Anda di halaman 1dari 5

PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Pengertian
CTL atau contextual teaching and learning adalah sebuah sistem pengajaran yang
cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis
dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. (Sugiyanto: 2009)
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi atau proses pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil.Karena untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang
aplikatif bagi siswa, diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri (learning to do), bahkan
sekedar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang
disampaikan guru. (Rusman: 2010)
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri
bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual.Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat
dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi secara fungsional
apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan
kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat). (Rusman: 2010)
Menurut Johnson 2002 : 25 (dalam Nurhadi) CTL merupakan suatu proses pendidikan
yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan nyata mereka sehari-hari, yaitu
dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya.

Menurut Hower R. Kenneth (2001) CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan


terjadinya proses belajar diman siswa mengguanakan pemahaman dan kemampuan
akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah
yang bersifat simulative ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Sedangkan menurut Yoyo: 2006 CTL adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk menciptakan kondisi tersebut diperlukan strategi belajar baru
yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa
menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksi
pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar
mengalami bukan menghafal. (Sugiyanto: 2009)
Jadi, Contextual Teaching and Learning/CTL merupakan pembelajaran yang dimulai
dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia
nyata siswa (Daily Live Modelling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan
disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi
kondusif, nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktifitas
siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan
pengembangan kemampuan sosialisasi.Melalui pendekatan pembelajaran kontekstual,
mengajar bukanlah transformasi pengetahuan dari guru kepada siswadengan menghapal
sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi
ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bias hidup (life skill)
dari apa yang dipelajarinya. (Rusman: 2010)
D. Karakteristik
Menurut Johnson 2002 : 24 (dalam Nurhadi) ada delapan komponen utama
pembelajaran kontekstual, yaitu:
1) Melakukan hubungan yang bermakna (Making Meaningful Connection)
Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minat secara individu, orang yang dapat bekerja sendiri atau kelompok, dan
orang yang dapat belajar sambil berbuat.
2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (Doing Significant Work)

Siswa membuat hubunganhubungan antara sekolah sebagai pelaku bisnis dan


sebagai anggota masyarakat, siswa juga melakukan pekerjaan yang siginifikan (doing
significant work). Yaitu pekerjaan yang memiliki suatu tujuan, memiliki kepedulian terhadap
orang lain, ikut serta dalam menentukan pilihan, dan menghasilkan produk. (Saliman: 2008:
slide 8)
3) Belajar yang diatur sendiri (Self Regulated Learning)
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan (ada tujuannya, urusannya dengan orang
lain, hubungannya dengan penentuan pilihan dan ada produk/hasil yang sifatnya nyata).
Pembelajaran mandiri (self-regulated learning) dapat membangun minat individual siswa
untuk bekerja sendiri ataupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna
dengan mengaitkan antara materi ajar dan konteks kehidupan sehari-hari (Saliman: 2008:
slide 9).
4) Bekerja sama (Colaborating)
Dalam hal ini guru membantu siswa bekerja sama secara efektif dalam kelompok,
membantu mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi. Bekerjasama
(collaborating) untuk membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu
mereka untuk mengerti bagaimana berkomunikasi/berinteraksi dengan yang lain dan dampak
apa yang ditimbulkannya (Saliman: 2008: slide 9).
5) Berfikir kritis dan kreatif (Critical and Creative Thinking)
Dalam hal ini, siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara
kritis dan kreatif, siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan kreatifnya dalam
pengumpulan, analisis dan sintesa data, memahami suatu isu/fakta dan pemecahan masalah
(Saliman: 2008: slide 10).
6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (Nurturing the Individual)
Siswa dapat memelihara pribadinya, siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan dari
orang dewasa.
7) Mencapai standar yang tinggi (Reaching High Standards)
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi. Guru memperlihatkan kepada
siswa cara mencapai apa yang disebut Exellence.
8) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian autentik adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan
berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan
kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas dan menyelesaikan masalah (Saliman:
2008: slide 11). Sekaligus mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara

mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah
(Hymes, 1991).
E. Fokus Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa didalam konteks bermakna yang
menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus
memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan itu
maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut:
1) Belajar berbasis masalah (problem - based learning)
Yaitu suatu pendekatan pengajaran yangn menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tenrang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran
2) Pengajaran autentik (authentic intruction)
Yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari
konteks bermakna
3) Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning)
Yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan
menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna, antaralain :
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
Siswa belajar menggunakan keterampilan berfikir kritis
4) Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning)
Yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan
belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik
termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas
bermakna lainnya.
5) Belajar berbasis kerja (work-based learning)
Yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa
mrnggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbsis sekolah dan
bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali ditempat kerja.
6) Belajar berbasis jasa-layanan (service learning)
Yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasalayanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis.
7) Belajar kooperatif (cooperative learning)
Yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar.

F. Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual


Beberapa prinsip yang harus dipegang oleh guru dalam menerapkan pembelajaran
kontekstual, antara lain :
1) Merencanakan

pembelajaran

sesuai

dengan

kewajiban

perkembangan

mental

(Developmentally Appropriate) siswa.


2) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (Independent Learning Groups)
3) Kesalingtergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk
memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal
ini tampak jelas ketika subjek yang berbeda dihubungkan, dan ketika kemitraan
menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan kornunitas (Sugiyanto: 2009: 15).
4) Menyediakan lingkungan yang mendukung (Self Regulated learning)
Hal ini membangun minat individual siswa untuk bekerja sendiri ataupun kelompok
dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna dengan mengaitkan antara materi ajar dan
konteks kehidupan sehari-hari (Sugiyanto: 2009: 15).
5) Mempertimbangkan keragaman siswa (Disversity of Students)
Keragaman atau differensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang para siswa untuk
saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan,
untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilkan gagasan dan hasil baru yang
berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan
(Sugiyanto: 2009: 15).
6) Memperhatikan multi intelegensi (Multiple Intelegences)
7) Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning)
8) Menerapkan penilai autentik (Authentic Assesment)
Yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari
konteks bermakna melalui pengembangan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah
yang penting di dalam konteks kehidupan nyata (Saliman: 2008: slide 12).

Anda mungkin juga menyukai