Anda di halaman 1dari 56

PENGARUH PENGALAMAN MENGAJAR, IKLIM KERJA DAN

KOMPENSASI TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL


GURU DI SMK KRISTEN SALATIGA

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
Zuhdan Kamal Abdillah
NIM. 7101411217

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk dilaksanakan.

Disetujui pada
Hari

Tanggal

Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi

Pembimbing

Dr. Ade Rustiana, M.Si

Ismiyati, S.Pd, M.Pd

NIP.196801021992031002

NIP.198009022005012002

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................................

ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

iii

DAFTAR TABEL .....................................................................................

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

vi

1. JUDUL .................................................................................................

2. PENDAHULUAN ................................................................................

2.1 LATAR BELAKANG MASALAH ................................................

2.2 PERUMUSAN MASALAH ...........................................................

2.3 TUJUAN PENELITIAN .................................................................

2.4 MANFAAT PENELITIAN .............................................................

LANDASAN TEORI .........................................................................

10

3.1 Kompetensi Profesional Guru ........................................................

10

3.1.1 Standar Kompetensi Guru ......................................................

10

3.1.2 Pengertian Kompetensi Profesional Guru ..............................

11

3.1.3 Profesionalisme Guru dalam Mengelola Materi Pembelajaran

13

3.

3.1.4 Profesionalisme Guru dalam Memberdayakan Sumber dan


Media Pembelajaran ........................................................................

14

3.1.5 Profesionalisme Guru dalam Manajemen Kelas ....................

15

3.1.6 Indikator Kompetensi Profesional Guru ................................

16

3.2 Pengalaman Mengajar ....................................................................

18

3.2.1 Pengertian Pengalaman Mengajar ..........................................

18

3.2.2 Fungsi dan Tujuan Pengalaman Mengajar .............................

19

3.2.3 Indikator Pengalaman Mengajar ............................................

20

3.3 Iklim Kerja .....................................................................................

22

3.3.1 Sekolah sebagai Organisasi di Bidang Pendidikan ................

22

3.3.2 Pengertian Iklim Kerja Sekolah .............................................

24

3.3.3 Fungsi Iklim Kerja Sekolah ...................................................

25

3.3.4 Indikator Iklim Kerja Sekolah ................................................

26

iii

3.4 Kompensasi ....................................................................................

27

3.4.1 Pengertian Kompensasi ..........................................................

27

3.4.2 Asas-asas Kompensasi ...........................................................

28

3.4.3 Tujuan Sistem Kompensasi ....................................................

29

3.4.4 Indikator Kompensasi ............................................................

30

3.5 Penelitian yang Relevan.................................................................

32

3.6 Kerangka Berfikir ..........................................................................

33

3.7 Hipotesis Penelitian .......................................................................

35

4. METODE PENELITIAN ...................................................................

36

4.1 Jenis dan Desain Penelitan ..............................................................

36

4.2 Populasi ...........................................................................................

37

4.3 Variabel Penelitian ..........................................................................

37

4.3.1 Variabel Dependen .................................................................

38

4.3.2 Variabel Independen ..............................................................

38

4.4 Metode Pengumpulan Data .............................................................

39

4.5 Metode Analisis Data ......................................................................

42

4.5.1 Uji Asumsi Klasik ..................................................................

42

4.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................

44

4.5.3 Analisis Deskriptif .................................................................

45

4.5.4 Pengujian Hipotesis................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

48

iv

DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data populasi guru SMK Kristen Salatiga tahun ajaran 2014/2015 37
Tabel 4.2 Rencana penilaian (scoring) Jawaban Responden ......................

41

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Berfikir ....................................................................

vi

35

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS EKONOMI

PROPOSAL SKRIPSI

Nama

: Zuhdan Kamal Abdillah

NIM

: 7101411217

Prodi

: Pendidikan Ekonomi (Administrasi Perkantoran)

1. JUDUL:
PENGARUH

PENGALAMAN MENGAJAR, IKLIM KERJA DAN

KOMPENSASI TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DI


SMK KRISTEN SALATIGA

2. PENDAHULUAN
2.1.

Latar Belakang Masalah


Tuntutan zaman yang semakin meningkat pada era sekarang ini membuat

dunia kerja semakin membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten


dibidangnya masing-masing. Generasi muda dipersiapkan untuk masuk dalam
dunia kerja, karena kebutuhan dunia kerja itu akan terwujud manakala generasi
muda memiliki keterampilan. Pendidikan sebagai wadah generasi muda untuk
memperoleh ketrampilan. Tujuan pendidikan dapat tercapai, jika generasi muda

dipersiapkan melalui pendidikan formal, yaitu sekolah. Pendidikan yang diberikan


di sekolah nantinya akan menunjang generasi muda dalam memperoleh
ketrampilan serta kemampuan. Generasi muda perlu dipersiapkan dalam
pengetahuan dan juga ketrampilan praktik, karena itulah diadakan lembaga
pendidikan formal yang berbasis pada kejuruan, selain mempelajari materi siswa
juga akan diajarkan keterampilan yang harus dikuasai, pendidikan formal tersebut
yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sekolah Menengah Kejuruan memiliki tugas untuk menciptakan lulusan
yang kompeten sehingga lulusan tersebut memenuhi persyaratan dunia kerja dan
dapat diterima di dunia kerja sesuai bidang masing-masing. Lulusan dari SMK
dipandang mampu dan siap untuk masuk dalam dunia kerja. Sekolah Menengah
Kejuruan nantinya akan menciptakan lulusan yang kompeten sesuai dengan
bidangnya masing-masing, dan tentu saja perlu melakukan proses belajar
mengajar sebaik mungkin. Proses belajar yang baik dapat dilakukan oleh tenaga
pendidik yang baik pula, tenaga pendidik yang baik maksudnya yaitu seorang
guru sebagai pendidik harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas. Kompetensi yang dimiliki guru akan
menunjang proses belajar mengajar yang akan membawa siswa mencapai tujuan
dalam pembelajaran. Kemampuan tersebut tentu dibutuhkan oleh seorang guru
dalam memberikan pengajaran di kelas.
Kemampuan guru dalam berinteraksi juga diterapkan dengan seluruh
warga sekolah baik sesama guru maupun karyawan. Interaksi yang terjadi akan
dapat memperlihatkan bagaimana tingkah laku dan sikap guru dalam melakukan

pembelajaran maupun dalam bersosialisasi. Apabila guru berada di lingkungan


kerja yang bekerja keras, tentu guru juga akan ikut bekerja keras karena
menyesuaikan dengan lingkungannya, demikian sebaliknya. Meskipun semua
tetap berasal dari kepribadian guru sendiri tetapi secara tidak langsung lingkungan
juga mempengaruhi bagaimana guru melaksanakan pembelajaran di dalam kelas.
Berbicara mengenai kompetensi guru, sudah menjadi rahasia umum apabila guru
yang bekerja lebih lama memiliki pengalaman yang lebih banyak. Pengalaman itu
terkait dalam segala hal, misalnya dalam menghadapi berbagai karakteristik
siswa, menghadapi situasi pembelajaran, pergantian kurikulum dan juga tentang
materi yang disampaikan pada pembelajaran. Terkait pengalaman mengajar, guru
yang sudah lama berada di lingkungan sekolah dinilai lebih memiliki pengetahuan
dalam belajar mengajar, lalu guru yang masih pemula atau baru membutuhkan
pengalaman yang dia dapatkan dari proses belajar mengajar. Pekerjaan apapun
tentu akan menghasilkan pendapatan bagi orang yang melaksanakannya, sama
halnya dengan pekerjaan sebagai tenaga pendidik yang akan mendapatkan
penghasilan setelah melakukan tugas belajar mengajar. Penghasilan seorang guru
sebagai tenaga pendidik itu dinilai akan memotivasi guru dalam melaksanakan
tugasnya, terutama dalam pembelajaran di kelas.
Kompetensi profesional yang dimiliki guru dinilai dapat menunjang
kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Hal ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Uno (2008:70) bahwa dalam kegiatan profesionalnya, guru
harus memiliki kemampuan untuk merencanakan program pembelajaran dan
kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran. Pendapat ini diperkuat oleh

Mulyasa (2009:140) yang menyatakan guru yang memiliki kompetensi


profesional harus mampu memilah dan memilih serta mengelompokkan materi
pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Berdasarkan kedua
pendapat tersebut terlihat bahwa seorang pendidik perlu memiliki kompetensi
profesional agar proses pembelajaran baik penyampaian materi dan efektifitas
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang dibuat oleh guru.
Kemampuan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru salah satunya
dapat dilihat pada susunan bahan ajar, misalnya dengan membuat target
penyampaian materi. Hal itu sesuai yang diungkapkan oleh Uno (2008:45) yang
mengungkapkan bahwa proses belajar dapat ditingkatkan apabila bahan ajar atau
tata cara yang akan dipelajarai tersusun dalam urutan yang bermakna, susunan dan
tatacara ini dapat membantu siswa dalam menggabungkan dan memadukan
pengetahuan. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui ketika siswa memperoleh
materi secara tersusun atau disajikan dalam beberapa bagian, dapat membuat
siswa memahami materi yang disampaikan sehingga siswa dapat terlibat secara
langsung dalam pembelajaran, yang nantinya akan ada umpan balik antara guru
dengan siswa.
Guru melakukan pembelajaran dan berinteraksi dengan siswa tentu
membutuhkan waktu, seperti apa yang telah diungkapkan oleh Szestay (2004) as
a teacher educator, i also wanted to understand better how to help beginner
teachers makesplit second decisions about when to stop an activity, or how to
respond to disruptive behaviour, for example. Pendapat itu berarti Szestay
sebagai seorang guru juga ingin memahami bagaimana membantu guru pemula

untuk membuat suatu keputusan dalam kelas dan juga tentang kapan harus
berhenti suatu kegiatan pembelajaran, atau bagaimana merespon untuk perilaku
yang dianggap mengganggu. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh
Parker (2006) yaitu practice teacher being responsible for encouraging and
assessing learning, yang berarti dalam praktik pembelajaran guru lebih
bertanggung jawab dalam mendorong dan menilai pembelajaran. Kedua pendapat
tersebut tentu diperoleh dari pengalaman mereka dalam menerapkan pengetahuan
dan ketrampilan di dalam kelas. Katy dalam Zsestay (2004) menyatakan
bagaimana pengalaman guru :
for beginner teachers like myself everything can trigger re-ectionin-action,
because everything is new. For example, noticing the extent to which a
student is being challenged or how students are responding is important.
But its also important to develop a kind of routine, so that a lot of this
noticing becomes automatic and the lesson can go on smoothly.
Guru pemula memiliki tantangan untuk mengondisikan siswa serta menjadi hal
yang penting untuk respon yang didapat dari siswa. Berdasarkan ungkapan
tersebut tentu terlihat bahwa secara tidak langsung guru yang masih pemula atau
baru membutuhkan pengalaman baik yang didapatkan di sekolah maupun yang
dia dapatkan sendiri, hal ini tentu terkait dengan bagaimana guru tersebut
beradaptasi dengan organisasi sekolah tersebut agar nantinya dapat memiliki
kompetensi yang dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar. Pendapat yang
hampir sama juga diungkapkan oleh Saondi dan Suherman (2010:45) untuk
menjalin interaksi-interaksi yang melahirkan budaya harmonis dan menciptakan
kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik. Pendapat
ini diperkuat oleh Librawati, dkk (2013) dengan iklim kerja sekolah yang

kondusif ini akan mempengaruhi setiap warga sekolah terutama guru untuk lebih
mengaktualisasikan ide, kreativitas, inovasi, kerja sama, dan kompetisi yang sehat
dalam mengupayakan pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah yang telah
ditetapkan. Guru mendapatkan kompensasi atas pekerjaan yang telah dilakukan.
Kompensasi tersebut tentu akan mendorong semangat guru dalam melaksanakan
tugasnya sehingga mampu mengembangkan siswa dalam pembelajarannya,
pendapat tentang penghasilan di pekerjaan seseorang diperkuat oleh Hadi (2006)
yang menyatakan karena adanya upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka
akan timbul semangat dan gairah kerja yang semakin baik, upah yang sesuai
dipandang dapat memotivasi guru akan tetap profesional dalam menjalankan
tugas mengajar di sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di SMK Kristen
Salatiga pada hari Jumat tanggal 16 Januari 2015 kepada Bu Yuheti dan Bu Maya,
beberapa guru di SMK Kristen masih menggunakan media seadanya dan ada pula
yang

belum

menggunakan

media

sebagai

penunjang

dalam

kegiatan

pembelajaran. Bu Yuheti menyatakan bahwa tempat khusus praktek perkantoran


secara keseluruhan belum disediakan, guru agak kesulitan untuk praktik setiap
pelajaran produktif, namun guru tetap membuat mini kantor dalam kelas di akhir
semester. Hal ini senada dengan Bu Maya yang menyatakan guru masih perlu
memaksimalkan penyampaian teori dalam kelas, karena untuk praktik perkantoran
sendiri dirasa sudah bagus namun kurang maksimal. Ketika ditanya mengenai
bagaimana kompetensi profesional guru di sekolah, Bu Yuheti dan Bu Maya
menjawab memang ada beberapa guru yang sudah maksimal, namun ada

beberapa yang belum, namun secara keseluruhan sudah baik. Hal ini berarti
beberapa guru sudah ada yang memaksimalkan pembelajarannya, namun ada yang
kurang maksimal, namun secara keseluruhan sudah baik. Hasil pengamatan proses
pembelajaran di kelas, seorang guru dalam menghadapi berbagai karakteristik
siswa di dalam kelas, dinilai sudah melakukan pemahaman tentang tingkah laku
siswa, sehingga dengan pemahaman itu guru dapat melakukan pendekatan kepada
siswa lalu terjalin kerjasama antara siswa dan guru dalam pembelajaran. Namun,
ada pula beberapa siswa terlihat kurang bersemangat dalam pembelajaran ketika
guru hanya menjelaskan materi saja dengan kurang memaksimalkan penggunaan
media pembelajaran.
Karakteristik

dalam

bekerja

yang

terdapat

di

sekolah

diduga

mempengaruhi kompetensi guru khususnya kompetensi profesional guru,


misalnya guru yang selalu bertanya mengenai pergantian mata pelajaran dari
Kurikulum 2013 kembali ke KTSP secara tidak langsung seperti mengajak guru
yang ditanya untuk saling berdiskusi atau untuk sama-sama mencari hal yang
ditanyakan. SMK Kristen Salatiga terdiri dari beberapa guru dengan jenjang usia
yang berbeda-beda, guru dengan usia muda tentu saja juga masih baru dalam
mengajar sehingga pengalaman mengajar juga masih minim. Guru yang sudah
lama mengajar tentu sudah memiliki pengalaman mengajar yang memadai. Selain
itu, SMK Kristen Salatiga sebagai sekolah swasta yang mana gaji dikelola oleh
yayasan, tentu saja jumlah siswa yang bersekolah akan berpengaruh terhadap
kompensasi yang diterima oleh para guru di sekolah tersebut. Kompensasi yang
nantinya

diterima

guru

tentu

akan

digunakan

dalam

mengembangkan

pembelajarannya seperti membeli media pembelajaran ataupun alat penunjang


kegiatan pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2010) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman mengajar dengan
kompetensi profesional pada guru PKn di SMP Negeri Kabupaten Karanganyar.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Librawati, dkk (2013) yang menyatakan
bahwa terdapat determinasi yang signifikan antara iklim kerja terhadap kinerja
guru. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yensi (2010) yang menyatakan
bahwa secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kompensasi
terhadap kinerja guru di SMA Negeri 2 Argamakmur Bengkulu Utara. Penelitian
yang dilakukan oleh Suryani (2012) yaitu terdapat kontribusi pengalaman kerja
guru secara signifikan terhadap kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten
Badung.
Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh guru, kondisi iklim kerja sekolah
serta kompensasi yang diperoleh guru dalam bekerja diduga memiliki pengaruh
terhadap kompetensi profesional guru. Berdasarkan permasalahan, teori dan
penelitian terdahulu yang diuraikan diatas, peneliti berkeinginan untuk melakukan
penelitian dengan judul PENGARUH PENGALAMAN MENGAJAR, IKLIM
KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL
GURU DI SMK KRISTEN SALATIGA.
2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
ditentukanlah rumusan masalah untuk penelitian ini. Rumusan masalah yang ingin

dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengalaman mengajar, iklim kerja
dan kompensasi berpengaruh terhadap kompetensi profesional guru di SMK
Kristen Salatiga ?
Pertanyaan penelitian yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi
terhadap kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga ?
2. Adakah pengaruh pengalaman mengajar terhadap kompetensi guru SMK
Kristen Salatiga ?
3. Adakah pengaruh iklim kerja terhadap kompetensi profesional guru di
SMK Kristen Salatiga ?
4. Adakah pengaruh kompensasi terhadap kompetensi profesional guru di
SMK Kristen Salatiga ?
2.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah
ingin mengetahui pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi berpengaruh
terhadap kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga.
2.4 Manfaat Penelitian
2.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca
2.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai kompetensi profesional guru.

10

2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih
mengetahui kompetensi yang dibutuhkan guru dalam pembelajaran agar
lebih mendalami saat penyampaian materi.
3. Bagi sekolah, penelitian ini diharapan dapat digunakan sebagai bahan
untuk mengembangkan kompetensi profesional para guru.
3. LANDASAN TEORI
3.1 Kompetensi Profesional Guru
3.1.1 Standar Kompetensi Guru
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menjadi satu bagian penting
dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Proses dalam mewujudkan
sekolah yang mampu menjalankan tujuan pendidikan nasional itu dibutuhkan guru
yang memiliki kompetensi guru. Pengertian kompetensi sendiri telah dijelaskan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Penjelasan tersebut
menjelaskan bahwa kompetensi guru sebagai kemampuan penting yang perlu
dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Pengertian ini senada
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mulyasa (2009:26) bahwa :
kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal,
keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk
kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi,
pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik,
pengembangn pribadi dan profesionalisme.

11

Kompetensi guru dapat menjadi gambaran umum tentang bagaimana guru


bertindak, Mulyasa (2009:26) menyimpulkan bahwa kompetensi mengacu pada
kemampuan

melaksanakan

sesuatu

yang

diperoleh

melalui

pendidikan;

kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional


untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas
pendidikan. Berbagai penjelasan tentang kompetensi guru, dapat disimpulkan
kembali bahwa kompetensi guru mengharuskan seorang guru memiliki
kemampuan, kecakapan, dan ketrampilan. Kompetensi menjadi kemampuan yang
harus dimiliki oleh guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di
sekolah, baik di lingkungan sekolah maupun di kelas.
3.1.2 Pengertian Kompetensi Profesional Guru
Proses pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan baik manakala
terdapat seorang pemimpin yang mampu mewujudkan kelas yang efektif. Guru
sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar

tentu

bukanlah

seseorang

yang

tidak

memiliki

kemampuan.

Mewujudkan pembelajaran yang efektif; baik tersampainya materi, pengelolaan


kelas, bahan dan media pembelajaran itu diperlukan profesionalitas seorang guru
yang terwujud dalam kompetensi profesional. Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c mengemukakan bahwa kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Pengertian
tersebut menggambarkan bagaimana peran guru dalam mewujudkan pembelajaran

12

yang efektif, baik dari segi materi yang diajarkan maupun kemampuan
menjelaskan materinya. Berbagai macam mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah akan membawa siswa memiliki kompetensi peserta didik yang sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Uno (2008:69) menyatakan bahwa
kompetensi profesional artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas dari
subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi
dalam arti memiliki konsep teoretis mampu memilih metode dalam proses belajar
mengajar. Beberapa pengertian tersebut menjelaskan bagaimana pentingnya
seorang guru memiliki kompetensi profesional yang nantinya akan diterapkan di
kegiatan belajar mengajar.
Kompetensi profesional besar pengaruhnya terhadap kualitas dari guru itu
sendiri pada saat melakukan pembelajaran. Guru dituntut untuk selaku
mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya agar
dapat mewujudkan kompetensi profesionalnya, karena guru tidak hanya
bermodalkan penguasaan materi saja tetapi harus pula memiliki kemampuan
khusus pada saat melakukan pembelajaran.
Sparks dalam Sutirman (2013:8) menegaskan bahwa keahlian guru
merupakan salah satu variabel paling penting yang berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa. Agar dapat menghasilkan lulusan yang cerdas dan
terampil, seorang guru khususnya guru produktif SMK KKAP sangat
dituntut untuk menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam baik
secara teoritis maupun ketrampilan.
Pendapat tersebut lebih menguatkan bahwa kompetensi profesional memang harus
dimiliki guru jika ingin mengembangkan peserta didiknya, apalagi jika mengajar
di SMK yang lulusan dari sekolah tersebut sangat diharapkan perusahaan dan
masyarakat sebagai tenaga kerja yang kompeten di bidangnya. Tanggung jawab

13

seorang guru terlihat dari profesi yang diembannya, jiwa pendidik dalam diri guru
perlu untuk ditanamkan di diri guru yang diwujudkan dalam kompetensi
profesional guru.
3.1.3 Profesionalisme Guru dalam Mengelola Materi Pembelajaran
Guru yang memiliki kompetensi profesional tentu perlu memahami jenisjenis materi pembelajaran, agar nantinya dalam memberikan pembelajaran dapat
tersampaikan materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa serta sesuai pula dengan
kemampuan peserta didik. Uno (2008:45) mengungkapkan bahwa proses belajar
dapat ditingkatkan apabila bahan ajar atau tata cara yang akan dipelajari tersusun
dalam urutan yang bermakna. Guru harus melakukan pemahaman mengenai
materi pembelajaran agar dapat digunakan guru sebagai acuan dalam menjelaskan
materi.
Kurikulum dalam pendidikan menuntut guru untuk memiliki kemampuan
mengelola materi serta memberikan informasi yang tepat. Kemampuan mengolah
materi diperlukan agar materi yang diberikan sesuai kebutuhan siswa. Pendapat
Mulyasa (2009:142) bahwa dalam setiap pengembangan materi pembelajaran
seharusnya memperhatikan apakah materi yang akan diajarkan itu sesuai/cocok
dengan tujuan dan kompetensi yang akan dibentuk. Pemenuhan kebutuhan siswa
itu perlu dilakukan oleh guru dan tentunya perlu memiliki kemampuan dalam
menyajikan informasi agar siswa dapat mengikuti rencana pembelajaran yang
diberikan guru. Hal ini senada dengan pendapat Uno (2008:146) yang menyatakan
bahwa penyajian informasi harus dilakukan karen dengan adanya penyajian
informasi tersebut, anak didik (siswa atau mahasiswa) akan tahu seberapa jauh

14

material pembelajaran yang harus mereka pelajari, disajikan sesuai dengan


urutannya. Kemampuan pengelolaan materi yang sudah dikuasai guru, tentu akan
dapat menyesuaikan kemampuan siswa, penyampaian yang mudah dan tepat
itulah yang kemudian akan memudahkan siswa dalam belajar dan memahami
materi.
3.1.4 Profesionalisme Guru dalam Mendayagunakan Sumber dan Media
Pembelajaran
Pembelajaran disekolah tentu tidak hanya terpaku pada satu sumber saja,
informasi yang berkembang di masyarakat menuntut pengetahuan secara luas dan
mendalam. Bagi guru, untuk memperoleh pembelajaran yang optimal dan efektif
tentu tidak hanya mengandalkan satu sumber saja, tetapi juga perlu membaca
beberapa sumber agar memiliki pengetahuan yang luas. Mulyasa (2009:156)
menjelaskan bahwa guru dituntut tidak hanya mendayagunakan sumber-sumber
pembelajaran yang ada di sekolah (apalagi hanya membaca buku ajar) tetapi
dituntut untuk mempelajari berbagai sumber, seperti majalah, surat kabar, dan
internet. Pengertian tersebut diketahui guru perlu memiliki beberapa sumber agar
siswa lebih memahami

materi

yang didapatkannya,

contohnya

seperti

memberikan berita terbaru yang terjadi di Indonesia. Selain itu, guru juga perlu
menyampaikan materi dengan alat bantu atau media pembelajaran. Teknologi
yang berkembang tentu memudahkan bagi para guru menerapkan media
pembelajaran untuk kelancaran proses belajar mengajar. Uno (2008:116)
menjelaskan bahwa kehadiran media tidak saja membantu pengajar dalam
menyampaikan materi ajarnya, tetapi memberikan nilai tambah pada kegiatan

15

pembelajaran, yang berarti guru profesional tentu menerapkan media sesuai


dengan materi yang akan diberikan ke siswa, selain menambah motivasi tentu
menambah ketertarikan siswa dalam belajar. Secara lebih khusus, guru yang
memiliki

kompetensi

profesional

dapat

memanfaatkan

kegunaan

media

pembelajaran sebagai berikut (Sadiman, dkk dalam Sutirman, 2013:17):


Memperjelas penyajian pesan; mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya
indera; Mengatasi sikap pasif, sehingga siswa menjadi lebih semangat dan lebih
mandiri dalam belajar; Memberikan rangsangan, pengalaman, dan persepsi yang
sama terhadap materi belajar. Fungsi media dan sumber pembelajaram dari
beberapa pendapat tersebut menguatkan bahwa keduanya tidak dapat terpisahkan
dari pembelajaran, dalam membangkitkan minat belajar siswa tentang materi
perlu diterapkan suatu rangsangan dari guru berupa media yang digunakan, agar
siswa dapat lebih mudah memahami dan lebih nyaman dalam belajar.
3.1.5 Profesionalisme Guru dalam Manajemen Kelas
Guru atau tenaga pendidik dalam menjalankan tugas profesionalnya tentu
mempunyai kewajiban untuk membuat kegiatan belajar mengajar menjadi efektif,
oleh karena itu perlu adanya kemampuan mengelola kelas. Pentingnya
kemampuan tersebut dikuatkan oleh Sutirman (2013:69) bahwa kemampuan
seorang guru dalam mengorganisasi kelas dan mengendalikan perilaku siswa
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menghasilkan output pendidikan
yang berkualitas. Melakukan pengelolaan kelas tentu perlu meningkatkan iklim
belajar siswa agar terjadi pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan,
Sutirman (2013:70) menjelaskan bahwa pembelajaran yang kondusif akan

16

memberi pengaruh positif terhadap siswa dalam belajar di kelas. Keterlibatan


siswa tentu membantu guru dalam menciptakan iklim kelas yang kondusif agar
pembelajaran dapat berjalan, kemampuan guru dalam manajemen kelas inilah
yang diharapkan ada pada diri guru.
3.1.6 Indikator Kompetensi Profesional Guru
Tanggung jawab dan profesi guru sebagai pemimpin di kelas tentu
menyelaraskan bahwa kompetensi profesional memiliki ruang lingkup, secara
umum dapat diidentifikasi dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi
profesional guru sebagai berikut (2009:135):
1. Mengerti dan dapat menerapkan landaan kependidikan baik filosofi,
psikologis, sosiologis, dan sebagainya;
2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan
peeserta didik;
3. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi
tanggungjawabnya;
4. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi;
5. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan
sumber belajar yang relevan;
6. Mampu mengorganisasi dan melaksanakan program pembelajaran;
7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik;
8. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.
Berdasarkan ruang lingkup kompetensi profesional tersebut akan ditentukan
indikator apa saja yang digunakan dalam menilai kompetensi profesional guru.

17

Indikator kompetensi profesional guru dijelaskan lebih rinci oleh Mulyasa


(2009:136) yang meliputi :
1. Memahami Standar Nasional Pendidikan.
2. Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
3. Menguasai materi standar.
4. Mengelola program pembelajaran.
5. Mengelola kelas.
6. Menggunakan media dan sumber pembelajaran.
7. Menguasai landasan-landasan kependidikan.
8. Memahami dan melaksanakan pengembangan peserta didik.
9. Memahami dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10. Memahami penelitian dalam pembelajaran.
11. Menampilkan keteladanan dan kepemimpinan dalam pembelajaran.
12. Mengembangkan teori dan konsep dasar kependidikan.
13. Memahami dan melaksanakan konsep pembelajaran individual.
Indikator kompetensi profesional guru sekolah berbasis kejuruan dijelaskan dalam
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Proses, menjelaskan
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang meliputi:
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keillmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu.
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang
diampu.
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

18

4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan


tindakan reflektif.
5. Memanfaatkan

teknologi

informasi

dan

komunikasi

untuk

mengembangkan diri.
Berdasarkan beberapa indikator yang dikemukakan oleh ahli dan tertuang dalam
undang-undang, setelah disesuaikan dengan melihat kondisi lapangan, maka
disusun indikator kompetensi profesional guru yang akan digunakan sebagai
berikut:
1. Menguasai dan mengelola materi pelajaran.
2. Mendayagunakan sumber dan media pembelajaran.
3. Melakukan manajemen pengelolaan kelas secara efektif.
4. Mengembangkan teori, konsep dan landasan kependidikan.
5. Menguasai dan memahami administrasi sekolah.
3.2 Pengalaman Mengajar
3.2.1 Pengertian Pengalaman Mengajar
Seorang guru tentu tidak hanya dilihat dari kemampuan dan prestasi saja,
namun juga pengalaman kerja atau pengalaman mengajar yang dia peroleh dalam
membentuk kematangan dan kemantapan perilaku guru tersebut. Menurut Kamus
Bahasa Indonesia, pengalaman artinya yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung, dan sebagainya), dan mengajar artinya memberi pelajaran.
Pengalaman mengajar berarti proses pemberian pelajaran yang telah guru alami
dari awal menjadi seorang tenaga pendidik.
Muslich (2007:13) menjelaskan bahwa pengalaman mengajar, yaitu masa
kerja guru (termasuk guru bimbingan dan konseling) dalam melaksanakan

19

tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan


surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah dan/atau
kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan).
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, maka pengalaman mengajar dapat
diartikan sebagai masa kerja seorang tenaga pendidik dalam melakukan
pemberian pelajaran kepada siswa. Semakin lama pengalaman seseorang guru,
maka dipandang memiliki kematangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas
yang dipercaya kepadanya, sehingga kemungkinan untuk berhasil dalam
menjalankan tugas akan lebih besar. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Mulyasa
(2009:28) bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, guru dapat
diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan
pengetauan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan
itu. Semakin lama guru melakukan pembelajaran maka semakin siap dalam
memberikan materi ke siswa. Setiap guru tentu memiliki pengalaman yang
berbeda-beda, makin lama guru berada di dunia pendidikan akan makin besar pula
pengalaman yang guru miliki. Saondi dan Suherman (2010:111) menjelaskan
bahwa tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya,
seseorang tidak akan mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam
pekerjaannya.

Pendapat

tersebut

berarti

profesionalisme

guru

dari

pengalamannya selama mengajar akan berkembang jika guru memiliki


kesanggupan mengambil pelajaran dari setiap pembelajaran yang guru lakukan.
3.2.2 Fungsi dan Tujuan Pengalaman Mengajar
Pengalaman dalam semua kegiatan sangat diperlukan, karena experience is
the best teacher, yang artinya pengalaman merupakan guru yang terbaik. Guru

20

sebagai pelaksana proses belajar mengajar tentu pernah mengalami suatu masalah
dalam mengajar. Selama mengajar guruakan menemukan hal-hal baru, dan jika
hal tersebut dipahami dan dimanfaatkan sebagaimana mestinyaia akan memberi
pelajaran yang berarti bagi guru itu sendiri. Pendapat oleh Saondi dan Suherman
(2010:111) yang menyatakan profesionalisme memerlukan kesungguhan dan
ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
Pengalaman yang diperoleh guru sangat beragam, masalah-masalah yang dihadapi
guru sebagai pendidik tentu akan mendorong guru mencari jalan keluar untuk
menyelesaikannya, dari pengalaman guru menghadapi masalah tersebut akan
meningkatkan profesionalisme guru. Proses manajemen sumber daya manusia di
sekolah tentu memperhatikan pengalaman yang guru miliki. Wukir (2013:31)
menjelaskan bahwa seleksi, penempatan dan pelatihan staff harus diprioritaskan
untuk memastikan tercapainya kinerja yang maksimum dari pegawai.
Maksudnya adalah jika sekolah menginginkan guru yang kompeten dibidangnya,
tentu pengalaman guru perlu untuk ditingkatkan, upaya sekolah untuk
meningkatkan pengalaman guru dengan memperhatikan manajemen sumber daya
manusia. Pengalaman yang dimiliki guru juga nantinya akan membantu bagi guru
lain, terutama guru pemula yang perlu bimbingan dari guru senior di sekolah.
3.2.3 Indikator Pengalaman Mengajar
Pengalaman kerja guru atau pengalaman mengajar menjadi sebuah
pemahaman dari guru terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga
hal-hal yang dialami tersebut telah dikuasainya, baik mengenai pengetahuan serta
ketrampilan pada diri guru. Apabila dalam mengajar guru menemukan hal-hal

21

yang baru, dan hal-hal baru dipahaminya, maka guru tersebut akan banyak
mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan tentang bidang kerjanya.
Pengalaman mengajar memiliki dua indikator, pendidikan dan pelatihan serta
masa kerja/lama mengajar.
a. Pendidikan dan pelatihan
Seseorang akan memiliki kemampuan yang baik bila dia terus dididik dan
dilatih, sama halnya dengan guru. Guru yang telah memiliki pendidikan yang
matang dan pelatihan lapangan, tentu memiliki kematangan dalam mengajar.
Pendapat tentang pengalaman mengajar dikemukakan oleh Wukir (2013:90) yang
menjelaskan pengalaman merupakan pelatihan dan pengembangan yang
diperoleh dari pekerjaan sebelumnya yang diperlukan sebagai kualifikasi di posisi
tersebut. Pendapat tersebut senada dengan penjelasan pendidikan dan pelatihan
guru menurut Muslich (2007:13) yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/ atau peningkatan
kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional maupun internasional. Pendapat
pertama menjelaskan bahwa seorang guru yang berpengalaman tentu telah
mendapat pelatihan dan pengembangan yang guru dapatkan dari pengalaman
mengajarnya dari awal. Sedangkan, pendapat kedua menjelaskan pengalaman dan
pendidikan yang diperoleh seorang guru akan menggambarkan bagaimana guru
tersebut berkompeten dibidangnya. Kedua pendapat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin banyak guru mendapatkan pendidikan dan pelatihan

22

keguruan, maka semakin matang pula guru tersebut dalam menjalankan tugas
mengajar.
b. Masa kerja/lama mengajar
Pengalaman mengajar guru juga termasuk dalam syarat sertifikasi guru,
guru dalam mencapai kualifikasi keprofesionalan tercantum dalam pasal 2,
Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam
Jabatan, yakni:
Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian
terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan: kualifikasi akademik;
pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran; penilaian dari atasan dan pengawas; prestasi
akademik; karya pengembangan profesi; keikutsertaan dalam forum
ilmiah; pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Penjelasan lebih rinci dari komponen 3 (pengalaman mengajar) dalam
permendiknas oleh Muslich (2007:44) yang menyatakan bahwa komponen 3 ini
berkaitan dengan masa kerja guru, yaitu masa ketika guru melakukan tugas
profesionalnya. Maksudnya adalah pengalaman mengajar guru dapat dilihat dari
berapa lama guru tersebut mengajar, masa kerja/lama mengajar guru tersebut
ditunjukkan melalui waktu yang diberikan guru untuk menyampaikan materi ke
peserta didik.
3.3 Iklim Kerja
3.3.1 Sekolah sebagai Organisasi di Bidang Pendidikan
Sekolah menjadi tempat bekerja para guru, mereka berkumpul dalam satu
organisasi dan memiliki tujuan yang sama dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa, karena memiliki tujuan yang sama maka sekolah dapat dikatakan sebagai

23

organisasi. Menurut Hasibuan (2010:5) menyatakan bahwa organisasi adalah


suatu sistem perserikatan formal dari dua orang atau lebih yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa
sekolah menjadi organisasi yang bergerak dibidang pendidikan, sebagai sebuah
organisasi tentu terjadi saling interaksi antar anggota di sekolah tersebut, interaksi
yang terjadi di sekolah akan membuat iklim kerja yang baik dan efektif. Para guru
berperan penting dalam kebermanfaatan organisasi sekolah, diharapkan para guru
akan profesional dalam menciptakan suasana kerja yang baik.
Secara umum manfaat yang diberikan oleh organisasi pembelajaran antara lain
(Wukir, 2013:10) :
1. Menjaga level inovasi dan tetap kompetitif.
2. Menjadi lebih baik untuk menghadapi tekanan individu.
3. Mempunyai pengetahuan untuk menghubungkan sumber daya dengan
kebutuhan pelanggan secara lebih baik.
4. Memperbaiki kualitas output pada semua level
5. Memperbaiki image perusahaan dengan lebih berorientasi kepada
manusia.
6. Meningkatkan kecepatan perubahan dalam organisasi.
Sekolah menjadi sebuah organisasi di bidang pendidikan, tentu perlu adanya
kondisi yang baik agar dapat mendukung untuk tercapainya tujuan tersebut. Hal
ini seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2009:76) yang menyatakan bahwa
lingkungan yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong
yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar, sebaliknya

24

lingkungan yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa


bosan. Dari pendapat tersebut, dijelaskan bagaimana pentingnya lingkungan
yang kondusif. Para guru perlu memiliki iklim kerja yang baik, jika para guru
memiliki hubungan yang baik dalam bersosialisasi dan bekerja, tentu dapat
membangun kondisi sekolah yang nyaman bagi seluruh warga sekolah.
3.3.2 Pengertian Iklim Kerja Sekolah
Sekolah sebagai tempat berkumpulnya guru, murid dan karyawan sekolah,
muncul berbagai macam karakteristik manusia yang ada di dalamnya, mereka
saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, tak terkecuali para guru
yang bekerja di sekolah tersebut. Para guru juga saling melakukan interaksi
kepada sesama guru dalam bekerja.
Saondi dan Suherman (2010:45) menjelaskan bahwa iklim kerja adalah
hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi, sosial dan budaya yang
memengaruhi setiap individu dan kelompok dalam lingkungan sekkolah
yang tercermin dari suasana hubungan kerja sama yang kondusif antara
kepala sekolah dengan guru, antara guru dengan guru lain, antara guru
dengan pegawai sekolah dan keseluruhan komponen itu harus
menciptakan hubungan dengan peserta didik sehingga tujuan pendidikan
dan pengajaran tercapai.
Jadi dari pengetian tersebut, iklim kerja adalah hubungan timbal balik dari setiap
individu yang mempengaruhi suasana hubungan kerja dari setiap warga sekolah
tersebut.
Pentingnya iklim kerja sekolah dijelaskan oleh Mulyasa (2009:86) bahwa
kemandirian guru dan kepala sekolah yang akan bermuara pada pembelajaran
yang efektif dan menyenangkan perlu ditunjang oleh iklim sekolah (school
climate). Pendapat ini diperkuat oleh Saondi dan Suherman (2010:47) bahwa
terbentuknya iklim yang kondusif pada tempat kerja dapat menjadi faktor

25

penunjang bagi peningkatan kinerja sebab kenyamanan dalam bekerja membuat


guru berpikir dengan tenang dan terkonsentrasi hanya pada tugas yang sedang
dilaksanakan. Kedua pengertian tersebut menjelaskan bagaimana pentingnya
iklim kerja bagi pekerjaan sebagai seorang tenaga pendidik, jika rekan-rekan guru
di sekolah tersebut selalu semangat dalam meningkatkan keprofesionalannya serta
didukung oleh kenyamanan lingkungan, maka akan menimbulkan dampak positif
bagi sekolah.
3.3.3 Fungsi Iklim Kerja Sekolah
Suasana kerja di organisasi sekolah diharapkan akan membawa suasana
kerja yang baik bagi para guru. Mulyasa (2009:235) menjelaskan bahwa
hubungan interpersonal sesama guru di sekolah dapat mempengaruhi kualitas
kinerja guru, karena motivasi kerja dapat terbentuk dari interaksi dengan
lingkungan sosial disekitarnya, disamping hasil perubahan yang bersifat fisik,
seperti suasana kerja, dan kondisi fisik gedung sekolah. Pendapat tersebut
menggambarkan bagaimana pentingnya iklim yang baik diantara para guru,
kinerja guru dapat meningkat jika para guru memiliki semangat dan motivasi
bekerja. Semangat kerja dalam mengajar akan timbul jika para guru memiliki
motivasi kerja. Contohnya, dalam menghadapi karakteristik murid yang
bermacam-macam, beberapa guru mengajak untuk mengikuti pelatihan dan terus
berdiskusi dengan kepala sekolah agar mendapatkan masukan yang efektif dalam
mengatur berbagai macam karakteristik siswa. Iklim kerja guru yang baik dan
harmonis dijelaskan kembali oleh Saondi dan Suherman (2010:34) yang
menyatakan bahwa kinerja guru akan meningkat seiring adanya kondisi

26

hubungan dan komunikasi yang sehat diantara komponen sekolah sebab dengan
pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik mendorong pribadi
seseorang untuk melakukan tugas dengan baik, maksudnya adalah jika para guru
memiliki hubungan yang baik dalam bekerja, tentu profesionalisme guru dapat
meningkat. Sesama guru dapat sharing dengan nyaman membahas masalah yang
dihadapi dalam pembelajaran. Saondi dan Suherman (2010:45) menyatakan
bahwa untuk menjamin interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan harmonis
dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja, diperlukan iklim kerja
yang baik. Guru bukanlah manusia yang mampu mengatasi segala permasalahan
pendidikan seorang diri, namun jika permasalahan tersebut dikonsultasikan
dengan guru lain maka dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan.
Suasana kerja para guru di sekolah diharapkan tetap dalam kondisi yang baik agar
dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran yang optimal.
3.3.4 Indikator Iklim Kerja Sekolah
Iklim kerja tentu mendukung perasaan senang guru dalam menjalankan
profesi kependidikannya, indikator pengukuran iklim kerja sekolah dijelaskan
oleh Owens dalam Saondi dan Suherman (2010:46) bahwa faktor-faktor penentu
iklim organisasi sekolah adalah :
1. Ekologi, yaitu lingkungan fisik seperti gedung, bangku, kursi, alat
elektronik, dll.
2. Milieu, yaitu hubungan sosial.
3. Sistem sosial, yakni ketatausahaan, pengorganisasian, pengambilan
keputusan dan pola komunikasi.

27

4. Budaya, yakni nilai-nilai kepercayaan, norma, dan cara berfikir orangorang dalam organisasi.
3.4 Kompensasi
3.4.1 Pengertian Kompensasi
Pekerjaan apapun yang dilakukan seseorang tentu akan menghasilkan
pendapatan untuk kebutuhan hidup, begitupun dengan pekerjaan sebagai seorang
pendidik. Pekerjaan sebagai tenaga pendidik tentu perlu mendapat balas jasa agar
guru dapat lebih semangat mengembangkan keprofesionalannya. Selain itu, balas
jasa atau kompensasi ini juga dapat memenuhi kebutuhan hidup guru dan
keluarganya. Hasibuan (2010:118) menjelaskan bahwa kompensasi adalah semua
pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang
diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan,
berdasarkan pendapat ini jika dilihat dari pekerjaan seorang guru tentu dapat
diketahui bahwa kompensasi diberikan kepada guru atas jasa yang diberikan
dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai seorang pendidik. Kompensasi yang
diberikan diharapkan nantinya menjadi semangat bagi guru. Notoatmodjo
(2003:153) mengatakan bahwa apabila kompensasi diberikan secara tepat dan
benar para karyawan akan memperoleh kepuasan kerja dan termotivasi untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dari pendapat tersebut terlihat bagaimana
pentingnya kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan, dalam hal ini
tenaga pendidik atau guru. Kompensasi yang telah diberikan sekolah tentu
diharapkan dapat meningkatkan kerja guru baik dalam proses belajar mengajar
maupun dalam profesi keguruan. Selain itu, kompensasi juga diduga sebagai salah

28

satu faktor yang mempengaruhi kompetensi profesional guru dalam mengajar.


Wukir (2013:20) menjelaskan bahwa meningkatnya produktivitas bisa dicapai
sebagai hasil dari semangat yang tinggi, yang dipengaruhi oleh jumlah pekerja
dan perhatian yang diberikan oleh pekerja. Maksud dari perhatian yang diberikan
tentu terkait dengan kompensasi. Hal ini senada dengan pendapat Notoatmodjo
(2003:154) yang menjelaskan bahwa kerena program-program kompensasi
adalah merupakan pencerminan supaya organisasi itu untuk mempertahankan
sumber daya manusia. Pendapat tersebut jika digunakan untuk organisasi sekolah
tentu dapat disimpulkan bahwa tujuan sekolah memberikan kompensasi kepada
guru juga dipandang sebagai salah satu cara dalam menjaga agar guru lebih
produktif dan tetap konsisten dalam menjalankan profesi keguruannya,
kompensasi penting bagi organisasi sekolah dalam mempertahankan para guru
tetap produktif.
3.4.2 Asas-asas Kompensasi
Pemberian kompensasi kepada guru tentu perlu memiliki prinsip agar
pemberiannya tepat dan dapat sesuai rencana sekolah. Asas-asas tersebut
dijelaskan oleh Hasibuan (2010:122) sebagai berikut:
1. Asas adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus
disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan,
tanggung jawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal
konsistensi.
2. Asas layak dan wajar

29

Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhan pada


tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif, penetapan
besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan
eksternal konsistensi yang berlaku.
Guru mendapatkan kompensasi bukan tanpa perhitungan, berdasarkan asas-asas
tersebut dapat diketahui bahwa bukan berarti setiap guru mendapatkan
kompensasi yang sama besarnya, adil yang dimaksud adalah setiap guru
mendapatkan kompensasi yang sesuai dilihat berdasarkan jam mengajar, jabatan
atau keikutsertaan menjadi pendamping ekstrakulikuler dan lain sebagainya.
Pihak sekolah tentu memantau dan menyesuaikan kompensasi yang akan
diberikan kepada guru, tujuannya agar guru yang qualified dapat terus
mengembangkan kemampuannya, dan bagi guru yang kurang dapat meningkatkan
kemampuannya agar menerima kompensasi lebih.
3.4.3 Tujuan Sistem Kompensasi
Kompensasi diberikan kepada guru agar guru semangat dalam bekerja,
dalam pemberian kompensasi tentu perlu adanya perencanaan yang baik pula.
Wukir (2013:85) menjelaskan bahwa sistem kompensasi yang baik akan
memberikan kepuasan pada karyawan dan memungkinkan perusahaan
memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan kayawan. Bagi
organisasi, kompensasi juga memiliki arti pentind karena kompensasi
mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawannya.
Sekolah sebagai suatu organisasi yang memiliki tenaga kependidikan tentu perlu
mengatur dan mengelola kompensasi yang diberikan kepada para guru. Tujuan
dengan diadakannya kompensasi dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003:154)
menjadi 6 tujuan, antara lain:

30

a. Menghargai prestasi kerja


b. Menjamin keadilan
c. Mempertahankan karyawan
d. Memperoleh karyawan yang bermutu
e. Pengendalian biaya
f. Memenuhi peraturan-peraturan
Tujuan-tujuan yang telah disebutkan diatas dapat dijelaskan kembali bahwa
kompensasi mempunyai tujuan yang baik bagi organisasi sekolah. Kompensasi
menghargai prestasi kerja bagi guru yang berkompeten, menjamin keadilan bagi
guru yang konsisten terhadap keprofesionalannya, mempertahankan guru yang
kompeten untuk tetap bekerja di sekolah tersebut, memperoleh calon guru yang
profesional karena melihat guru di sekolah tersebut berkompeten, mengendalikan
biaya yang dikeluarkan sekolah untuk menmberikan gaji kepada para guru, dan
memenuhi peraturan pemerintah tentang upah karyawan.
3.4.4 Indikator Kompensasi
Kompensasi yang diberikan oleh sekolah kepada guru dapat dilihat dari
kinerja dan performa guru tersebut. Hasibuan (2010:118) membagi kompensasi
menjadi dua bentuk, yaitu :
Kompensasi berbentuk uang, artiya kompensasi dibayar dengan sejenis
uang kartal kepada karyawan bersangkutan. Kompensasi berbentuk
barang, artinya kompensasi dibayar dengan barang. Misalnya kompensasi
dibayar 10% dari produksi yang dihasilkan. Di Jawa Barat penuai padi
upahnya 10% dari hasil padi yang dituainya.
Kompensasi dibedakan menjadi dua yaitu: kompensasi langsung (direct
compensation) berupa gaji, upah, upah dan upah insentif; kompensasi tidak

31

langsung (indirect compensation atau employee welfare atau kesejahteraan


karyawan), dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Gaji adalah balas jasa yang dibayarkan secara periodik kepada karyawan
tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap
dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja.
2. Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan
berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya.
3. Upah insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan
tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Upah insentif ini
merupakan alat yang dipergunakan pendukupng prinsip adil dalam
pemberian kompensasi.
4. Benefit atau service adalah kompensasi tambahan (finansial atau
nonfinansial) yang akan diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan
terhadap semua karyawan dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian dinas,
kafetaria, mushala, olahraga, dan darmawisata.
(Hasibuan, 2010:118)
Kompensasi langsung merupakan bayaran yang diperoleh seseorang dalam bentuk
gaji pokok, insentif, bonus, uang transport, uang lembur. Kompensasi tidak
langsung merupakan semua imbalan yang tidak termasuk dalam kompensasi
langsung. Misalnya, tunjangan, cuti, promosi jabatan atau pengembangan karir,
pemberian fasilitas dan berbagai tunjangan tidak langsung lainnya (Wukir,
2013:87).

32

Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005


pasal 15 ayat (1), mengemukakan bahwa penghasilan yang menjadi hak guru
antara lain :
1. Gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan
pangkat, golongan dan masa kerja.
2. Tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai
komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan tanggungan
keluarga.
3. Tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai
kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas
di daerah khusus.
4. Maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam
bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Kompensasi yang diterima guru sebagai tenaga pendidik sangat bervariasi, bukan
hanya dari gaji saja. Berdasarkan indikator-indikator yang telah dijelaskan oleh
beberapa ahli dan undang-undang, maka dengan melihat kondisi di lapangan,
indikator yang digunakan untuk mengukur kompensasi sebagai berikut:
1. Kompensasi langsung, yaitu gaji dan upah insentif.
2. Kompensasi tidak langsung, yaitu benefit/service.
3.5 Penelitian yang Relevan
1. Hana Yuliyani (2010) menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pengalaman mengajar dengan kompetensi profesional pada guru

33

PKn di SMP Negeri Kabupaten Karanganyar dengan rx1y 0,3132 > rtabel 0,279 pada
taraf signifikan 5%.
2. Nurul Astuti Yensi. B (2010) menunjukkan hasil bahwa secara simultan
terdapat pengaruh yang signifikan kompensasi dan motivasi terhadap kinerja guru
di SMA Negeri 2 Argamakmur Bengkulu Utara (R2 = 45%)
3. Suryani (2012) menunjukkan hasil bahwa terdapat kontribusi iklim kerja
sekolah secara signifikan terhadap kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten
Badung, dengan kontribusi sebesar 47,9% dan sumbangan efektif sebesar 19,1%.
3.6 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir adalah argumentasi dalam merumuskan hipotesis yang
merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah yang diajukan
(Purwanto, 2008:143). Kerangka berfikir menjadi alur fikir yang digunakan dalam
penelitian ini, menjelaskan permasalahan tentang kompetensi profesional guru.
Pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi juga dijelaskan kembali dalam
kerangka berfikir ini. Pengalaman mengajar merupakan masa kerja atau lama
mengajar yang dilakukan guru dalam menjalankan profesinya. Iklim kerja
merupakan suasana kerja sebuah organisasi berdasarkan hubungan timbal balik
yang terjadi. Kompensasi merupakan hasil yang didapat dari karyawan atau guru
dalam pekerjaannya. Berdasarkan hasil penelitian oleh peneliti sebelumnya dan
telah dibahas di latar belakang, terlihat bahwa pengalaman mengajar, iklim kerja
dan kompensasi akan menunjang kinerja guru. Indikator kinerja guru sendiri
terdapat empat indikator yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional. Salah satu dari indikator

34

kinerja guru tersebut diambil untuk dijadikan variabel dependen, yaitu kompetensi
profesional guru. Jadi, letak perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu peneliti
lebih memfokuskan pada kompetensi profesional yang ada pada guru dalam
pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi profesional guru penting untuk dimiliki
guru dalam mengembangkan peserta didiknya, oleh karena itu dipilih beberapa
variabel yang diduga mempengaruhi kompetensi profesional, kemudian ingin
dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap kompetensi profesional guru.
Variabel bebas berupa pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi yang
akan diteliti seberapa besar pengaruhnya secara parsial terhadap variabel terikat,
yaitu kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga. Selain itu dalam
penelitian ini juga melihat bagaimana pengaruhnya variabel independen berupa
pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi secara simultan terhadap
variabel dependennya yaitu kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga.

35

Berdasarkan uraian tersebut, kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat


digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka berfikir


3.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan didalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2013:96). Berdasarkan landasan teori dan
kerangka berfikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Ada pengaruh pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi terhadap
kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga.

36

H2 : Ada pengaruh pengalaman mengajar terhadap kompetensi profesional guru di


SMK Kristen Salatiga.
H3 : Ada pengaruh iklim kerja terhadap kompetensi profesional guru di SMK
Kristen Salatiga.
H4 : Ada pengaruh kompensasi terhadap kompetensi profesional guru di SMK
Kristen Salatiga.
4. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menurut Sugiyono
(2013:13) metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa
angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Data dalam penelitian ini akan
diolah dan hasilnya berupa angka dan analisis, alat untuk mengolah menggunakan
SPSS. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Berikut adalah penjelasan untuk data primer dan data sekunder:
1. Data Primer
Menurut Purwanto (2008:217) data primer adalah data yang dikumpulkan
sendiri secara langsung. Jadi, data primer yang dikumpulkan nantinya akan
diperoleh dari para guru yang dijadikan responden sejumlah 31 orang. Data
primer untuk penelitian ini yaitu kuesioner untuk memperoleh data mengenai
variabel yang diteliti (pengalaman mengajar, iklim kerja, kompensasi dan
kompetensi profesional).

37

2. Data Sekunder
Menurut Purwanto (2008:217) data sekunder adalah data yang
dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain. Jadi, data sekunder yang nanti
diperoleh berasal dari dokumen yang didapatkan dari sekolah, berupa data umum
mengenai nama dan jumlah guru di SMK Kristen Salatiga.
4.2 Populasi
Menurut Sugiyono (2013:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang

ditetapkan

oleh

peneliti

untuk

dipelajari

dan

kemudian

ditarik

kesimpulannya. Maksudnya adalah populasi yang digunakan dalam penelitian ini


sesuai dengan wilayah generalisasinya adalah populasi guru di SMK Kristen
Salatiga.
Tabel 4.1 Data populasi guru SMK Kristen Salatiga tahun ajaran
2014/2015.
No

Keterangan

Jumlah

Guru tetap

18

Guru tidak tetap

13

Total

31

Sumber : Tata usaha SMK Kristen Salatiga.


4.3 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2013:60) variabel penelitian pada dasarnya adalah
segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Maksudnya adalah variabel-variabel yang digunakan dalam

38

penelitian ini sudah ditetapkan oleh peneliti, dan masalah-masalah yang dibahas
dibatasi sesuai dengan variabelnya. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari
variabel dependen (Y) dan variabel independen (X).
Sugiyono (2013:61) membagi variabel penelitian menjadi dua, yaitu:
a. Variabel independen : merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
b. Variabel dependen : merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan mengenai operasional masing-masing
variabel berikut ini :
4.3.1 Variabel dependen
Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah kompetensi
profesional guru di SMK Kristen Salatiga. Kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
4.3.2 Variabel independen
Penelitian ini terdapat 3 variabel bebas yaitu:
1) Pengalaman mengajar
2) Iklim kerja
3) Kompensasi

39

4.4. Metode Pengumpulan Data


Adapun data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari
empat macam data, yakni : data mengenai pengalaman mengajar guru, iklim kerja
sekolah, kompensasi yang diperoleh guru serta kompetensi profesional guru.
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini, adalah:
a. Metode Angket
Angket (kuesioner) merupakan suatu teknik pengumpulan data secara
tidak langsung, dimana alat pengumpulan datanya berisi sejumlah pertanyaan atau
pernyataan yang harus dijawab oleh responden.
Sugiyono (2013:199) menyatakan bahwa kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat
diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau
internet.
Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pendapat atau
jawaban responden mengenai pengalaman mengajar, iklim kerja, kompensasi
serta kompetensi profesional guru. Adapun responden dalam penelitian ini adalah
guru-guru di lingkungan SMK Kristen Salatiga.
Bentuk pertanyaan yang digunakan pada angket adalah pertanyaan
tertutup. Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk menjawab dengan
cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap
seluruh angket yang telah terkumpul (Sugiyono, 2013:201). Maksudnya adalah,
pertanyaan yang nanti diajukan ke responden berbentuk pilihan/opsi, bukan dalam
bentuk uraian. Penggunaan angket tertutup akan memudahkan responden dalam

40

memberikan jawaban, karena alternatif jawaban telah tersedia, sehingga untuk


menjawabnya hanya memerlukan waktu yang singkat.
Pengukuran variabel penelitian dapat menggunakan skala likert. Skala
likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
kelompok tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013:134). Dengan skala likert,
fenomena yang akan diukur (variabel) akan dijabarkan dalam indikator variabel,
untuk kemudian akan menjadi dasar dalam merumuskan butir-butir pertanyaan
atau pernyataan. Widoyoko (2014:151) menyatakan bahwa pada skala likert ada
tiga pilihan skala, yaitu skala tiga, empat, atau lima. Skala ini disusun dalam
bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh pilihan respons yang menunjukkan
tingkatan. Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala empat,
jadi di tiap pernyataan akan terdapat empat opsi yang akan diberikan kepada
responden.

41

Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban responden diberikan


skor, sebagai berikut :
Tabel 4.2 Rencana penilaian (scoring) Jawaban Responden
Variabel

Jenis Jawaban

Skor

Pengalaman mengajar, indikatornya:


1. Pendidikan dan pelatihan.
2. Masa kerja/lama mengajar.

Sangat Sering (SS)


Sering (S)
Kurang (K)
Tidak Pernah (TP)

4
3
2
1

Iklim kerja, indikatornya:


1. Ekologi.
2. Hubungan sosial.
3. Sistem sosial.
4. Budaya.
Kompensasi, indikatornya:

Sangat Sering (SS)


Sering (S)
Kurang (K)
Tidak Pernah (TP)

4
3
2
1

Sangat Sering (SS)


1. Kompensasi langsung, yaitu gaji dan
Sering (S)
upah insentif.
Kurang (K)
2. Kompensasi tidak langsung, yaitu
Tidak Pernah (TP)
benefit/service.
Kompetensi Profesional Guru, indikatornya:

4
3
2
1

Sangat Sering (SS)


Sering (S)
Kurang (K)
Tidak Pernah (TP)

4
3
2
1

1. Menguasai dan mengelola materi


pelajaran.
2. Mendayagunakan sumber dan media
pembelajaran.
3. Melakukan manajemen pengelolaan
kelas secara efektif.
4. Mengembangkan teori, konsep dan
landasan kependidikan.
5. Menguasai dan memahami administrasi
sekolah.

42

b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi dalam penelitian ini, digunakan untuk memperoleh
data tentang nama dan jumlah guru serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan
dengan kompetensi profesional sekolah di lingkup SMK Kristen Salatiga.
Sugiyono (2013:329) menjelaskan bahwa dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera,
biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang
berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung,
film, dan lain-lain.
Dokumen perlu diambil karena sebagai bukti dan bahan yang dijadikan
pendukung dalam penelitian ini, dokumen tersebut meliputi: data jumlah guru,
data tentang profil singkat masing-masing guru, dan profil sekolah.
4.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
4.5.1 Uji Asumsi Klasik
Suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi
apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi klasik yang mendasarinya. Uji
asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Uji Normalitas Data
Wartini, dkk (2011:27) menyatakan bahwa uji normalitas ini bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggunaan atau residual
memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi
data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas didapat dari grafik
normal probability plot. Apabila variabel berdistribusi normal, maka penyebaran

43

plot akan berada disepanjang garis 45 . Variabel X (pengalaman mengajar, iklim


kerja dan kompensasi) dan Y (kompetensi profesional) dalam penelitian ini
dikatakan terdistribusi normal apabila data yang telah diolah dengan
menggunakan SPSS akan menyebar disepanjang garis 45.
2. Uji Multikolinieritas
Wartini, dkk (2011:32) mengemukakan bahwa uji multikolinieritas
diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki
kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Maksudnya
adalah, multikolonieritas terjadi jika antara variabel bebas memiliki hubungan
sehingga

akan

sulit

diketahui

variabel

bebas

mana

yang sebenarnya

mempengaruhi variabel terikat. Menurut Wartini, dkk (2011:32) mengemukakan


bahwa adapun deteksi multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat dari
beberapa hal, yaitu:
a. Jika nilai Variance Inflation Faktor VIF tidak lebih dari 10 dan nilai
Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model dapat dikatakan terbebas dari
multikolinieritas VIF = 1/Tolerance, jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/10 =
0,1. Semakin tinggi VIF maka semakin rendah Tolerance.
b. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antara
variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90),
maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas.
c. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regeresi empiris tinggi
namun tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel
dependen, maka ditengarai model terkena multikolinieritas.

44

3. Uji Autokorelasi
Wartini (2011:34) mengemukakan bahwa uji autokorelasi bertujuan
menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada t-1 (sebelumnya).
Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Wartini
(2011:34) juga mengemukakan bahwa cara yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi autokorelasi yaitu dengan uji Durbin Watson (DW Test). Maksudnya
adalah jika pada model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada t-1 maka uji Durbin Watson
dapat digunakan untuk mendeteksi autokorelasi.
4. Heteroskedastisitas
Wartini (2011:36) mengemukakan bahwa heteroskedastisitas menguji
terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode
pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi
dengan Stundentized Delete Residual nilai tersebut. Pengujian terhadap
heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap pola scatter plot
yang dihasilkan melalui SPSS. Apabila pola scatter plot membentuk pola tertentu
maka model regresi memiliki gejala heteroskedastisitas.
4.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Suharsimi (2006:168) mengemukakan baha validitas adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.
Maksudnya adalah, suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur

45

apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti
secara tepat. Jadi, validitas sebagai ukuran untuk mengetahui apakah instrumen
yang akan diajukan mudah dipahami atau menimbulkan kerancauan bagi
responden. Semakin valid instrumen yang diajukan maka semakin mudah
responden menjawabnya, sebaliknya jika instrumen kurang valid tentu responden
akan bingung karena kurang paham dengan maksud pertanyaan yang diajukan.
2. Reliabilitas
Suharsimi (2006:178) mengungkapkan bahwa reliabilitas menunjukkan
bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Maksudnya adalah,
instrumen penelitian dikatakan reliabel bila akan menghasilkan data yang baik,
dan instrumen yang baik tentu akan dapat digunakan sebagai alat pengumpul data
yang baik .
4.5.3 Analisis Deskriptif
Suharsimi (2006:239) analisis deskriptif adalah menginterpretasikan data
dengan mengambil kesimpulan dari data dalam bentuk angka yang sudah ada ke
dalam bentuk tulisan/kata-kata. Maksud dari pengertian tersebut yaitu, analisis
deskriptif digunakan untuk menceritakan atau menyampaikan informasi yang ada
pada penelitian mengenai variabel pengalaman mengajar, iklim kerja, kompensasi
dan kompetensi profesional dalam bentuk kalimat atau mengubah informasi dari
bentuk angka ke dalam bentuk kalimat yang merupakan kesimpulan dari data
angka tersebut.

46

4.5.4 Pengujian Hipotesis


1. Uji Pengaruh Simultan (F test)
Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen (bebas) yang dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (terikat). Untuk menguji apabila nilai
signifikan dari hasil Fhitung > 0,05 maka hipotesis (H4) diterima yang berarti
terdapat pengaruh dan sebaliknya (Ghozali, 2011: 98). Maksudnya adalah untuk
mengetahui apakah variabel-variabel bebas (pengalaman mengajar, iklim kerja
dan kompensasi) mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap
variabel terikat (kompetensi profesional), setelah pengolahan data jika hasil Fhitung
> 0,05 maka hipotesis yang menyatakan berpengaruh secara simultan dapat
diterima, jika Fhitung < 0,05 maka hipotesis tersebut ditolak.
2. Uji Parsial (t test)
Uji parsial t pada dasarnya menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel
penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Dengan SPSS, hipotesis (H1, H2 dan H3) diterima apabila nilai
signifikan dari hasil thitung < 0,005 dan sebaliknya (Ghozali, 2011: 98). Maksudnya
adalah dengan menggunakan uji parsial akan menunjukkan seberapa besar
pengaruh variabel bebas (pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi)
secara individu (parsial) terhadap variabel terikat (kompetensi profesional),
setelah pengolahan data jika hasil thitung < 0,005 maka hipotesis yang menyatakan
berpengaruh secara parsial dapat diterima, jika thitung > 0,005 maka hipotesis
tersebut ditolak.

47

3. Koefisien Determinasi (R2)


Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabelvariabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat sangat terbatas. Nilai
yang mendekati satu berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel terikat. (Ghozali,
2011: 83). Maksudnya adalah koefisien determinasi akan mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (kompetensi
profesional), jika nilai R2 kecil maka kemampuan variabel independen
(pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi) dalam menjelaskan variabel
terikat (kompetensi profesional) sangat terbatas. Namun jika nilai R2 mendekati 1
maka kemampuan variabel independen (pengalaman mengajar, iklim kerja dan
kompensasi) memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel terikat (kompetensi profesional).

48

Daftar Pustaka
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariance Sengan Program IBM
SPSS 19, Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hadi, D.S. 2006. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kompensasi
dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Guru SMA Kristen di Kabupaten
Pati dan Jepara. Thesis. Universitas Negeri Semarang.
Hasibuan, Malayu S.P. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Librawati, dkk. 2013. Analisis Pengaruh Sikap Profesional, Iklim Kerja Sekolah,
dan Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMP
Negeri di Kecamatan Sukawati. Dalam e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha (akses pada 21 Desember 2014).
Mulyasa, E. 2009a. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
- - 2009b. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik.
Jakarta: Bumi Aksara.
Notoatmodjo, S. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Parker, Jonathan. 2006. Developing Perceptions of Competence during Practice
Learning. Dalam British Journal of Social Work (2006) 36, 10171036.
Downloaded from http://bjsw.oxfordjournals.org/ at Universitas Negeri
Semarang on December 10, 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan.
- - Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi dan
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

49

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional.
Saondi dan Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: PT Refika
Aditama.
Sofyandi, Herman. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suryani, N.N. 2011. Kontribusi Sikap Profesional Guru, Iklim Kerja Sekolah Dan
Pengalaman Kerja Guru Terhadap Kinerja Guru Pada SMA Negeri di
Kabupaten Badung. Jurnal Penelitian Pascasarjana Undiksha Vol 7 No.2
(diakses pada 19 Desember 2014).
Sutirman. 2013. Media dan Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Szesztay, Margit. 2004. Teachers Ways of Knowing. ELT Journal Volume 58/2
April 2004, Oxford University Press. Downloaded from
http:eltj.oxfordjournals.org at universitas negeri semarang on december
10, 2014.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Universitas Negeri Semarang. 2011. Pedoman Penulisan Proposal Skripsi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Uno, Hamzah B. 2008a. Profesi Kependidikan; Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
- - 2008b. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Usman, M.U. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Wartini, Sri, dkk. 2011. Panduan Praktikum Aplikasi Komputer. Modul Tidak
Dipublikasikan.

50

Winarsunu, Tulus. 2009. Statistik Dalam Penelitian Psikologi & Pendidikan.


Malang: UMM Press.
Widoyoko, S.E.P. 2014. Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wukir. 2013. Manejemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Sekolah.
Yogyakarta: Multi Presindo.
Yensi. B, N.A. 2010. Pengaruh Kompensasi Dan Motivasi Terhadap Kinerja
Guru di SMA Negeri 2 Argamakmur Bengkulu Utara.Jurnal Kependidikan
Triadik, April 2010, Volume 13, No.1 (diakses pada 21 Desember 2014).
Yuliani, Hana. 2010. Hubungan Antara Pengalaman Mengajar Dan Motivasi
Mengajar dengan Kompetensi Guru Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan Di Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten
Karanganyar. Skripsi. Universitas Negeri Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai