Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menentukan bahwa, bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selanjutnya,

Pasal

33

ayat

(2)

menentukan,

cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup


orang banyak dikuasai oleh negara. Berdasarkan pengaturan di
atas, listrik sebagai sumber energi sekunder mempunyai peran
yang

sangat

penting

dan

strategis

dalam

mewujudkan

pembangunan nasional, oleh karena itu usaha untuk menyediakan


tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyediaannya harus terus
ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan agar
tersedia

tenaga

listrik

yang

cukup,

merata,

dan

bermutu.

pentingnya Pembangunan sektor ketenagalistrikan, yang bertujuan


Pembangunan

ketenagalistrikan

bertujuan

untuk

menjamin

ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang


baik,

dan

harga

yang

wajar

dalarn

rangka

meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata


serta

mewujudkan

pembangunan

yang

berkelanjutan

sesuai

dengan ketentuan Pasal 2 UU Nomor 30 Tahun 2009.


Tenaga

listrik,

sebagai

salah

satu

hasil

pemanfaatan

kekayaan alam, mempunyai peranan penting bagi negara dalam


mewujudkan

pencapaian

tujuan

pembangunan

nasional.

Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan usaha


penyediaan tenaga listrik yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Untuk
lebih meningkatkan kemampuan negara dalam penyediaan tenaga
listrik, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 memberi kesempatan

Laporan Pra Pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-1

kepada badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat


untuk berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Hal ini
sesuai

dengan

prinsip

otonomi

daerah,

Pemerintah

atau

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan


izin usaha penyediaan tenaga listrik. Berbagai permasalahan
ketenagalistrikan yang saat ini dihadapi oleh bangsa dan negara
telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 yang
mengatur,

antara

penyediaan

tenaga

lain,

mengenai

listrik

yang

pembagian

terintegrasi,

wilayah
penerapan

usaha
tarif

regional yang berlaku terbatas untuk suatu wilayah usaha tertentu,


pemanfaatan

jaringan

telekomunikasi,

tenaga

multimedia,

dan

listrik

untuk

informatika,

kepentingan

serta

mengatur

tentang jual beli tenaga listrik lintas negara yang tidak diatur dalam
Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-undang Nomor 15
Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan. Dalam rangka peningkatan
penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat diperlukan pula
upaya penegakan hukum di bidang

ketenagalistrikan Dengan

memperhatikan berbagai asas,


diantaranya:
1. asas manfaat;
2. efisiensi berkeadilan;
3. berkelanjutan;
4. optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya
energi;
5. mengandalkan pada kemampuan sendiri;
6. kaidah usaha yang sehat;
7. keamanan dan keselamatan;
8. kelestarian fungsi lingkungan; dan
9. otonomi daerah.
Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai kewenangan
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan usaha

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-2

ketenagalistrikan, termasuk pelaksanaan pengawasan di bidang


keteknikan.

Selain

membahayakan.

bermanfaat,

Oleh

tenaga

karena

itu,

listrik

untuk

juga

lebih

dapat

menjamin

keselamatan umum, keselamatan kerja, keamanan instalasi, dan


kelestarian fungsi lingkungan dalam penyediaan tenaga listrik dan
pemanfaatan

tenaga

listrik,

instalasi

tenaga

listrik

harus

menggunakan peralatan dan perlengkapan listrik yang memenuhi


standar

peralatan

di

bidang

ketenagalistrikan.Sedangkan

kewenangan pemerintah daerah di bidang ketenagalistrikan, secara


jelas di atur dalam Pasal 5 ayat 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun
2009 tentang Ketenagalistrikan, bahwa salah satu Kewenangan
pemerintah Kabupaten bidang ketenagalistrikan yaitu penetapan
peraturan daerah di bidang Ketenagalistrikan bahwa Izin operasi
ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya. Dalam kajian akademis ini, adanya larangan keras
praktek menaikan harga Jual tenaga listrik dan sewa jaringan
tenaga listrik oleh pemegang izin tanpa izin dari Bupati, hal ini
sesuai dengan yang di atur dalam Pasal 33 UU ketenagalistrikan,
yang menyatakan bahwa Pemegang izin usaha penyediaan tenaga
listrik dilarang menerapkan harga Jual tenaga listrik dan sewa
jaringan

tenaga

listrik

tanpa

persetujuan

Pemerintah

atau

pemerintah daerah.
a.

Landasan Filosofi s
Pembentukan/

pembuatan

hukum

atau

peraturan

perundangundangan di Indonesia harus berlandaskan pandangan


filosofis Pancasila, yakni :
a. Nilai-nilai religiusitas bangsa Indonesia yang terangkum dalam
sila Ketuhanan Yang Maha Esa;

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-3

b. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap


harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam
sila kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum
nasional seperti yang terdapat di dalam sila Persatuan Indonesia;
d. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana
terdapat di dalam Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; dan
e. Nilai-nilai keadilan baik individu maupun sosial seperti yang
tercantum dalam sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelima dasar filosofis tersebut harus tersurat maupun tersirat
tertuang dalam suatu peraturan daerah bahkan alasan atau latar
belakang terbentuknya suatu peraturan daerah harus bersumber
dari kelima nilai filosofi tersebut. Seperti telah banyak disinggung
dalam pembukaan di atas bahwa landasan filsafat dalam suatu
Negara yang menganut paham Negara Hukum Kesejahteraan,
fungsi

dan

tugas

negara

tidak

semata-mata

hanya

mempertahankan dan melaksanakan hukum seoptimal mungkin


guna terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib dan aman,
melainkan yang terpenting adalah bagaimana dengan landasan
hukum

tersebut

kesejahteraan

umum

dari

seluruh

lapisan

masyarakatnya (warga negara) dapat tercapai. Pemahaman di atas


merupakan implementasi dari negara hukum kesejahteraan, yang
oleh beberapa sarjana sering disebut dengan berbagai macam
istilah misalnya negara hukum modern, negara hukum materiil,
negara kesejahteraan. Dan tugas yang terpenting dari suatu
Negara yang menganut hukum kesejahteraan mencakup dimensi
yang

luas

yakni

mengutamakan

kepentingan

seluruh

warga

negaranya, sudah sewajarnya bila dalam melaksanakan tugasnya


tidak jarang bahkan pada umumnya pemerintah atau Negara turut

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-4

campur secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan warga


negaranya, hal ini sejalan dengan pendapat Sudargo Gautama.
(Sudargo Gautama, 1983:10)
Pelaksanaan dari negara hukum, sesuai dengan Pasal 1 ayat
(3) UUD 1945 bahwa indonesia adalah negara hukum, yang dalam
pelaksanaanya maka pemerintah daerah Kabupaten Pemalang
sebagai bagian dari Negara Indonesia sesuai dengan Pasal 1 ayat 1
UUD 1945 bahwa negara indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik dan Pasal 18 ayat (1) bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah kabupaten
Pemalang membuat regulasi tentang Ketenagalistrikan yang berisi:
Penguasaan dan pengusahaan, Kewenangan pengelolaan, Rencana
umum ketenagalistrikan daerah, Usaha ketenagalistrikan, Perizinan,
Harga jual, sewa jaringan, dan tarif tenaga listrik, Keteknikan,
Pembinaan dan pengawasan, Penyidikan, Sanksi administratif,
Sanksi

pidana

dan

Ketentuan

penutup.

diharapkan

dengan

rancangan peraturan daerah tersebut dapat mewujudkan wilayah


Kabupaten Pemalang

menuju daerah yang mampu menjamin

ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang


baik,

dan

harga

yang

wajar

dalam

rangka

meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata


serta mewujudkan pembangunan.
b.

LANDASAN YURIDIS
Landasan

yuridis

adalah

alasan

yang

beraspek

hukum.

Keberlakuan yuridis adalah keberlakuan suatu norma hukum


dengan daya ikatnya untuk umum sebagai suatu yang dilihat dari

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-5

pertimbangan yang bersifat teknis juridis. Secara juridis. Suatu


norma hukum dikatakan berlaku apabila normahukum itu sendiri
memang:
a. ditetapkan sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum
yang lebih superior atau yang lebih tinggi seperti dalam
pandangan Hans Kelsen dengan teorinya Stuffenbau Theorie
des Recht;
b.

ditetapkan mengikat atau berlaku karena menunjukkan


hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya
seperti dalam pandangan J.H.A, Logemann;

c. ditetapkan

sebagai

norma

hukum

menurut

prosedur

pembentukan hukum yang berlaku seperti pandangan W.


Zevenbergen; dan
d. ditetapkan

sebagai

norma

hukum

oleh

lembaga

yang

memang berwenang untuk itu.


Pembentukan

Perda

tentang

Ketenagalistrikan

Kabupaten

Pemalang sebagaimana diuraikan di bawah ini. Selain itu perlunya


penyusunan peraturan daerah tentang Ketenagalistrikan Kabupaten
Pemalang didasari oleh sejumlah aturan yang baik secara langsung
maupun tidak langsung memerintahkan pembentukan peraturan
Daerah tersebut. Adapun peraturan perundang-undangan yang
menjadi landasan yuridis adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang

Nomor

10

Tahun

1950

tentang

Pembentukan Propinsi Djawa Tengah; Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan DaerahDaerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa
Tengah

(Berita

Negara

tanggal

Agustus

1950)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor


9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II
Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-6

Tahun

1950

Kabupaten

tentang

dalam

Pembentukan

Lingkungan

Daerah-Daerah

Propinsi

Jawa

Tengah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor


52,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Nomor 1757);
2. Undang-Undang
Pemerintahan

Nomor
Daerah

32

Tahun

(Lembaran

2004

tentang

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan

Daerah

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-undang

Nomor

30

Tahun

2009

tentang

Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia


Tahun

2009

Nomor

133,

Tambahan

Lembaran

NegaraRepublik Indonesia Nomor 5052);


4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian

Urusan

Pemerintahan

antara

Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah


Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga listrik (Lembaran

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-7

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2012

Nomor

28,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


4628);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2012 tentang
Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5326);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
2012 Tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga listrik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
75,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Nomor 5530);

c.

LANDASAN SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis adalah pertimbangan-pertimbangan yang

bersifat

empiris

sehingga

suatu

undang-undang

benar-benar

didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran hukum


masyarakat.

Menurut

Jimly

Asshiddiqie,

norma

hukum

yang

dituangkan dalam undang-undang haruslah sesuai dengan realitas


kesadaran

hukum

masyarakat.

Setiap

norma

hukum

yang

dituangkan dalam undangundang haruslah mencerminkan tuntutan


kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang sesuai
dengan realitas kesadaran hukum masyarakat, oleh karena itu
Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-8

dalam konsideran harus dirumuskan dengan baik, pertimbanganpertimbangan yang bersifat empiris sehingga suatu gagasan
normatif yang dituangkan dalam undang-undang benar-benar
dididasarkan

atas

kenyataan

yang

hidup

dalam

kesadaran

masyarakat.Peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai


landasan atau dasar sosiologis (sociologische grondslag) apabila
ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau
kesadaran hukum masyarakat. Landasan atau dasar sosiologis
Peraturan perundang-undangan adalah landasan atau dasar
yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan yang hidup dalam
masyarakat. Kondisi/kenyataan ini dapat berupa kebutuhan atau
tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan dan
harapan masyarakat. Dengan memperhatikan kondisi semacam ini
peraturan perundang-undangan diharapkan dapat diterima oleh
masyarakat dan mempunyai daya laku secara efektif.
Sejalan dengan itu, norma hukum yang akan ditungkan
dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang

Tahun

2015 tentang Ketenagalistrikan juga telah memiliki akar empiris


yang kuat. Pertanyaannya, mengapa demikian? Hal ini dapat dilihat
dari 3 (tiga) hal, yaitu: berdasarkan kriteria pengakuan (recognition
theory),

kriteria

penerimaan

(reception

theory),

dan

kriteria

faktisitas hukum (kenyataan faktual). Pertama, berdasarkan kriteria


pengakuan (recognition theory). Kriteria ini menyangkut sejauh
mana subjek hukum yang diatur memang mengakui keberadaan
dan

daya

ikat

serta

kewajibannya

untuk

menundukkan

diri

terhadap norma hukum yang bersangkutan. Jika subjek hukum


yang bersangkutan tidak merasa terikat, maka secara sosiologis
norma hukum yang bersangkutan tidak dapat dikatakan berlaku
baginya.
Berdasarkan
Pembukaan

pengakuan

Undang-Undang

sebagaimana
Dasar

1945

termaktub

dan

Pancasila

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

dalam
atas

I-9

pelaksanaan Ketenagalistrikan menunjukkan bahwa setiap subjek


hukum diharapkan menundukkan diri serta melaksanakan segala
ketentuan yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan
dimaksud. Yang termasuk subjek hukum adalah lembaga eksekutif
(kepala daerah beserta jajarannya) serta lembaga legislatif. Kedua
lembaga yang ada di daerah Kabupaten Pemalang telah mengakui
keberadaan dan daya ikat serta kewajibannya untuk menundukkan
diri

terhadap

Peraturan

perundangundangan.

Logikanya,

keberadaan Rancangan Peraturan Daerah ini juga akan diakui dan


dilaksanakan, baik oleh lembaga eksekutif maupun legislatif yang
ada di Kabupaten Pemalang.
Kedua, berdasarkan kriteria penerimaan (reception theory).
Kriteria

ini

pada

masyarakat

yang

pokoknya

berkenaan

bersangkutan

untuk

dengan

kesadaran

menerima

daya-atur,

dayaikat, dan daya-paksa norma hukum tersebut baginya. Melihat


roh

dari

Ranperda

ini

serta

muatan

materi

yang

diatur

didalamnya maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kabupaten


Pemalang akan menerima keberlakuan Peraturan Daerah ini
sebagai alas hukum dalam pelaksanakan yang berhubungan
dengan

ketenagalistrikan

dalam

kehidupan

bermasyarakat.

Mengapa dikatakan demikian karena secara historis Kabupaten


Pemalang

telah

mencatatkan

sejarah

tentang

eksisitensi

ketenagalistrikan yang membawa manfaat dan berkelanjutan,


sesuai dengan asas-asas ketenagalistrikan yang tertuang dalam
Pasal 2 UU Nomor 30 Tahun 2009 yaitu: asas manfaat; efisiensi
berkeadilan,

berkelanjutan,

ptimalisasi

pemanfaatan

sumber

energi,

daya

ekonomi

mengandalkan

dalam
pada

kemampuan sendiri, kaidah usaha yang sehat, keamanan dan


keselamatan, kelestarian fungsi lingkungan; dan otonomi daerah.
Ketiga, berdasarkan kriteria faktisitas hukum. Kriteria ini
menekankan pada kenyataan faktual (faktisitas hukum), yaitu

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-10

sejauhmana norma hukum itu sendiri memang sungguh-sungguh


berlaku efektif dalam kehidupan nyata masyarakat. Meskipun
norma hukum secara yuridis formal memang berlaku, diakui
(recognized), dan diterima (received) oleh masyarakat sebagai
sebagai sesuatu yang memang ada (exist) dan berlaku (valid)
tetapi dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten

Pemalang

tentang

Ketenagalistrikan

kenyataan

praktiknya sama sekali tidak efektif, berarti dalam faktanya norma


hukum itu tidak berlaku.

1.2

IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu


1.

Sejalan

dengan

perkembangan

ilmu

pengetahuan,teknologi dan kemasyarakatan di Kabupaten


Pemalang,

permasalahan

apakah

yang

dihadapi

oleh

pemerintah Kabupaten Pemalang tentang ketenagalistrikan?


2. Mengapa diperlukan adanya Rancangan Peraturan Daerah
tentang ketenagalistrikan sebagai dasar pemecahan masalah
tersebut?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan PeraturanDaerah
tentang Ketenagalistrikan?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan,dan arah pengaturan dari Rancangan
Peraturan Daerah tentang Ketenagalistrikan?

1.3 TUJUAN DAN KEGUNAAN

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-11

Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan perundang-undangan dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri

Republik

Indonesia

Nomor

53

tahun

2011

Tentang

Pembentukan Produk Hukum Daerah bahwa yang dimaksud dengan


Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian
hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah
tertentu

yang

dapat

dipertanggungjawabkan

secara

ilmiah

mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan


Peraturan Daerah sebagai solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat
Tujuan disusunnya Naskah Akademik Ranperda

tentang

Ketenagalistrikan ini adalah


1. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh
Pemerintah

Kabupaten

Pemalang

tentang

ketenagalistrikan?
2.

Untuk

menemukan

hal-hal

penting

yang

mendasari

perlunya penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang


ketenagalistrikan

sebagai

dasar

pemecahan

masalah

tersebut.
3. Untuk mengetahui landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis
atas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Ketenagalistrikan.
4. Untuk merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang
lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dari
Rancangan Peraturan Daerah tentang Ketenagalistrikan.
Sementara itu, kegunaan dari penyusunan naskah akademik
Rancangan

Peraturan

Daerah

tentang

Ketenagalistrikan

adalah:
1. Sebagai bahan kajian dan dasar perumusan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Ketenagalistrikan; dan

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-12

2. Sebagai wujud ekspresi dan peran aktif dari Pemerintah


Daerah Kabupaten Pemalang dalam upaya meningkatkan
pelayanan tentang ketenagalistrikan.
1.4

METODE PENELITIAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah yuridis normatif, yaitu mempelajari dan mengkaji asas asas


hukum khususnya kaidah-kaidah hukum positif yang berasal dari
bahan-bahan kepustakaan yang ada dari peraturan perundangundangan, serta ketentuan-ketentuan terutama yang berkaitan
dengan

Ketenagalistrikan,

asas-asas

hukum,

sinkronisasi

Rancangan Peraturan Daerah yang akan disusun dengan peraturan


perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud
dalam

Undang-undang

Nomor

12

Tahun

2011

tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


Penelitian ini dititikberatkan pada studi kepustakaan untuk
menggali data dan bahan-bahan hukum, yang meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan penelitian yang berasal
dari peraturan perundang-undangan dan ketentuanketentuan yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Bahan hukum sekunder terdiri dari literatur-literatur seperti
buku ilmu hukum, artikel ilmiah dan bahan-bahan lain yang
diperoleh dari internet.Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum
yang memberikan petunjuk maupun yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya dalam
melihat pengertian makna kata yang tidak jelas dalam bahan
hukum primer dan hukum sekunder, contoh: Kamus hukum, kamus
besar bahasa Indonesia, dll. (Bambang Sunggono, 2009 :113-114).
Selain bahan hukum juga digunakan data skunder berupa bahan
non hukum berupakan data dan dokumen yang terkait dengan

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-13

kondisi Kabupaten Perda, antara lain berupa data statistik daerah.


Analisis dilakukan secara kualitatif. Analisis kualitatif tersebut lalu
diuraikan secara deskritif dan perspektif. Melalui analisis deskriftif
dan perspektif berdasarkan analisis yuridis komparatif kemudian
dapat dirumuskan norma Perda Ketenagalistrikan.
Tahapan kegiatan penyusunan naskah akademik danraperda
ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

PERSIAPAN
Persiapan
Administrasi Untuk
Penyusunan NA

PENGUMPULAN
- Data
- Bahan Hukum

PENGOLAHAN: DAN
ANALISIS
- Data
- Bahan Hukum
- Bahan Lainya

PENYUSUNAN :
- Naskah Akademik
- Draf Raperda

Naskah Akademik Raperda


tentang Ketenagalistrikan

Terbentuknya Perda tentang


Ketenagalistrikan
Sesuai dengan Ketentuan Undangundang
Nomor 12 Tahun 2011

Laporan pra pendahuluan- Naskah Akademis Ketenagalistrikan Kab.Pemalang

I-14

Anda mungkin juga menyukai