Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) atau penyakit kardiovaskular saat ini merupakan
salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang,
termasuk Indonesia. Infark miokard akut (IMA) adalah suatu keadaan di mana terjadi
nekrosis otot jantung akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai
oksigen yang terjadi secara mendadak. Penyebab yang paling sering adalah terjadinya
sumbatan koroner sehingga terjadi gangguan aliran darah. Sumbatan tersebut terjadi
karena ruptur plak yang menginduksi terjadinya agregasi trombosit, pembentukan
trombus, dan spasme koroner (Sudoyo, 2009).
Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi penyebab kematian
pertama di negara berkembang, menggantikan kematian akibat infeksi. Diperkirakan
bahwa diseluruh dunia, SKA pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering
yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka
kematian akibat kanker.
Di Indonesia dilaporkan SKA (yang dikelompokkan menjadi penyakit system
sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni
sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang
disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat
orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat SKA.
Pengobatan penyakit jantung koroner dimaksudkan tidak sekedar menggurangi
atau bahkan menghilangkan keluhan. Yang paling penting adalah memelihara fungsi
jantung sehingga harapan hidup akan meningkat (Yahya, 2010). ). Adanya keterkaitan
penyakit jantung koroner dengan faktor resiko dan penyakit penyerta lain seperti DM
dan hipertensi, serta adanya kemungkinan perkembangan iskemik menjadi infark
menyebabkan kompleksnya terapi yang diberikan. Oleh karena itu, pemilihan jenis
obat akan sangat menentukan kualitas pengguanan obat dalam pemilihan terapi. Obat
berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan.

BAB II
STATUS PENDERITA
2.1.

2.2.

INDENTITAS PENDERITA
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Alamat
:
Status Perkawinan
:
Suku
:
Tanggal MRS
:
No register
:

Tn. A
55 tahun
Laki-laki
Larangan Luar, Pamekasan
Menikah
Madura
08 April 2016
287568

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

: Nyeri dada

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Pamekasan pukul 19.45
dengan keluhan nyeri dada sejak tadi pagi (08-04-2016). Nyeri terasa
seperti ditindih benda berat, nyeri menjalar ke tangan kiri dan tembus ke
punggung belakang. Nyeri yang dirasakan muncul tiba-tiba saat pasien
beraktifitas dan nyeri tidak membaik walaupun pasien beristirahat. Nyeri
berlangsung lama, sekitar 30 menit. Bersamaan dengan nyeri tersebut
muncul keringat dingin kemudian badan terasa lemas. Pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati dan mual tapi tidak muntah. Pasien juga
mengeluh sesak nafas. Pasien mengatakan keluhan ini timbul sejak satu
minggu yang lalu kambuh-kambuhan tetapi tidak lama dan membaik
dengan istirahat, keluhan memberat sejak tadi pagi. Sebelumnya pasien
tidak demam, tidak terkena trauma.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
-

Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat sakit gula (+)

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat batu ginjal (-)

Riwayat asma (-)


3

Riwayat alergi obat/makanan (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Penyakit paru (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


-

Hipertensi (-)

Asma (-)

Penyakit jantung (-)

Penyakit paru (-)

DM (-)

Alergi obat/makanan (-)

5. Riwayat Pengobatan: Pasien belum minum obat sama sekali untuk


menghilangkan nyeri dadanya, tetapi pasien rutin minum obat kencing
manis yaitu metformin dan glibenclamida.
6. Riwayat Kebiasaan

2.3.

Riwayat merokok (+)

Minum kopi (+)

Minum alkohol (-)

Jamu (-)

Olah raga (-)

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum (Tanggal 08 April 2016)
Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
baik.
2. Tanda Vital
Tensi

: 122/69 mmHg

Nadi

: 62 x / menit, reguler, isi cukup

Pernafasan

: 20 x /menit

Suhu

: 36,5 oC

3. Kulit
4

Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider nevi
(-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (+),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik
wajah / bells palsy (-).
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
6. Hidung
Sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas

: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas

: SIC II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah

: SIC V 1 cm medial Linea Medio


Clavicularis Sinistra

batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra


5

pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra


(batas jantung terkesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi

: fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)

12. Abdomen
Inspeksi

: perut tampak mendatar, tidak ada pembesar hepar dan


lien

Palpasi

: Supel (+), Nyeri tekan (+) regio epigastrium

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

13. Ektremitas
palmar eritema (-/-)
akral dingin
Oedem
- - 14. Sistem genetalia: dalam batas normal.
2.4.

DIFFERENTIAL DIAGNOSA
1. Unstable Angina Pectoris
2. Infark Miokard Akut
3. Miokarditis
4. GERD
5. Pneumothorax

2.5.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG (08 April 2016)
T inversi di lead II, III, aVF

2. Lab darah (08 April 2016)


Darah Lengkap :

- Hb : 13,4
- Eritrosit : 4.990.000
- Lekosit : 7.220
- Trombosit : 225.000
- HCT : 41
Kimia Darah :
GDS : 220
Kolesterol : 157
Trigliserida : 155
Ureum : 20,2
BUN : 9,43
Kreatinin : 0,67
SGOT/ AST : 33
SGPT/ ALT : 35

Kesan : Peningkatan GDS


3. Foto Thorax AP:

2.6.

DIAGNOSIS

2.7.

NSTEMI Inferior + DM tipe 2

PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya
b. Tirah baring
7

c. MRS masuk ICU

2. Medikamentosa

2.8.

O2 3 liter/menit

IVFD NaCl 10 tts/mnt

Aspilet (80 mg) 4 tablet dikunyah (UGD) dilanjutkan aspilet 1x1 tablet

ISDN 5 mg sublingual (UGD), dilanjutkan ISDN 3x5 mg

Clopidogrel (75 mg) 4 tablet (UGD), dilanjutkan CPG 1x1

Omeprazol 1x 1 Amp.

Arixtra (Fondaparinux Na.) 1x 2,5 mg (0,5 ml) sc.

Levemir 0 0 14U sc

FOLLOW UP
Nama

: Tn. A

Diagnosis : NSTEMI Inferior + DM tipe 2


Tabel flowsheet penderita
ICU dan Ruangan
No
1

Tanggal
08/04/16
(ICU)

S
Nyeri dada
berkurang

B
T : 120/70
N :60 x/mnt
EKG :
T inversi lead II,
III, AVF

A
R
NSTEMI - O2 3 liter/menit
Inferior + - IVFD
NaCl
DM tipe 2
tts/mnt

09/04/16
(Ruangan)

Nyeri dada
berkurang,

T : 110/70
N :60 x/mnt

NSTEMI Inferior +

10

Aspilet 1x80 mg
ISDN 3x5 mg
Clopidogrel 1x75 mg
Omeprazol 1x1 Amp.
(iv)
Arixtra
(Fondaparinux Na.)
1x 2,5 mg (0,5 ml)
sc.
Levemir 0-0-14U sc
Pasien
pindah
ruangan
8

pasien
mengeluh
panas

10/04/16
(Ruangan)

S: 37,7 C

DM tipe 2 - O2 3 liter/menit

- IVFD
NaCl
10
tts/mnt
- Aspilet 1x80 mg
- ISDN 3x5 mg
- Clopidogrel 1x75 mg
- Omeprazol 1x1 Amp.
(iv)
- Arixtra
(Fondaparinux Na.)
1x 2,5 mg (0,5 ml)
sc.
- Levemir 0-0-14U sc
- Sanmol infuse Extra
Tidak ada T : 100/70
NSTEMI - O2 3 liter/menit
keluhan
N :84 x/mnt
Inferior + - IVFD
NaCl
10
S: 37,3C
DM tipe 2
tts/mnt
EKG :
- Aspilet 1x80 mg
T inversi lead II,
- ISDN 3x5 mg
III, AVF
- Clopidogrel 1x75 mg
- Omeprazol 1x1 Amp.
(iv)
- Arixtra
(Fondaparinux Na.)
1x 2,5 mg (0,5 ml)
sc.
- Levemir 0-0-14U sc
- Pasien boleh pulang
hari ini.
GDA : 220 mg/dl
EKG :
T inversi lead
II, III, AVF

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1. Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke
otot jantung yang terganggu (Harun, 2002). Infark Miokard Akut merupakan
keadaan dimana terjadi iskemia atau bahkan nekrosis otot jantung yang
diakibatkan gangguan pembuluh darah atau penurunan aliran darah ke otot
jantung. Nekrosis miokard pada infark miokard akut dapat terjadi oleh karena
tidak adekuatnya

aliran darah akibat sumbatan akut arteri koroner

(Purnawan,2008). Infark miokard (IM) adalah perkembangan cepat dari


nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kritis antara
suplai oksigen dan kebutuhan miokardium. Umumnya disebabkan ruptur plak
dan trombus dalam pembuluh darah koroner dan mengakibatkan kekurangan
suplai darah ke miokardium (PPK, 2014)
3. 2. Etiologi
1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai
sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah
diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa
juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya,
dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi
10

obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang
ekstrim, (d) merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh
tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari faktor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan
gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi
yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis)
menyebabkan menurunnya cardiac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti
oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai
darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan
pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia,
dan polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan
tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi
justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen
semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. Oleh karena itu
segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan
memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu
banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karea
semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan

asupan oksien

menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif (Purnawan, 2008).


3. 3. Faktor Resiko
11

Faktor resiko menurut Framingham dalam studi di massachusetts awal tahun


1950-an mengidentifikasi lima faktor resiko pada penyakit jantung sebagai berikut :

Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl

Merokok sigaret : > 20/hari

Kegemukan : > 120 % dari BB ideal

Hipertensi : > 160/90 mmHg

Gaya hidup monoton ( Framingham dalam Hudak dan Gallo, 1997)


Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk terkena

AMI, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak bisa
dimodifikasi.
a. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi
tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
Merokok, Konsumsi alcohol, Infeksi, Hipertensi sistemik, Obesitas, Kurang
olahraga dan Penyakit Diabetes (Julia, 2010).
b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu
diantaranya:

Usia

Jenis kelamin,

Riwayat keluarga/ Genetik (Julia, 2010).

3. 4. Klasifikasi
1. Berdasarkan Morfologi
Secara morfologik, Infark Miokard Akut dapat terjadi transmural atau subendokardial. Yang membedakan kedua jenis Infark Miokard Akut ini adalah
patogenesis dan perjalanan klinis keduanya ( Harun, 2002 ).
a). Infark Miokard Akut Subendokardial

12

Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang sangat peka terhadap


iskemia dan infark. Infark Miokard Akut subendokardial terjadi akibat aliran darah
subendokardial yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat
perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi
seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia.
Pada Infark Miokard Akut subendokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian
dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak. Derajat nekrosis dapat
bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat
takikardia atau hipertropi ventrikel (Noer, Sjaifoellah, 1996).
b). Infark Miokard Akut Transmural
Pada 90 % kasus Infark Miokard Akut transmural berkaitan dengan trombosis
koroner. Trombosis

sering terjadi didaerah yang mengalami penyempitan

arteriosklerotik. Penyebab lain jarang ditemukan. Infark Miokard Akut transmural


mengenai seluruh dinding otot jantung dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri
koroner dengan gambaran konfluens (Noer, Sjaifoellah, 1996).
2. Berdasarkan Letak Pada dinding Miokard
Menurut Sylvia A. Price (1995) infark miokard akut dibagi menjadi:
a. Infark Miokard Akut ventrikel inferior
Arteri koroner yang terlibat arteri koronaria dekstra dengan perubahan
resiprokal ( hantaran EKG ) II, III, aVF.
b. Infark Miokard Akut ventrikel lateral
Arteri yang terlibat arteri koronaria sirkumfleksa sinistra dengan perubahan
resiprokal ( hantaran EKG ) I, aVL.
c. Infark Miokard Akut ventrikel anterior
Arteri yang terlibat arteri desendens anterior sinistra dengan perubahan
resiprokal ( hantaran EKG ) V2 V4 .
d. Infark Miokard Akut septal
Arteri koroner yang terlibat arteri desendens anterior sinistra dengan
perubahan resiprokal ( hantaran EKG ) V1 V2.
e. Infark Miokard Akut apikal
13

Arteri koroner yang terlibat arteri desendens anterior sinistra dengan


perubahan resiprokal ( hantaran EKG ) V5 V6.
f. Infark Miokard Akut posterior
Arteri koroner yang terlibat arteri sirkumfleksa sinistra dengan perubahan
resiprokal ( hantaran EKG ) V1 V2.

3. Berdasarkan lokasinya.
Menurut Sylvia A. Price (1995), Infark luas yang melibatkan bagian besar dari
ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasinya yaitu :
1). Infark anteroseptal
2). Infark anterolateral
3). Infark inferolateral
4). Infark biventrikuler / infark posterior ventrikel kanan
3. 5. Patofisiologi
Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri
koroner/coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak
(plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria
(arteri yang mensuplai darah dan oksigen pada jantung) . Plaque dapat rupture
sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika
bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun
sebagian pada arteri koroner. Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang
kaya oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani
dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati (Harun, 2002).
Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga
bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa
spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini. Spasme yang terjadi bisa
dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress
14

emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang ekstrim Spasme bisa terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi
kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya (Harun,
2002).
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh
darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang
bersifat sementara (< 30 menit) akan menyebabkan perubahan yang sementara pada
tingkat sel dam jaringan menekan fungsi miokardium. Iskemia yang berlangsung
lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan selular yang menetap dan
kematian otot jantung atau nekrosis. Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke
epikardium, menjadi komplit dan irreversible dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis
miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus
berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah
non-infark mengalami dilatasi (Harun, 2002).
Bagian yang mengalami infark tak dapat lagi memenuhi fungsi kontraksi untuk
selamanya. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik
yang kemungkinan besar dapat hidup. Otot jantung yang relatif masih baik akan
mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen
otot jantung. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan
juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik (Utantio,2005).
Infark miokardium jelas akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis kehilangan daya kontraksinya sedangkan otot iskemi yang berada
disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Sebagai akibat AMI sering
terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri yang terkena infark maupun non
infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodelling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan prognosa. Secara fungsional
Infark Miokard akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia :
a). Daya kontraksi menurun
b). Gerakan dinding abnormal
15

c). Perubahan daya kembang dinding ventrikel


d). Penurunan curah sekuncup
e). Penurunan fraksi ejeksi
f). Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel, dan
g). Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menitmenit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahanperubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsang.
Sistem saraf autonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pada IMA
inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada
IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan
infark (Harun, 2002).
1.

IMA dengan elevasi ST


IMA dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar
sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya
pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
memicu aktivitas trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami
konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam
amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von willebrand
(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang
platelet dan agregasi.
16

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari
agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,
abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik (Harun dan Alwi, 2006).
2. Infark miokard akut tanpa elevasi ST
Non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh
penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau
proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan
adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai
inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh
yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel mikrofag dan limfosit T
yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan
sitokin proinflamasi seperti TNF , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang
pengeluaran hsCRP di hati (Harun dan Alwi, 2006).
3. 6. Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada, nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
1. Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
2. Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih
barang berat.
3. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bawah
gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
17

4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat.
5. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan
6. Gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas, keringat
dingin, cemas dan lemas.
Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam dan lebih lama dari angina pectoris. Jarang ada hubungannya dengan
aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin (Utantio,
2005). Walau IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner,
namun bila anamnesa dilakukan dengan teliti hal ini sering sebenarnya sudah
didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium
(Harun, 2002). Biasanya didapatkan adanya faktor pencetus yaitu exercise, emotion,
eating and exposure to cold.
3. 7. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
Pada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inversi
gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di 2 sadapan.
Perubahan EKG pada Infark Miokard Akut cukup spesifik, tetapi hal tersebut tidak
peka untuk diagnosis Infark Miokard Akut pada fase dini ( S. Harun dalam Noer,
Sjaifoellah, 1996)
Hudak dan Gallo ( 1997 : 387 ) menyatakan : Pada infark, miokard yang mati
tidak akan mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal,
mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrotik terbentuk, dengan penyembuhan
cincin iskemik disekitar area, gelombang Q terbentuk. Zona nekrotik akan
menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemia terjadi lagi. Pada awal
infark, elevasi ST diikuti dengan gelombang T tinggi, selama berjam-jam atau
berhari-hari berikutnya , gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark,
gelombang Q menetap, dan segmen ST kembali ke normal.
2. Pengukuran Enzim Jantung

18

Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark


miokard akut yaitu kreatinin fosfoskinase (CPK/CK), SGOT, LDH, alfa hidroksi
butirat dehidrogenase, dan isoenzim CK-MB. Pemeriksaan seri enzim-enzim
jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari.
Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam sel
otot jantung ke dalam sirkulasi. Enzim-enzim yang harus diobservasi adalah
kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan transaminase oksaloasetat
glutamik serum (SGOT)
3. Pemeriksaan radiologi,
Berguna bila ditemukan adanya bendungan paru (gagal jantung) atau kardiomegali
( S. Harun dalam Noer, Sjaifoellah, 1996)
4. Ekokardiografi 2 dimensi.
Menentukan daerah luas infark, fungsi pompa jantung dan komplikasi ( S. Harun
dalam Noer, Sjaifoellah, 1996).
3. 8. Diagnosa
Menurut kriteria WHO tahun 1981, yaitu bila ditemukan minimal 2 dari 3 kriteria di
bawah ini :
1. Nyeri dada khas lebih dari 20 menit
2. Perubahan EKG yang khas
3. Peningkatan enzim yang menggambarkan kerusakan (Utantyo, 2005).
A. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung.
Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah
nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesa pula apakah ada
riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain
hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit
jantung koroner pada keluarga (Alwi, 2006). Adanya nyeri dada yang lamanya

19

lebih dari 30 menit yang tidak membaik dengan istirahat dan obat nitrat mengacu
pada infark miokard (Alwi dan Harun, 2006).
B. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit, gelisah, muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah
bisa tinggi,normal atau rendah. Sekitar seperempat pasien infark inferior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan atau hipotensi)
dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis ( bradikardi adan atau hipotensi). Dapat ditemui bunyi jantung kedua
yang pecah paradoksal,S3 dan S4 irama gallop, penurunan intensitas bunyi jantung
pertama. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di
dinding dada pada IMA inferior (Alwi dan Harun, 2006).
C.EKG
Pada EKG terdapat gambaran gelombang Q yang patologis serta perubahan
segmen ST-T dimana terdapat ST elevasi, ST depresi,dan T terbalik. EKG serial
dapat dilakukan dengn interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 lead
sandapan secara kontinyu jika pasien simptomatik mengarah pada STEMI.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa IMA
gelombang Q. Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara
atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.
Pasien tersebut mnegalami angina pectoris tak stabil atau non STEMI. Pada
sebagaian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q
disebut IMA non Q (Alwi dan Harun, 2006).
D. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (infark miokard).

CKMB: terdeteksi 2-8 jam post serangan AMI, aktifitas maks 10-24 jam,
kembali normal setelah 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi
elektrik meningkatkan CKMB.

20

cTn : ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat kurang lebih 4-6 jam
setelah onset dan maksimum pada 12-24 jam. cTn Tmasih dapat dideteksi 514 hari sedangkan dan cTn I setelah 5-10 hari.

Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.

Creatini Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal 3-4 hari.

Lactate Dehydrogenase (LDH) : 24-48 jam post infark, kadarnya meningkat


mencapai puncak antara 48-72 jam dan perlahan turun kembali ke N setelah
5-10 hari (Alwi dan Harun, 2006)

3. 9. Penatalaksanaan
21

Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI:
1. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang
melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang
diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
2. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat
terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan.
3. Darah diambil untuk pemeriksaan hitung darah lengkap, enzim jantung, elektrolit
dan pembekuan
4. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan
kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri.
5. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan
asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap
oksigen sehingga bisa membebani jantung.
6. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan
aspirin (antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien
yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
7. Golongan Nitrat dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan
memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat
membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang
dengan pemberian nitrogliserin.
Tabel.1 Rekomendasi Dosis Golongan Nitrat

22

8. Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat


mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tidak boleh digunakan pada pasien
dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin
atau mungkin memerlukan pemulihan dengan nalokson 0,8 mg dengan bolus IV.
Morfin sulfat dapat diberikan per IV dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg (Alwi, 2006).
9. Nitrogliserin dan morfin dapat menyebabkan hipotensi sebagai akibat dari
pengurangan after load yang berlebihan (vasodilatasi arteri) atau penurunan
preload yang berlebihan (venodilatasi). Terutama pada pasien AMI inferior yang
menderita infark ventrikel kanan, penurunan preload menyebabkan hipotensi.
Hipotensi yang diinduksi obat ditangani dengan menaikkan tungkai dan jika perlu
menaikkan sedikit cairan IV;200 ml dalam 5-10 menit, sambil memerhatikan
dengan cermat vena leher , basis paru, dan munculnya gallop S3 untuk bukti
adanya ancaman gagal jantung (Jay and Goerge, 2006).
Berikut adalah obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
1. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah
koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obatobatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri
koroner. Waktu paling efektif pemberiannya adalah 1 jam setelah timbul gejala
pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu tidak boleh
diberikan pada pasien diatas 75 tahun. Contohnya adalah streptokinase, alteplase
(t-PA). Obat obat ini harus dihindari pada pasien yang menderita perdarahan
internal aktif; riwayat stroke;bedah atau trauma intracranial atau intraspinal baru;
neoplasma intracranial;malfrormasi arteri vena, atau aneurisma.; diathesis
perdarahan yang jelas atau hipertensi berat tak terkontrol (Td persisten > 180
mmHg sistolik dan 110 diastolik meskipun sudah diberikan nitrogliserin dll).
Regimen berikut dapat digunakan :

23

a. t-PA (Activase), 15 mg bolus IV diikuti dengan 0,75 mg/kg (sampai 50 mg)


yang diinfuskan dalam 30 menit, diikuti dengan 0,5 mg/kg (sampai 35
mg)diinfuskan dalam 60 mnt berikutnya atau
b. Streptokinase (streptase, Kabikinase), 1,5 juta U/jam IV, sering kali didahului
oleh difenhidramin 50 mg IV untuk mencegah alergi
c. Anistreplase (Eminase) 30 U iV dalam 2-5 menit yang efektivitasnya setara
dengan streptokinase
d. Reteplase (Retavase) 10 U IV, duilang dalam 30 mnt sekurang-kurangnya sama
efektifnya dengan streptokinase dan mungkin efektivitasnya sama dengan
alteplase (Jay and Goerge, 2006).
2. Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan
jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan
non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol). Regimen berikut dapat
digunakan :
a. Metoprolol, 5 mg/kg bolus IV setiap 5 menit sampai total 15 mg atau
b. Esmolol, 0,5 mg/kg bolus IV diikuti dengan infuse dengan kecepatan 0,05
mg/kg/mnt
c. Esmolol bekerja singkat sehingga lebih disukai untuk pasien-pasien yang
blockade betanya harus diberikan dengan hati-hati misalnya CHF, blok
jantung atau bronkospasme (Jay and Goerge, 2006).
Tabel. 2. Rekomendasi Dosis Beta Bloker

24

3. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors


Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot
jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot
jantung. Misalnya captropil
4. Antagonis kalsium mengurangi influks kalsium yang melalui membrane sel. Obat
ini menghambat kontraksi miokard dan otot polos pembuluh darah, melambatkan
konduksi AV dan depresi nodus SA. Efek vasodilatasi, inotoropik, blok AV dan
depresi nodus SA. Efek vasodilatasi, inotoropik, blok AV dan depresiasi nodus SA
bervariasi pada antagonis kalsium yang berbeda. Penggunaan dihidropiridin yang
lepas cepat dan kerja singkat (seperti nifedipine) berkaitan dengan peningkatan
risiko pada pasien tanpa penghambatan beta yang adekuat dan harus dihindari.
Indikasi pemberian antagonis kalsium antaral lain pada pasien-pasien dengan
agina berulang atau berkelanjutan walaupun telah mendapatkan nitrat &
penghambat beta dengan dosis adekuat, atau pasien-pasien yang tidak dapat
bertoleransi terhadap nitrat dan penghambat beta dengan dosis yang adekuat.
Selain itu dugunakan juga untuk angina prinzmetal (angina varian).
Tabel 3. Rekomendasi Dosis Antagonis Kalsium

5. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah
pada arteri. Misal: heparin dan enoksaparin. Heparin diberikan selama atau segera
setelah infuse t-PA. Regimen standar adalah bolus IV 5000 U, diikuti dengan
infuse dengan kecepatan 1000U/jam, disesuaikan untuk mempertahankan waktu
tromboplastin (PTT) dengan 1,5-2 kali dosis dasar. Regimen berdasarkan berat
25

badan mungkin akan lebih baik untuk mencapai tingkat PTT yang didinginkan: 80
U/kg BBbolus diikuti dengan 18 U/kg/jam, disesuaikan jika perlu. Heparin sering
digunakan tetapi tidak selalu diberikan jika streptokinase digunakan (Jay and
Goerge, 2006).
6. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk
membentuk bekuan yang tidak diinginkan. Aspirin hendaknya diberikan 160-325
mg PO untuk mencegah reoklusi dan mungkin bekerja secara sinergis dengan
agen-agen trombolitik untuk memecah bekuan (Jay and Goerge, 2006).
Penatalaksanaa STEMI

oksigen

oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.

Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung
dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat
harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. Nitrat juga harus
dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor
sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi
nitrat.

Morfin

26

Morfin sangat efektif untuk mengurangi nyeri dada dan merupakan


analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin
diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15
menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan
simpatis sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan
elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan iv
dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropin 0,5 mg IV.

Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif

pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat

siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2


dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang
emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan
syarat frekuensi jantung <60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,
interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol
oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100
mg tiap 12 jam.

Terapi reperfusi

27

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan


derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan
pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventrikuler yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI
adalah door-to-needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai
dalam 30 menit atau door-to-balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam
90 menit.

ACE Inhibitor
ACE Inhibitor menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap
mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta.
Mekanisme yang melibatkan penurunan remodelling ventrikel pasca
infark dengan penurunan remodelling ventrikel pasca infark dengan
penurunan risiko gagal jantung. Kejadian infark berulang juga lebih
rendah pada pasien yang mendapat inhibitor menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI

Penatalaksanaa NSTEMI
Pasien STEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk
deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

Terapi antiiskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang dapat
diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi
antiiskemi terdiri dari nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan
dengan intravena, dan penyekat beta oral (pada keadaan tertentu dapat
diberikan intravena). Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada
pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat
penyekat beta.

Nitrat
28

Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien
mengalami nyeri dada iskemi. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat
sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian
nitrogliserin intravena (mulai 5-10ug/menit). Laju infus dapat ditingkatkan
10ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah
sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan
nitrat oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien
sudah bebas nyeri selama 12-24 jam. Kontraindikasi absolut adalah
hipotensi atau penggunaan sidenafil atau obat sekelasnya dalam 24 jam
sebelumnya.

Penyekat beta
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60
kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti
verapamil atau diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri
dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat
beta dan pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada
menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, morfin sulfat
dengan dengan dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis
total 20 mg.

Terapi antitrombotik
Oklusi trombus sub total pada koroner mempunyai peran utama dalam
patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan
pembentukan

thrombin-activated

fibrin

bertanggung

jawab

atas

perkembangan klot.

Terapi antiplatelet

1.

aspirin
2.

klopidogrel

berdasarkan

hasil

penelitian

klopidogrel

direkomendasikan sebagai obat lini pertama pada NSTEMI.

29

3.

antagonis GP IIb/IIIa : guideline ACC/AHA menetapkan


pasien-pasien resiko tinggi terutama pasien dengan troponin positif
yang menjalani angiografi, mungkin sebaiknya mendapatkan antagonis
GP IIb/IIIa.

1.

Terapi antikoagulan
UFH (Unfractionated heparin)
Manfaat UFH jika ditambahi aspirin telah dibuktikan dalam tujuh
penelitian acak dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam
tatalaksana NSTEMI untuk lebih dari 15 tahun.

2.

LMWH (Low Molecular Weight Heparin)


Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung., maka
dpat dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
a. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada
ujungnya dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang
tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan
dinding arteri. Melebarnya bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran
darah.Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang
tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi
obat-obatan yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.
b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian
tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri
koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang
menuju sel-sel otot jantung.
3. 10.

Komplikasi

1. Aritmia
2. Kematian Mendadak
3. Renjatan kardiogenik
30

4. Gagal jantung
5. Aneurisma ventrikel
5. Bradikardia sinus
6. Fibrilasi atrium
7. Perikarditis
8. Trombo-embolisme
3. 11. Prognosa
Prognosa Infark Miokard Akiut dapat ditentukan oleh :
1. Fungsi Ventrikel Kiri

2. Banyaknya A. Koroner yang mengalami Oklusi dan adanya Kolateral


3. Adanya Aritmia Ventrikel
Pada 25% episode IMA kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit
setelah serangan,karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit.
Mortalitas keseluruhan 15-30%. Risiko kematian tergantung pada faktor: usia
penderita,riwayat penyakit jantung koroner,adanya penyakit lain-lain dan
luasnya infark. Mortalitas serangan akut naik dengan meningkatnya umur.
Kematian kira-kira 10-20% pada usia dibawah 50 tahun dan 20% pada usia
lanjut.

31

BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan seorang penderita Laki-laki usia 55 th dengan diagnosis
NSTEMI dan DM Tipe 2, telah dirawat di RSUD Pamekasan dari tanggal 08-10 April
2016. Pasien datang dengan keluhan nyeri dada. Hasil pemeriksaan fisik dan
penunjang menunjukkan adanya NSTEMI.
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke
otot jantung, kematian sel-sel miokardium ini terjadi akibat kekurangan oksigen yang
berkepanjangan. Etiologi dari Infark miokard akut antara lain aterosklerosis, spasme,
arteritis, stenosis aorta, insufisiensi jantung, anemia, hipoksemia, curah jantung yang
meningkat (emosi, aktivitas berlebihan, hipertiroidisme), dan kebutuhan oksigen
miokard meningkat (kerusakan miokard, hipertrofi miokard, hipertensi diastolik).
Penyebab yang paling sering adalah terjadinya sumbatan koroner sehingga terjadi
gangguan aliran darah.
Manifestasi klinis Infark Miokard akut adalah nyeri dada tipikal (angina) yang
merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
32

Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang
berat.
Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bawah gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat.
faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan
gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas dan lemas.
Diagnosis dari Infark Miokard akut dapat ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.

33

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Idrus. 2006. Infark Miokard Akut dengan ST Elevasi. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Anderson Price. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical care untuk pasien
penyakit

jantung

koroner

fokus

sindrom

koroner

akut.

http://piofamul.com/wp-content/uploads/2010/09/pharamceutical-carehipertensi.pdf
Doenges Moorhouse Geissler. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Fauci, et al.,(ed). 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine ed 17th Vol 2. The
McGraw-Hills Companies. USA.
Harun. S. 2002. Infark Miokard Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi III.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Hudak, C.M dan Gallo, B.M. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.
Jakarta : EGC.
Jay, Michel and George L. 2006. Manual Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC

34

Jhunz. 2009. Mengapa Diabetes Melitus Meningkatkan Resiko Terjadinya Penyakit


Kardiovaskular.

http://chibijhunz.blogspot.com/2009/01/mengapa-diabetes-

melitus-meningkatkan.html. Diakses tanggal 25 januari 2011.


Julia, Noffi. 2010.Diagnosa dan Terapi Akut Miokard Infark Dengan ST
Elevasi.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21553/4/Chapter
%20II.pdf
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed. 3. Penerbit Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Price, Sylvia A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Volume 1, Edisi 6. Jakarta. EGC.
Purnawan,

Iwan.

2008.

Infark

Miokard

Akut

(IMA).

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_067_kardiovaskuler.pdf
Sudoyo, Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. FKUI.
Jakarta. Interna Publishing.
Utantio, Rudy. 2005. Penyakit Jantung Koroner/Coronary Hearth Disease.
http://eprints.undip.ac.id/14744/1/2003FK593.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai