Anda di halaman 1dari 18

KASUS FARMASI

EPILEPSI

Oleh :
Andina Rosmalianti
G99131013

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R AK AR TA
2013

BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan suatu kondisi neurologik yang mempengaruhi sitem saraf.


Epilepsi juga dikenal sebagai penyakit kejang. Secara umum epilepsi terjadi karena
menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologi di otak, gaya mekanik, atau
toksik yang menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut.(1)
Epilepsi dapat didiagnosis paling tidak setelah mengalami dua kali kejang yang tidak
disebabkan oleh kondisi medis seperti kecanduan alkhohol atau kadar gula yang sangat
rendah (hipoglikemi). Menurut International League Against Epilepsy, epilepsi dapat
didiagnosis

setelah

mengalami

satu kali

kejang, jika

seseorang

berada

dalam

kondisi dimana mereka memiliki risiko tinggi untuk menderita kejang lagi. Kejang pada
epiepsi mungkin berhubungan dengan trauma otak atau kecenderungan keluarga tetapi
kebanyakan penyebab epilepsi tidak diketahui (2).
Lebih dari 5% populasi didunia mungkin mengalami satu kali kejang dalam hidup
mereka. Kurang lebih sebanyak 60 juta orang didunia menderita epilepsi. Anak-anak dan
remaja lebih cenderung menderita epilepsi dengan sebab yang tidak diketahui atau murni
genetik daripada orang dewasa. Epilepsi dapat mulai terjadi pada semua usia. Pada penelitian
terbaru memperlihatkan bahwa 70% kejang yang terjadi pada anak-anak dan dewasa yang
baru terdiagnosis epilepsi dapat dikontrol dengan baik oleh pengobatan. Dan 30% orang yang
mengalami kejang tidak memberikan respon yang baik dengan pengobatan yang tersedia(3)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Epilepsi adalah sebuah kondisi dimana terjadi kejang berulang. Kejang diartikan
sebagai adanya gangguan pelepasan muatan listrik abnormal pada sel saraf diotak
yang menyebabkan gangguan sementara pada fungsi motorik, sensorik dan mental(4).
Syarat epilepsi tidak dilihat dari tipe kejang atau penyebab kejang, hanya menandakan
adanya kejang yang terjadi lagi dan lagi.
B. Etiologi
Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,
ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut,
dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau
antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi
idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang
berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk (5).
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak
jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya
bangkitan ulang pasca-awitan (5).
Definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai
nilai prediksi sebagai berikut (5):
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan

pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,


Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya
bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan
pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan
otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan
pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk
terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan
bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

C. Patofisiologi

Secara umum, epilespi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf
akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya
menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut

(6)

. Serangan epilepsi

terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan daripada proses inhibisi.
Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion
ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron
sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik.
Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan
intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron (1).
Pada epilepsi idiopatik, tipe grand mal, secara primer muatan listrik dilepaskan
oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai centrecephalic. Inti ini
merupakan terminal dari lintasan asendens aspesifik atau lintasan asendens
ektralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui lintasan aferen aspesifik itu
menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input maka timbullah
koma (6).
D. Gejala Klinis (5)
Parsial Simpleks
Dijumpai
kesadaran
abnormalunilateral),

utuh,

terdapat

gangguan

sensorik

gangguan
(merasa,

motorik
menghidu,

(gerakan
mendengar

abnormal), gangguansystem autonom (takipnu, bradikardi), dan gangguan psikis

(disfagia, gangguan dayaingat)


Parsial Kompleks
Dijumpai rangsangan berupa musik, cahaya berkedip dan rangsang lainnya
Generalisata
- Absans (petit mal): terdapat hilang kesadaran, onset pada usia 4-8 tahun,
polaEEG spike wave
- Tonik klonik (grand mal): hilang kesadaran secara cepat, menangis,inkontinensia
urin, mnggigit lidah, EEG tdk patognomik
- Mioklonik: kontraksi serupa pada beberapa otot tungkai
- Atonik: drop attacks
- Klonik: gerakan menyentak repetitive
- Tonik: peningkatan tonus otot

E. Diagnosis (1)
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan
melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasilpemeriksaan EEG dan
radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang
berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.
4

1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan
informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
o Pola / bentuk serangan
o Lama serangan
o Gejala sebelum, selama dan paska serangan
o Frekwensi serangan
o Faktor pencetus
o Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
o Usia saat serangan terjadinya pertama
o Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
o Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
o Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,
gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebabsebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit
sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya
keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota
tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral (1).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan
diagnosis

epilepsi.

Adanya

kelainan

fokal

pada

EEG

menunjukkan

kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum


pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal.
5

Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding
seharusnya misal gelombang delta.
Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu
mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile
mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG
nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik
mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku
majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena
klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran
klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita
yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk
kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur
ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka
MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat
untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.
F. Penatalaksanaan
Tujuan pokok terapi epilepsi adalah membebaskan pasien dari serangan epilepsi,
tanpa mengganggu fungsi normal SSP agar pasien dapat menjalani kehidupannya
tanpa gangguan. Terapi dapat dibagi dalam 2 golongan (7):
1. Terapi kausal
Terapi kausal dilakukan pada epilepsi simptomatik yang sebabnya dapat ditemukan
(sekunder), misalnya :
a. Pada meningoensefalitis, diberikan antibiotik
b. Pada neoplasma dan perdarahan intrakranial diperlukan tindakan operatif
c. Pada gangguan vaskularisasi otak diberi oksigen untuk mengatasi hipoksia
2. Terapi medikamentosa antikejang
6

Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar pada


beberapa faktor, antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek
inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Beberapa
obat antiepilepsi yang dikenal sampai sekarang ini antara lain :
a. Golongan hidantoin
Fenitoin merupakan yang sering dipakai. Fenitoin bekerja menginhibisi
hipereksitabilitas kanal natrium yang berperan dalam memblok loncatan listrik
sehingga mencegah penjalaran ke bagian otak yang lain.
Indikasi : epilepsi umum khusunya grandmal tipe tidur, epilepsi fokal, dan dapat
juga untuk epilepsi lobus temporalis.
Dosis :
dewasa 300-600 mg/hari
Anak 4-8 mg/hari, maksimal 300 mg/hari
b. Golongan barbiturat
Fenobarbital merupakan golongan barbiturat yang long acting. Merupakan agonis
reseptor GABA, sehingga meningkatkan transmisi inhibitori dengan mengaktifkan
kerja reseptor GABA.
Indikasi : epilepsi umum khusus epilepsi grand mal tipe sadar, epilepsi fokal.
Dosis :
dewasa 200 mg/hari
Anak 3-5 mg/kgBB/hari

c. Golongan benzodiazepin
Diazepam dikenal sebagai obat penenang, tetapi merupakan obat pilihan utama
status epileptik. Memiliki cara kerja yang sama dengan golongan barbiturate.
Dosis :
dewasa 2-10 mg im/iv, dapat diulang stiap 4 jam
Anak > 5 tahun 5-10 mg im/iv
Anak 1 bulan-5 tahun 0,2-2 mg im/iv
d. Golongan suksinimid
Etosuksimid
Indikasi : epilepsi petit mal murni
Dosis : 20-30 mg/kgBB/hari
e. Golongan lain
Sodium valproat
Indikasi : epilepsi petit mal murni, dapat pula untuk epilepsi pada lobus

temporalis yang refrakter, sebagai kombinasi dengan obat lain.


Dosis : Dewasa 0,8-1,4 g/hari dimulai dengan 600mg/hari
Anak 20-30 mg/kgBB/hari
Asetazolamid : dikenal sebagai diuretik, tetapi pada pengobatan epilepsi
mempunyai cara kerja menstabilkan keluar masuknya Na pada sel otak.
Indikasi : epilepsi petit mal, grand mal, dimana serangannya sering

berhubungan dengan siklus menstruasi


Dosis : sehari total 8-30 mg/kgBB
f. Karbamazepin
7

Sediaan : 200 mg/tab


Indikasi : epilepsi parsial dengan gejala kompleks dan sederhana

Farmakokinetik :
a. Kecepatan absorbsi berbeda-beda antar pasien, tetapi umumnya dapat
terabsorbsi secara sempurna. Obat lambat diabsorpsi jika diberikan setelah
makan.
b. Kadar puncak tercapai setelah 6-8 jam.
c. Waktu paruh 36 jam untuk pasien dosis tunggal pertama, kemudian turun 20
jam untuk yang mendapatkan terapi berlanjut.

Farmakodinamik :
Pada membran permeabilitas menunjukkan bahwa CBZ menutup saluran Na
pada konsentrasi terapi dan dapat menstabilkan membran neuron yang
hiperaktif, menghalangi kerusakan neuron berulang dan mengurangi perambatan
sinaptik impuls yang berasal dari luar.

Efek samping
Efek sedasi, sakit kepala, pusing, mual, muntah dan ataksia, yang bersifat
sementara. Efek samping lainnya seperti anoreksia, demam, dermatitis
(perubahan

pigmentasi

kulit,

eritema

multiformis,

SJS, TEN,

reaksi

fotosensitivitas, urtikaria) dan gangguan psikis. Selain itu, obat ini juga dapat
mempengaruhi kardiovaskular, GIT, hepar, neuromuskular, tulang, mata, dan
telinga,

menyebabkan

gangguan

darah

seperti

anemia

aplastik

dan

agranulositosis, hepatitis, dan SLE. Oleh karena itu, perlu dilakukan

pemeriksaan darah setiap minggu atau per bulan.


Dosis :
Awal
Maintenance

anak

: 15-25 mg/kgBB/hari

Dewasa

: 1000-2000mg/hari

anak 6-12 tahun

: 400-800 mg/hari

Dewasa

: 800-1000 mg/hari

Berikut merupakan contoh pemilihan Obat Anti Epilesi (OAE)(8):


Jenis Bangkitan

Pilihan Pertama

Pilihan Kedua

Parsial

Fenitoin

Klobazam,Gabapentin,

Sederhana

Karbamazepin

Lamotrigin,Primidon,

Kompleks

Fenobarbital

Tiagabin,Topiramat,

Umum Sekunder
Serangan Umum

Fenitoin

Vigabatrin,Valproat
Vigabatrin,Klobazam,

Tonik-klonik

Fenobarbital

Gabapentin,Lamotrigin,

Valproat

Primidon,Tiagabin, Topiramat

Karbamazepin
Valproat

Asetazolamid,

Etosuksimid

Klobazam,Felbamat,

Valproat

Lamotrigin,Topiramat
Klobazam,Felbamat,

Valproat

Lamotrigin,Topiramat.
Asetazolamid,

Absans/Lena

Tonik,
atonik,klonik
Mioklonik

klobazam,klonazepam,
felbamat,lamotrigin,
Juvenile Myoclonic Valproat

topiramat.
Topiramat,lamotrigin

Sindrom

Topiramat

Valproat,fenobarbital,

Lennox-Gestaut

Felbamat

BZDs,ZNS

Sindrom West

Lamotrigin
Hormonal

Topiramat,lamotrigin,

Valproat

ZNS,BZDs,piridoksin

Vigabatrin

BAB III
STATUS PASIEN
A IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal pemeriksaan

: Tn.A
: 25 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Wiraswasta
: Solo
: 23 Oktober 2013

B ANAMNESIS
1 Keluhan utama
:
Kejang
2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSU Dr. Moewardi dengan keluhan kejang berulang. Pasien
mengaku telah mendapat serangan kejang untuk yang kedua kalinya. Kejang terjadi
saat pasien sedang bermain game di komputer. Pasien mengaku tidak merasakan
gejala apapun sebelum kejang. Kedua serangan kejang tersebut diikuti dengan tidak
sadar selama kira-kira 3 menit. Kemudian pasien sadar kembali dan dapat beraktivitas
10

seperti biasanya. Pasien tidak menderita demam sebelumnya. Pasien belum pernah
memeriksakan diri ke dokter ataupun minum obat setelah serangan kejang yang
pertama. Sebelum berumur satu tahun, pasien sering mengalami kejang pada saat
badannya panas. Pada saat SD pasien sering pingsan saat mengikuti upacara atau olah
raga.
3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi
Riwayat DM
Riwayat kejang

: disangkal
: disangkal
: Saat berusia kurang dari 1 tahun, pasien sering
mengalami kejang jika badannya panas.

4 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat DM
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat sakit serupa
: disangkal
C PEMERIKSAAN FISIK
1
Keadaan Umum :
Keadaan umum
: baik
Derajat kesadaran : sadar penuh / compos mentis
2
Tanda vital
Nadi
: 72x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup
Respirasi
: 18x/menit, reguler, tipe thorakoabdominal
Suhu
: 36,3 oC
Tensi
: 110/80 mmHg
3 Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.
4 Thoraks
: retraksi (-), pelebaran sela iga (-)
5 Cor
: Bunyi jantung I II intensitas normal, reguler, ictus
6

cordis di SIC IV-V, bising (-)


Pulmo : pengembangan dada kanan/kiri sama, fremitus taktil
kanan/kiri sama, perkusi sonor/sonor, suara tambahan (-),
ronchi (-)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Akral dingin

: dinding perut // dinding dada, venektasi (-)


: peristaltik (+) normal
: timpani, shifting dullness (-)
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
8
-

Ekstremitas :
edema
-

sianosis

11

Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6

Fx luhur

: dalam batas normal

Fx vegetatif

: dalam batas normal

Fx sensorik

A.

Fx motorik
Kekuatan

Tonus

Ref. Fisiologis

5 5

- -

5 5

- -

Ref. Patologis

Nervus Cranialis
N. II

: dbn

N. III : RC (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)


N.VII : dbn
N.XII : dbn
Tanda meningeal
Fx koordinasi

: (-)
: dismetria (-), disdiadokokinesia (-)

D PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektroensefalografi (EEG)

12

Didapatkan hasil : latar belakang berupa irama alfa 10-11 spd, amplitudo sedang,
bereaksi dengan buka dan tutup mata. Tampak seringkali muncul kompleks paku ombak
3 spd amplitudo tinggi bilateral sinkron terutama terlihat di daerah frontal kanan depan
(Fp2-F4) dan didahului di kanan depan. Tampak pula gelombang tajam diikuti
gelombang lambat delta-teta 3-4 spd, amplitudo tinggi di daerah frontal kanan depan
9Fp2-f4).
Kesan : EEG abnormal berupa aktivitas epileptiform bilateral sinkron dengan fokus di
frontal kanan depan
E DIAGNOSIS
Epilepsi
F PLANNING
Cek darah rutin, gula darah, kolestrol, ureum, kreatinin, elektrolit
CT scan kepala
G PENATALAKSANAAN
Terapi
Phenytoin

100 mg

3x1 kapsul

H TUJUAN TERAPI

Mengetahui penyebab utamanya, penanganan terhadap penyakit yang mengawali

kejang dapat menjadi penanganan bagi epilepsi itu sendiri.


Meminimalisasi hingga menghilangkan timbulnya gejala.
Mencegah peningkatan keparahan penyakit.
Meningkatkan kualitas hidup.
Mengurangi angka rawat inap.

RESEP

R/ Fenitoin Na cap mg 100 No. XXI


3 dd cap I
Pro : Tn. A (25 tahun)
J

PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

13

Terapi medikamentosa pilihan utama terdiri dari fenobarbital atau fenitoin. Keduanya
merupakan preparat yang baik dan murah harganya. Fenitoin mempunyai sifat-sifat yang
unggul, yaitu tidak membuat orang mengantuk, tidak akan menimbulkan manifestasi
overdose yang fatal dan bila dihentikan tidak akan membangkitkan status epileptikus. Bila
serangan grand mal masih belum dapat diberantas dengan obat-obat tersebut di atas baik
secara kombinasi maupun obat tunggal, dapat digunakan primidone

(9)

. Primidone efektif

untuk semua bangkitan kecuali bangkitan lena. Efeknya baik untuk bangkitan tonik klonik
yang telah refrakter terhadap terapi yang lazim, dan lebih efektif lagi dalam kombinasi
dengan fenitoin(7). Dosis untuk anak dibawah umur 6 tahun ialah 10-25 mg/kgBB/hari.
Sedangkan orang dewasa 300-600 mg/hari. Dosis permulaan harus rendah misalnya 100-150
mg/hari. Efek samping primidone dapat berupa ngantuk, vertigo, ataksia, dermatitis, dan
anemia (9).
1. Fenobarbital
Fenobarbital sebagai antiepilepsi bekerja dengan membatasi penjalaran aktivitas dan
bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital merupakan obat antikonvulsi
pilihan karena cukup efektif dan murah. Dosis efektifnya relatif rendah. Efek samping
yang terjadi adalah efek sedatif. Fenobarbital merupakan obat pilihan utama untuk
terapi kejang dan kejang demam pada anak. Dosis anak ialah 100-300 mg/hari
sedangkan dewasa dua kali 120-250 mg/hari(7).
2. Fenitoin
Obat yang dipilih sebagai antiepilepsi pada kasus diatas adalah fenitoin. Fenitoin
merupakan golongan hidantoin yang merupakan obat utama untuk hampir semua jenis
epilepsi, kecuali bangkitan lena. Fenitoin diindikasikan terutama untuk bangkitan
tonik klonik dan bangkitan parsial.(7).
Farmakodinamik
Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang
dari fokus ke bagian lain di otak. Fenitoin juga mempengaruhi perpindahan ion
melintasi membran sel, dalam hal ini, khususnya menggiatkan pompa Na +, K+,
Ca2+ neuron dan mengubah neurotransmitor NEPI, asetilkolin, dan GABA.
Farmakokinetik

14

Pemberian secara per oral mengalami absorpsi secara lambat dan sesekali tidak
lengkap. Pemberian secara IM menyebabkan fenitoin mengendap ditempat
suntikan kira-kira 5 hari dan absorpsi berlangsung lambat. Fenitoin terikat kuat
pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama, tetapi mula kerjanya
lebih lambat dari pada fenobarbital. Metabolit fenitoin akan di ekskresi melalui
ginjal.
Interaksi obat
Interaksi fenitroin dengan fenobarbital atau karbamazepin akan menyebabkan
fenitoin menurun kadarnya karena fenobarbital atau karbamazepin menginduksi
enzim mikrosom hati, tetapi kadang-kadang kadar fenitoin dapat meningkat akibat
inhibisi kompetitif dalam metabolisme.
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan dari fenitoin adalah keracunan pada SSP,
saluran cerna, gusi dan kulit, sedangkan yang lebih berat mempengaruhi kulit,
hati, dan sumsum tulang.
Dosis
Kadar plasma untuk terapi fenitoin terdapat antara 10-20g/ml. Ketika terapi oral
sudah dimulai, dosis dewasa biasanya 300 mg/hari tanpa memperlihatkan berat
badan. Jika kejang berlanjut, dosis yang lebih tinggi biasanya diperlukan untuk
mendapatkan kadar plasma dalam batas-batas terapi yang lebih tinggi(7).
Sedangkan di bawah ini adalah alternatif obat yang digunakan untuk epilepsi tonik
klonik
3. Karbamazepin
Karbamazepin efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik
klonik. Efek samping karbamazepin cukup sering terjadi. Efek samping yang terjadi
setelah pemberian obat jangka lama berupa pusing, vertigo, ataksia, diplopia, dan
penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan dapat meningkat akibat dosis berlebih.
Dosis anak di bawah 6 tahun 100 mg/hari, 6-12 tahun 2x 100 mg/hari, dewasa: dosis
awal 2x 200 mg sehari pertama, selanjutnya dosis ditinggkat secara bertahap. Dosis
pemeliharaan 800-1200 mg/hari (7).
15

4. Asam valproat
Asam valproat terutama untuk terapi epilepsi umum dan kurang efektif terhdap
epilepsi fokal. Efek antikonvulsi valproat didasarkan meningkatnya kadar GABA di
dalam otak. Valproat efektif terhadap epilepsi umum yakni bangkitan lena yang
disertai oleh bangkitan tonik klonik. Sedangkan terhadap epilepsi fokal lain
efektivitasnya kurang memuaskan. Terapi dimulai dengan dosis awal 3x 200 mg/hari
dengan dosis harian berkisar 0,8-1,4 g. Valproat telah diakui efektivitasnya sebagai
obat untuk bangkitan lena, tetapi bukan merupakan obat terpilih karena efek toksiknya
terhadap hati(7).
5. Diazepam
Diazepam digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus.
Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada orang dewasa disuntikkan 0,2
mg/kgBB dengan kecepatan 5 mg/menit diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat
diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Dosis
maksimal 20-30 mg. Efek samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunakan
diazepam IV ialah obstruksi saluran napas oleh lidah akibat relaksasi otot. Disamping
itu dapat terjadi depresi napas sampai henti napas, hipotensi, henti jantung, dan
kantuk (7)

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1 Epilepsi merupakan suatu manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik abnormal,
berlebihan, dan sinkron dari SSP, terutama korteks serebri, yang berupa serangan
paroksismal berulang dan timbul tanpa provokasi
16

Pengobatan epilepsi terdiri atas pengobatan kausatif (terapi penyebab primer) dan
antikonvulsi. Pengobatan dilakukan dalam jangka panjang (tergantung kondisi dan
kepatuhan pasien) dan dihentikan setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang. Terapi
farmaka harus dipantau karena efek samping dan reaksi hipersensitivitas obat yand
dapat terjadi pada pasien yang sensitif

B. Saran
1. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan CT scan kepala untuk mengetahui
penyebab kejang (menyingkirkan penyebab sekunder karena penyakit lain, misalnya
neoplasma, perdarahan intrakranial, metabolik)
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai penyakit, terapi, dan prognosis
3. Edukasi untuk rutin kontrol dan minum obat secara teratur
4. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan tes fungsi hepar karena efek samping
pengobatan dapat menyebabkan gangguan hepar dan kelainan darah

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

http://www.scribd.com/doc/80463709/Referat-Epilepsy
Carold Campfield.What is epilepsy.www.epilepsy.com.2008
Steven C Schachter .What Cause Epilepsy.www.epilepsy.com.2006
J Stephen Huff.Epilepsy.www.emedicinehealth.com.2005
J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1999;38:32-54.American Academy of
Neurology: Practice parameter: Screening and diagnosis of autism. Neurology

2000;55:468-479
6. Arif mansjoer,dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II : Epilepsi. Penerbit FK
UI.Jakarta. 2007. Pp: 27-33
7. Utama H. dan Gan V. Antiepilepsi dan Antikonvulsi. Dalam Farmakologi dan
Terapi Edisi 5. Penerbit Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Jakarta.
2007
8. Ropper AH, Brown RH. Epilepsy and other seizure disorders In Adams and
Victors principles of neurology. 8th ed. USA: McGraw-Hill, 2005
17

9. Sidharta P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. 2009

18

Anda mungkin juga menyukai