Anda di halaman 1dari 28
BABIL TINJAUAN PUS' 2.1 Teknologi Membran Teknologi pemisahan dengan menggunakan membran dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Penggunaan teknologi tersebut terutama ditujukan untuk proses pemisahan, pemurnian dan pemekatan baik dalam skala kecil di laboratorium maupun skala besar di industri. Hal ini disebabkan karena teknologi membran meimpunyai beberapa keunggulan baik secara teknik maupun ekonomis dibandingkan dengan teknologi konvensional seperti destilasi, ekstraksi dan iain-lain. Keunggulan teknologi membran secara teknik antara lain prosesnya kontinu dan sederhana, perangkatnya dapat digabungkan dengan peralatan yang lain, sifatnya yang non destruktif terhadap zat yang dipisahkan, dapat digunakan secara luas untuk berbagai proses pemisahan seperti desalinasi air laut, pengolahan limbah cair, pemisahan atau pemurnian gas, serta mampu memisahkan zat-zat yang sensitif terhadap perubahan temperatur “""5 _ Sedangkan keunggulan secara ekonomi adalah tidak membutuhkan ‘zat-zat kimia tambahan dan biaya operasionalnya cukup rendah. Membran dapat didefinisikan sebagai suatu penghalang yang selektif antara dua fasa (umpan dan permeat) yang memungkinkan terjadinya transfer masa dari fasa umpan (melewati membran) ke fasa permeat yang disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran, bentuk dan struktur kimia. Proses terjadinya transfer masa tersebut disebabkan karena adanya daya dorong seperti gradien temperatur (AT), gradien konsentrasi (AC), gradien tekanan (AP), dan gradien potensial kimia (Au) . Skema proses pemisahan melalui membran sistem dua fasa terlihat pada Gambar 21 Fasal Membran —_Fasa 2 Ly eo es og oO GO So oe Gaya Dorong AC, AP, AT, AE Gambar 2.1 Proses pemisahan membran sistem 2 asa‘? 2.2 Penggotongan-Membran Untuk memudahkan dalam penggunaanya, membran dapat dikelompokkan berdasarkan asal, morfologi, struktur dan prinsip pemisahannya. 2.2.1 Asal Berdasarkan asalnya terdapat dua jenis membran, yaitu membran alamiah yang terdapat dalam sel-sel makhluk hidup baik dalam sel tubuh manusia, hewan maupun tumbuhan, serta membran sintetik yang dibuat berdasarkan reaksi kimia dari bahan organik (polimer) maupun anorganik (keramik) 2.2.2 Morfologi Berdasarkan morfologinya, membran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian : membran simetrik dan asimetrik. Membran simetrik adalah membran yang mempunyai struktur pori homogen dengan ukuran yang relatif sama. Sedangkan membran asimetrik adalah membran yang terdiri dari dua lapisan : lapisan permukaan (aktif) yang sangat tipis dan rapat, serta lapisan pendukung dengan struktur pori yang tidak homogen dengan ukuran pori yang tidak sama. Bila material lapisan aktif dan lapisan pendukung berbeda, membran asimetrik tersebut disebut membran komposit. Perbedaan morfologi membran simetrik dan asimetrik secara skematik dapat dilihat dalam Gambar 2.2 berikut ini, (a) Membran simetrik Gambar 2.2 Morfologi membran simetrik dan asimetrik'” 2.2.3 Struktur dan Prinsip Pemisahan Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahannya, membran dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu : 2.2.3.1 Membran berpori (porous membrane) Prinsip pemisahannya didasarkan kepada perbedaan ukuran partikel yang akan dipisahkan (umpan) dengan ukuran pori membran. Selektifitas sangat ditentukan ukuran relatif antara_partikel umpan dan pori membran. Selektifitas yang diperoleh apabila ukuran partikel umpan lebih besar dari ukuran pori membran. Membran jenis ini banyak digunakan pada proses pemisahan mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. 2.2.3.2 Membran tak berpori (dense membrane) Membran yang tergolong jenis ini memiliki ukuran pori kurang dari 1 nm. Prinsip pemisahannya didasarkan atas perbedaan kelarutan (solubility) dan atau perbedaan difusivitas partikel-partikel umpan. Membran jenis ini cocok digunakan pada pemisahan campuran yang molekul-molekulnya berukuran hampir sama. Pemakaian membran jenis ini misalnya pada proses pemisahan gas, osmosa balik dan pervaporasi . 2.2.3.3 Membran cair Pada membran jenis ini, prinsip pemisahannya tidak ditentukan oleh membran atau bahan pembentuk membran, teiapi ditentukan oleh molekul pembawa (carrier molecule) yang sangat spesifik. Cairan yang mengandung media pembawa diletakkan di dalam pori-pori membran. Komponen yang akan dipisahkan dapat berupa gas atau cairan baik ionik maupun non ionik. Skema pemisahan membran berdasarkan struktur dan prinsip pemisahannya tercantum dalam Gambar 2.3 berikut {a) membran berpori —_(b) membran nonpori (c) membran cair Gambar 2.3 Jenis membran berdasarkan struktur? dan prinsip pemisahannya. 2.3 Proses Pemisahan Menggunakan Membran Membran sebagai suatu media pemisah yang semipermiabel harus mempunyai kinerja yang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kinerja membran adalah selektifitas dan permeabilitas yang cukup tinggi, kestabilan sifat mekanik, kstabilan terhadap suhu, dan tahan terhadap zat-zat kimia. Proses pemisahan dengan menggunakan membran telah banyak diterapkan pada berbagai bidang dan terus berkembang baik kualitas maupun kuantitasnya. Filtrasi konvensional adalah proses pemisahan yang paling sederhana. Sebagai media pemisah dapat digunakan kertas saring maupun kain. Pemisahan melalui proses ini hanya efektif untuk kotoran-kotoran tertentu. Proses pemisahan mikro dan ultrafiltrasi, proses pemisahannya didasarkan pada ukuran partikel umpan dan pori-pori membran. Osmosa balik (hiperfiltrasi) adalah proses pemisahan membran yang didasarkan ‘pada perbedaan solubilitas dan difusivitas partikel umpan. Dialisis didasarkan pada perbedaan konsentrasi_serta elektrodialisis didasarkan pada perbedaan muatan listrik untuk pemisahan partikel bermuatan. Pemisahan membran berikutnya adalah pemisahan gas dan pervaporasi yang didasarkan pada perbedaan solubilitas dan difusivitas partikel umpan, Sedangkan membran cair didasarkan pada molekul pembawa spesifik. Beberapa proses pemisahan yang penting terangkum dalam Tabel 2.1 berikut ini Tabel 2.1 Beberapa proses pemisahan “” Proses Gaya Materi Materi Pemisahan Penggerak | Yanglolos | Yang Tersaring filtrasi air, padatan materi konvensional grafitasi terlarut berukuran >Ipm silika | mikrofiltrasi tekanan air, padatan tersuspensi, (0,1-2,0) atm terlarut makromolekul > 500.000 g/mol | tekanan koloid, protein, | uitrafiltrasi =| = (1-5) atm air garam j| makromolekul | > 5000 g/mol_| tekanan garam-garam | osmosa balik 10-100 Air anorganik — | atm >50g/mol__| 2.3.1 Fenomena Perpindahan Melalui Membran Penomenta perpindahan melalui membran tesjadi di permukaan dan di dalam membran. Pada pemisahan yang terjadi pada permukaan membran, penetran yang terejeksi oleh membran cenderung terakumulasi di permukaan membran, sehingga konsentrasi penetran di permukaan membran (Cz) menjadi lebih besar daripada konsentrasi penetran dalam fasa ruah (C,). Keadaan ini disebut sebagai polarisasi konsentrasi (Gambar 2.5) . Polarisasi konsentrasi secara umum akan menurunkan fluks penetran. Pemisahan yang terjadi di dalam membran menyebabkan perubahan konsentrasi penetran di permukaan membran (C2) menjadi (Cs) setelah melalui membran. il (6) Gambar 2.4 Skema polarisasi konsentrasi Dengan : . a = fluks yang dinyatakan dalam volume 6 = ketebalan lapis pembatas Ci23_ = konsentrasi penetran Perbedaan konsentrasi penetran yang terjadi di fasa ruah (C,) dengan di permukaan (C;) akan menghasilkan difusi balik penetran dari permukaaan membran ke fasa ruah, namun setelah beberapa waktu keadaan mantap akan tercapai, Pada keadaan mantap, laju penetran menuju permukaan membran sama dengan laju penetran melalui membran ditambah dengan laju penetran menuju fasa ruah. 12 Jumiah penetran yang melewati membran osmosa balik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Jw =A(AP-AR) occ (2.1) i BG Cy (2.2) Dengan : i = fluks permeat i = fluks penetran AP = perbedaan tekanan mekanik An = perbedaan tekanan osmosa AdanB = koefisien permeabilitas pelarut dan zat terlarut C, dan C3 = konsentrasi penetran dalam fasa umpan dan permeat Persamaan (2.1) dan (2.2) ini kemudian diturunkan dalam bentuk persamaan lain oleh Katchalsky dan Kedem “” untuk osmosa balik sebagai berikut : Te=L, (AP -G.AP) 0.2.2... (2.3) K= @AP+(1-0) C.J, «...... (2.4) Dengan @ = penneabilitas penetran © = koefisien rejeksi Staverman 5, = konsentrasi rata-rata penetran L, _ ~ permeabilitas air murni C, ~ fluks volum yang melalui membran Karena perbedaan konsentrasi pada kedua sisi sangat besar , sehingga tidak tepat untuk merata-ratakan konsentrasi, maka Spiegler dan Kedem kemudian menyempumakan persamaan di atas dalam bentuk koefisien rejeksi (R,) , yaitu? : Ry = [1-Gy/C2) 2. (2.5) Karena membran mengalami polarisasi_ konsentrasi pada permukaan selama pemisahan, maka terdapat dua jenis koefisien rejeksi, yaitu rejeksi nyata (R,) dan rejeksi terukur (R). R= [1-CyQ]) «0... 2.6) Untuk menentukan selektifitas membran, biasanya digunakan koefisien terukur. Hubungan antara R dan R, dinyatakan dengan persamaan “? : (1-R)/R=(1-R,)/R, -exp(J, /K) ......... (2.7) Fane menyatakan bahwa pada proses osmosa balik, penambahan tekanan operasi akan menuingkatkan fluks dan rejeksi seperti yang terlihat dalam persamaan (2.1) dan (2.3). Pengaruh penambahan tekanan operasi terhadap fluks dan rejeksi dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut ini. Gambar 2.5 Pengaruh tekanan terhadap fluks dan rejeksi 2.3.2 Proses Pemisahan Membran Osmosa Balik Penggunaan teknologi pemisahan membran dengan proses osmosa balik berawal dari kebutuhan untuk memisahkan materi-materi yang berukuran kecil, seperti pemisahan garam-garam terlarut dalam air (desalinasi air). Namun demikian, perkembangan membran osmosa balik yang semakin pesat mengakibatkan penggunaan proses pemisahan ini bukan hanya untuk memisahkan air dari garam-garam anorganik, tetapi juga untuk memisahkan larutan cair yang mengandung zat-zat organik bermassa molekul relatif kecil. 2.3.2.1 Proses Osmosa dan Osmosa Balik Bila antara larutan air dengan air murni dipisahkan oleh suatu penghalang yang semipermeabel, maka akan terjadi perpindahan massa 15 dari konsentzasi yang lebih encer (air murni) ke konsentrasi yang lebih pekat (larutan air). Peristiwa ini disebut dengan istilah osmosa. Agar proses osmosa tidak terjadi , maka perlu diberikan tekanan yang lebih tinggi pada larutan pekat, sehingga air murni mengalir dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Jika tekanan yang digunakan pada proses tersebut melebihi tekanan osmosa, maka pelarut murni akan terperas ke luar dari larutan melewati penghalang semipermiabel. Proses ini disebut proses osmosa balik. Tekanan minimum yang dibutuhkan untuk menghindari terjadinya proses osmosa disebut tekanan osmosa (7m). Untuk larutan yang sangat encer, besarnya tekanan osmosa dapat ditentukan dengan persamaan Van't Hoff : n=CRT (2.8) dengan 1 =tekanan osmosa C = konsentrasi zat terlarut R =tetapan gas | T =temperatur absolut Proses osmosa dan osmosa balik secara skematik dapat dilihat dalam Gambar 2.6 berikut. tekanan P> 1 rT i | proses osmosa kesetimbangan osimosa proses osmosa balik Gambar 2.6 Proses osmosa dan osmosa balik °”” 2.3.2.2 Mekanisme Perpindahan pada Membran Osmosa Balik Hingga saat ini, mekanisme perpindahan pada proses osmosa balik masih terus diperdebatkan. Hal ini disebabkan karena membran osmosa balik mempunyai pori-pori yang sangat kecil, sehingga mekanisme perpindahannya bukan mekanisme penyaringan (sieving mechanism). Terdapat dua teori terpopuler yang dapat digunakan untuk menjelaskan mekanisme perpindahan dalam membran osmosa balik, yaitu model serapan kapiler berpori selektif dari Loeb-Souriajan dan model pelarutan-difusi dari Lonsdale "418 Model aliran serapan kapiler berpori selektif Menurut mode! ini pemisahan secara osmosa balik merupakan hasil kombinasi penyerapan salah satu komponen tertentu dari suatu fluida pada antar muka larutan-membran, serta penyerapan atau perembesan fluida melalui bagian membran berpori. Dalam mekanisme ini penyerapan selektif menunjukkan adanya gradien konsentrasi pada antar muka larutan-membran dan adanya pori atau kapiler yang menunjukkan adanya ruang kosong yang dapat dilewati materi dan fluida bergantung kepada besarnya tekanan yang diberikan ©" | Model aliran serapan berpori selektif ini secara skematik dapat dilihat dalam Gambar 27 Model ini mengasumsikan bahwa air terikat pada membran membentuk suatu penghalang yang dapat menghambat ion-ion melewati membran. Dalam hal ini air akan teradsorpsi pada permukaan membran. Untuk mendapatkan pemisahan dengan permeabilitas yang maksimum, harus dicapai suatu ketebalan lapisan sama dengan 2t. Nilai ini merupakan diameter pori kritis dari membran. Te HO Na‘Cl’ HO Na‘Cl” HjO — fasaruah HO NaCl H,O Na‘Cl’ H,O HO NaCl HO Na‘Cl” HO H,O Na‘Ct" HO Na‘Cl” HO 10 0 HO H,O HO antar muka ‘HO #0 HO HO HO 4 Gambar 2.7 Model aliran serapan kapiler berpori selektif© 19 material membran Gambar 2.8 Diameter pori kritis © Model pelarutan-difusi Model lain yang tidak kalah populemya mengenai mekanisme perpindahan dalam membran osmosa balik atau hiperfiltrasi adalah model pelarutan-difusi yang dikembangkan Lonsdale™"® | Menurut model ini permeabilitas adalah fungsi faktor difusi dan solubilitas. Difusi adalah 20 perpindahan material di dalam membran dengan gradien konsentrasi sebagai gaya dorong. Difusivitas bergantung pada geometri dari penetran. Bila ukuran molekul bertambah, maka koefisien difusi akan berkurang. Sedangkan solubilitas adalah parameter termodinamika yang merupakan ukuran dari jumlah penetran yang teradsopsi oleh membran. Hubungan permeabilitas (P), difusivitas (D), dan solubilitas (S) dinyatakan dalam persamaan “!™® berikut ini P=SD ww. (2.9) Secara garis besarnva model ini menurut Rautenbach terdiri dari tiga tahap utama, yaitu - sorpsi, difusi, dan desorpsi seperti yang tercantum dalam Gambar 2.9 berikut ini. Gambar 2.9 Mekanisme perpindahan pelarutan-difusi 21 2.4 Membran Osmosa Balik 2.4.1 Bahan Pembentuk Membran Osmosa Balik Membran osmosik balik selain dapat digunakan untuk memisahkan zat-zat organik bermassa molekul kecil maupun garam- garam anorganik juga harus mempunyai ketahanan yang baik terhadap tekanan tinggi dan pengaruh zat kimia lain. Pada prinsipnya semua polimer yang mempunyai sifat-sifat seperti di atas dapat digunakan untuk pembuatan membran osmosik balik. Berdasarkan ketentuan di atas, selulosa asetat lebih banyak digunakan sebagai bahan utama pembuatan membran karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan polimer lain. Selulosa asetat memiliki kestabilan yang cukup baik terhadap bermacam-macam zat kimia. Disamping itu, kekuatan mekanik selulosa asetat cukup tinggi, tahan terhadap tekanan tinggi yang digunakan dalam proses osmosa balik. Selulosa asetat dibuat dari modifikasi kimia polimer selulosa dengan proses asetilasi. Selulosa asetat pertama kali diketemukan oleh Schulzenberger pada tahun 1865 dengan memanaskan kapas dan asam asetat pada suhu 180 °C. Kemudian Franchimout pada tahun 1879 berhasil membuat selulosa asetat pada temperatur yang lebih rendah dengan penambahan katalis asam sulfat. Selulosa asetat dapat larut dengan baik dalam aseton dan kloroform atau keturunannya. Selulosa asetat memiliki struktur amorf berwarna putih. Titik leleh selulosa asetat akan meningkat dengan bertambahnya derajat substitusi (DS). DS adalah angka yang menunjukkan jumlah OH yang tersubstitusi oleh gugus asetil. Reaksi asetilasi selulosa dapat dinyatakan sebagai berikut . Rea -OH + (RCO)20 > Rai -OOCR + RCOOH 22 Reaksi yang menggunakan anhidrida asetat ini dapat menghasilkan DS yang maksimum (2,9 ~ 3,0). CH OF-CH Gambar 2.10 Struktur kimia selulosa asetat"™” Untuk mendapatkan membran osmosa balik dengan kinerja yang tinggi, selain bahan utama selulosa asetat diperlukan polimer lain sebagai zat aditif dalam pembuatan membran. Syarat suatu bahan aditif"”’adalah (1) larut dalam koagulan (air), sehingga aditif akan keluar dari membran saat koagulasi berlangsung; (2) mempunyai reaktivitas kimia dengan polimer utama maupun pelarut; (3) larut dalam pelarut yang digunakan. Secara termodinamika, dua komponen akan melarut secara spontan apabila energi bebas pencampurannya berharga negatif (AG <0), dengan AG = AH — T. ASpp cesses. (2.10) Untuk sistem polimer, harga T. AS, selalu positif, sehingga AG, akan negatif, apabila AH,, mendekati nol. Menurut Hildebrand dan Scott"”, 23 AH,, dapat dinyatakan sebagai : Aly = Vex (81 = 83)? ViV2 essere (2-11) dengan : V, = volume pencampuran 8,2 = parameter kelarutan komponen | dan 2 Vi2 = volume parsial komponen 1 dan 2 Berdasarkan persamaan di atas, bila dua komponen memiliki parameter kelarutan (5) yang berdekatan, maka AH,, mendekati nol. Hal ini berarti bahwa dua komponen akan saling bercampur dan melarut, apabila kedua komponen tersebut memiliki 5 yang hampir sama. Nilai 5 beberapa senyawa terangkum dalam tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Nilai parameter kelarutan beberapa senyawa © Senyawa 6 CA PVP Aseton 1,4-Dioxan PVA Air Parameter lain yang berpengaruh terhadap kelarutan senyawa selain 6 adalah ikatan hidrogen. Berdasarkan Tabel 2.2 di atas, meskipun Polyvinyl pyrrolidone (PVP) mempunyai 8 yang sedikit berbeda dengan CA, tetapi PVP yang dikenal kemampuannya sebagai akseptor proton, dalam pelarut yang sesuai dapat membentuk membentuk ikatan hidrogen 24 dengan CA. Fungsi penambahan PVP selain meningkatkan fleksibilitas membran yang terbentuk juga dapat memperbanyak pori-pori membran. Semakin banyak kandungan PVP, semakin tinggi permeabilitas membran, karena difusivitas penetran dalam membran akan meningkat dengan semakin banyaknya pori-pori membran yang terbentuk Gambar 2.11 Strukrur kimia polyvinyl pyrrolidone“? 2.4.2 Teknik Pembuatan Membran Osmosa Balik Salah satu teknik pembuatan membran osmosa balik yang banyak digunakan adalah teknik inversi fasa (phase inversion). Inversi fasa adalah suatu proses dimana polimer akan mengalami transformasi dari fasa cair menjadi fasa padat. Proses pemadatan (solidifikasi) ini biasanya diawali dengan keadaan transisi dari fasa cair yang homogen menjadi dua fasa cair (liquid-liquid demixing). Selama proses demixing, setelah fasa transisi terlewati, salah satu fasa cair tersebut (fasa dengan konsentrasi polimer yang lebih tinggi) akan memadat, sehingga padatan (solid matriks) terbentuk ©", Morfologi membran yang diinginkan 25 seperti membran berpori atau dense dapat dikendalikan pada saat transisi fasa, seperti pengendalian penguapan, koagulasi dan annealing®” . Teknik pembuatan membran inversi fasa yang umum dipakai saat ini adalah teknik inversi fasa rendam-endap (immersion precipitation). Pada teknik ini polimer dan aditif dilarutkan dalam pelarut yang cocok, sehingga diperoleh larutan cetak (dope) dengan viskositas tertentu. Kemudian pencetakan dilakukan pada plat kaca atau support lain, Sesaat setelah pencetakan, membran yang terbentuk direndamkan ke dalam bak yang berisi koagulan atau non pelarut (air), sehingga proses koagulasi berlangsung. Pada saat proses koagulasi, palarut dan aditif akan berdifusi ke dalam non pelarut™ , sehingga pemadatan membran terjadi. Proses terjadinya perpindahan pelarut tersebut dapat digambarkan dalam diagram terner (Gambar 2.12) yang merupakan sistem temer dari polimer, pelarut, dan non pelarut °", D Membran jradat daecrah dua fasa \ Non petarut Gambar 2.12 Diagram terner pada proses pembuatan membran®"? 26 Pada diagram temer tersebut terdapat dua daerah yang dominan, yaitu daerah fasa tunggal dan fasa ganda, Pada daerah fasa tunggal, ketiga komponen larut membentuk larutan serbasama. Titik A menunjukkan larutan cetak membran yang mengandung polimer dan pelarut. Pada saat proses koagulasi, pelarut akan berdifusi ke dalam non pelarut. Pada proses ini, fasa tunggal masih terbentuk hingga titik B. Dalam waktu: yang bersamaan pada titik B ini mulai muncul daerah fasa ganda. Proses koagulasi yang lebih lama lagi akan mengakibatkan semua pelarut berdifusi ke non pelarut dan berakhir pada titik C. Titik C ini merupakan komposisi membran secara keseluruhan. 2.5 Limbah Aluminium Aluminium sebagai logam yang ringan banyak digunakan sebagai alat-alat rumah tangga, karena selain mudah menghantarkan listrik dan panas (konduktor) juga tidak beracun. Sebagai paduan logam aluminium juga digunakan untuk badan pesawat terbang. Logam aluminium memilik sifat amfoter, dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Logam aluminium diperoleh dari bijihnya melalui reduksi secara elektrolisis dengan proses Hall. Di Indonesia proses pembuatan Al dilakukan secara besar- besaran di Sumatera Utara Senyawa aluminium yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari , yaitu tawas [ K Al (SO4)2. 12 H,O ] yang berfungsi untuk menjernihkan air. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa industri aluminium adalah merupakan industri logam yang sangat penting, selain penghasil devisa bagi negara juga merupakan industri yang langsung menyentuh kehidupan manusia. Hal ini disebabkan karena hampir semua 27 alat-alat rumah tangga, perkantoran, dan kendaraan bermotor terbuat dari aluminium. Sebagai paduan logam, aluminium juga digunakan untuk badan pesawat terbang. Di lain pihak, industri aluminium merupakan penghasil limbah yang dapat mencemari lingkungan. Karakteristik limbah aluminium yang dihasilkan dan dijadikan sampel penelitian terangkum dalam Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Karakteristik Limbah Aluminium Parameter Satuan Ambang Batas|Hasil Analisa | Fisika 1. Suhu °c 30 26 2. Warna jernih 3. Bau Tidak berbau HW. Kimia A. Anorganik 4. Aluminium ppm 10 1,63 Jumlah * 2. Besi jumlah 1 3,04 3. Florida 2 0,95 4. Nitrit 2 0,85 5. Phosphat 41 0,3 6. BOD 30 26 7.COD 80 60,43 8. pH 85 10,76 'B. Organik ’ 4. Minyak dan 10 09 Lemak 2. Hidrokarbon 10 - 3. Phenol 0,1 0 jumlah 4. Sianida 0,1 oO 28 Dari Tabel tersebut terlihat bahwa kadar ion logam Fe masih berada di atas ambang batas yang diperbolehkan. Sedangkan kadar ion logam Al sudah di bawah nilai ambang batas, tetapi lama kelamaan logam-logam tersebut akan terakumulasi hingga melebihi nilai ambang batas. Bila air limbah ini dikonsumsi, maka akan sangat membahayakan keschatan masyarakat. 2.6 Karakterisasi Membran Karakterisasi membran dilakukan untuk mengetahui kualitas (kinerja) membran yang dihasilkan. Parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas membran adalah permeabilitas, keselektifan, ketahanan mekanik, dan morfologi membran. Suatu membran dikatakan mempunyai kualitas yang baik, apabila memiliki permeabilitas dan selektifas yang cukup tinggi serta ketahanan mekanik yang baik. 2.6.1 Permeabilitas Permeabilitas merupakan salah satu kriteria kualitas membran. Membran yang baik mempunyai permeabilitas yang cukup besar. Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menyatakan seberapa banyak suatu penetran dapat melewati membran. Parameter yang digunakan untuk menyatakan permebilitas membran adalah nilai fluks, yang didefinisikan sebagai volume permeat yang melewati satu satuan Iuas membran dalam waktu tertentu. 29 Nilai fluks (5) dihitung dengan persamaan : J=V/At (2.12) dengan : V = volume permeat yang tertampung (liter) A= luas permukaan aktif membran (m?) t = waktu penampungan (jam) 2.6.2 Keselektifan Selain mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi, membran yang baik harus mempunyai keselektifan yang tinggi pula. Keselektifan biasanya digambarkan sebagai koefisien rejeksi. Koefisien rejeksi membran terhadap penetran tertentu merupakan suatu ukuran yang menyatakan kemampuan membran untuk menolak penetran tersebut. Koefisien rejeksi (R) dirumuskan sebagai R=[1-CwCp]x 100% 2.2.2.2... (2:13) dengan Cu = konsentrasi utnpan (ppm) Cp = konsentrasi permeat (ppm) Keselektifan bergantung pada interaksi antarmuka membran dengan penetran, ukuran penetran, dan ukuran pori-pori membran. 2.6.3 Derajat Penggembungan (Swelling) Derajat penggembungan merupakan suatu parameter yang menyatakan seberapa besar membran dapat digembungkan. Penggembungan membran dipengaruhi oleh kerapatan pori-pori membran dan adanya ikatan silang yang menjembatani dua rantai utama dalam polimer pembentuk membran. Semakin rapat pori-pori membran, semakin 30 sulit untuk digembungkan. Polimer yang berikatan silang tinggi ekan lebih sulit untuk digembungkan, sehingga derajat penggembungannya menurun. Derajat penggembungan (DP) dinyatakan sebagai : % DP =[W/Wo- 1] x 100% .... (2.14) dengan Wo = berat polimer sebelum penggembungan (gram) W_ = berat polimer setelah penggembungan (gram) Penggembungan dilakukan dengan merendam membran dalam zat penggembung dalam waktu tertentu. Membran kemudian ditimbang pada setiap interval waktu tertentu hingga diperoleh berat yang tetap. 2.6.4 Ketahanan Retak Membran Karakterisasi sifat-sifat_mekanik membran dilakukan dengan cara pengujian ketahanan retak membran. Pengujian dilakukan berdasarkan metoda standar pengujian ketahanan retak Jembaran pulp dan kertas SII - 0529 ~ 821, Cairan penekan yang digunakan adalah larutan 96 % gliserin. Besamya gaya yang diperlukan untuk menekan membran sampai terjadinya keretakan disebut sebagai ketahanan retak membran, 2.6.5 Analisis Morfologi Membran Karakterisasi morofologi membran bertujuan untuk mengethui stuktur permukaan dan penampang lintang membran. Analisis tersebut dilakukan dengan memotret membran di beberapa tempat dengan menggunakan mikroskop elektron (SEM). Prinsip kerja SEM adalah mengarahkan berkas elektron titik demi titik pada specimen “ seperti gerakan membaca “. Gerakan berkas 31 elektron seperti gerakan membaca tersebut disebut scanning. Sinyal elektron sexunder yang dipancarkan akan ditangkap oleh SE detector dan kemudian diolan dar: ditampilxan pada layar CRT. Salah satu persyaratan penggunaan SEM adalah specimen harus konduktif. Sampel yang tidak konduktif akan menyebabian efek charging yang menghasilkan gambar yang sangat terang, sehingga tidak dapat dilakukan pengamatan dan pemotretan. Pengkonduktifan dilakukan dengan melapisi sampel dengan emas, perak karbon, atau paladium.

Anda mungkin juga menyukai