Anda di halaman 1dari 39

57

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1

Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai cara, setting, dan
sumber. Bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, teknik
pengumpulan

data

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan interview

(wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan dari


ketiganya.
Sedangkan bila dilihat dari segi setting-nya, data dapat dikumpulkan
dalam setting alamiah (natural setting), dalam laboratorium dengan metode
percobaan atau experiment, dalam suatu kantor dengan berbagai responden,
dalam suatu seminar, diskusi , di restoran, dll.
Apabila dilihat dari segi sumber datanya, maka pengumpulan data
dapat dibagi menjadi dua yaitu menggunakan sumber primer dan
menggunakan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang
secara langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber
sekunder merupakan sumber yang secara tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data.

58

2.1.1

Interview (Wawancara)
Wawancara merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data,
dimana teknik ini digunakan oleh peniliti bila ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan pokok permasalahan yang harus diteliti selain
itu juga digunakan oleh peneliti untuk mengetahui hal-hal dari responden
yang lebih mendalam dan dalam jumlah responden yang sedikit/kecil.
Prof. Dr. Sugiyono (2004, p 130) mengemukakan bahwa anggapan
yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode interview dan
juga kuisioner (angket) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya
sendiri.
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peniliti adala benar dan
dapat dipercaya.
3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh
peneliti.
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti atau pengumpul data dapat di
bagi dalam 2 (dua) cara yaitu :
1. Wawancara terstruktur .
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data
oleh peneliti atau pengumpul data bila mereka mengetahui dengan pasti
tentang apa yang akan diperoleh. Sehingga dalam melakukan wawancara,

59

pengumpul data telah mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang


alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur
ini, setiap responden diberikan pertanyaan yang sama dan pengumpul data
mencatat setiap jawabannya.
Dalam

melakukan

wawancara,

selain

harus

mempersiapkan

pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman, pengumpul data atau peneliti juga


dapat menggunakan alat bantu seperti tape recorder, gambar, grafik dan hal
lain sebagainya yang dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan
wawancara menjadi lancar.
2. Wawancara tidak terstruktur.
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti atau pengumpul data tidak menggunakan pertanyaan-pertanyaan
yang telah disiapkan secara sistematis dan lengkap yang digunakan dalam
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan oleh peneliti
atau pengumpul data hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang
akan ditanyakan.
Wawancara tidak terstruktur atau terbuka bisanya digunakan dalam
penelitian pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam tentang
responden.

Dalam

penelitian

pendahuluan,

peneliti

menggunakan

wawancara tidak terstruktur untuk berusaha mendapatkan informasi awal


tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada pada obyek, sehingga
peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel apa

60

yang harus di teliti. Untuk mendapatkan gambaran permasalahan yang


lebih lengkap dan jelas, maka peneliti perlu melakukan wawancara kepada
pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan atau bagian yang ada dalam
obyek.
Selain itu wawancara tidak terstruktur juga digunakan untuk
mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang responden. Dalam
wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data
apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa
yang diceritakan oleh responden. Berdasarkan analisa terhadap setiap
jawaban dari koresponden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan.
Wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun yang
menggunakan telepon, akan selalu terjadi kontak pribadi. Oleh karena itu
pewawancara perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih
waktu yang tepat, kapan dan di mana harus melakukan wawancara. Pada
saat koresponden sedang sibuk bekerja atau sedang menganggur, sedang
mempunyai masalah berat atau sedang tidak bermasalah, sedang mulai
istirahat, sedang makan, sedang tidak sehat, atau sedang marah, maka harus
hati-hati dalam melakukan wawancara. Bila dipaksakan wawancara dalam
kondisi tersebut, data yang dihasilkan tidak valid dan akurat.
Informasi atau data yang biasa di peroleh dari wawancara seringkali
bias, dimana pengertian bias adalah menyimpang dari seharusnya, sehingga

61

dapat dinyatakan data tersebut subyektif dan tidak akurat. Kebiasan data
dipengaruhi oleh pewawancara, yang di wawancarai (responden) dan
situasi dan kondisi pada saat wawancara.
Kelebihan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan
interview atau wawancara:
1. Pewawancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan
situasi yang dihadapi pada saat itu.
2. Pewawancara dapat mengobservasi perilaku nonverbal, misalnya
perasaan suka, tidak suka atau perilaku lainnya pada saat pertanyaan
diajukan dan dijawab oleh responden.
3. Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga responden dapat
memahami maksud penelitian secara baik sehingga responden dapat
menjawab pertanyaan dengan baik
4. Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi dibuat langsung oleh
responden yang ditetapkan
5. Melalui wawancara dapat ditanyakan hal-hal rumit dan mendetail.
6. Pewawancara dapat memperoleh jawaban atas seluruh pertanyaan yang
diajukan.
Kekurangan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan
interview atau wawancara:
1. Memerlukan waktu yang banyak untuk mengadakan wawancara dengan
individu satu persatu.

62

2. Walaupun dilakukan secara bertatapmuka, namun kesalahan bertanya


dan kesalahan dalam menafsirkan jawaban masih bisa terjadi.
3. Keberhasilan wawancara sanga bergantung kepada kepandaian
pewawancara dalam memberikan pertanyaan.
4. Wawancara tidak selalu tepat pada kondisi-kondisi tempat tertentu,
misalnya pada lokasi-lokasi yang ramai dan berisik.
5. Sangat bergantung kepada kesedian, kemampuan dan keadaan sementara
dari subyek wawancara, yang mungkin menghambat ketelitian hasil
wawancara.
6. Jangkauan responden relative kecil dan memakan waktu lebih lama.
7. Biaya yang dikeluarkan relatif lebih mahal dibandingan dengan teknik
yang lain.

2.1.2

Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan salah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan memberikan sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpalan data
yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu
apa yang bisa diharapkan dari koresponden. Kuesioner sangat cocok
digunakan untuk responden dalam jumlah cukup besar dan tersebar diwilayah
yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau

63

terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim


melali pos atau internet.
Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas,
kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu lama sehingga
pengiriman kuesioner kepada responden tidak perlu melalui pos. Dengan
adanya kontak langsung dari peneliti atau pengumpul data dengan responden
akan menciptakan suatu kondisi yang cukup baik sehingga responden dengan
sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat.
Dalam penulisan wawancara (angket) sebagai teknik pengumpulan
data) harus memperhatikan 3 (tiga) prinsip penting, yaitu:
1. Prinsip penulisan wawancara (angket):
Prinsip ini menyangkut beberapa faktor yaitu:
a. Isi dan tujuan pertanyaan
Yang dimaksud isi dalam hal ini adalah apakah isi pertanyaan tersebut
merupakan

bentuk

pengukuran

atau

bukan.

Kalau

berbentu

pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap


pertanyaan harus skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi
untuk mengukur variabel yang teliti.
b. Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam kuesioner harus disesuaikan dengan
kemampuan berbahasa responden. Bahasa yang digunakan dalam

64

kuesioner harus memperhatikan jenjang pendidikan responden,


keadaan social budaya dan frame of reference dari responden.
c. Tipe dan bentuk pertanyaan
Tipe pertanyaan dalam kuesioner dapat dibagi menjadi dua yaitu
terbuka dan tertutup, bentuknya juga dapat dibagi menjadi dua pula
yaitu menggunakan kalimat positif dan kalimat negatif. Yang
dimaksud pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan
responden untuk menuliskan jawabannya berbentuk uraian tentang
sesuatu hal. Sedangkan pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang
mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk
memilih salah satu alternative jawaban dari setiap jawaban yang
tersedia. Setiap pertanyaan kuesioner yang mengharapkan jawaban
berbentuk data nominal, ordinal, interval, dan ratio adalah bentuk
pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup akan membantuk responden
menjawab dengan cepat dan juga memudahkan peneliti dalam
melakukan analisa data terhadap seluruh kuesioner yang telah
terkumpul. Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner perlu dibuat
positif dan negatif agar responden dalam memberikan jawaban setiap
pertanyaan lebih serius dan tidak mekanistis.

65

d. Pertanyaan tidak mendua


Setiap pertanyaan dalam kuesioner tidak boleh mendua (doublebarreled) sehingga menyulitkan responden untuk memberikan
jawaban.
e. Tidak menanyakan yang sudah lupa
Setiap pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya tidak menanyakan halhal yang sekiranya responden sudah lupa atau pertanyaan yang
memerlukan jawaban dengan berpikir berat.
f. Pertanyaan tidak menggiring
Pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya juga tidak menggiring
responden ke jawaban yang baik saja atau yang jelek saja.
g. Panjang pertanyaan
Pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya tidak terlalu panjang sehingga
akan membuat responden jenuh dalam mengisinya. Bila jumlah
variabel banyak sehingga memerlukan instrument yang banyak,
instrument tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala
pengukuran yang digunakan dan cara mengisinya. Disarankan jumlah
pertanyaan yang memadai adalah antara 20 hingga 30 pertanyaan.
h. Urutan pertanyaan
Urutan pertanyaan dalam kuesioner dimulai dari yang bersifat umum
meuju ke hal yang spesifik atau dari yang mudah menuju ke hal yang
sulit atau diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara

66

psikologis akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab.


Kalau pada awalnya sudah diberi pertanyaan yang sulit atau spesifik,
maka responden akan patah semangat untuk mengisi kuesioner yang
telah mereka terima. Urutan pertanyaan yang diacak perlu dibuat bila
tingkat kematangan responden terhadap masalah yang ditanyakan
sudah tinggi.

2. Prinsip pengukuran
Kuesioner yang diberikan kepada responden adalah instrument penelitian,
yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti. Oleh karena
itu instrument kuesioner tersebut harus dapat digunakan untuk
mendapatkan data yang valid dan reliable tentang variabel yang akan
diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliable, maka
perlu diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Instrumen yang
tidak valid dan reliable bila digunakan untuk mengumpulkan data, akan
menghasilkan data yang tidak valid dan reliable pula.

3. Prinsip fisik angket


Penampilan fisik kuesioner sebagai alat pengumpulan data akan
mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi
kuesioner. Kuesioner yang dibuat di kertas buram akan mendapat respon

67

yang kurang menarik bagi responden bila dibandingkan kuesioner yang


dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna.
Kelebihan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner atau angket:
1. Lebih mudah digunakan untuk lokasi responden yang jaraknya cukup jauh.
2. Pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan adalah merupakan waktu yang
efisien untuk menjangkau responden dalam jumlah banyak.
3. Dengan kueseioner atau angket akan memberikan kesempatan kepada
responden untuk mendiskusikan dengan temannya apabila menemui
pertanyaan yag sukar dijawab.
4. Dengan kuesioner atau angket dapat lebih leluasa menjawabnya dimana
saja, kapan saja tanpa terkesan terpaksa.

Kekurangan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan


kuesioner atau angket:
1. Kurang tepat digunakan pada penelitian yang membutuhkan reaksi yang
sifatnya spontan.
2. Metode ini kurang fleksibel, kejadiannya hanya terpancang pada
pertanyaan yang ada.
3. Jawaban yang diberikan responden akan terpengaruh oleh keadaan global
dari pertanyaan.

68

4. Sulit bagi peneliti untuk mengetahui maksud dari jawaban yang diberikan
responden.
5. Ada kemungkinan respons yang berikan oleh salah satu responden salah.

2.1.3

Observasi
Observasi

merupakan

salah

teknik

pengumpulan

data

yang

mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain,
yaitu wawancara dan kuesioner. Dalam wawancara dan kuesioner, selalu
berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi
juga obyek-obyek alam yang lain.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar. Dari segi proses pelaksanaan
pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi:
1. Participant observation
Dalam observasi ini peneliti terlibat langsund dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang akan digunakan sebagai sumber data
penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa
yang sedang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan perasaan
suka dukanya. Dengan observasi ini, data yang diperoleh akan lebih
lengkap, jelas, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari
setiap perilaku yang tampak pada orang yang diobservasi.

69

2. Nonparticipant observation
Dalam observasi ini peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orangorang yang sedang diamati maka dalam observasi ini peneliti tidak terlibat
dan hanya sebagai pengamat independen. Pengumpulan data dengan
observasi ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan tidak
sampai pada tingkat makna, dimana makna adalah nilai-nilai dibalik
perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.

3. Observasi terstruktur
Observasi terstruktur adalah observasi yang telah dirancang secara
sistematis tentang apa yang akan diamati, dimana tempatnya. Jadi
observasi ini dilakukan apabila peneliti telah tahu dengan pasti tentang
variabel yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti
menggunakan instrument penelitian yang telah teruji validitas dan
reliabilitasnya. Pedoman wawancara terstruktur atau kuesioner tertutup
juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi ini.

4. Observasi tidak terstruktur


Observasi ini adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis
tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak
tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan

70

pengamatan peniliti tidak menggunakan instrument yang baku, tetapi


hanya berupa rambu-rambu pengamatan.
Kelebihan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan
observas:
1. Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai
keakuratan yang lebih tinggi.
2. Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakana, pekerjaan-pekerjaan
yang rumit kadang-kadang sulit untuk diterangkan.
3. Dapat menggambarkan lingkungan fisik dari kegiatan-kegiatan, misalnya
tata letak mesin, penerangan, gangguan suara dan lain-lain.
4. Dapat mengukur tingakt suatu pekerjaan, dalam hal waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan tertentu.
Kekurangan dari teknik pengumpulan data dengan menggunakan
observasi:
1. Orang yang diamati merasa terganggu atau tidak nyaman sehingga akan
melakukan pekerjanaannya dengan tidak semestinya.
2. Pekerjaan yang sedang diamati mungkin tidak mewakili suatu tingkat
kesulitan pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan khusus yang tidak
selalu lakukan.
3. Dapat mengganggu proses yang sedang diamati.
4. Orang yang diamati cenderung melakukan pekerjaannya dengan lebih baik
dari biasanya dan sering menutup-nutupi kekurangannya.

71

2.2

Statistika Deskriptif
Metode statistika adalah prosedur-prosedur atau langkah-langkah yang
digunakan dalam mengumpulkan, menyajikan, menganalisa dan menafsirkan
data. Secara umum metode statistika yang digunakan untuk analisis data
dalam penelitian dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) macam, yaitu statistika
deskriptif dan statistika inferensial. Statistika inferensial meliputi statistika
parametris dan statistika nonparametris.
Statistika

deskriptif

adalah

statistika

yang

digunakan

untuk

menganalisa data dengan cara mendeskriptifkan atau menggambarkan data


yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Menurut Ronald E.
Walpole (1997, p 2), statistika deskriptif adalah metode-metode yang
berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga
memberikan informasi yang berguna.
Statistika deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin
mendeskriptifkan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang
berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Termasuk dalam statistic
deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram
lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran
tendensi sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data
melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase.

72

Dalam statistic deskriptif juga dapat dilakukan mencari kuatnya


hubungan antara variabel melalui analisi korelasi, melakukan prediksi dengan
analisis regresi dan membuat perbandingan dengan membandingkan rata-rata
data sampel dan populasi.
Hanya perlu diketahui bahwa dalam analisi korelasi, regresi atau
memnadingan dua rata-rata atau lebih tidak perlu diuji signifikansinya. Jadi
secara teknis dapat diketahui bahwa dalam statistic deskriptif tidak ada uji
signifikansi, tidak ada taraf kesalahan karena peneliti tidak bermaksud
membuat generalisasi sehingga tidak ada kesalahan generalisasi.

2.3

Diagram Pareto
Menurut Gaspersz (1998, p53), Diagram pareto adalah grafik batang
yang menunjukan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah
yang paling banyak terjadi ditunjukan oleh grafik barang pertama yang
tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai
masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang yang
terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Diagram pareto merupakan suatu prioritas dimana membutuhkan data
yang disesuaikan dengan jenis, kategori atau klasifikasi lainnya. Analisa ini
akan mengidentifikasikan sejumlah kecil permaslahan vital atau jenis
kerusakan dari berbagai macam hal. Selain itu analisa dari diagram pareto

73

juga akan membantu kita dalam menentukan permasalahan dan akibat yang
tepat untuk dipelajari.
Prinsip diagram pareto juga dikenal sebagai aturan 80/20 dimana yang
berarti 80% dari permasalahan kita berasal dari 20% dari semua hal yang
harus kita hadapi. Pada dasarnya diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai
alat interprestasi untuk :
Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan pentign melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah
itu dalam bentuk yang signifikan.
Menurut Turner, dkk (2000, p286), Diagram Pareto adalah grafik
batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian.
Pada dasarnya diagram Pareto digunakan untuk :
Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah dan penyebab
masalah yang ada.
Memfokuskan perhatian pada isu isu penting melalui pembuatan
rangking terhadap masalah atau penyebab dari masalah tersebut.
Menurut Gaspersz (1998, p58), Pada dasarnya diagram Pareto terdiri
dari dua jenis, yaitu:
Diagram Pareto Mengenai Fenomena.

74

Diagram ini berkaitan dengan hasil-hasil berikut yang tidak diinginkan dan
digunakan untuk mengetahui apa masalah utama yang ada. Contoh
fenomena, antara lain:
a) Kualitas kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan,
perbaikan (reparasi), dll.
b) Biaya: jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll.
c) Penyerahan

(delivery):

penundaan

penyerahan,

keterlambatan

pembayaran kekurangan stok, dll.


d) Keamanan: kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll.
Diagram Pareto mengenai Penyebab
Diagram ini berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan
untuk mengetahui apa penyebab utama dan masalah yang ada. Contoh
penyebab, antara lain:
a) Operator: umur, pengalaman, keterampilan, sifat individual, pergantian
kerja *shift), dll.
b) Mesin: peralatan, mesin, instrumen, dll.
c) Bahan baku: pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan
baku, dll.
d) Metode Operasi: kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan, dll.
Langkah-langkah membuat diagram pareto menurut Gaspersz (1998,
p53) adalah sebagai berikut:

75

- Langkah 1
Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasikan kategorikategori atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan.
Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data.
- Langkah 2
Membuat suatu ringkasan daftar atau table yang mencatat frekuensi
kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan formulir
pengumpulan data atau lembar periksa.
- Langkah 3
Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari
yang tertinggi sampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif,
presentase dari total kejadian, dan presentase dari total kejadian secara
kumulatif.
- Langkah 4
Menggambar dua buah garis vertical dan sebuah garis horizontal.
1. Garis vertikal:
a) Garis vertikal sebelah kiri: buatkan pada garis ini, skala dari nol
sampai total keseluruhan dari kerusakan.
b) Garis vertikal sebelah kanan: buatkan pada garis ini, skala dari 0%
sampai 100%
2. Garis Horizontal:

76

a) Bagilah garis ini kedalam banyaknya interval sesuai dengan


banyaknya item masalah yang diklasifikasikan.
- Langkah 5
Buatkan histogram pada diagram Pareto
- Langkah 6
Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif (total
kumulatif atau persen kumulatif) disebelah kanan atas dari interval setiap
item masalah.
- Langkah 7
Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama
dari masalah yang sedang terjadi itu. Untuk mengetahui akar penyebab dari
suatu masalah, kita dapat menggunakan diagaram sebab-akibat atau
bertanya mengapa beberapai kali (konspe five whys).
Contoh diagram pareto:

77

Gambar 2.1 Contoh diagram pareto

2.4

Histogram
Menurut Gapersz (1998, p69), Histogram merupakan suatu potret dari
proses yang menunjukan:
1) Distribusi dari pengukuran.
2) Frekuensi dari setiap pengukuran itu.
Histogram menampilkan sekilas dari sekumpulan data. Histogram ini
sangat berguna jika digunakan untuk melihat bentuk, pemusatan dan
penyebaran sekumpulan data dari beberapa proses. Selain itu histogram dapat
dipergunakan juga sebagai suatu alat untuk:

78

1) Mengetahui dengan mudah penyebaran data yang ada


2) Mempermudah melihat dan menginterpretasikan data.
3) Sebagai alat pengendalian proses sehingga mencegah timbulnya
masalah
4) Membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang
berfokus pada suatu usaha perbaikan terus-menerus (continuous
improvement efforts).
Umumnya gambar diagram histogram seperti barisan batang-batang
persegi panjang yang menunjukan jumlah batang menurut pengelompokan
datanya. Untuk memudahkan analisis, kelompok data yang sekelas biasanya
dipandang secara kelompok dan kelompok-kelompok data tersebuat akan
bertebaran mulai dari kelas rendah sampai tinggi.
Langkah-langkah membuat Histogram adalah:
1. Mengumpulkan data pengukuran yang diperlukan
2. Mengelompokan data.
2. Tentukan jumlah kelas atau kelompok
3. Tentukan banyaknya kelas interval
4. Tentukan interval kelas, batas kelas dan nilai tengah kelas
5. Tentukan Frekuensi dari setiap kelas interval
6. Buatlah histogram dengan memperhatikan hal-hal:
a. Buatlah garis horizontal dengan menggunakan skala berdasarkan
pada unit pengukuran data.

79

b. Buatlah garis vertikal dengan menggunakan skala frekuensi.


c. Gambarkan grafik batang (histogram) untuk setiap kelas interval
dengan tingginya berdasarkan pada frekuensi setiap kelas
interval itu.
d. Jika

batas-batas

spesifikasi telah

ditetapkan berdasarkan

keinginan pelanggan, maka tariklah garis vertikal pada histogram


itu yang menunjukkan batas bawah dan batas atas dari spesifikasi
yang telah ditetapkan.
Contoh histrogram:

Gambar 2.2 Contoh Histogram

2.5

Diagram Sebab-Akibat ( Cause-and-Effect Diagram/Fish Bone Diagram )


Diagram sebab-akibat atau lebih dikenal dengan istilah Diagram
Tulang Ikan (Fishbone Diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan

80

atau dikenal juga dengan nama Diagram Ishikawa yang dikarena pertama
kali diperkenalkan oleh Prof. Kaouru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada
tahun 1953. Menurut Gaspersz (1998,p61), Diagram sebab-akibat adalah
suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram
ini digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan
karakteristik kualitas (akibat).
Diagram ini digunakan untuk meringkaskan pengetahuan mengenai
kemungkinan sebab-sebab terjadinya variasi dan permasalahan lainnya.
Diagram ini menyusun sebab-sebab variasi atau sebab-sebab permaslahan
kualitas kedalam kategori-kategori yang logis. Hal ini membantu kita dalam
menentukan fokus yang akan diambil dan merupakan alat yang sangat
membantu dalam penyusunan usaha-usaha pengembangan proses. Diagram
sebab-akibat juga digunakan untuk keperluan-keperluan lainnya sebagai
berikut :

Membantu mengidentifikasi akar permasalahan

Membantu mengembangkan ide untuk solusi dari suatu masalah.

Membantu dalam menemukan fakta yang lebih lanjut.


Menurut Gaspersz (1998,p61), langkah-langkah membuat diagram

sebab-akibat adalah:
1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan
mendesak untuk diselesaikan.

81

2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan


akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan),
kemudian gambarkan tulang ikan dari kiri kekanan dan tempatkan
pernyataan masalah itu dalam kotak.
3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi
masalah kualitas sebagai tulang besar, juga tempatkan dalam kotak.
Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan
melalui stratifikasi kedalam pengelompokan dari faktor-faktor: manusia,
mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dll,
atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor-faktor
penyebab

atau

kategori-kategori

dapat

dikembangkan

melalui

brainstroming.
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebabpenyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder
itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran sedang.
5. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebabpenyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebabpenyebab itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil
6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktorfaktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata
terhadap karakteristik kualitas.

82

7. Catatlah informasi yang perlu didalam diagram sebab-akibat itu, seperti:


judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
Penyebab masalah mempunyai diagaram yang berbeda-beda dan dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1. 6 Ms
Machine, Method, Materials, Maintenance, Man, Mother Nature,
Environmnet, (biasanya digunakan pada istilah industri manufaktur).
2. 8 Ps
Price, Promotion, People, Processes, Place/Plant, Policies, Procedures
and Product/Services, (biasanya dgiunakan pada istilah administrasi dan
service industri).
3. 4 Ss
Surroundings, Suppliers, Systems, Skills, (biasanya digunakan pada istilah
servis industri).
Selain yang disebutkan diatas bila hendak mengetahui penyebabpenyebab dari suatu masalah yang sedang diteliti, kita dapat juga
menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
- Apa yang menjadi penyebab terjadinya itu?
- Mengapa penyebab itu dapat terjadi?
- Bertanya Mengapa beberapa kali (konsep five whys) sampai ditemukan
penyebab yang cukup spesifik untuk dapat diambil tindakan perbaikan.

83

Penyebab-penyebab spesifik itu yang selanjutnya dicatat dan dimasukan


kedalam diagram sebab-akibat.
Contoh diagram sebab akibat:

Gambar 2.3 Contoh gambar Diagram SebabAkibat

2.6

Learning Curve (Kurva Pembelajaran)


Learning Curve adalah konsep pekerjaan yang mengarah pada usaha
perbaikan. Konsep ini sangat berguna bagi manajemen operasi perusahaan.
Konsep

ini

memungkinkan

perusahaan

untuk

mengestimasi

biaya,

penjadwalan, perencanaan kebutuhan, penganggaran maupun penetapan


harga.

84

Learning Curve berkaitan dengan ide ketika pekerjaan, proses kerja


atau kegiatan baru dimulai untuk pertama kalinya dimana ada kemungkinan
bahwa tenaga kerja yang terlibat tidak akan mencapai efisiensi maksimum
dengansegera. Pengulangan tugas yang diberikan cenderung akan membuat
orang lebih percaya diri dan berwawasan luas dan akhirnya akan bekerja
secara yang efisien dan lebih cepat. Dan pada akhirnya proses pembelajaran
akan terhenti setelah terus menerus mengulangi pekerjaan yang sama.
Sebagai konsekuensi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan pada
walanya akan menurun dan kemudian sedikit demi sedikit akan meningkat
hingga efisien. Rata-rata waktu kumulatif per unit diasumsikan menurun
dengan persentase yang konstan setiap kali output digandakan. Waktu ratarata kumulatif mengacu pada waktu rata-rata per unit untuk semua unit yang
dihasilkan sejauh ini, dari dan termasuk yang pertama dibuat.

2.7

Gemba Kaizen

2.7.1

Definisi Gemba Kaizen


Dalam bahasa Jepang Kaizen berarti continous improvement atau
perbaikan berkelanjutan. Dimana Kai artinya change dan Zen artinya better.
Istilah ini mencakup pengertian perbaikan yang melibatkan semua orang baik
manager maupun karyawan dan melibatkan cara hidup kita. Konsep kaizen ini
mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan sosial dan rumah tangga

85

haruslah mengalami perbaikan secara terus menerus. Hal yang membuat kita
menggunakan kaizen adalah:
1. Cepat dan mudah pelaksanaannya.
2. Langsung ke permasalahan.
3. Hasilnya bisa langsung dirasakan.
4. Menggnakan SDM yang ada.
4. Berfokus pada major issue.
5. Teamwork, dapat dilihat dengan kacamata berbeda.
6. Melewati semua batas birokrasi
7. Bisa dipakai untuk referensi Kaizen berikutnya.
Hal-hal yang menyebakan penerapan konsep kaizen gagal adalah:
1. Fokus di area tertentu bukan pada perubahan budaya.
2. Tidak melibatkan smua bagian.
3. Ketakutan akan gagal dan ragu pada hal baru.
4. Ketidakmampuan untuk melihat proses secar keseluruhan.
5. Salah prioritas utama (produksi, design, bisnis).
6. Ketidakmampuan membaca peluang ke depan.
7. Gagal menerapkan ADOPT, ADAPT dan CREATIVITY.
Dalam bahasa Jepang, Gemba berarti real place atau tempat dimana
suatu tindakan dilakukan atau terjadi. Dimana dalam manajemen, gemba
adalah temapat dimana suatu aktifitas yang bernilai untuk dapat memuaskan
konsumen. Didalam manufaktur biasanya digunakan untuk tempat kerja

86

dipabrik. Sehingga Gemba Kaizen dapat diartikan sebagai perbaikan secara


terus menerus ditempat kerja. Manfaat dari penerapan gemba antara lain
adalah:
1. Kebutuhan dilapangan atau tempat kerja lebih mudah diidentifikasi
oleh mereka yang bekerja disana.
2. Orang-orang dilapangan atau tempat kerja mulai memikirkan
masalah yang ada dan mencari pemecahanya.
3. Penolakan terhadap perubahan dapat dikurangi.
4. Pemecahan masalah yang terjadi berdasarkan keadaan yang
sebenarnya.
5. Pemecahan masalah menekankan pada pendekatan akal sehat,
berbiaya rendah daripada pendekatan berorientasi metode dan
mahal.
6. Orang-orang mulai memahami kaizen dahn mendapatkan banyak
inspirasi.
7. Pemahaman dan kesadaran akan kaizen serta efisiensi kerja dapat
ditingkatkan secara bersama-sama.
8. Perkerja dapat terus berpikir tentang kaizen sambil bekerja.
Perbaikan dalam kaizen bersifat kecil dan berangsur, namun proses
kaizen mampu membawa hasil yang dramatis mengikuti waktu. Dimana
konsep kaizen diterapkan dengan menggunakan akal sehat selain itu juga
biaya yang dikeluarkan rendah sehingga bisa dikatakan kaizen juga

87

merupakan pendekatan dengan resiko yang rendah. Hal ini berbeda dengan
perubahan yang dihasilkan oleh western manajemen yang biasanya dramatis
dimana kaizen bersifat tidak dramtis tetapi sedikit dan bertahap.
Kaizen is a never-ending journey towards waste elimination, quality
improvement and effective utilisation. Traditional manufacturing systems
have limited goal acceptance, for example, the production of some defective
products and Work in Progress (WIP). Kaizen sets its sights of perfection: no
defects, inventory and wastes. (International Journal Product Development,
Vol. 10 Nos. 1/2/3, p 88).

2.7.2 PDCA (Plan Do Check Act)


Langkah pertama dari kaizen adalah menerapkan siklus PDCA sebagai
sarana yang menjamin terlaksananya kesinambungan dari kaizen guna
mewujudkan kebijakan untuk memelihara dan meningkatkan standar. Siklus
ini merupkan konsep yang terpenting dari proses kaizen.
PDCA adalah singkatan dari Plan Do Check Act (rencanakan,
kerjakan, cek, tindaklanjuti) merupakan suatu metode yang digunakan untuk
memecahkan masalah yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas.
Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming yang seringkali disebut
sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga metode PDCA disebut
dengan siklus Deming.

88

Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart,


dari nama Walter A. Shewhart yang sering dianggap sebagai bapak
pengendalian kualitas statistis. Belakangan, Deming sendiri memodifikasi
PDCA menjadi PDSA (Plan Do Study Act) untuk menggambarkan
rekomendasinya. Pengertian PDCA:
1. Plan (rencanakan)
Meletakkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil
yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Hal berkaitan dengan
penetapan target untuk perbaikan dan perumusan rencana tindakan guna
mencapai target tersebut.
2. Do (kerjakan)
Implementasi proses atau sasaran yang sudah di rencanakan.
3. Check (cek)
Memantau dan mengevaluasi proses yang dikerjakan dan hasil terhadap
sasaran dan spesifikasi yang diinginkan serta melaporkan hasilnya. Hal ini
juga merujuk pada penetapan apakah penerapan yang dilakukan masih
berada dalam jalur yang direncanakan dan memantau kemajuan dari
perbaikan yang diterapkan.
4. Act (tindaklanjuti)
Menindaklanjuti hasil yang di laporkan untuk membuat perbaikan yang
diperlukan. Ini juga berarti meninjau seluruh langkah dan memodifikasi
proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya. Selain

89

itu act berkaitan pula dengan standarisasi prosedur baru guna menghidari
terjadinya

kembali masalah yang sama serta menetapkan target atau

sasaran baru bagi perbaikan berikutnya.


The PDCA cycle is also known as Deming Cycle, the Deming wheel of
CI spiral. In Plan phase, the objective is to plan for change predict the
results. In do phase, the plan is executed by taking small steps in controlled
circumstances. In study/check phase the results are studied. Finally in act
phase, the organization takes action to improve the process. (The Icfai
University Journal of Operations Management, Vol. VIII, No. 2, p 53).
Siklus PDCA ini berputar terus secara berkesinambungan setelah suatu
perbaikan terselesaikan, keadaan perbaikan tersebut akan digunakan menjadi
acuan untuk perbaikan selanjutnya. Hal ini disebabkan karyawan pada
umumnya lebih suka dengan kemampanan dan mereka jarang memiliki
prakarsa sendiri untuk meningkatkan keadaan. Oleh karena itu manajemen
yang harus terus menerus melakukan perbaikan. Dibawah ini adalah gambar
siklus PDCA:

90

Gambar 2.4 Siklus PDCA

2.7.3 Bangunan Gemba


Dua aktifitas utama yang terjadi sehari-hari dalam gemba yang
berhubungan dengan manajemen sumber daya manusia adalah pemeliharaan
dan kaizen. Yang pertama berhubungan dengan kegitan mematuhi standar dan
menjaga keadaan yang sudah ada, sedangkan yang kedua berhubungan dengan
meningkatkan standar yang sudah ada. Manajer gemba melakukan kedua
aktifitas utama tersebut dan QCD (quality, cost and Delivery) yang menjadi
hasilnya.
Gemba kaizen sendiri merupakan sebuah bangunan yang terdiri dari 3
pilar utama yaitu:
1. Standarisasi.

91

Standar merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari gemba kaizen
dan merupakan dasar dari perbaikan sehari-hari. Dimana kualitas dapat
meningkat bila kaizen diterapkan secara benar selain kualitas, dapat pula
menurunkan biaya dan memenuhi waktu delivery kepada konsumen.
Standarisasi mudah dipahamai dan diterapkan serta tidak membutuhkan
pengetahuan maupun teknologi canggih. Bagian yang sulit adalah
membangun disiplin pribadi pada masing-masing individu

yang

diperlukan untuk menjaga dan memelihara apa yang sudah ada.


Standarisasi di gemba seringkali bermakna menerjamahkan kebuthan
teknologikal dan teknikal yang telah ditetapkan oleh staf rekayasa teknik ke
dalam standar operasional sehari-hari yang dipahami oleh tenaga kerja.
Proses penerjemahan tersebut tidak membutuhkan teknologi yang canggih
melainkan hanya membutuhkan rencana yang jelas dari manajemen untuk
menjabarkan dalam tahapan yang logis.
2. 5S dan pemeliharaan tempat kerja.
Lima S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke) merupakan singkatan
dari lima istilah Jepang yang berkaitan engan pemeliharaan tempat kerja.
Pada saat sekarang ini penerapan 5S sudah menjadi norma bagi setiap
perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur. Seorang ahli atau
pakar gemba kaizen dalam waktu lima menit dapat menetapkan caliber dari
suatu perusahaan hanya dengan berkunjung dan mengamati apa yang terjdi
dilapangan atau tempat kerja terutama yang berkaitan dengan penghapusan

92

pemborosan dan 5S. Tidak ada 5S dalam area kerja merupakan


indikasiterjadinya efisiensi rendah, pemborosan, disiplin diri yang rendah,
moral yang rendah, kualitas yang jelek, biaya yang dikeluarkan tinggi dan
banyak kesulitan dalam memenuhi batas waktu penyerahan barang ke
konsumen. 5 butir 5S ini merupakan kegiatan

awal bagi perusahaan

apapun agar dapat dikenal dan dipandang sebagai perusahaan bertanggung


jawab yang berpotensi dn mendapatkan status perusahaan kelas dunia atau
internasional.
3. Penghapusan muda atau pemborosan
Muda dalam bahasa Jepang berarti pemborosan, namun cakupan dari istilah
ini mencakup segala sesuatu atau semua kegitatan yang tidak memberikan
nilai tambah. Pada setiap proses, nilai tambah dimasukan kedalam produk
untuk kemudian diteruskan ke proses berikutnya. Sumber daya yang
terdapat pada setiap proses (manusia dan mesin) dapat memberikan dua hal
yaitu memberikan nila tambah atau tidak memberikan nilai tambah
meskipun keduanya tampak bekerja giat. Pemborosan mencakup semua
pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah. Ohno mengelompokkan
pemborosan di tempat kerja dalam tujuh jenis, yaitu:
a. Pemborosan produksi berlebih.
Produksi berlebih merupakan dampak dari mentalitas supervisor yang
selalu mengkhawatirkan berbagai masalah yang selalu dihadapi seperti
gangguan mesin, cacat produksi, ketidakhadiran pekerja sehingga

93

mereka memaksakan diri untuk berproduksi lebih banyak agar selalu


berada disisi aman. Berproduksi lebih banyak daripada yang dibutuhkan
berdampak pada pemborosan yang sangat besar, seperti konsumsi
material sebelum dibutuhkan, input yang dihamburkan seperti tenaga
kerja dan energy utilitas (air, angin, listrik, dsb), penambahan ruangan
digudang untuk menyimpan persediaan, tambahan biaya transportasi
maupun administrasi.
b. Pemborosan pada persediaan
Produk jadi, barang setengah jadi yang berstatus persediaan tidak
memberikan nilai tambah malah sebaliknya semua itu menambah biaya
operasi dengan bertambahnya penggunaan tempat, peralatan dan
fasilitas. Dimana selanjutnya gudang membutuhkan tenaga kerja
tambahan untuk tugas operasional maupun administrasi. Dengan
kelebihan barang-barang persediaan akan mengumpulkan debu, tidak
ada nilai tambah

selain itu juga kualitasnya juga menurun dengan

bertambahnya waktu. Dalam kondisi terburuk bisa terjadi kehilangan


persediaan yang diakibatkan kebakaran ataupun kebanjiran dan musibah
lainnya.
c. Pemborosan pada pengerjaan ulang karena cacat atau gagal.
Hasil produksi yang cacat atau gagal mengganggu produksi dan
membutuhkan pengerjaan ulang yang mahal. Seringkali produk yang

94

cacat atau gagal harus dimusnahkan dimana hal ini merupakan


pemborosan sumber daya maupun upaya yang telah ditanamkan.
d. Pemborosan pada gerak kerja.
Gerak kerja dari pekerja yang tidak berkaitan langsung dengan nilai
tambah pada produk dikatakan sebagai tidak produktif. Secara spesifik,
semua gerak kerja yang membutuhkan usaha fisik berlebih dari pihak
operator seperti mengangkat benda berat harus dihindari, bukan karena
sulit namun juga karena pemborosan gerak kerja.
e. Pemborosan pada pemrosesan
Teknologi yang kurang tepat ataupun rancangan produk yang kurang
baik dapat berakibat pada pemborosan yang terjadi pada proses
produksi. Langkah mesin tanpa beban yang terlalu panjang atau tidak
efektif hingga pengerjaan penghalusan sudut-sudut benda kerja
merupakan contoh dari pemborosan pada proses produksi yang bisa di
hindari. Pemborosan dalam proses produksi dapat dihindari dengan
dengan menggabungkan tugas operasi. Pemborosan pada proses
produksi pada banyak kasus umumnya diakibatkan karena kegagalana
melakukan sinkronisasi proses.
f. Pemborosan waktu tunggu/penundaan.
Pemberosan waktu tunggu terjadi bila tangan operator sedang
menganggur atau saat operator menunda kerja sebagai teknik mengatasi
berbagai keadaan seperti jalur kerja yang tidak seimbang, komponen

95

yang belum tersedia atau gangguan pada mesin yang sedang digunakan.
Operator yang menunggu benda kerja berikutnya atau menunggu mesin
menyelesaikan proses kerjanya, pada saat itu juga operator hanya
mengawasi mesin tanpa memberikan nilai tambah apapun.
g. Pemborosan pada transportasi
Di lapangan atau tempat kerja, kita dapat menemukan berbagai sarana
transportasi seperti truk, kereta, forklift, dan konveyor. Tranpor adalah
kegiatan yang sangat penting dalam operasi di lapangan atau tempat
kerja tapi seringkali memindahkan material maupun benda kerja tidak
memberikan nilai tambah pada barang tersebut. Dan lebih ekstrimnya,
kerusakan material atau benda kerja dapat terjadi dalam transport. Untuk
menghilangkan pemborosan ini, proses-proses yang saling terpisah
harus dibuat sejalur atau satu line produksi, ini pun bila memungkinkan
untuk dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai