Chapter I PDF
Chapter I PDF
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan
adalah
usaha
untuk
menciptakan
kemakmuran
dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati
seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan
makmur. Sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat,
yang berarti pembangunan harus dilaksanakan seluruh rakyat secara merata oleh
segenap lapisan masyarakat. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional
yang diatur dalam undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah dokumen perencanaan
pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintah
Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan
nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari
tahun 2005 hingga tahun 2025 yang disepakati bersama, sehingga seluruh upaya yang
dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling
melengkapi satu dengan lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak.
Pembangunan di bidang fisik dewasa ini perkembangannya seiring dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembangunan fisik seperti gedung sekolah, jalan tol, rumah sakit dan lain-lain
termasuk pembangunan jaringan telekomunikasi seperti tower adalah obyek dari
1
adalah
seluruh
perangkat
peraturan
perundang-undangan
yang
pemborong (swasta). Borongan pekerjaan yang berasal dari pihak swasta dan
dikerjakan oleh perusahaan jasa konstruksi (pemborong) tersebut perlu dibuat
suatu perjanjian atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak.
PT. Telkomsel sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
telekomunikasi, juga sering kali harus bekerjasama dengan pihak lain dalam proses
pembangunan fisik, misalnya pembangunan tower dengan perusahaan mitra kerja.
Pembangunan tower telkomsel dimaksudkan untuk peningkatan kualitas dan
kwantitas pelayanan sekaligus pula sebagai pengembangan dan perluasan jaringan
komunikasi telkomsel agar dapat digunakan secara lebih efektif dan efesien oleh para
pelanggannya. Tower telkomsel adalah suatu bangunan yang berupa tiang pemancar
komunikasi yang berfungsi untuk menangkap sinyal frekuensi radio agar dapat
memperlancar jaringan komunikasi antar sesama pelanggan telkomsel. Jangka waktu
pelaksanaan pembangunan tower telkomsel sesuai dengan perjanjian pada umumnya
adalah 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Perintah Kerja (SPK). Dalam
pelaksanaan pembangunan tower tersebut ada faktor resiko yang harus dihadapi baik
oleh telkomsel maupun oleh developer (pelaksana pembangunan) resiko tersebut
dapat berupa radiasi sinyal yang berasal dari tower yang cukup kuat yang dapat
membahayakan masyarakat disekitarnya, resiko rubuhnya tower baik pada saat
pelaksanaan pembangunan maupun pada saat telah selesainya pelaksanaan
pembangunan tower tersebut. Resiko yang dihadapi tersebut harus dapat
diminimalisir oleh pihak telkomsel maupun oleh developer. Pada saat pelaksanaan
pekerjaan pihak developer meminimalisir resiko bahaya dengan cara menggunakan
bahan-bahan material bangunan yang telah sesuai dan diakui berdasarkan standard
internasional. Di samping itu digunakan juga alat anti radiasi pada tower tersebut
sehingga radiasi yang ditimbul dari tower dapat diminimalisir. Pihak telkomsel dalam
mengantisipasi rubuhnya tower wajib mengasuransikan tower tersebut. Apabila tower
yang telah terpasang dan telah selesai pembangunan rubuh maka penggantian rugi
dapat dilaksanakan oleh pihak asuransi dalam mengkafer seluruh kerugian yang
ditimbulkan oleh rubuhnya tower telkomsel tersebut. Pemilihan lahan/bangunan
tempat didirikannya tower telkomsel didasarkan kepada perhitungan kwantitas sinyal
frekuensi yang dihasilkan ditempat tersebut. Semakin banyak sinyal frekuensi yang
dihasilkan disuatu lahan/bangunan maka semakin strategis pendirian tower di lokasi
tersebut. Dengan demikian pendirian tower telekomunikasi tidak dapat dilakukan
disembarang tempat karena apabila pembangunan tower telekomunikasi tersebut
dilakukan di lokasi yang tidak memiliki sinyal frekuensi yang baik maka akan
berdampak sia-sia dalam peningkatan kualitas dan kuantitas jaringan telekomunikasi.
Pelaksanaan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi ini tunduk
kepada hukum perjanjian, khususnya perjanjian pemborongan. Pembangunan tower
merupakan proses pembangunan jaringan telekomunikasi. Berdasarkan Pasal 1 angka
(6) Undang-undang NO. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dinyatakan bahwa
jaringan
telekomunikasi
adalah
rangkaian
perangkat
telekomunikasi
dan
(BUMD), badan usaha swasta atau koperasi. Oleh karena itu, pembangunan tower ini
bisa dilakukan oleh perusahaan mitra kerja, baik pihak swasta maupun pemerintah.
Perjanjian pemborongan bangunan sebagaimana disebutkan di atas, tunduk
pada hukum perjanjian secara umum yang diatur oleh KUHPerdata Buku III tentang
Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang
mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihakpihak tertentu.3 Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan
kedalam hukum tentang diri seseorang dan hukum kekayaan karena hal ini
merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan
dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang
dinilai dengan uang.4
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan
disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b)
KUH Perdata, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang
satu (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi
pihak yang lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang
ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait
dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan
atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.5
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Bina Cipta, 1979), hal. 49.
R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata=Burgerlijk
Wetboek (terjemahan), Cet. 28, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996), hal. 323.
5
FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995), hal. 3
4
6
7
hal. 1.
8
bersangkutan mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban
kedua belah pihak atas suatu prestasi.
Salim, H.S, perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang
satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui
bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum
yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya.9
Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan hukum
kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada
satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain
untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur antara
lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara
dua orang (person) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada
pihak lain tentang suatu prestasi.10
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi di atas adalah :11
a. Adanya hubungan hukum
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
b. Adanya subjek hukum
Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.
9
c. Adanya prestasi
Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat
sesuatu.
d. Dibidang harta kekayaan
Perjanjian pemborongan secara khusus di dalam KUH Perdata disebut dengan
istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata,
pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu
(si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi
pihak yang lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang
ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait
dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan
atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.12
Perjanjian pemborongan antara pihak pemborong dengan perorangan sebagai
pemberian borongan dibuat oleh kedua belah pihak, sedangkan perjanjian
pemborongan antara pemborong dan pemerintah sebagai pemberian borongan sebagai
peraturan
standar,
yaitu
peraturan
tentang
syarat-syarat
umum
perjanjian
12
FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995), hal. 3.
13
10
tunduk pada hukum perjanjian atau hukum kontrak, sehingga kedua belah pihak
mempunyai posisi dan kedudukan yang sama.15
Hubungan hukum antara kedua belah pihak (PT. Telkom dan perusahaan
mitra kerja) dalam hal pemborongan pekerjaan (pembangunan Tower milik
PT. Telkomsel) sebagaimana tersebut di atas, tidak terlepas dari harus terpenuhinya
syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal
1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu
perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang
membuatnya.
Banyak aspek yuridis yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak dalam
perjanjian pemborongan ini khususnya yang terkait dengan tanggung jawab para
pihak. Permasalahan mungkin saja terjadi misalnya menyangkut batas waktu
15
Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian
(beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang
menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari
pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat
ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar
ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, bahkan
pada umumnya juga diperbolehkan mengeyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam
KUHPerdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka (openbaar system).
11
penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan sesuai
perjanjian, maka tentu akan menghambat penyelesaian pekerjaan yang dilaksanakan.
Selain itu permasalahan juga dapat timbul dari pihak pemberi pekerjaan
pemborongan bangunan (dalam hal ini PT. Telkomsel) menyangkut penyelesaian
pembayaran yang telah terjadwal sebagaimana yang telah diperjanjikan, yang
mungkin saja bisa terjadi keterlambatan. Selain masalah-masalah yang umum yang
telah disebutkan di atas, mungkin juga terjadi masalah-masalah lain, seperti
kesesuaian pembangunan dengan rancangan (design pembangunan), ukuran
bangunan, kualitas bangunan dan sebagainya. Oleh karena hal-hal tersebut di atas,
penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspekaspek yuridis dalam perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan
perusahaan mitra kerja di dalam sebuah tesis yang berjudul : Tinjauan Yuridis
Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower Antara PT. Telkomsel Dengan
Perusahaan Mitra Kerja.
B. Perumusan Masalah
Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah, sebagai berikut :
1. Apakah hubungan hukum yang timbul antara telkomsel dengan perusahaan mitra
kerja berdasarkan perjanjian sewa-menyewa lahan/bangunan dan perjanjian
pembangunan tower telekomunikasi telah sesuai dengan persyaratan mengenai
hukum perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ?
12
C. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa
penelitian tentang Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower
PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja belum pernah dilakukan, baik dalam
judul, topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini adalah merupakan hal
yang baru dan asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuwan, yaitu jujur, rasional,
objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya
membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini, adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah hubungan hukum yang timbul antara PT. Telkom
dengan perusahaan mitra kerja telah sesuai dengan persyaratan mengenai hukum
perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
13
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi
yaitu :
1. Secara Teoritis
Dari sudut penerapannya dalam ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat dan masukan dalam upaya penegakan hukum perjanjian
khususnya perjanjian pemborongan kerja sehingga akan lebih menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan bagi para pihak yang terkait.
2. Secara Praktis
a. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah
dalam hal merumuskan kebijakan dan peraturan tehnis terkait dengan
perjanjian kerja pemborongan bangunan, yang selama ini masih tunduk pada
hukum perdata.
b. Bagi Dunia Pendidikan dan Akademisi
14
15
kesepakatan maka perlu dilihat apa itu perjanjian, dapat dilihat pasal 1313
KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Sebab Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau merupakan unsur
dari suatu perjanjian (Overeenkomst) yang bertujuan untuk menciptakan suatu
keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu
kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak.16
Kata sepakat sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana
pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kehendak. Menurut
Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah:17
suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum.
Menurut Riduan Syahrani bahwa:18
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung bahwa para pihak yang
membuat perjanjian telah sepakat atau ada persetujuan kemauan atau menyetujui
kehendak masing-masing yang dilakukan para pihak dengan tiada paksaan,
kekeliruan dan penipuan.
16
16
2.
3.
4.
19
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,
2003), hal. 33-41.
17
bahwa: Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau
diperbolehnya dengan paksaan atau tipuan.20
Dengan demikian jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat
subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika suatu perjanjian
yang dibuat oleh kedua pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian itu
adalah batal demi hukum.
Saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara kreditor
dan debitur, adakalanya tidak ada persesuaian. Mengenai ketidaksesuaian ini ada tiga
teori yang menjawab, yaitu:
1. Teori Kehendak (wilstheorie), bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian
antara kehendak dan pernyataan, kalau tidak maka perjanjian tidak jadi.
2. Teori Pernyataan (verklaringstheorie), kehendak merupakan proses batiniah yang
tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian
adalah pernyataan. Jika terjadinya perbedaan antara kehendak dan pernyataan
maka perjanjian tetap terjadi.
3. Teori Kepercayaan (vertouwenstheorie), tidak setiap pernyataan menimbulkan
perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang
menimbulkan perjanjian.
Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang dihadapi ketiga teori di atas
sebagai berikut:
20
18
21
19
Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak,
tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian
seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu
perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang
membuatnya.
Istilah hukum perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu
contract
law,
sedangkan
dalam
bahasa
Belanda
disebut
dengan
istilah
22
Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet II, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), hal. 3.
23
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. 1.
20
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang
lain. Dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka
hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu
menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah
hubungan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena karena
timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan
kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum
perjanjian dapat dikemukakan sebagai berikut:24
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis
dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual
beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum
adat.
2. Subyek hukum
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam
24
21
hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang
berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.
3. Adanya Prestasi
Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu
prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:
a. Memberikan sesuatu;
b. Berbuat sesuatu;
c. Tidak berbuat sesuatu.
4. Kata sepakat
Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian
seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus).
Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.
5. Akibat hukum
Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
Dalam Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan bahwa semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selama dengan sepakat kedua
belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu.
Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang
dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas
22
KUHPerdata, yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk:25
a.
b.
c.
d.
2.
25
23
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman.
Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih
dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal.
3.
merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undangundang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja.
Dalam hukum gereja itudisebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada
kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini
mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun,
dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum,
yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan
formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat
saja.
24
4.
berbunyi: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan
asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik
dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi
dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap
dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak
pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan
(penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. Berbagai putusan
Hoge Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat
diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini. Kasus yang paling menonjol
adalah kasus sarong Arrest dan Mark Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan
turunnya nilai uang (devaluasi) Jerman setelah Parang Dunia I.26
5.
25
dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: Perjanjian hanya berlaku antara
pihak yang membuatnya. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat
oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian,
ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317
KUHPerdata yang menyatakan: Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu
pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini
mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk
kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di
dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri,
melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang
memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317
KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal
1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang
yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317
KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal.
Sebagaimana di sebutkan di atas, perjanjian pembangunan tower PT.
telkomsel dengan Perusahaan mitra dikategorikan ke dalam perjanjian pemborongan.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan disebut
dengan istilah Pemborongan Pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUHPerdata,
Pemborongan Pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu
(sipemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak
26
lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan.
Jadi dalam Perjanjian Pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait dalam
perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau
prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.27
Menurut Subekti, pemborongan pekerjaan (aanneming van werk) ialah suatu
perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya,
melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula.28
Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak
yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya,
atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting
bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaiman pihak yang memborong
pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan
tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik (mutu dan
kwalitas/kwantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.
Perjanjian pemborongan bangunan dapat dilaksanakan secara tertutup, yaitu
antara pemberi tugas dan kontraktor atau terbuka yaitu melalui pelelangan umum atau
tender. Lain halnya dengan pemborongan bangunan milik pemerintah dimana harus
diadakannya pelelangan. Kontrak kerja bangunan dapat dibedakan dalam 2 (dua)
jenis yaitu:
27
28
FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), hal, 3.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: PT. Intermasa, 1987), hal. 174.
27
29
28
memperhatikan
berlakunya
ketentuan-ketentuan
perjanjian
untuk
melakukan
pekerjaan, khususnya bagi bangunan yang diatur dalam KUHPerdata yang berlaku
sebagai hukum pelengkap peraturan tersebut pada umumnya mengatur tentang hakhak dan kewajiban pemborongan yang harus diperhatikan baik pada pelaksanaan
perjanjian, dan berakhirnya perjanjian. Pemborong bertanggungjawab dalam jangka
waktu tertentu, pada masa ini pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti
adanya cacat ataupun kegagalan bangunan. Dalam prakteknya pemborong
bertanggungjawab sampai masa pemeliharaan sesuai dengan tertulis dikontrak.
Menurut Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa
Konstruksi : kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa
30
29
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjian pemborongan
lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak, yaitu pihak yang
memborongkan dengan pihak pemborong mengenai suatu karya dan harga
borongan/kontrak. Dengan adanya kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan
mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian
tanpa persetujuan pihak lainnya.
Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormurij) artinya perjanjian
pemborongan dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya,
apabila perjanjian pemborongan menyangkut harga borongan kecil, biasanya
perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian
pemborongan dengan biaya agak besar maupun besar, perjanjian pemborongan dibuat
secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta outentik (akta
notaris).
Menurut cara terjadinya perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dibedakan
dalam:
1. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil pelelangan atas
dasar penawaran yang diajukan.
2. Perjanjian pemborongan pekerjaan atas dasar penunjukkan
3. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil perundingan
antara pemberi tugas dengan pemborong.
30
31
mengerjakan
persyaratan-persyaratan
pekerjaan
untuk
itu.
dimaksud,
Biasanya
sambil
pihak
menginformasikan
pemilik
pekerjaan
32
penyedia
barang/jasa
diwajibkan
menyerahkan
surat
jaminan
33
Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini
menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
secara sebagian.32
2.
3.
32
Blacks Law Dictionary dalam Salim, H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di
Indonesia, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal, 16. Inti defenisi yang tercantum dalam Blacks
Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan
kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.
33
Pasal 1601 butir (b) KUHPerdata.
34
http://kamusbahasaindonesia.org/pembangunan.
34
4.
5.
Perusahaan
tersebut
baru
dapat
diketahui
setelah
tender
dimenangkan.
6.
7.
http://catursinggih.blogspot. Com/2010/02/tower-telekomunikasi_24.html.
35
akan
diserahkan
kepadanya
dalam
keadaan
baik
(mutu
dan
Kontrak kerja, adalah : hubungan antara dua pihak yang harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:37
a. Adanya pekerja dan pemberi kerja Antara pekerja dan pemberi kerja memiliki
kedudukan yang tidak sama. Ada pihak yang kedudukannya diatas (pemberi
kerja) dan ada pihak yang kedudukannya dibawah (pekerja). Karena pemberi
kerja mempunyai kewenangan untuk memerintah pekerja, maka kontrak kerja
diperlukan untuk menjabarkan syarat, hak dan kewajiban pekerja dan si
pemberi kerja.
b. Pelaksanaan Kerja Pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang
ditetapkan di perjanjian kerja.
c. Waktu tertentu pelaksanaan kerja dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang
telah ditetapkan oleh pemberi kerja.
9.
Adanya upah yang diterima Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari
pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut
suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar
36
37
36
suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik
untuk buruh sendiri maupun keluarganya.38
G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada proposal penelitian ini, sebagai
berikut:
a.
normatif yang didukung oleh penelitian yuridis sosiologi yang berupa wawancara
dengan pihak-pihak terkait yaitu pejabat telkomsel dan pihak mitra kerja yang
mendukung pelaksanaan pembangunan tower telkomsel, yang dalam penelitian ini
memiliki kapasitas sebagai informan dan nara sumber. Penelitian hukum normatif
adalah penelitian yang menggunakan metode yang mengacu pada norma-norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan,39
yang berkaitan dengan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan
perusahaan mitra kerja. Dalam penelitian hukum normatif yang digunakan adalah
merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada normanorma hukum yang terdapat dalam perangkat hukum.
Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normative disebut juga sebagai
penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis
38
Pasal I huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2004), hal. 14.
39
37
baik hukum yang tertulis dalam buku (law as written in the book), maupun hukum
diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law ias is decided by the judge
throught judicial process).40 Selanjutnya Ronald Dworkin menyebutkan penelitian
seperti ini sebagai penelitian doktrinal (Doctrinal Research), yaitu penelitian yang
menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is wrritten in the
book), maupun yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is
decided by the judge through Judical Process).41
Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriftif analitis, yaitu penelitian ini
hanya untuk menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap
permasalahan yang telah dikemukakan dengan membatasi kerangka studi kepada
suatu analisis terhadap pelaksanaan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel
dengan perusahaan mitra kerja.
b. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitin hukum terdapat beberapa pendekatan. Penelitian ini
menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu:
1.
40
38
Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada
penelitian kepustakaan (library research), yang dilakukan dengan menghimpun datadata sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari :
1.
2.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta Predana Media Group, 2007), hal. 94.
39
3.
Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang
memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer,
sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan
untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.43
Analisis Data
Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah
dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal
yang berisi kaidah-kaidah hukum yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian
pembangunan tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja. Kemudian
43
40