Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2980 meter dari
permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan 110' 26.5
Bujur Timur, secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman
di Provinsi DI Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten
Klaten di Provinsi Jawa Tengah (Jawa Tengah).
Pada 26 Oktober 2010 Gunung Merapi mengalami erupsi pertama dan selanjutnya
berturut-turut hingga awal November 2010. Kejadian erupsi tersebut mengakibatkan jatuhnya
korban jiwa dan harta, bencana yang selanjutnya ditetapkan sebagai kejadian bencana alam.
Bencana ini merupakan yang terbesar dibandingkan dengan bencana serupa dalam lima
periode waktu sebelumnya yakni tahun 1994, 1997, 1998, 2001 dan 2006. Berdasarkan data
Pusdalops BNPB pertanggal 27 November 2010, bencana erupsi Gunung Merapi ini telah
menimbulkan korban jiwa sebanyak 242 orang meninggal di wilayah DI Yogyakarta dan 97
orang meninggal di wilayah Jawa Tengah.
Letusan gunung Merapi bukan hanya menelan korban manusia melainkan
menghancurkan seluruh kehidupan dan penghidupan (livelihood) masyarakat yang tinggal di
lereng gunung Merapi. Seluruh hasil pertanian, perkebunan dan pohon-pohon buah yang
menjadi mata pencaharian masyarakat luluh lantak terbakar awan panas bahkan terkubur oleh
lahar yang dimuntahkan gunung Merapi (Bawole, 2014). Wilayah Kecamatan Cangkringan
merupakan wilayah yang paling parah terkena awan panas, lahar dingin, dan abu vulkanik.
Hal ini disebabkan karena kedua sungai besar, Sungai Gondang dan Opak melewati beberapa
desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Cangkringan. Dari kelima desa yang ada di
Kecamatan Cangkringan rumah warga Desa Galagahharjo dan Kepuharjo yang terbanyak
mengalami rusak berat.

Untuk mengatasi permasalahan di atas banyak strategi yang diterapkan oleh


pemerintah daerah dan pusat dengan bantuan lembaga donor seperti Bank Dunia dan
beberapa lembaga donor lainnya, dalam rangka membantu masyarakat lereng Gunung Merapi
untuk bangkit dari keterpurukan yang mereka alami akibat letusan Gunung Merapi. Salah
satu strategi yang diterapkan adalah Relokasi Permukiman Berbasis Masyarakat (Community
Driven Resettlement).
Tujuan dari artikel yang dibuat ialah untuk mengetahui efisiensi pelaksanaan program
resettlement yang terkait dengan bencana letusan gunung berapi, untuk memahami seberapa
besar pengaruh kesuksesan program resettlement dengan melibatkan masyarakat pada proses
secara keseluruhan, untuk mengetahui seberapa besar manfaat resettlement bagi masyarakat
yang dipindahkan ke lokasi yang baru, dan untuk mengetahui apakah ada proses
pemberdayaan masyarakat dalam program relokasi permukiman berbasis ekosistem di lereng
Gunung Merapi, serta untuk mengetahui seberapa jauh mitigasi bencana dilaksanakan dalan
proses relokasi permukiman akibat letusan Gunung Merapi tahun 2010.
Dalam melaksanakan penelitian yang sudah dilakukan, ada beberapa teori yang
dipergunakan baik yang terkait dengan metode penelitian maupun teori yang berkaitan
dengan permukiman.

Deskripsi wilayah
Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27
Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan
terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi jalan raya. Wilayah
Desa Kepuharjo secara geografis berada di koordinat 07 40' 42.7" LS 07 43' 00.9" LS dan
110 27' 59.9 "BT 110 28' 51.4" BT. Dilihat dari topografi, ketinggian wilayah Kepuharjo
berada pada 600 1200 m ketinggian dari permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata
2500 mm/tahun, serta suhu rata-rata per tahun adalah 16-17 C. Desa Kepuharjo dilalui
Sungai Gendol yang berbatasan dengan Desa Glagaharjo di sebelah timur sebagai penyedia
pasir dan batu yang terbawa oleh banjir ketika puncak Marepi turun hujan, dengan kondisi
seperti itu setiap datang musim penghujan pemerintah Desa Kepuharjo bekerja sama dengan
instansi terkait dan beberapa relawan di Kepuharjo dan sekitarnya antara lain SKSB, Palem,
Jajaran Cakra, Komunitas Balerante berusaha semaksimal mungkin memberikan peringatan
sedini mungkin akan datangnya banjir ketika penambang dan armada masih beraktifitas di
sungai Gendol. Secara umum masyarakat Desa Kepuharjo mengandalkan hidup dari sektor
pertanian, peternakan, galian C dan sebagian kecil wiraswasta dan PNS.
Secara administrasi Desa Kepuharjo

terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten

Sleman dengan batas sebelah utara yaitu Taman Nasional Gunung Merapi sebelah selatan
yaitu Desa Wukirsari, sebelah barat yaitu dengan Desa Umbulharjo, serta sebelah timur
dengan Desa Glagaharjo
Wilayah Desa Kepuharjo terdiri dari 8 padukuhan yaitu Padukuhan :
1. Kaliadem

terdiri 4 RT & 2 RW

2. Jambu

terdiri 4 RT & 2 RW

3. Petung

terdiri 4 RT & 2 RW

4. Kopeng

terdiri 5 RT & 2 RW

5. Batur

terdiri 4 RT & 2 RW

6. Pagerjurang

terdiri 4 RT & 2 RW

7. Kepuh

terdiri 4 RT & 2 RW

8. Manggong

terdiri 4 RT & 2 RW

Luas Wilayah Desa Kepuharjo dengan lahan seluas 875 Ha terbagi dalam beberapa
peruntukan seperti bangunan umum, jalan, ladang, permukiman, pekuburan, tempat wisata,
Lapangan Golf, lapangan olah raga dan lain-lain. Luas lahan yang diperuntukkan bangunan
umum adalah seluas 1.6880 Ha, jalan sepanjang 5.2237 ha sawah (-) tegalan seluas 260.3075
Ha, permukiman seluas 1.0600 Ha, Pekarangan 188.1100 ha pekuburan dan Sultan Ground
(SG) seluas 7.4450 Ha, dan peruntukkan lain-lain termasuk lapangan olahraga seluas 1.2000
m2.
Huntap Pagerjurang merupakan satu dari 18 titik nama huntap yang merupakan hasil
dari rekompak pada tanggal 23 juli 2011, berjarak 1 tahun lamanya dari terjadinya erupsi
Gunung Merapi. Pagerjurang merupakan huntap yang terbesar berdiri diatas lahan 5 hektar
dengan 14.146 m untuk jalan, 3.618 m untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum, dan sisanya
digunakan untuk ruang terbuka. Pada huntap Pagerjurang terdapat 301 unit yang telah
terbangun dan digunakan untuk desa Kaliadem, desa Petung, desa Manggong, desa Kepuh
dan desa Pagerjurang. Setiap unitnya berstatus sebagai hunian milik pribadi yang dilengkapi
dengan sertifikat kepemilikan yang sah, sehingga dapat ditinggali oleh warga dengan waktu
yang cukup lama atau bahkan seumur hidup. Unit-unit yang ditinggali tersebut berukuran
sama antara unit yang satu dengan unit-unit yanglainya yaitu 36 m dengan dilengkapi lahan
yang berukuran 100 m.
Berukuran sama serta ketersediaan lahan yang sama tidak dapat dijadikan patokan
untuk dapat membuat semua penghuni dengan tipe yang berbeda-beda dapat dipaksakan.
Penghuni sebagai manusia memiliki persepsi terhadap lingkungan yang relatif, bergantung

bagaimana interaksi yang terjadi antara individu beserta seluruh sifat-sifat pribadinya dan
pengalaman masa lampaunya dengan lingkungan di masa ia berada. Rumah merupakan
tempat dimana penghuni di dalamnya berperilaku dari kebutuhannya yang berbeda-beda
antara penghuni satu dengan yang lainnya. Bagaimana masing-masing manusia mengubah
lingkungan agar sesuai dengan tingkah lakunya. Manusia melakukan perubahan terhadap
rumah tinggalnya merupakan keputusan yang diambil karena beberapa alasan dan
pertimbangan yang melatar belakanginya. Rumah tidak hanya dihuni oleh ayah, ibu atau anak
(nucleus family) tetapi sering terdiri dari ipar, keponakan, menantu (extented family), seperti
yang terlihat pada keluarga yang berada di huntap Pagerjurang ini dengan rumah yang
digunakan untuk keluarga besar (ayah, ibu, anak-anak beserta sanak saudara lainya atau
nenek dan kakek) dan (ayah, ibu, lebih dari 2 anak), keluarga kecil (ayah, ibu dan 2 anaknya),
keluarga orang tua tunggal (orang tua saja), keluarga muda (orang muda saja), ditambah
dengan rumah yang keluarganya bermata pencaharian berdagang dengan membuka
usaha/berjualan di rumah.

Anda mungkin juga menyukai