Oleh :
Ardiansyah
H1A012007
H1A012053
Pembimbing:
dr. I. G. A. A. Ratna Medikawati, M.Biomed, Sp.KK
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI MATARAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
Referat yang berjudul Pruritus pada Pasien Geriatri ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSU Provinsi NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1
2
4
5
6
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan referat ini.
Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pruritus adalah penyakit kulit terbanyak yang terjadi pada orang tua.
Pruritus didefinisikan sebagai sensasi tidak nyaman yang menimbulkan keinginan
untuk menggaruk.1 Pruritus bisa merupakan suatu proses fisiologis jika refleks
menggaruk diprovokasi untuk menghilangkan agen yang berpotensi berbahaya,
atau karena beberapa obat atau penyakit psikis.2
Intensitas pruritus bisa ringan, sedang dan berat dengan gangguan tidur,
tidak nyaman dan peningkatan iritabilitas gangguan aktivitas harian atau stress.
Prevalensi pruritus meningkat sesuai dengan usia dan dapat dikaitkan sebagai
suatu tanda penurunan fungsi fisiologis kulit.1
Penurunan fungsi fisiologis pada geriatri dapat berupa:1
Penggantian sel
Fungsi barrier
Kapasitas pembersihan bahan kimia
Persepsi sensoris
Mekanisme proteksi
Penyembuhan luka
Respon imun
Termoregulasi
Produksi keringat
Produksi vitamin D
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Pruritus paling sering terjadi pada populasi geriatri. Pruritus kronik
merupakan salah satu keluhan kulit yang paling sering dikeluhkan terutama oleh
pasien geriatri.1 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi
pruritus pada orang tua mencapai 30-60%. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan
usia.5 Penelitian yang dilakukan oleh Beauregard dan Gilchrest juga menunjukkan
bahwa dua dari tiga pasien geriatri dilaporkan mengeluhkan pruritus sebagai
keluhan utama.1
Studi lain yang melibatkan 1.556 pasien dari pusat keperawatan terampil
melaporkan bahwa dua kondisi dermatologi yang paling umum adalah xerosis dan
pruritus, dengan hampir dua-pertiga dari pasien melaporkan pruritus sebagai
keluhan utama.6 Berdasarkan penelitian pruritus pada geriatri yang dilakukan di
Turki, didapatkan data bahwa prevalensi pruritus kronik mencapai 12% dari 4099
pasien berumur >65 tahun, dan mencapai 20% pada pasien bermur >85 tahun. 1,7
Menurut laporan di salah satu rumah sakit di Amerika, keluhan pruritus pada
pasien berusia >65 tahun mencapai 25% per tahun.7
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko utama terjadinya pruritus dan kelainan kulit lain pada orang
tua adalah proses penuaan.1,3 Penuaan kulit dapat diklasifikasikan menjadi dua
kategori besar, yaitu penuaan ekstrinsik (extrinsic aging) dan penuaan intrinsik
(intrinsic aging). Penuaan intrinsik mengacu pada perubahan kulit sebagai
konsekuensi dari proses penuaan normal dan terjadi pada seluruh individu.
Penuaan ekstrinsik terjadi sebagai efek dari akumulasi berbagai faktor ekstrinsik
yang berdampak pada kulit.3
Perubahan kulit secara struktural dan fisiologis pada penuaan intrinsik
dikombinasikan dengan efek kumulatif berbagai penyakit dan pengobatan yang
dialami sepanjang hidup dapat menimbulkan kemungkinan yang besar untuk
terkena pruritus pada usia tua.3,4
Faktor intrinsik dan ekstrinsik yang berhubungan dengan penuaan pada
kulit antara lain:3
Faktor intrinsik
Berkurangnya turn over sel kulit
Fungsi barrier kulit terganggu
Respon imun terganggu
Gangguan termoregulasi
Menurunnya vaskularisasi
Menurunnya aktivitas kelenjar sebasea dan
Faktor ekstrinsik
Paparan sinar uv
Polusi lingkungan
Merokok
Gaya hidup (tidur, diet, stress)
keringat
Menurunnya persepsi sensoris
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pruritus masih belum diketahui secara pasti. Sensasi gatal
(pruritus) sangat erat kaitannya dengan sensasi raba dan nyeri. 1,5 Pada orang tua,
akibat proses pernuaan yang terjadi secara alami, terdapat penurunan aktivitas
kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, selain itu komposisi sebum juga
mengalami perubahan. Hasil dari proses penuaan ini dapat menyebabkan
kekeringan pada kulit yang biasa dikenal sebagai "xerosis". Kulit kering (Xerosis)
merupakan salah satu penyebab paling umum dari pruritus.5
Pruritus dapat disebabkan oleh interaksi kompleks antara mediator kimia
yang berasal dari kulit dan darah dengan mekanisme saraf perifer dan sentral.
Namun, ini saja tidak cukup untuk menjadi faktor utama kekeringan pada kulit
yang dapat bermanifestasi sebagai pruritus.1,5
Kombinasi dari tiga proses biologi yang berkaitan dengan usia juga dapat
menyebabkan pruritus, yakni 1) hilangnya fungsi barrier, 2) penuaan sistem imun,
dan 3) neuropati. Pemahaman tentang fisiologi kulit berkaitan dengan penuaan ini
dapat membantu dokter efektif mengobati banyak kasus pruritus.7
5
sensasi
pruritus
sedangkan
rangsangan
intensitas
tinggi
menyebabkan rasa sakit. Namun, sekarang dua jenis serabut saraf spesifik telah
teridentifikasi, yaitu sebagian besar serabut saraf ini menghasilkan nyeri,
sedangkan sejumlah kecil dari mereka menghasilkan sensasi gatal.2
Sensasi gatal awalnya diinduksi oleh beberapa senyawa kimia berupa
histamin, prostaglandin, protease, sitokin, neuropeptida, termasuk substansi P dan
garam empedu. Beberapa senyawa tersebut dapat memberikan rangsangan secara
langsung serabut saraf bebas, dan sebagian dapat secara tidak langsung melalui
mastosit dan beberapa sel lain.2,9
Impuls yang berasal dari kulit akibat induksi dari senyawa kimia tersebut
ditransmisikan oleh serabut saraf tipe A-delta dan C spesifik, melalui kornu
dorsalis medula spinalis kemudian membentuk sinaps dengan neuron sekunder
melewati komisura anterior ke traktus spinotalamikus kontralateral dan
diproyeksikan di berbagai pusat otak, termasuk korteks somatosensorik dan
thalamus. 1,3,10
8
(bersamaan
dengan
peningkatan
pelepasan
sitokin
protease,
mediator lain yang berperan dalam munculnya sensasi gatal antara lain: serotonin,
bradikinin, protease, endotelin, neurokinin, neuropeptida (substansi P), gastrin
releasing peptide, sitokin seperti IL31, autotaxin, reseptor histamin H4.11
Histamin. Pada suatu percobaan injeksi histamin secara intradermal akan
menimbulkan pruritus dan respon vaskular seperti eritema, wheal, dan flare.
Histamin juga dapat dilepaskan via reseptor immunoglobulin E, C5a, dan
takikinins termasuk substansi neuropeptida P.4 Reseptor histamin tipe 4 (H4)
secara khusus dapat memediasi sensasi gatal (pruritus) tanpa melalui perantara sel
mast atau sel hematopoietik lain, melainkan langsung mempengaruhi serabut saraf
perifer.9
Serotonin. Serotonin adalah suatu amin yang tersimpan pada platelet
manusia. Serotonin dilepaskan ketika terjadi agregasi platelet. Substansi ini dapat
meregulasi pruritus dengan aksi dari reseptor 5HT3, hal ini dibuktikan dengan
pemberian ondansetron akan mengurangi pruritus dalam 30-60 menit setelah obat
di konsumsi dan berlangsung sekitar 6 jam.4
Asetilkolin. Neurotransmiter asetilkolin
menstimulasi
serabut
C-
histaminergik sensitif dan nonsensitif. Respon flare oleh injeksi asetilkolin lebih
kecil bila dibandingkan oleh respon terhadap injeksi histamin.4
Prostaglandin. Prostaglandin, metabolit asam arakidonat bukanlah
neurokimia yang bersifat pruritogenik, namun mereka dapat menginduksi pruritus
yang disebabkan oleh histamin dan mediator lain. Studi melaporkan bahwa kulit
yang terabrasi yang dipenetrasikan prostaglandin E akan menunjukkan treshold
pruritus yang menurun.4
10
1. Dermatologis
Xerosis
Dermatitis kontak
pada
kemampuan
kulit
untuk
(innate
immune
system).
Faktor
risiko
Dermatitis atopi
Liken
Kronis
proses immunosenescence.8
Simpleks Liken simpleks kronis / neurodermatitis merupakan
suatu kelainan kulit yang ditandai dengan lesi kulit
plakat kemerahan. Kelainan ini biasa terjadi pada orang
11
Psoriasis
tua.4
Pruritus dapat hadir dalam sejumlah besar pasien
dengan
psorias. Ini mungkin umum dalam konteks ini dan tidak
tentu terbatas pada daerah plak psoriasis.3 Namun pada
beberapa penelitian pada orang tua, psoriasis biasa
Skabies
Urtikaria
epidermis
kulit.
Gejala
pruritus
sering
2. Penyakit Sistemik
Neoplasma
Limfoma,
leukimia,
mieloma multiple.3
Pada
dialami pasien.8
>50% pasien dengan
GGK
dan
80%
pasien
pruritus.4,12
Pada penyakit hepar seperti cholestasis
12
terjadi
barier
homeostasis
dan
integritas
Lysophosphatidic
acid
(LPA)
yang
Penyakit
besi,
hematopoietik
Penyakit endokrin
Gangguan psikiatri
kulit.3,4,6
Stress, ansietas, depresi, gangguan fobia,
gangguan obsesif kompulsif, hipokondriasis dan
Infeksi
somatisasi.3
HIV
3. Obat-obatan
Pruritus dapat diinduksi oleh penggunaan obat-obatan. Efek obat terhadap
munculnya pruritus dapat secara langsung pada kulit maupun secara tidak
langsung.2 Pruritus yang diinduksi obat secara langsung biasanya hasil dari reaksi
alergi terhadap obat atau bahan tambahan atau pengawet yang digunakan dalam
pembuatan obat. Obat juga dapat menyebabkan pruritus secara tidak langsung
dengan mempengaruhi hati atau ginjal, yang menyebabkan gatal karena gagal hati
dan penyakit kuning atau gagal ginjal dengan uremia.1
13
4. Psikogenik
Bukti mengenai efek psikogenik terhadap pruritus sudah dilaporkan oleh
beberapa studi.13 Pada manusia, status psikosomatik dan faktor psikososial diduga
menjadi faktor potensial untuk terjadinya puritus. Selain itu, stress emosional,
trauma psikologis, anxietas, depresi dan psikosis dapat memperparah semua
bentuk pruritus. Neurosis juga menjadi salah satu penyebab munculnya pruritus.
Pada orang tua, 10 % pruritus generalisata dipicu oleh faktor psikologis.2,13
Mekanisme yang menjelaskan tentang stress meningkatkan sensai gatal masih
belum jelas. HPA-axis berespon terhadap stress psikologis melalui regulasi
hormon stress (CRH, ACTH, kortisol, dan prolaktin). 14 Selain karena supresi dari
HPA-axis, pelepasan mediator gatal, seperti opioid endogen, dalam sistem saraf
pusat mungkin memiliki peran. Mekanisme lain yang mungkin dapat dimediasi
oleh sistem saraf otonom dan neurotransmitternya, asetilkolin. 13 Sel mast
merupakan target penting hormon stess dan mediatornya, karena dapat mengarah
ke disregulasi sistem imun dan beberapa gangguan kulit.14
14
DIAGNOSIS
Ketika seorang pasien datang dengan keluhan pruritus, maka anamnesis
dari riwayat keluhan tersebut merupakan hal paling penting untuk mendapatkan
diagnosis yang akurat. Pertama, tentukan apakah pasien mengalami pruritus akut
15
atau kronik. Pruritus kronik didefinisikan sebagai pruritus yang berlangsung lebih
dari atau sama dengan 6 minggu. Selain itu tentukan lokasi, karakteristik pruritus,
progress. Karakteristik pruritus yang di alami harus di gali termasuk intensitas
pruritus, faktor yang memperingan ataupun faktor yang memperberat. Sebagai
tambahan, penting juga mereview gejala sistemik ataupun gejala konstitusional
yang terjadi.3,8
Selain melakukan anamnesis terkait keluhan utama, dapat juga ditanyakan
mengenai riwayat perjalanan penyakit, beberapa hal yang dapat ditanyakan antara
lain:8,15
1. Gejala inisial
Onset terjadinya pruritus dan penting untuk mengidentifikasi hubungannya
dengan faktor lingkungan, detergen, sabun, atau makanan. Penting untuk
mengidentifikasi apakah pruritus terjadi generalisata atau hanya terlokalisasi,
informasi ini dapat menjadi petunjuk penyebab primer terjadinya pruritus.
Contohnya untuk pruritus yang terjadi di selangkangan atau area anal dapat
disebabkan oleh jamur, parasit atau dapat merupakan akibat sekunder dari
penyakit lain seperti hemoroid.
2. Ada atau tidaknya lesi
Ada atau tidaknya lesi dapat membantu menunjukkan penyebab pruritus.
3. Kapan gejala terasa paling berat
Dengan mengetahui kapan pruritus terasa paling berat dapat menjadi petunjuk
diagnosis penyebab primer pruritus, sebagai contoh infeksi tungau atau parasit
yang lain lebih aktif ketika malam hari.
4. Faktor yang memperingan gejala
Beberapa keadaan dapat memperbaiki
kondisi
seperti
menghindari
16
8. Riwayat keluarga
Riwayat pruritus pada keluarga juga harus digali, pada pasien yang tinggal
berkelompok dapat mengarahkan pada skabies atau underlying cause.
9. Review sistem
Penggalian penyakit sistemik harus dilakukan terutama pada pasien lansia,
untuk mengetahui adanya hubungan antara pruritus dengan penyakit yang
sedang diederita.
Pemeriksaan fisik menyeluruh harus dilakukan untuk menentukan pruritus
yang dialami oleh pasien berhubungan dengan kondisi dermatologis. Ketika kulit
pasien menunjukkan adanya rash yang nonspesifik maka biopsi kulit harus
dilakukan. Pemeriksaan darah lengkap dapat membantu dalam mengevaluasi
penyakit hematologik seperti leukimia, anemia, dan polisitemia. Fungsi hepar dan
fungsi ginjal dapat mengevaluasi adanya penyakit hepar ataupun renal.
Abnormalitas fungsi hepar dapat berhubungan dengan infeksi, alkohol, ataupun
inflamasi pada hepar. 3,8
Jika diagnosis tidak jelas setelah sejarah dan pemeriksaan fisik atau jika
pengobatan empiris awal tidak efektif, evaluasi laboratorium yang terbatas harus
dilakukan, termasuk hitung darah lengkap dan pengukuran thyroid-stimulating
hormone, glukosa puasa, alkali fosfatase, bilirubin, kreatinin, dan nitrogen urea
darah.8,15 Jika penekanan sistem imun atau limfoma mungkin, tes antibodi virus
human imunodefisiensi dan radiografi thoraks juga harus dilakukan. Tes
diagnostik lebih lanjut mungkin termasuk biopsi, menggores, atau kultur kulit atau
lesi.15
17
Penyebab Dermatolog
18
TATALAKSANA
Step 1
terapi
berdasarkan etiologis
Terapi general (contoh: mencegah kulit kering)
Terapi simptomatik inisial: antihistamin oral non
sedatif
Step 2
dan
(dapat
dikombinasikan
dengan
glukokortikosteroid)
Terapi spesifik untuk beberapa bentuk pruritus kronik
(contoh: antagonis reseptor opioid pada pruritus
Step 3
cholestatic)
Terapi topikal simptomatik dan atau terapi sistemik,
Accompanying
therapy during
19
persepsi gatal.4,5
Kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal dapat mengurangi
pruritus yang merupakan akibat sekunder dari penyakit inflamasi.
Namun penggunaannya harus dibatasi karena efek samping yang
20
jangka panjang.4,5
Aspirin. Solusio aspirin 3% dapat mengurangi gejala pruritus secara
signifikan.4,5
Asam salisilat. Asam salisilat topikal yang dikombinasikan dengan
immunomudulator seperti tacrolimus dan pimecrolimus dapat efektif
cholestatic.4,5
Antidepressant. Antidepressant dapat menstimulasi norephineprin dan
secara simultan memblok reseptor serotonin digunakan untuk pruritus
nokturnal dan pruritus yang berhubungan dengn limfoma, cholestasis,
bilier.4,5
GABA. GABA memblok jalur dari neuropati aferen yang efektif
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
22
24