BAB IV
KEHAMILAN POSTTERM
I.
DEFINISI
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus adalah
kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu atau lebih, dihitung
berdasarkan hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan
siklus haid yang teratur, rata-rata 28 hari (WHO 1977, FIGO 1986) 1.
Sedangkan kehamilan late term merupakan kehamilan yang berlangsung
41 minggu namun 42 minggu.2
ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO
II.
PENGARUH PROGESTERON
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya dapat
meningkatan sensitivitas uterus terhadap oksitosin dan memicu proses
biomolekular dalam persalinan, sehingga beberapa penulis menduga
terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya
pengaruh progesteron.
TEORI OKSITOSIN
terjadinya.
TEORI KORTISOL/ACTH JANIN
Peningktan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin dipercaya merupakan
pemberi tanda dimulainya proses persalinan. Kortisol akan memberi
pengaruh terhadap plasenta sehingga produksi progesteron berkurang,
sekresi estrogen bertambah dan produksi prostaglandin meningkat. Pada
keadaan cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin
dan tidak adanya hipofisis pada janin akan menyebabkan produksi kortisol
postterm
HEREDITER
Mogren dan Cunningham menyatakan bahwa apabila seorang ibu
melahirkan anak perempuan dalam keadaan postterm, maka besar
kemungkinan anak perempuan berikutnya akan mengalami kehanilan
postterm.
Faktor risiko terjadinya kehamilan postterm diantaranya adalah
primigravida dan riwayat kehamilan postterm sebelumnya. Selain itu,
anensefalus, jenis kelamin pria, dan riwayat genetik juga dapat menjadi
III.
Riwayat Haid
Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit ditegakkan apabila pasien
mengetahui dengan pasti HPHT-nya. Untuk HPHT dapat dipercaya
diperlukan beberapa kriteria diantaranya adalah: a) penderita yakin betul
HPHT-nya b) siklus haid teratur 28 hari c) tidak minum pil antihamil
setidaknya 3 bulan terkahir. Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan
menghitung berdasarkan rumus Naegele. Berdasarkan riwayat haid,
penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan postterm kemungkinan
adalah sebagai berikut :
o Terjadi kesalahan dalam menentukan haid terakhir atau akibat
menstruasi abnormal
o Tanggal haid terkahir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan
ovulasi
o Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan
memang berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari
seluruh penderita yang diduga kehamilan postterm).1,5
pasien
melakukan
pemeriksaan
tes
Doppler
Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali
dengan stetoskop laennec3
Pemeriksaan Laboratorium
o Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan
amnion
Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta,
maka terjadi penurunan berat janin. Namun, seringkali pula plasenta
masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertmbah terus
sesuai bertambahnya umur kehamilan. Zwardling menyatakan bahwa
rata-rata berat janin lebih dari 3600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan
postterm, sedangkan pada kehamilan aterm sebesar 30,6%. Risiko
persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan
postterm meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan aterm.1
sindrom
postmaturitas.
Dapat
dikenali
pada
neonatus
dengan
b. Stadium 2
c. Stadium 3
tali
pusat,
keluar
amnion
berkurang.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
urin
janin,
dan
pada
akhirnya
akan
menimbulkan
oligohidramnion.9
Estimasi volume cairan amnion dapat dilakukan dengan pemeriksaan
USG dengan cara menilai indeks cairan amnion (amniotic fluid index/AFI).
Penilaian dengan indeks ini dilakukan dengan cara menambahkan ukuran
kedalaman dari setiap kantung vertikal terbesar pada tiap kuadran uterus.
Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau kurang, maka merupakan
indikasi adanya oligohidramnion.9
Metode lain adalah dengan cara mengukur salah satu kantung cairan
amnion vertikal yang terbesar (single deepest pocket). Menurut pemeriksaan
ini, volume cairan amnion dikatakan berkurang bila didapatkan ukuran
kantong 2 cm.9
bayi yang cukup baik atau optimal. Induksi persalinan adalah suatu tindakan
terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara tindakan atau medisinal,
untuk merangsang timbulnya kontraksi uterus. Pematangan serviks adalah
tindakan
farmakologik
atau
cara
lain
untuk
memperlunak
atau
dari
pemeriksaan
dalam
dan
akan
digunakan
untuk
dilakukan
evaluasi
terhadap
anomali
janin
dan
gangguan
lebih dari 10.500 ibu hamil yang memiliki nilai amniotic fluid index
intrapartum <5 cm dibandingkan dengan kontrol yang memiliki nilai
amniotic fluid index >5 cm. Menurut hasil penelitian didapatkan bahwa
risiko
seksio
sesarea
atas
indikasi
gawat
janin
pada
kelompok
oligohidramnion lebih tinggi 2 kali lipat. Selain itu, risiko janin dengan skor
APGAR 5 menit dibawah 7 pada kelompok ini lebih tinggi 5 kali lipat.
Hasil penelitian Divon dkk (1995) yang dikutip dari Cunningham et al,
(2010) juga menyatakan bahwa hanya ibu paturien postterm yang memiliki
nilai amniotic fluid index 5 cm yang mengalami deselerasi denyut jantung
janin dan aspirasi mekonium.9
Sebaliknya, Zhang dkk (2004) yang dikutip dari Cunningham et al.,
(2010) melaporkan bahwa kondisi oligohidramnion dengan nilai AFI 5 cm
tidak berhubungan dengan kondisi perinatal yang buruk. Begitu juga dengan
Magann dkk (1999) yang tidak menemukan peningkatan risiko komplikasi
intrapartum pada kondisi oligohidramnion.9
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi
janin postterm sehingga setiap persalinan postterm harus dilakukan
pengawasan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit dengan
pelayanan operatif dan neonatal yang memadai.
Menurut Mochtar, et al (2004) pengelolaan persalinan pada kehamilan
postterm mencakup:
a) Pemantauan
yang
baik
terhadap
kontraksi
uterus
dan
ketat
terhadap
neonatus
dengan
tanda-tanda
postmaturitas