Anda di halaman 1dari 18

SENIN 3-4

KONSEPSI PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA SEBELUM DAN


SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Kewarganegaraan
yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani

Oleh
Rizqiana Yogi Cahyaningtyas (32)
085735153073

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
Maret 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat, taufiq, inayah, dan hidayah-Nya, karena hanya dengan karunia-Nya itulah
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Tugas makalah ini dikerjakan dalam rangka memenuhi tugas Matakuliah
Pendidikan Kewarganegaraan di program studi S-1 Pendidikan Teknik Mesin
Jurusan Teknik Mesin FT UM yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani.
Teselesaikannnya tugas makalah ini telah melibatkan berbagai pihak. Untuk
sumbang

saran

yang

konstruktif

yang

telah

diberikan,

penulis

patut

menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :


1. Bapak

Gatot

Isnani

selaku

dosen

matakuliah

Pendidikan

Kewarganegaraan yang telah membimbing selama proses pembelajaran,


2. Teman teman offering A3 yang yang telah berpartisipasi dalam proses
pembelajaran,
3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung
terselesaikannya makalah ini.
Semoga atas bantuan moril dan materiil tersebut, Allah SWT senantiasa
melimpahkan kekuatan dan petunjuk Nya sebagai amal sholeh dan senantiasa
mendapat balasan karunia yang berlimpah dari Nya.

Malang, Maret 2013


Penulis

i1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI..

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang. 1
1.2. Rumusan Masalah.... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia. 3
2.2. Pasal Pasal Lama yang
Mengatur tentang Hak Asasi Manusia.. 3
2.3. Pasal Pasal Baru yang Mengatur
tentang Hak Asasi Manusia... 5
2.4. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Sebelum
dan Sesudah Diamandemennya UUD 1945.. 8

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan. 13
3.2. Saran... 14

DAFTAR RUJUKAN.. 15

ii 3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hasil amandemen UUD 1945 telah mengubah sistem ketatanegaraan
Indonesia salah satunya adalah mengenai jaminan hak asasi manusia yang
semakin meluas. Dari kualitas jaminan hak-haknya, UUD 1945 mengatur jauh
lebih lengkap dibandingkan sebelum amandemen (Wiratraman, 2007:1). Terdapat
tambahan bab baru yang khusus membahas tentang jaminan hak asasi manusia
yaitu BAB XA. Tidak hanya pada bab baru, jaminan terhadap hak asasi manusia
juga dicantumkan di luar bab XA tersebut. Hal ini membuktikan keseriusan
pemerintah dalam mewujudkan cita cita bangsa Indonesia yang terdapat pada
pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
Meluasnya jaminan hak asasi manusia dalam pasal pasal UUD 1945 tentu
berpengaruh besar terhadap sistem ketatanegaraan republik Indonesia terutama
berkaitan

tentang

hubungan

antara

pemerintah

dan

rakyat.

Sebelum

diamandemennya UUD 1945 yaitu pada masa orde baru dan orde lama, konsepsi
jaminan hak asasi manusia justru hampir tidak diimplementasikan. Kita tentu
dapat melihat banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan oleh
kesewenang wenangan pemerintah yang cenderung otoriter dan membatasi hak
hak warga negaranya.
Walaupun demikian, menguatnya hak asasi manusia secara tekstual, tidak
serta merta memberikan jawaban tuntas atas masalah hak asasi manusia secara
implementasinya. Perluasan kepada hak asasi manusia dalam UUD 1945 pasca
amandemen tentu tidak dapat sepenuhnya menjunjung kepentingan warga negara
Indonesia. Terbukti dengan masih adanya pelanggaran hak asasi manusia di
Indonesia dan belum meratanya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah menunjukkan bahwa penegakan hak asasi manusia lebih berhasil ketika
datang rezim baru menggantikan rezim lama tetapi mustahil untuk mengatakan
bahwa pergantian rezim di negeri ini berhasil mendudukkan seratus persen rezim
baru yang terbebas dari rezim Soeharto (Lubis, 2006 : 9).
Namun terlepas dari itu, tentu saja penerapan dan pelaksanaan sebuah
undang-undang dasar akan sangat dipengaruhi oleh situasi perkembangan zaman,
11

serta kedewasaan bernegara para pelaksananya. Adanya semangat para


penyelenggara negara yang benar-benar berjiwa kenegarawanan, mutlak
diperlukan untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan rumusan sebuah undangundang dasar. Tanpa itu semua, undang-undang dasar yang baik dan sempurna
pun, dapat diselewengkan ke arah yang berlawanan.
2.1. Rumusan Masalah
1.

Apa pengertian hak asasi manusia?

2.

Apa saja pasal pasal lama yang mengatur tentang hak asasi
manusia?

3.

Apa saja pasal pasal baru yang mengatur tentang hak asasi manusia?

4.

Bagaimana pelaksanaan hak asasi manusia sebelum dan sesudah


amandemen UUD 1945?

Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan


Karya Tulis Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).

25

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia (HAM) mempunyai arti penting bagi kehidupan
manusia karena persoalannya berkaitan langsung dengan hak dasar yang dimiliki
manusia yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, karena itu pada dasarnya setiap
manusia memiliki martabat yang sama maka, dalam hal hak asasi mereka harus
mendapat perlakuan yang sama, walaupun kondisi mereka berbeda-beda.
Martabat manusia, sebagai substansi sentral hak-hak asasi manusia di dalamnya
mengandung aspek bahwa manusia memiliki hubungan secara eksistensial dengan
Tuhannya (Al-Hakim,dkk, 2012 : 60).
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
pasal (1), bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dalam bagian Pendekatan dan Substansi TAP MPR No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar
yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan
hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh
diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun.
2.2. Pasal Pasal Lama yang Mengatur tentang Hak Asasi Manusia.
Berbicara tentang posisi hak asasi manusia dalam konstitusi mengharuskan
pembicaraan tentang konsep dasar konstitusi itu sendiri. Konstitusi biasanya
dikaitkan dengan hukum dasar suatu negara. Sebagai hukum dasar, setiap
peraturan yang dibuat atau tindakan negara tidak boleh bertentangan dengan
peraturan di dalam konstitusi. Sebagai hukum tertinggi maka, jaminan hak asasi
manusia dalam UUD 1945 berarti memberi landasan hukum tertinggi di Indonesia
bagi pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi setiap manusia.
31

Akan tetapi konstitusi tidak cukup hanya dilihat sebagai hukum dasar sebab
konstitusi juga merupakan hasil mediasi dari berbagai kekuatan dan kepentingan.
Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa konstitusi juga dapat dimanipulasi
terutama oleh mereka yang memiliki kekuasaan.
Hal ini pernah dialami konstitusi Indonesia. Sebelum Undang-Undang
Dasar 1945 diamandemen terdapat 6 pasal yang secara eksplisit berurusan dengan
hak asasi manusia, antara lain hak bekerja, berkumpul dan menyatakan pendapat,
berorganisasi, serta hak memeluk agama menurut keyakinan masing-masing
(Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memami dan
Menyelesaikan Masalah Hukum, 2007 : 313). Rumusan hak yang dijamin di
dalam UUD 1945 sebelum amandemen begitu singkat sehingga dapat memberi
kuasa kepada rezim yang berkuasa untuk membuat peraturan berdasarkan
kepentingannya. Akibatnya hak-hak asasi manusia yang dijamin di dalamnya
dapat dengan mudah dikesampingkan bahkan dilanggar.
Tabel 2.1. Pasal Pasal Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Sebelum
Amandemen
No.
Pasal
Isi Pasal
1.
Pasal 27 ayat (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
2.
Pasal 27 ayat (2) Tiap tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang undang.
4.
Pasal 29 ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
5.
Pasal 30 ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pembelaan negara.
6.
Pasal 31 ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
7.
Pasal 32
Pemerintah memajukan kebudayaan nasional
Indonesia.
8.
Pasal 33 ayat (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.
9.
Pasal 33 ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
10. Pasal 33 ayat (3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
47

11.

Pasal 34

Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh


negara.
(Purwantoro & Sulasmini, 2012 : 8-9)
2.3. Pasal Pasal Baru yang Mengatur tentang Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia
secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,
meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan,

dan hak

kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh
siapapun. Selanjutnya manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang
timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 telah mengeluarkan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Oleh
karena itu bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam
deklarasi tersebut.
Memasukkan hak-hak asasi manusia ke dalam pasal-pasal konstitusi
merupakan salah satu ciri konstitusi modern. Setidaknya, dari 120an
konstitusi di dunia, ada lebih dari 80 persen diantaranya yang telah
memasukkan pasal-pasal hak asasi manusia, utamanya pasal-pasal
dalam DUHAM. Perkembangan ini sesungguhnya merupakan
konsekuensi tata pergaulan bangsa-bangsa sebagai bagian dari
komunitas internasional, utamanya melalui organ Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Sejak dideklarasikannya sejumlah hak-hak asasi
manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau biasa
disebut DUHAM 1948 (Universal Declaration of Human Rights),
yang kemudian diikuti oleh sejumlah kovenan maupun konvensi
internasional tentang hak asasi manusia, maka secara bertahap
diadopsi oleh negara-negara sebagai bentuk pengakuan rezim normatif
internasional yang dikonstruksi untuk menata hubungan internasional
(Wiratraman, 2007:3).
DUHAM 1948 kemudian banyak diadopsi dalam Konstitusi RIS maupun
UUD Sementara 1950, dimana konstitusi-konstitusi tersebut merupakan konstitusi
yang paling berhasil memasukkan hak asasi manusia hampir keseluruhan pasalpasal hak asasi manusia yang diatur dalam DUHAM (Poerbopranoto, 1953 : 92).

51

Rujukan yang melatarbelakangi perumusan UUD 1945 Bab XA (Hak Asasi


Manusia) adalah TAP MPR Nomor XII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Ketetapan MPR tersebut pula yang kemudian melahirkan Undang Undang No.
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Tabel 2.2 Kualifikasi Pasal Pasal Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
Pasca Amandemen
No.
Bab XI A (Hak Asasi Manusia)
Di Luar Bab XI A
Pasal
Tentang
Pasal
Tentang
1.
28A dan 28I
Hak untuk hidup
28
Kemerdekaan
ayat (1)
berserikat dan
berkumpul,
mengeluarkan
pikiran dengan
lisan dan tulisan
2.
28D ayat (1)
Hak atas
29 ayat (2)
Hak untuk
pengakuan,
beragama dan
jaminan,
berkepercayaan
perlindungan, dan
kepastian hokum
yang adil serta
perlakuan yang
sama di hadapan
hukum.
3.
28D ayat (3)
Hak atas
kesempatan yang
sama dalam
pemerintahan
4.
28D ayat (4)
Hak atas status
dan 28E ayat
kewarganegaraan
(1)
dan hak berpindah
5.
28E ayat (1)
Kebebasan
dan 28I ayat
beragama
(1)
6.
28E ayat (2)
Hak atas kebebasan
dan 28I ayat
meyakini
(1)
kepercayaan,
menyatakan pikiran
dan sikap, sesuai
dengan hati
nuraninya
7.
28E ayat (3)
Hak atas kebebasan
berserikat,
berkumpul, dan
mengeluarkan
pendapat
8.
28F
Hak untuk
69

berkomunikasi dan
memperoleh
informasi
Hak atas rasa aman
dan bebas dari
ancaman
Bebas dari
penyiksaan

9.

28G ayat (1)

10.

11.

28G ayat (2)


dan 28I ayat
(1)
28G ayat (2)

12.

28I ayat (1)

13.

28I ayat (1)

14.

28I ayat (1)

15.

28I ayat (2)

16.

28B ayat (1)

17.

28B ayat (2)

Hak anak

27 ayat (2)

18.

28C ayat (1)

31

19.

28C ayat (2)

Pemenuhan
kebutuhan dasar
dan pendidikan
Hak untuk
memajukan dirinya
secara kolektif

20.

28D ayat (2)

33 ayat (3)

21.

28E ayat (1)

Hak untuk bekerja


serta mendapat
imbalan dan
perlakuan yang adil
dan layak dalam
hubungan kerja
Hak untuk memilih
pendidikan dan
pengajaran

Hak memperoleh
suaka politik
Hak untuk tidak
diperbudak
Hak untuk diakui
sebagai pribadi di
hadapan hukum
Hak untuk tidak
dituntut atas dasar
hukum yang
berlaku surut
Hak untuk tidak
diperlakukan
diskriminatif
Hak untuk memiliki 18B ayat (2)
keturunan

32 ayat (1)

34 ayat (1)

Pengakuan
hukum dan hak
adat tradisional
Hak atas
pekerjaan dan
penghidupan
yang layak
Hak atas
pendidikan
Kebebasan
masyarakat dalam
memelihara dan
mengembangkan
nilai-nilai budaya
Hak atas akses
sumber daya
alam untuk
kesejahteraan
rakyat
Hak untuk
mendapat
pemeliharaan
bagi fakir miskin
71

22.

28E ayat (1)

Hak untuk memilih


pekerjaan
23. 28H ayat (1)
Hak hidup sejahtera
lahir dan batin,
bertempat tinggal,
dan mendapatkan
lingkungan hidup
yang baik dan sehat
24. 28H ayat (1)
Hak atas pelayanan
kesehatan
25. 28H ayat (2)
Hak mendapat
kemudahan dan
perlakuan khusus
untuk memperoleh
kesempatan dan
manfaat yang sama
26. 28H ayat (3)
Hak atas jaminan
sosial
27. 28H ayat (4)
Perlindungan hak
milik
28. 28I ayat (3)
Identitas budaya
dan hak masyarakat
tradisional
(Wiratraman, 2007:5-7)

34 ayat (2)
34 ayat (3)

dan anak-anak
terlantar
Hak atas jaminan
sosial
Hak atas
pelayanan

Dengan pasal-pasal hak asasi manusia yang diperlihatkan di atas, maka


terpetakan bahwa: (1) Pasal-pasalnya tidak hanya di dalam Bab XIA namun
sebagian terlihat pula di luar Bab XIA; (2) UUD 1945 hasil amandemen telah
mengatur jauh lebih banyak dan lebih lengkap dibandingkan sebelumnya; (3)
Banyak sekali ditemukan kesamaan substantif pada sejumlah pasal-pasal hak asasi
manusia, sehingga secara konseptual tumpang tindih, repetitif dan pengaturannya
tidak ramping. Misalnya, hak untuk beragama maupun berkepercayaan diatur
dalam tiga pasal, yakni pasal 28E ayat (2), pasal 28I ayat (1), dan pasal 29.
2.4. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD
1945.
Harus diakui pada masa Orde Baru dari segi pembangunan fisik memang
ada dan keamanan terkendali, tetapi pada masa Orde Baru demokrasi tidak ada,
kalangan intelektual dibelenggu, pers di daerah dibungkam, KKN dan
pelanggaran hak asasi manusia terjadi di mana-mana.
811

Soeharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta kepresidenan


Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Soeharto telah memenangkan sekitar enam
kali pemilihan umum (Pemilu). Presiden Soeharto mengkondisikan kehidupan
politik yang sentralistik untuk melanggengkan kekuasaan sehingga salah satu hak
sebagai warga negara untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan
menjadi hak yang sulit didapatkan. Salah satu di antara mekanisme yang
digunakan untuk membantu Golkar agar selalu menang dalam setiap Pemilu
adalah kewajiban bagi para pegawai negeri sipil untuk selalu mendukung Golkar
(Indrayana, 2007 : 143).
Rendahnya transparansi pengelolaan negara juga menjadi salah satu
keburukan pemerintahan Orde Baru. Transparansi merupakan bentuk kredibilitas
dan akuntabilitasnya. Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita
televisi dan surat kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan
pemerintahan, kritik terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat
mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. Pemerintah Soeharto menerapkan
sistem sensor yang ketat untuk membatasi kebebasan pers (Indrayana, 2007 :
172). Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dikebiri atas nama stabilisasi politik dan ekonomi, dan hal
tersebut tampak jelas dalam sejumlah kasus seperti pemberangusan simpatisan
PKI di tahun 1965-1967, peristiwa Priok, dan penahanan serta penculikan aktivis
partai pasca kudatuli.
Sementara penyingkiran hak-hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan terlihat menyolok dalam kasus pembunuhan aktivis buruh
Marsinah, pengusiran warga Kedungombo (Elsam & LCHR, 1995 : 179), dan
pembunuhan 4 petani di waduk Nipah Sampang. Pelajaran berharga di masa itu,
meskipun jaminan hak asasi manusia telah diatur jelas dalam konstitusi, tidak
serta merta di tengah rezim militer otoritarian akan mengimplementasikannya
seiring dengan teks-teks konstitusional untuk melindungi hak-hak asasi manusia.
Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah satu keburukan
Orde Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat
menjadi semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal

91

ini, hak mengeluarkan pendapat yang berupa aspirasi-aspirasi dan keinginan


rakyat tidak mampu diwujudkan oleh pemerintah.
Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru selanjutnya.
Hukum hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau masyarakat menengah ke
bawah. Pejabat dan kelas atas menjadi golongan yang kebal hukum. Hak
masyarakat untuk mendapatkan perlakukan yang sama di depan hukum menjadi
hal yang sangat langka.
Perlindungan hak asasi manusia dalam Orde Baru memang dirasa masih
lemah. Meski demikian, Orde Baru memperlihatkan peran yang besar untuk
menjaga stabilitas nasional. Stabilitas nasional ini memungkinkan negara untuk
menjaga terlaksananya pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia bagi
masyarakat.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis
moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus
memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. KKN semakin
merajalela,

sementara

kemiskinan

rakyat

terus

meningkat.

Terjadinya

ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan


sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama
kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Periode Reformasi diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden
Indonesia oleh gerakan reformasi. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undangundang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih
demokratis, yaitu : (1) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai
Politik, (2) Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum,
dan (3) Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan
DPR/MPR. Kebijakan dalam bidang politik ini membawa pengaruh pada tata
politik yang adil. Hak warga negara untuk mendapatkan kedudukan di bidang

1013

politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan MPR mulai berfungsi dengan
baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh hak-hak mereka.
Kebebasan berekspresi dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi.
Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Mereka
bisa dengan bebas dan aktif mendiskusikan isu isu kritis, termasuk urgennya
mereformasi

UUD

1945.

Kebebasan

berpendapat

dan

berekspresi

ini

mempengaruhi reformasi reformasi konstitusi yang dihasilkan pada rentang


waktu 1999 2002 (Indrayana, 2007 : 172).
Selain itu, hak dalam berpendapat yang diwujudkan dalam kebebasan pers
juga lebih dijunjung tinggi kedudukannya. Dengan pers, masyarakat dapat
menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi
secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka.
Pemerintah Soeharto menerapkan sistem sensor yang ketat untuk
membatasi kebebasan pers. Menteri Penerangan kala itu
mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) No. 01 Tahun 1984
tentang Izin Penerbitan. Peraturan ini memberi kewenangan kepada
Menteri Penerangan untuk mencabut SIUP atau lisensi penerbitan
milik perusahaan media mana pun yang tidak mendukung kebijakan
pemerintah. Pada bulan Juni 1998, pemerintah Habibie mencabut
peraturan ini dan menyederhanakan prosedur pemberian surat izin
bagi dunia penerbitan. Kebijakan ini melahirkan ratusan penerbitan
baru dan era baru dalam kebebasan pers (Indrayana, 2007 : 172).
Kekerasan negara seakan telah berkurang, meskipun sesungguhnya masih
saja kerap terjadi, termasuk pelanggengan impunitas, yaitu kekerasan negara telah
terjadi dalam beberapa kasus, misalnya pasca amandemen UUD 1945, peristiwa
penembakan polisi maupun tentara yang menewaskan sejumlah masyarakat adat
dan petani dalam kasus Bulukumba (Sulawesi Selatan), kasus Manggarai (Nusa
Tenggara Timur), dan kasus Alas Tlogo (Jawa Timur) ; kekerasan terhadap
pekerja pers (Kasus Tomy Winata vs. Tempo, dll.); dan kasus pembunuhan aktivis
pembela HAM Munir.
Lahirnya Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia; Undang - Undang Nomor. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia; dan undang - undang lainnya yang didesakkan oleh lembaga

11 1

lembaga demokrasi dan hak asasi manusia ialah bukti kontribusi masyarakat sipil
dalam mewujudkan demokrasi (Pramudya, 2004 : 54).

1215

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.

Berdasarkan beberapa rumusan tentang definisi hak asasi manusia di


atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa hak asasi manusia merupakan
hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, dan
negara. Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan
terhadap hak asasi manusia ialah menjaga keselamatan eksistensi
manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan
individu dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi,
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia menjadi kewajiban dan
tanggung jawab bersama antara individu dan pemerintah.

2.

Hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum amandemen) hanya


tercantum pada pasal 27 sampai dengan pasal 34 saja dan tidak ada
pasal dan bab khusus mengenai hak asasi. Pasal pasal ini
mencantumkan hak persamaan dalam hukum dan pemerintahan dan hak
mendapat pekerjaan yang layak (pasal 27 ayat (1) dan (2)), jaminan
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan (pasal 28), jaminan untuk memeluk agama dan
beribadah menurut agama dan kepercayaan (pasal 29 ayat (2)), hak
untuk membela negara (pasal 30 ayat(1)), hak mendapatkan pengajaran
(pasal 31 ayat (1)), hak untuk mengembangkan kebudayaan (pasal 32),
hak berekonomi (pasal 33 ayat (1) sampai dengan (3)), dan hak sosial
bagi fakir miskin dan anak terlantar untuk dipelihara oleh negara (pasal
34).

3.

Setelah amandemen ke-4 tahun 2002, UUD 1945 disempurnakan


rincian tentang HAM menjadi lebih banyak dan lengkap. Di samping
pasal-pasal terdahulu masih dipertahankan, dimunculkan pula bab baru

13 1

yang berjudul bab XA tentang HAM bererta pasal pasal tambahannya


(pasal 28A sampai 28J).
4.

UUD 1945 hasil amandemen sudah memuat masalah masalah hak


asasi manusia secara rinci sehingga pelaksanaannya tidak lagi dijadikan
residu kekuasaan melainkan kekuasaanlah yang menjadi residu hak
asasi manusia. Berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen masalah
hak asasi manusia diatur secara singkat yang pelaksanaannya
didistribusikan kepada lembaga legislatif sehingga menjadi alat
kekuasaan. Itulah sebabnya, baik di zaman Orde Lama maupun Orde
Baru banyak terjadi kekerasan dan pelanggaran terhadap hak asasi
manusia. Namun sekarang hal tersebut tak mudah lagi dilakukan karena
UUD 1945 hasil amandemen memuat rincian mengenai hak asasi
manusia, sistem pengawasan politik, serta pengawasan hukum terhadap
pemerintah secara lebih lengkap sehingga tidak dapat dengan mudah
melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Walaupun
demikian, bukan berarti sekarang ini Indonesia bebas dari segala bentuk
pelanggaran hak asasi manusia.

3.1. Saran
Peraturan tentang pelaksanaan dan jaminan hak asasi manusia memang
penting untuk terus menerus dikoreksi, tidak saja secara konsepsional dan
pengaturannya, tetapi tantangannya adalah bagaimana Indonesia mampu
mengimplementasikan penerapan pelaksanaan peraturan tentang hak asasi
manusia yang sesuai dengan UUD 1945 di tengah situasi yang menyuguhkan
politik hak asasi manusia yang mistifikatif. Dalam situasi demikian, konstitusi
Indonesia perlu terus menerus didorong untuk secara berani dan tegas menjamin
serta melindungi hak-hak asasi manusia yang telah memiliki landasan hukum
tertinggi sebagai hak-hak konstitusional. Dengan begitu, pembatasan kekuasaan
secara sewenang-wenang akan terkelola.

1417

DAFTAR RUJUKAN

Al Hakim, S. dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan : Dalam Konteks


Indonesia. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.
Elsam & LCHR. 1995. Atas Nama Pembangunan: Bank Dunia dan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Jakarta: Elsam.
Indrayana, D. 2007. Amandemen UUD 1945 : Antara Mitos dan Pembongkaran.
Bandung : PT Mizan Pustaka.
Lubis, T.M. 2004. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Poerbopranoto, K. 1953. Hak Asasi Manusia dan Pancasila Dasar Negara
Republik Indonesia. Jakarta : JB. Wolters.
Pramudya, W.(Ed.). 2004. Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi. Jakarta : Gagas
Media.
Purwantoro, G., Sulasmini, E. 2012. UUD 1945 Sebelum dan Sesudah
Amandemen & GBHN 33 Propinsi di Indonesia. Surabaya :
Bintang Surabaya.
TAP MPR No. XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia. 1998. Majelis
Permusyawatan Rakyat. (Online). (http://www.mpr.go.id). Diakses
31 Maret 2013. Pukul 00:51 WIB.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah : Skripsi,
Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan
Penelitian. Edisi Kelima. Malang : Universitas Negeri Malang.
UU RI No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005-2025. 2007. Jakarta : PT Sinar Grafika.
UU RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 1999. Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia. (Online). (http://www.komnasham.go.id).
Diakses 20 Maret 2013. Pukul 23:40 WIB.
Wiratraman, R.H.P. 2007. Konsorsium Reformasi Hukum Nasional. Hak Hak
Konstitusional Warga Negara Setelah Amandemen UUD 1945 :
Konsep, Pengaturan, dan Dinamika Implementasi.1 (1). (Online),
(http://herlambangperdana.files.wordpress.com),
diakses
15
Februari 2013. Pukul 20:30 WIB.
Yayasan Obor Indonesia. 2007. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia :
Pedoman Anda Memami dan Menyelesaikan Masalah Hukum.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

15 1

Anda mungkin juga menyukai