DEFINISI
Dengue Haemorragik Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari disertai dua atau lebih gejala klinis
berupa nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia / artralgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan (tes tourniket positif dan petechiae) dan leukopenia 1. Dan disertai
manifestasi perdarahan yang lebih nyata (tes tourniket positif, petechiae,
echimosis atau purpura, perdarahan mukosa), trombositopenia ( 100.000/L) dan
kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas kapiler yang ditandai oleh
peningkatan hematokrit 20%. 2,3,4
B. ETIOLOGI
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
oleh virus dengue termasuk grup B Arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan
dengan kasus berat. 2,3
secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia
maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa inkubasi dalam
tubuhnya selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan
waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus
masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak didalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat
terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yang timbul pada saat menjelang
gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. 2,3,5
abnormal,
melibatkan
perubahan
pembuluh
darah,
trombositopeni
dan
koagulopati.
1. Sistem vaskuler
Patofisiologi primer DBD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler
yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma
menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post
mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak
terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan
sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita
sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat,
menimbulkan
penurunan
hematokrit.
Perubahan
hemostasis
pada
DBD
menjadi
plasmin
yang
berperan
dalam
pembentukan
Komplek virus-antibodi
Agregasi trombosit
Aktifasi koagulasi
Aktifasi komplemen
Plasmin
Trombositopeni
Pemakaian koagulopati
Faktor pembekuan
Anafilatoksin
Sistem kinin
Kinin
FDP
Perdarahan hebat
Renjatan
D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor
yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai
dari
tanpa
gejala
(asimtomatik)
demam
ringan
yang
tidak
spesifik
perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral ekstremitas dingin, disertai
kongesti kulit. Perubahan ini menunjukkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai
akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. 2,9
Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah
beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari
sakit ke 3 -7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi. Sesaat sebelum syok seringkali
pasien mengeluh nyeri perut.
lembab terutama pada ujung kaki dan tangan, gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor dan koma; denyut nadi cepat dan lemah; tekanan
nadi menurun ( 20 mmHg); hipotensi (tekanan sistolik 80 mmHg); oligouri
sampai anuria. Pasien dapat dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok
berat (profound shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak terukur lagi. 2,8,9
Mengingat derajat beratnya penyakit yang bervariasi dan sangat erat
kaitannya dengan pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997) membagi DBD
dalam derajat setelah kriteria laboratoris terpenuhi yaitu : 2
Derajat I :
Derajat II :
Derajat III :
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan darah
yang tak terukur, kesadaran amat menurun.
E. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada kriteria menurut
WHO (1997), yaitu : 4
1. Kriteria Klinis
a. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2 7 hari tanpa sebab yang
jelas (tipe demam bifasik)
b. Manifestasi perdarahan
1) Uji Tourniquet positif
2) Petechie, echimosis, purpura
3) Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
4) Hematemesis dan atau melena
c. Hepatomegali
d. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan :
1) Nadi cepat dan lemah
2) Tekanan nadi menurun ( 20 mmHg)
3) Hipotensi (tekanan sistolik 80 mmHg)
4) Akral dingin
5) Kulit lembab
6) Pasien tampak gelisah
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (AT <100.000/ul)
b. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit lebih dari atau sama
dengan 20% dibandingkan dengan masa konvalesen yang dibandingkan
dengan nilai Hct sesuai umur, jenis kelamin dari populasi.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi (atau peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan
diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat
memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok,
2.
Idiopatic
Thrombocytopenic
Purpura (ITP)
3.
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas
manifestasi klinis adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan
10
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang harus diwaspadai, antara lain : 4
b.
c.
d.
Edema
paru,
seringkali
terjadi
akibat
overloading cairan.
e.
f.
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. M
Usia
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Surakarta
11
II. ANAMNESIS
A.
Keluhan Utama
Panas
B.
C.
D.
: disangkal
: disangkal
: disangkal
III.PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Berat badan
: 70 kg
Tinggi badan
: 175 cm
B. Tanda vital
Tekanan Darah
: 110/80 mmHg
Nadi
Laju Pernapasan
Suhu
: 38,1 0C
12
C. Kulit :
warna
sawo
matang,
lembab,
ujud
kelainan
kulit (-), uji torniquet (+)
D. Kepala
sukar dicabut
E. Mata
(-/-)
G. Mulut
: normochest
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
kanan atas
kiri atas
kanan bawah
kiri bawah
Pulmo
13
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: SIC VI dextra
Auskultasi
pekak relatif
pekak absolut
: hepar
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
Oedema
: 17,1 g/dL
(11,7-16,2)
14
AE
: 5,80 x 106 uL
(4,1-5,1)
Hct
: 50,6 %
(33-45)
AL
: 14,3 x 103 uL
(4,4-14,5)
: 30 x 103 uL
AT
(150-450)
Golongan darah
:B
SGOT
: 40 x 103 uL
(0-35)
SGPT
: 52 x 103 uL
(0-45)
V. DIAGNOSA BANDING
-
Demam Typhoid
VII.
PENATALAKSANAAN
Mondok bangsal
VIII.
PLANNING
Diagnosis :
Pemeriksaan Hb, HCT, dan AT tiap 24 jam
Monitoring :
Keadaan umum dan tanda vital tiap 6 jam
Balans cairan dan diuresis tiap 6 jam
Edukasi :
Motivasi banyak minum
Tujuan Penggunaan Obat
15
1. Penggantian cairan
2. Antipiretik
Resep :
R/ Ringer Laktat inf. flab
No. V
No. I
IV catheter no. 22
No. I
imm
No IV
Pro : Tn M ( 40 th )
PEMBAHASAN OBAT
16
A. Ringer laktat
Injeksi Ringer laktat adalah larutan steril dari Kalsium klorida, Kalium
klorida, Natrium klorida dan Natrium laktat dalam Air untuk injeksi. Injeksi
Ringer laktat tidak boleh mengandung bahan antimikroba.
Ringer laktat termasuk cairan kristaloid yaitu larutan dengan air
(aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang dapat menembus
membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih besar,
onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga
lebih murah. Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%,
ringer laktat, ringer asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%), serta sodium
bikarbonat. Masing-masing jenis memiliki kegunaan tersendiri, dimana salin
biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan saat
kegawat daruratan, sedangkan glukosa biasa digunakan pada penanganan
kasus hipoglikemia, serta sodium bikarbonat yang merupakan terapi pilihan
pada kasus asidosis metabolik dan alkalinisasi urin.
Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus membran
kapiler dari kompartemen intravaskuler ke kompartemen interstisial,
kemudian didistribusikan ke semua kompartemen ekstra vaskuler. Hanya 25%
dari jumlah pemberian awal yang tetap berada intravaskuler, sehingga
penggunaannya membutuhkan volume 3-4 kali dari volume plasma yang
hilang. Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah cairan
kedalam pembuluh darah dengan segera dan efektif untuk pasien yang
membutuhkan cairan segera.
Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari intravaskuler, terutama
pada kasus dimana terjadi peningkatan resistensi kapiler seperti pada sepsis.
Pada kondisi tersebut, penting untuk dipikirkan penggantian cairan yang
memiliki molekul lebih besar, yaitu jenis koloid.
17
dan
asidosis
metabolik,
karena
akan
menyebabkan
B. Paracetamol
Kandungan dalam paracetamol yaitu acetaminophen. Paracetamol
umumnya digunakan sebagai analgetik dan antipiretik. Sebagai analgesik,
paracetamol bekerja denga meningkatkan ambang rasa sakit, sebagai
antipiretik, paracetamol bekerja langsung pada pusat pengatur panas yaitu
hipothalamus.
Paracetamol diabsorbsi melalui saluran gastrointestinal. Paracetamol
didistribusikan ke hampir seluruh jaringan tubuh. Waktu paruh eliminasi
bervariasi antara 1- 3 jam. Sebagian besar dimetabolisme di hati dan
diekskresi melalui urin, terutama dalam bentuk glucoronide dan konjugasi
sulfat, kurang dari 5 % dikeluarkan dalam bentuk tetap paracetamol.
Mekanisme kerja paracetamol yaitu dapat menurunkan panas dengan
bekerja pada hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasidan pengeluaran
18
fungsi
hepar
dan
ginjal,
dan
penderita
dengan
reaksi
19
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengue Haemorragik Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari disertai dua atau lebih gejala klinis
berupa nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia / artralgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan (tes tourniket positif dan petechiae) dan leukopenia.
Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu : pertama, meningkatnya
permeabilitas kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan
hipovolemia, hemokonsentrasi serta renjatan; kedua, adanya hemostasis yang
abnormal,
melibatkan
perubahan
pembuluh
darah,
trombositopeni
dan
koagulopati.
Pengobatan pada DBD dapat meliputi pengobatan oral maupun intravena.
Bila pasien mengalami demam maka dapat diberikan antipiretik seperti
paracetamol. Selain itu pasien juga diberikan cairan secara intravena. Deteksi dini
terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan
mencegah terjadinya syok. Pada kasus ini pasien diberikan pengobatan secara oral
dengan menggunakan paracetamol sediaan tablet 500 mg, dan cairan ringer laktat
yang diberikan secara intravena.
B. Saran
Selain pemberian penatalaksanaan secara kuratif, pada kasus demam
berdarah dengue juga perlu dilakukan preventif untuk mencegah berkembangnya
penyakit demam berdarah dengue. Penatalaksanaan secara preventif dapat
meliputi menutup tempat penampungan air, dan membersihkan barang bekas yang
dapat menampung air.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever, 2nd edition. WHO. Geneva
2. Sri Rejeki HH, 2002. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FK UI. Jakarta
3. Staf Medis Fungsional Ilmu Penyakit Dalam RSDM, 2004. Standar
Pelayanan Medis Kelompok Staf Medis Ilmu Penyakit Dalam. RSUD Dr,
Moewardi. Surakarta
4. Hendarwanto, 2007. Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, jilid 1, ed. 3., editor : Aru W Sudoyo. Balai Penerbit FK UI.
Jakarta.
5. Saford, Jay, P, 1999. Infeksi Arbovirus dalam : Harrison Prinsip-prinsup Ilmu
Penyakit Dalam, vol. 2 ed.13., editor : Kurt J Isselbacher, Eugene
Braunwaald, Jean Wilson, Joseeph B Martin, Anthony S Fauci, Dennis L
Kasper. EGC. Jakarta
6. Soegijanto S, 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus
Dengue. http://www. pediatrik.com
7. Price D, 2006. Dengue Fever. www.emedicine.com/emerg/byname/denguefever.htm
8. Wills B, 2006. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome.
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue
9. Ashadi T, 2006. Terapi Cairan Intravena pada Syok Hipovolemik.
http://www.pdpi.com
10. Bongard F.S., Sue D.Y., Vintch J.R., 2008. Current Diagnosis and Treatment
Critical Care Third Edition. McGraw Hill.
21
11. Brenner M., Safani M., 2005. Critical Care and Cardiac Medicine. Current
Clinical Strategies Publishing.
12. Sue, D.Y., 2005. Current Essentials of Critical Care. McGraw Hill.
13. Sweetman S. 2002. Martindale. The Complete Drug Reference 33rd Edition.
London Chicago : Pharmaceutical Press.
14. Mashford M. 2007. Therapeutic Guidelies :Analgetik. Australia : Terapeutic
Guidelines Limited.
22