: 12.071.014.090
: 12.071.014.076
NURHAMSA HAMISI
:12.071.014.059
ANDI HARIS
:12.071.014.082
AHMATULLAH
:12.071.014.064
HASLINDA
:12.071.014.070
UMIA TALAOHU
: 12.071.014.054
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan Askep GAGAL GINJAL KRONIK (GGK).
Askep ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
penulisan Askep ini. Kami berharap dengan ditulisnya Askep ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dapat mengetahui berbagai hal yang menyangkut mengenai GAGAL GINJAL
KRONIK (GGK).
Kami menyadari bahwa dalam penulisan Askep ini masih jauh dari yang diharapkan.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk memotivasi kami
untuk tetap menambah ilmu dan mengembangkan cara kami untuk membuat Askep-Askep
yang bermanfaat, Amien.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumuan Masalah
3. Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Pengertian
2. Etiologi
3. Tahap-tahap perkembangan GGK
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinik
6. Pemeriksaan penunjang
7. Penanganan dan pengobatan
8. Penatalaksanaan medis
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan keperawatan
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui
ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi
kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama
dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang
masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases)
terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal
kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah
kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga
dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami
komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan
penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi
pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai
berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit
saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan
pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal
kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah
menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi,
dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini.
Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan
pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan
karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
Ginjal merupakan organ tubuh paling penting dalam tubuh dan berfungsi untuk
membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin/air seni, yang
kemudian dikeluarkan dari tubuh.
Gagal ginjal adalah keadaan penuruna fungsi ginjal, penimbunan racun dan sampah
metabolisme. Berat ringannya gejala tergantung kerusakan ginjal yang terjadi.
Gagal ginjal akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom uremi, berupa : mual,
muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, sering masuk angin, sesak nafas,
kembung, diare, pada keadaan berat sering terdapat penurunan kesadaran disertai kejangkejang.
Penatalaksanaan gagal ginjal dengan: konservatif:diet, obat-obatan dan kontrol teratus.
Terapi ginjal pengganti (TGP) : dilakukan bila cara konservatif tidak berhasil yaitu
dengan cangkok ginjal.
Gagal ginjal adalah ketidak mampuan ginjal untuk mengeluarkan pembuangan,
membersihkan urine dan emnghemat elektrolit. Ini bisa terjadi dengan tiba-tiba dalam
merespon perfusi yang tidak adekuat. Azotemia dan uremia adalah faktor yang sering
dihubungkan dengan gagal ginjal. Azotemia adalah pengumpulan pembuangan nitrogen
dalam darah. Uremia adalah kondisi yang lebih lanjut yang menyimpan nitrogen yang
menghasilkan racun. Azotemia tidak mengancam hidup, sedangkan uremia adalah
kondisi yang serius yang sering melibatkan sistem tubuh yang lain. Gagal ginjal dibagi 2:
ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50
mL/menit. (Smeltzer,& Bare,2001 ).
2.
a)
b)
c)
d)
e)
Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan gagal ginjal kronik
Bagaimana etiologi, dan tanda gejala dari gagal ginjal kronik
Bagaimana patofisiologi dari penyakit GGK
Bagaimana komplikasi serta penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik
Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit gagal ginjal kronik
3.
1)
2)
3)
4)
Tujuan
Untuk mengetahui etiologi,dan tanda gejala dari gagal kronik
Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit GGK
Untuk mengetahui komplikasi serta penantalaksanaan dari gagal ginjal kronik
Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit gagal ginjal kronik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel
(tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit), sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Muhammad, 2012).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil. Itu
merupakan proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya usia. Namun hal
ini tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala karena masih dalam batasbatas wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh. Tetapi karena berbagai sebab, dapat
terjadi kelainan di mana penurunan fungsi ginjal terjadi secara progresif sehingga
menimbulkan berbagai keluhan dari ringan sampai berat. Kondisi ini disebut gagal
ginjal kronik (Colvy, 2010).
2. Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan ireversibel dari berbagai penyebab :
a) Infeksi : pielonefritis kronik.
b) Penyakit peradangan : glomerulonefritis.
c) Penyakit vaskular hipertensif : nefroskeloris benigna, nefrosklerosisi maligna,
stenosis arteria renalis.
d) Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e) Gangguan kongenital dan herediter : penyakit ginjal polikistik dan asidosis
tubulus ginjal.
f) Penyakit metabolik : diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan
amiloidosis.
g) Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesik dan nefropati timbal.
h) Nefropati obstruktif : saluran kemih bagian atas (kalkuli, eoplasma, fibrosis
retroperitoneal) dan saluran kemih bagian bawah (hipertrofi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital apada leher kandung kemih dan uretra).
3. Tahap-Tahap Perkembangan Gagal Ginjal Kronik
Berikut ini tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronik menurut
Muhammad (2012), yaitu:
1. Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di
antaranya:
a) sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi,
b) laju filtrasi glomerulus 40-50% normal,
c) BUN dan kreatinin serum masih normal, dan
d) pasien asimtomatik
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan, karena faal
ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun.
Bahkan, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam
batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea nitrogen) masih berada dalam batas
normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien diberi
beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR
dengan teliti.
2. Indufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
a) sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi,
b) laju filtrasi glomerulus 20-40% normal,
c) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat,
d) Anemia dan azotemia ringan, serta
e) nokturia dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa, walaupun
daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus
diberi obat untuk mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan
cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain itu,
kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal.
3. Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)
Beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
a) laju filtrasi glomerulus 10-20% normal,
b) BUN dan kreatinin serum meningkat,
c) anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
d) poliuria dan nokturia, serta
e) gejala gagal ginjal.
4. End-Stage Meal Disease (ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
a) lebih dari 85% nefron tidak berfungsi,
b) laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal,
c) BUN dan kreatinin tinggi,
d) anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
e) berat jenis urine tetap 1,010,
f) oliguria, dan
g) gejala gagal ginjal.
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10% di
bawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah
tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat secara
mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis
cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih
kurang dari 500ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa awalnya penderita penyakit gagal
ginjal tidak menunjukan gejala apapun. Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahanlahan. Kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada tahap
ringan dan sedang, penderita penyakit gagal ginjal kronik masih menunjukan gejala-gejala
ringan, meskipun terjadi peningkatan urea didalam darahnya.
Pada stadium ini, ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sehingga volume air
kemih bertambah. Oleh karena itu, penderita mengalami nokturia (sering berkemih pada malam
hari). Selain itu, penderita juga mengalami tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu
membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah yang memicu penyakit stroke atau gagal jantung.
Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun didalam darah semakin banyak. Maka,
penderita menunjukan berbagai macam gejala, seperti mudah lelah, letih, kurang siaga, kedutan
otot, kelemahan otot, kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum, dan hilangnya rasa pada
daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun, merasa mual dan muntah,
terjadi peradangan pada lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak dimulut, dan penderita
mengalami penurunan berat badan dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi, penderita akan
kejang. Dan kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak penderita (Muhammad,
2012).
4. Patofisiologi
Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam
darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat (Nursalam
dan Fransisca, 2008).
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance
kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukan penurunan clearance kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi.
Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status
uremik memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi
ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lain terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi
oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi
eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina,
dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar
serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum
kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon,
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang
reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk
menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai
oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan apapun.
4) Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal,
menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto
polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
5) Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat
memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan faal
ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati
asam urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan
dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter.
6) Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
7) Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang
ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
8) Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.
7. Penanganan dan Pengobatan
Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
a. Transplantasi ginjal
untuk semua kasus penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker,
infeksi serius, atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak dianjurkan
untuk menerima transplantasi ginjal.
Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup
tinggi. Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat bekerja
sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan pasien tidak lagi
memerlukan terapi cuci darah.
b. Dialisis (Cuci darah)
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2
jenis dialisis :
1. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser
yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah dipompa keluar dari
tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan
dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan
bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
c. Obat-obatan
1) Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan pengeluaran urin.
Obat ini membantu pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh,
serta bermanfaat membantu munurunkan tekanan darah.
2) Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam
batas normal dan dengan demikian akan memperlambat proses kerusakan
ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan darah.
3) Eritropoietin
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini
terjadi karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin
(Epo) terhambat. Hormon ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan
produksi hormon Epo mengalami penurunan sehingga pembentukan sel darah
ketidakseimbangan
mineral
ini,
diperlukan
kombinasi
1. Dialisis
Dialysis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas
biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi sevara bebas,
menghilangkan kecenderungan pendarahan, dan membantu menyembuhkan luka.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat
didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya
adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian
infuse glukosa.
3. Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, missal pada adanya
insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialysis peritoneal
dapat juga mengatasi asidosis
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak
semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal
diganti oleh ginjal yang baru.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan TTV
1. Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
2. Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
3. TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
2. Sistem Pernafasan
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi
3. Sistem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari
penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot
ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.
4. System Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5. Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system
rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi
pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi
6. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan
dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi
sampaiamenorea.
Angguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna klirens
metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini
dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan
metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
7. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat
8. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi
), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit
jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan
perfusi perifer dari hipertensi.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet
berlebih dan retensi cairan dan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa
mulut.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,
sirkulasi,sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi
ureum dalam kulit.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur
5. Gangguan konsep diri ( gambaran diri ) berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh, tindakan dialysis, koping maladaptif
Intervensi
Kaji status cairan :
a. Timbang berat badan harian
b. Keseimbangan masukan dan
pengeluaran
c. Turgor kulit dan adanya edema
d. Distensi vena leher
e. Tekanan darah, denyut dan
Rasional
Pengkajian merupakan dasar dan data
dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi
intervensi
irama nadi
Batasi masukan cairan
pembatasan cairan
Adenokortikosteroid, golongan
prednisone
Lakukan dialisis
paru
Adenokortikosteroid, golongan
predison digunakan untuk
menurunkan proteinuri
2. Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil : Mempertahankan / meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh
situasi individu, bebas edema.
a.
b.
c.
Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi :
Menyediakan data dasar untuk
Perubahan berat badan
memantau perubahan dan
Pengukuran antopometrik
Nilai laboratorium (elektrolit
mengevaluasi intervensi
seru, BUN, kreatinin,
protein,transferin, dan kadar
besi)
menu
Menyediakan makanan
kesukaan pasien dalam batasbatas diet
Tingkatkan masukan protein
yang mengandung nilai biologis
makan
jaringan
dihilangkan.
serum
3.
Intervensi
Rasional
Kaji terhadap kekeringan kulit, Perubahan mungkin disebabkan oleh
pruritis, ekskoriasi, dan infeksi
uremia
Area-area ini sangat mudah terjadinya
injuri
Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi
bersih
Kriteria Hasil :
elektrolit
c. Retensi produk sampah
d. Depresi
Tingkatkan kemandirian dalam
aktivitas perawatan diri yang
dapat ditoleransi, bantu jika
keletihan terjadi
5.
Mengakui dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
harga diri yang negatif
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan individual
persepsi dan hubungan dengan
kebiasaan
melakukan sebanyak-
dirinya
rehabilitasi
Rasional
Merupakan instruksi dasar untuk
konsekuensinya dan
lanjut
penanganannya :
a. Penyebab gagal ginjal pasien
b. Pengertian gagal ginjal
c. Pemahaman mengenai fungsi
renal
d. Hubungan antara cairan,
pembatasan diet dengan gagal
e.
ginjal
Rasional penanganan
(hemodialisis, dialysis
peritoneal, transplantasi)
Jelaskan fungsi renal dan
konsekuensi gagal ginjal sesuai
dengan tingkat pemahaman dan
kesiapan pasien untuk belajar
akibat penyakit
penanganan yang
mempengaruhi hidupnya
Sediakan informasi baik tertulis
maupun secara oral dengan
a.
b.
c.
d.
tepat tentang :
Fungsi dan kegagalan renal
Pembatasan cairan dan diet
Medikasi
Melaporkan masalah, tanda dan
gejala
e. Jadwal tindak lanjut
f. Sumber di komunitas
g. Pilihan terapi
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Gagal ginjal adalah ketidak mampuan ginjal untuk mengeluarkan pembuangan,
membersihkan urine dan menghemat elektrolit. Ini bisa terjadi dengan tiba-tiba dalam
merespon perfusi yang tidak adekuat. Azotemia dan uremia adalah faktor yang sering
dihubungkan dengan gagal ginjal. Azotemia adalah pengumpulan pembuangan nitrogen
dalam darah. Uremia adalah kondisi yang lebih lanjut yang menyimpan nitrogen yang
menghasilkan racun. Azotemia tidak mengancam hidup, sedangkan uremia adalah
kondisi yang serius yang sering melibatkan sistem tubuh yang lain. Gagal ginjal dibagi 2:
ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50
mL/menit.
2. Saran
Selayaknya seorang mahasiswa keperawatan dan seorang perawat dalam setiap
pemberian asuhan keperawatan termasuk dalam asuhan keperawatan Gagal Ginjal Kronik
menggunakan konsep yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yang bersifat holistic
yang meliputi aspek biopsikospiritual, kami menyadari Asuhan keperawatan gagal ginjal
kronik ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami harapkan kritik dan saran
dari teman-teman demi kesempurnaan Asuhan keperawatan ini, semoga asuhan
keperawatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amien
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo, dkk.Editor edisi bahasa Indonesia,
Monica Ester. Ed. 8. Jakarta : EGC
Nursalam & Fransisca,2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3
Jakarta :EGC.
Muhammad,2012.Rencana
Asuhan
Keperawatan
Pedoman
untuk
Perencanaan
dan