Melakukan manajemen pengelolaan kelas secara efektif.
4. Mengembangkan teori, konsep dan landasan kependidikan.
5. Menguasai dan memahami administrasi sekolah.
3.2 Pengalaman Mengajar
3.2.1 Pengertian Pengalaman Mengajar
Seorang guru tentu tidak hanya dilihat dari kemampuan dan prestasi saja,
namun juga pengalaman kerja atau pengalaman mengajar yang dia peroleh dalam
membentuk kematangan dan kemantapan perilaku guru tersebut. Menurut Kamus
Bahasa Indonesia, pengalaman artinya yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung, dan sebagainya), dan mengajar artinya memberi pelajaran.
Pengalaman mengajar berarti proses pemberian pelajaran yang telah guru alami
dari awal menjadi seorang tenaga pendidik.
Muslich (2007:13) menjelaskan bahwa pengalaman mengajar, yaitu masa
kerja guru (termasuk guru bimbingan dan konseling) dalam melaksanakan
19
Pendapat
tersebut
berarti
profesionalisme
guru
dari
20
sebagai pelaksana proses belajar mengajar tentu pernah mengalami suatu masalah
dalam mengajar. Selama mengajar guruakan menemukan hal-hal baru, dan jika
hal tersebut dipahami dan dimanfaatkan sebagaimana mestinyaia akan memberi
pelajaran yang berarti bagi guru itu sendiri. Pendapat oleh Saondi dan Suherman
(2010:111) yang menyatakan profesionalisme memerlukan kesungguhan dan
ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
Pengalaman yang diperoleh guru sangat beragam, masalah-masalah yang dihadapi
guru sebagai pendidik tentu akan mendorong guru mencari jalan keluar untuk
menyelesaikannya, dari pengalaman guru menghadapi masalah tersebut akan
meningkatkan profesionalisme guru. Proses manajemen sumber daya manusia di
sekolah tentu memperhatikan pengalaman yang guru miliki. Wukir (2013:31)
menjelaskan bahwa seleksi, penempatan dan pelatihan staff harus diprioritaskan
untuk memastikan tercapainya kinerja yang maksimum dari pegawai.
Maksudnya adalah jika sekolah menginginkan guru yang kompeten dibidangnya,
tentu pengalaman guru perlu untuk ditingkatkan, upaya sekolah untuk
meningkatkan pengalaman guru dengan memperhatikan manajemen sumber daya
manusia. Pengalaman yang dimiliki guru juga nantinya akan membantu bagi guru
lain, terutama guru pemula yang perlu bimbingan dari guru senior di sekolah.
3.2.3 Indikator Pengalaman Mengajar
Pengalaman kerja guru atau pengalaman mengajar menjadi sebuah
pemahaman dari guru terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga
hal-hal yang dialami tersebut telah dikuasainya, baik mengenai pengetahuan serta
ketrampilan pada diri guru. Apabila dalam mengajar guru menemukan hal-hal
21
yang baru, dan hal-hal baru dipahaminya, maka guru tersebut akan banyak
mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan tentang bidang kerjanya.
Pengalaman mengajar memiliki dua indikator, pendidikan dan pelatihan serta
masa kerja/lama mengajar.
a. Pendidikan dan pelatihan
Seseorang akan memiliki kemampuan yang baik bila dia terus dididik dan
dilatih, sama halnya dengan guru. Guru yang telah memiliki pendidikan yang
matang dan pelatihan lapangan, tentu memiliki kematangan dalam mengajar.
Pendapat tentang pengalaman mengajar dikemukakan oleh Wukir (2013:90) yang
menjelaskan pengalaman merupakan pelatihan dan pengembangan yang
diperoleh dari pekerjaan sebelumnya yang diperlukan sebagai kualifikasi di posisi
tersebut. Pendapat tersebut senada dengan penjelasan pendidikan dan pelatihan
guru menurut Muslich (2007:13) yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/ atau peningkatan
kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional maupun internasional. Pendapat
pertama menjelaskan bahwa seorang guru yang berpengalaman tentu telah
mendapat pelatihan dan pengembangan yang guru dapatkan dari pengalaman
mengajarnya dari awal. Sedangkan, pendapat kedua menjelaskan pengalaman dan
pendidikan yang diperoleh seorang guru akan menggambarkan bagaimana guru
tersebut berkompeten dibidangnya. Kedua pendapat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin banyak guru mendapatkan pendidikan dan pelatihan
22
keguruan, maka semakin matang pula guru tersebut dalam menjalankan tugas
mengajar.
b. Masa kerja/lama mengajar
Pengalaman mengajar guru juga termasuk dalam syarat sertifikasi guru,
guru dalam mencapai kualifikasi keprofesionalan tercantum dalam pasal 2,
Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam
Jabatan, yakni:
Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian
terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan: kualifikasi akademik;
pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran; penilaian dari atasan dan pengawas; prestasi
akademik; karya pengembangan profesi; keikutsertaan dalam forum
ilmiah; pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Penjelasan lebih rinci dari komponen 3 (pengalaman mengajar) dalam
permendiknas oleh Muslich (2007:44) yang menyatakan bahwa komponen 3 ini
berkaitan dengan masa kerja guru, yaitu masa ketika guru melakukan tugas
profesionalnya. Maksudnya adalah pengalaman mengajar guru dapat dilihat dari
berapa lama guru tersebut mengajar, masa kerja/lama mengajar guru tersebut
ditunjukkan melalui waktu yang diberikan guru untuk menyampaikan materi ke
peserta didik.
3.3 Iklim Kerja
3.3.1 Sekolah sebagai Organisasi di Bidang Pendidikan
Sekolah menjadi tempat bekerja para guru, mereka berkumpul dalam satu
organisasi dan memiliki tujuan yang sama dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa, karena memiliki tujuan yang sama maka sekolah dapat dikatakan sebagai
23
24
25
26
hubungan dan komunikasi yang sehat diantara komponen sekolah sebab dengan
pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik mendorong pribadi
seseorang untuk melakukan tugas dengan baik, maksudnya adalah jika para guru
memiliki hubungan yang baik dalam bekerja, tentu profesionalisme guru dapat
meningkat. Sesama guru dapat sharing dengan nyaman membahas masalah yang
dihadapi dalam pembelajaran. Saondi dan Suherman (2010:45) menyatakan
bahwa untuk menjamin interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan harmonis
dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja, diperlukan iklim kerja
yang baik. Guru bukanlah manusia yang mampu mengatasi segala permasalahan
pendidikan seorang diri, namun jika permasalahan tersebut dikonsultasikan
dengan guru lain maka dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan.
Suasana kerja para guru di sekolah diharapkan tetap dalam kondisi yang baik agar
dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran yang optimal.
3.3.4 Indikator Iklim Kerja Sekolah
Iklim kerja tentu mendukung perasaan senang guru dalam menjalankan
profesi kependidikannya, indikator pengukuran iklim kerja sekolah dijelaskan
oleh Owens dalam Saondi dan Suherman (2010:46) bahwa faktor-faktor penentu
iklim organisasi sekolah adalah :
1. Ekologi, yaitu lingkungan fisik seperti gedung, bangku, kursi, alat
elektronik, dll.
2. Milieu, yaitu hubungan sosial.
3. Sistem sosial, yakni ketatausahaan, pengorganisasian, pengambilan
keputusan dan pola komunikasi.
27
4. Budaya, yakni nilai-nilai kepercayaan, norma, dan cara berfikir orangorang dalam organisasi.
3.4 Kompensasi
3.4.1 Pengertian Kompensasi
Pekerjaan apapun yang dilakukan seseorang tentu akan menghasilkan
pendapatan untuk kebutuhan hidup, begitupun dengan pekerjaan sebagai seorang
pendidik. Pekerjaan sebagai tenaga pendidik tentu perlu mendapat balas jasa agar
guru dapat lebih semangat mengembangkan keprofesionalannya. Selain itu, balas
jasa atau kompensasi ini juga dapat memenuhi kebutuhan hidup guru dan
keluarganya. Hasibuan (2010:118) menjelaskan bahwa kompensasi adalah semua
pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang
diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan,
berdasarkan pendapat ini jika dilihat dari pekerjaan seorang guru tentu dapat
diketahui bahwa kompensasi diberikan kepada guru atas jasa yang diberikan
dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai seorang pendidik. Kompensasi yang
diberikan diharapkan nantinya menjadi semangat bagi guru. Notoatmodjo
(2003:153) mengatakan bahwa apabila kompensasi diberikan secara tepat dan
benar para karyawan akan memperoleh kepuasan kerja dan termotivasi untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dari pendapat tersebut terlihat bagaimana
pentingnya kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan, dalam hal ini
tenaga pendidik atau guru. Kompensasi yang telah diberikan sekolah tentu
diharapkan dapat meningkatkan kerja guru baik dalam proses belajar mengajar
maupun dalam profesi keguruan. Selain itu, kompensasi juga diduga sebagai salah
28
29
30
31
32
33
PKn di SMP Negeri Kabupaten Karanganyar dengan rx1y 0,3132 > rtabel 0,279 pada
taraf signifikan 5%.
2. Nurul Astuti Yensi. B (2010) menunjukkan hasil bahwa secara simultan
terdapat pengaruh yang signifikan kompensasi dan motivasi terhadap kinerja guru
di SMA Negeri 2 Argamakmur Bengkulu Utara (R2 = 45%)
3. Suryani (2012) menunjukkan hasil bahwa terdapat kontribusi iklim kerja
sekolah secara signifikan terhadap kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten
Badung, dengan kontribusi sebesar 47,9% dan sumbangan efektif sebesar 19,1%.
3.6 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir adalah argumentasi dalam merumuskan hipotesis yang
merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah yang diajukan
(Purwanto, 2008:143). Kerangka berfikir menjadi alur fikir yang digunakan dalam
penelitian ini, menjelaskan permasalahan tentang kompetensi profesional guru.
Pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi juga dijelaskan kembali dalam
kerangka berfikir ini. Pengalaman mengajar merupakan masa kerja atau lama
mengajar yang dilakukan guru dalam menjalankan profesinya. Iklim kerja
merupakan suasana kerja sebuah organisasi berdasarkan hubungan timbal balik
yang terjadi. Kompensasi merupakan hasil yang didapat dari karyawan atau guru
dalam pekerjaannya. Berdasarkan hasil penelitian oleh peneliti sebelumnya dan
telah dibahas di latar belakang, terlihat bahwa pengalaman mengajar, iklim kerja
dan kompensasi akan menunjang kinerja guru. Indikator kinerja guru sendiri
terdapat empat indikator yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional. Salah satu dari indikator
34
kinerja guru tersebut diambil untuk dijadikan variabel dependen, yaitu kompetensi
profesional guru. Jadi, letak perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu peneliti
lebih memfokuskan pada kompetensi profesional yang ada pada guru dalam
pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi profesional guru penting untuk dimiliki
guru dalam mengembangkan peserta didiknya, oleh karena itu dipilih beberapa
variabel yang diduga mempengaruhi kompetensi profesional, kemudian ingin
dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap kompetensi profesional guru.
Variabel bebas berupa pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi yang
akan diteliti seberapa besar pengaruhnya secara parsial terhadap variabel terikat,
yaitu kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga. Selain itu dalam
penelitian ini juga melihat bagaimana pengaruhnya variabel independen berupa
pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi secara simultan terhadap
variabel dependennya yaitu kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga.
35
36
37
2. Data Sekunder
Menurut Purwanto (2008:217) data sekunder adalah data yang
dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain. Jadi, data sekunder yang nanti
diperoleh berasal dari dokumen yang didapatkan dari sekolah, berupa data umum
mengenai nama dan jumlah guru di SMK Kristen Salatiga.
4.2 Populasi
Menurut Sugiyono (2013:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang
ditetapkan
oleh
peneliti
untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
Keterangan
Jumlah
Guru tetap
18
13
Total
31
38
penelitian ini sudah ditetapkan oleh peneliti, dan masalah-masalah yang dibahas
dibatasi sesuai dengan variabelnya. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari
variabel dependen (Y) dan variabel independen (X).
Sugiyono (2013:61) membagi variabel penelitian menjadi dua, yaitu:
a. Variabel independen : merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
b. Variabel dependen : merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan mengenai operasional masing-masing
variabel berikut ini :
4.3.1 Variabel dependen
Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah kompetensi
profesional guru di SMK Kristen Salatiga. Kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
4.3.2 Variabel independen
Penelitian ini terdapat 3 variabel bebas yaitu:
1) Pengalaman mengajar
2) Iklim kerja
3) Kompensasi
39
40
41
Jenis Jawaban
Skor
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
42
b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi dalam penelitian ini, digunakan untuk memperoleh
data tentang nama dan jumlah guru serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan
dengan kompetensi profesional sekolah di lingkup SMK Kristen Salatiga.
Sugiyono (2013:329) menjelaskan bahwa dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera,
biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang
berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung,
film, dan lain-lain.
Dokumen perlu diambil karena sebagai bukti dan bahan yang dijadikan
pendukung dalam penelitian ini, dokumen tersebut meliputi: data jumlah guru,
data tentang profil singkat masing-masing guru, dan profil sekolah.
4.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
4.5.1 Uji Asumsi Klasik
Suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi
apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang mendasarinya. Uji
asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Uji Normalitas Data
Wartini, dkk (2011:27) menyatakan bahwa uji normalitas ini bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggunaan atau residual
memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi
data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas didapat dari grafik
normal probability plot. Apabila variabel berdistribusi normal, maka penyebaran
43
akan
sulit
diketahui
variabel
bebas
mana
yang sebenarnya
44
3. Uji Autokorelasi
Wartini (2011:34) mengemukakan bahwa uji autokorelasi bertujuan
menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada t-1 (sebelumnya).
Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Wartini
(2011:34) juga mengemukakan bahwa cara yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi autokorelasi yaitu dengan uji Durbin Watson (DW Test). Maksudnya
adalah jika pada model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada t-1 maka uji Durbin Watson
dapat digunakan untuk mendeteksi autokorelasi.
4. Heteroskedastisitas
Wartini (2011:36) mengemukakan bahwa heteroskedastisitas menguji
terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode
pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi
dengan Stundentized Delete Residual nilai tersebut. Pengujian terhadap
heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap pola scatter plot
yang dihasilkan melalui SPSS. Apabila pola scatter plot membentuk pola tertentu
maka model regresi memiliki gejala heteroskedastisitas.
4.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Suharsimi (2006:168) mengemukakan baha validitas adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.
Maksudnya adalah, suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
45
apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti
secara tepat. Jadi, validitas sebagai ukuran untuk mengetahui apakah instrumen
yang akan diajukan mudah dipahami atau menimbulkan kerancauan bagi
responden. Semakin valid instrumen yang diajukan maka semakin mudah
responden menjawabnya, sebaliknya jika instrumen kurang valid tentu responden
akan bingung karena kurang paham dengan maksud pertanyaan yang diajukan.
2. Reliabilitas
Suharsimi (2006:178) mengungkapkan bahwa reliabilitas menunjukkan
bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Maksudnya adalah,
instrumen penelitian dikatakan reliabel bila akan menghasilkan data yang baik,
dan instrumen yang baik tentu akan dapat digunakan sebagai alat pengumpul data
yang baik .
4.5.3 Analisis Deskriptif
Suharsimi (2006:239) analisis deskriptif adalah menginterpretasikan data
dengan mengambil kesimpulan dari data dalam bentuk angka yang sudah ada ke
dalam bentuk tulisan/kata-kata. Maksud dari pengertian tersebut yaitu, analisis
deskriptif digunakan untuk menceritakan atau menyampaikan informasi yang ada
pada penelitian mengenai variabel pengalaman mengajar, iklim kerja, kompensasi
dan kompetensi profesional dalam bentuk kalimat atau mengubah informasi dari
bentuk angka ke dalam bentuk kalimat yang merupakan kesimpulan dari data
angka tersebut.
46
47
48
Daftar Pustaka
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariance Sengan Program IBM
SPSS 19, Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hadi, D.S. 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kompensasi
dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Kabupaten
Pati dan Jepara. Thesis. Universitas Negeri Semarang.
Hasibuan, Malayu S.P. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Librawati, dkk. 2013. Analisis Pengaruh Sikap Profesional, Iklim Kerja Sekolah,
dan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMP
Negeri di Kecamatan Sukawati. Dalam e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha (akses pada 21 Desember 2014).
Mulyasa, E. 2009a. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
- - 2009b. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik.
Jakarta: Bumi Aksara.
Notoatmodjo, S. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Parker, Jonathan. 2006. Developing Perceptions of Competence during Practice
Learning. Dalam British Journal of Social Work (2006) 36, 10171036.
Downloaded from http://bjsw.oxfordjournals.org/ at Universitas Negeri
Semarang on December 10, 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan.
- - Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi dan
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
49
50