Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN HASIL SGD 1

LBM 5 BLOK 22

Kegawatdaruratan Medik

Nama Kelompok :
Ahmad Fahmi Fahrobi (31101300333)
Asri Rossnita Dewi (31101300342)
Atiya Zulfa (31101300343)
Farisa Meilina Hardani (31101300351)
Junizaf Iqbal Ashar (31101300356)
Merita Indah Setiarini (31101300361)
Nurul Novita Suhartono (31101300373)
Santy Febryaningsih (31101300385)
Sofiyana Farida (31101300388)
Kardinah Puspita (31101300389)
Tri Anggasari (31101300394)

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Islam Sultan Agung Semarang
2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan Laporan Hasil SGD 1 LBM 2
BLOK 22 mengenai Kegawatdaruratan Medik. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
SGD yang telah dilaksanakan.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu kami dalam mengerjakan laporan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah bersusah payah membantu baik langsung
maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan
baik dan oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan laporan ini ini.
Untuk itu semoga laporan yang kami buat ini dapat menjadi acuan agar kita menjadi
lebih mendalami mengenai pembelajaran ini. Amin.
Jazakumullhahikhoirojaza
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, 23 November 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
SKENARIO................................................................................................................................4
BAB I..........................................................................................................................................5
PENDAHULUAN......................................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................................5
B. Tujuan Masalah................................................................................................................5
C. Rumusan Masalah............................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................24
KONSEP MAPPING................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................25

SKENARIO
Judul: Gigiku ada yang terlepas setelah kecelakaan

Demi mengikuti tren, Andi ikut teman temannya berlatih parkour. Pada saat dia
salto, dia terjatuh dengan wajah membentur ke lantai. Setelah itu teman temannya segera
membawa Andi ke klinik dengan keadaan bibir yang berdarah dan ada gigi depan yang
terlepas.
Dokter Budi yang bertugas jaga segara melakukan serangkaian pemeriksaan pada
Andi. Setelah diperiksa oleh dokter, didapatkan adanya laserasi pada bibir atas dan bawah
serta hemorrage pada gingiva anterior rahang atas. Tidak didapatkan adanya gejala cidera
otak maupun fraktur rahang pada Andi. Pada pemeriksaan intra oral, didapatkan gigi 11 dan
21 avulsi, fraktur ellis kelas 4 pada 12 dan 22, 13 intrusi, serta gigi 41 dan 42 mengalami
subluksasi. Dokter Budi menanyakan keberadaan gigi 11 dan 21 yang terlepas, ternyata gigi
tersebut dibawa oleh teman Andi dengan dibungkus tissue.
Andi ingin agar seluruh giginya dapat ditangani, serta gigi yang terlepas dapat
dipasang kembali.

Kata kunci: gigi terlepas, replantasi


Problem: fraktur dentoalveolar

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur dentoalveolar didefinisikan sebagai fraktur yang meliputi avulsi,
subluksasi, atau fraktur gigi yang berkaitan dengan fraktur tulang alveolar. Fraktur
dentoalveolar dapat terjadi tanpa atau disertai dengan fraktur bagian tubuh lainnya,
biasanya terjadi akibat kecelakaan ringan seperti jatuh, benturan saat bermain,
berolahraga atau iatrogenik.
Menurut Tiwana, epidemiologi fraktur dentoalveolar serupa dengan epidemiologi
fraktur maksilofasial. Puncak insidensi terjadi pada anak usia 2 - 3 tahun, sebagai
akibat sekunder perkembangan koordinasi neuromuskular. Pada gigi tetap, puncak
insidensi terjadi pada anak usia 10 tahun saat dimulainya aktivitas atletik. Etiologi
yang paling sering dilaporkan adalah akibat jatuh dan kecelakaan olahraga. Seiring
pertambahan usia, etiologi paling banyak adalah kecelakaan lalu lintas dan
perkelahian.
Klasifikasi fraktur dentoalveolar menurut WHO tahun 1995 terdiri atas empat
tipe rudapaksa yaitu (1) tipe 1 yang menyangkut jaringan keras gigi dan pulpa; (2)
tipe 2 yang mengenai jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar, (3) tipe 3 fraktur
pada jaringan periodontal, seperti luksasi dan avulsi gigi (4) tipe 4 pada jaringan
lunak, seperti abrasi dan laserasi gingiva atau mukosa.
B. Tujuan Masalah
Untuk emengetahui penanganan dari fraktur dentoalveolar, klasifikasi dari fraktur
dentoalveolar
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja klasifikasi dari fraktur dentoalveolar serta gambar?
2. Bagaimana mekanisme yang menyebabkan keadaan gigi di skenario?
3. Apakah tindakan emergensi yang dapat dilakukan pada soket gigi 11 dan 21 pada
gigi yang avulsi?
4. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan sebelum replantasi?
5. Apa yang terjadi pada gigi yang mengalami avulsi dan kenapa harus segera
direplantasi?
6. Batas usia untuk replantasi pada gigi?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari gigi yang avulsi, fraktur ellis, intrusi, dan
subluksasi?
8. Bagaimana prognosa dari gigi 11 dan 21, 12 dan 22, 13, 41 dan 42?
9. Diagnosa pada kasus di sknario?
10. Apakah intrusi boleh dibiarkan saja?
11. Ciri ciri fraktur dentoalveolar?
12. Struktur apa saja yang terlibat dalam kasus diskenario?
13. Prognosa lebih bagus disimpan di air liur, susu atau salin?

BAB 2
PEMBAHASAN

Klasifikasi fraktur dentoalveolar:


A. Klasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam kelompok dasar:
a. Fraktur email. Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit
mengenai dentin.
b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa. Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak
dentin, tapi tanpa mengenai pulpa.
c. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan
menyebabkan pulpa terbuka.
d. Fraktur akar.
e. Luksasi gigi.
f. Intrusi gigi

B. Klasifikasi menurut Ellis dan Davey.


Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
a. Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.
b. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi
belum melibatkan pulpa.
c. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan
terbukanya pulpa.
d. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa
kehilangan struktur mahkota.
e. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
f. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
g. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
h. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan
fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami
perubahan.
i. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

C. Klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dan modifikasi oleh Andreasen.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai
klasifikasi dengan nomor kode yang sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional
(International Classification of Diseases), sebagai berikut:
a. 873.60: Fraktur email. Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur
tidak menyeluruh atau retak pada email.
b. 873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya pulpa.
Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka.
c. 873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. Fraktur yang rumit yang mengenai
email dan dentin dengan disertai pulpa yang terbuka.
d. 873.63: Fraktur akar. Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa.
Juga disebut fraktur akar horizontal.
e. 873.64: Fraktur mahkota-akar. Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum
akar. Bisa disertai atau tidak dengan terbukanya pulpa.
f. 873.66: Luksasi. Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi
lateral, luksasi ekstruksi, dan luksasi intrusi.
g. 873.67: Intrusi atau ekstrusi.
h. 873.68: Avulsi. Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya.
i. 873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak.

D. Kerusakan pada jaringan periodontal.


a. Concusion (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan
atau perubahan posisi gigi.
b. Subluxation (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi
akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
c. Luksasi ekstrusi (partial displacement) (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke
luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
d. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah
labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket
alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan
mahkota bergerak ke arah palatal.
e. Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat
menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan
mahkota gigi terlihat lebih pendek.

f. Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari
soket.

E. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut


a. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda
tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan
epitel dan subepitel.
b. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan
menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya
daerah mukosa.
c. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau
goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.

GAMBAR FRAKTUR DENTOALVEOLAR

Abrasi; luka yang disebabkan karena adanya gesekan yang biasanya ada lecet

Tindakan emergensi yang dapat dilakukan pada soket gigi 11 dan 21 pada gigi yang avulsi
yaitu
a. Tindakan darudat di tempat kejadian: maksimal 15-20 menit dikembalikan ke
soketnya. Bila melebihi batas segera simpan di air liur, susu, saline, dijaga
kelembaban nya, jangan dipegang langsung gigi nya.
b. Tindakan di tempat praktek: diagnosis, pemeriksaan sokter dan tulang alveolarnya
c. Perawatan endodontik, diberikan antibiotik
d. Tidak boleh kuretase soketnya
e. Tidak boleh mengeringkan soket karena masih bisa menempel sebelum terhidrasi
soket nya.
f. Irigasi sokter dengan saline
g. Replantasi
Pemeriksaan yang dilakukan sebelum replantasi?

Anamesis
Pemeriksaan neurologic: muntah, pingsan, perutnya sakit
Pemeriksaan EO : laserasi, fraktur
Pemeriksaan IO: kondisi gigi, perkusi, warna gigi, tes vitalitas pulpa, dilihat
soketnya apakah ada fraktur
Pemeriksaan mandibula dan maksila: ad step defect, discontinuitas, floating jaw,
false movement, ketidak seimbangan mandibula
Pemeriksaan gigi: permanen atau decidui, oklusinya dari trauma, premature contact
Tes vitalitas untuk gigi yang avulsi maupun gigi tetangga: mekanik, suhu
( gutap, CE), listrik (EPT)
Pemeriksaan penunjang: rontgen, panoramic, oklusal maksila anterior, oklusal
mandibula anterior

Yang terjadi pada gigi yang mengalami avulsi dan kenapa harus segera direplantasi?

Karena gigi memiliki golden period selama 3 menit > harus segera direplantasi
> agar tidak terjadi nonvital pada gigi
Bila lebih dari 30 menit > ankilosis, estetik, oklusi tidak pas, resorbsi

Foramen apikal yang masih tebuka, resiko penyembuhan lebih sedikit sekitar
60%. Foramen apikal yang sudah menutup, kemungkinan penyembuhan lebih
besar sekitar 80%
Gigi saat masa bercampur penyembuhan lebih besar

Batas usia untuk replantasi pada gigi

Tidak ada batas usia selama masih ada perdarahan


Kontraindikasi dari replantasi karena dapat mengganggu erupsi gigi permanen
Semakin formen apikal menutup, prognosis yang buruk.
Foramen apikal yang masih terbuka, prognosis baik

Penatalaksanaan dari gigi yang avulsi, fraktur ellis, intrusi, dan subluksasi?

Avulsi : replantasi
1. Anastesi lokal
2. Irigasi gigi avulsi dengan saline, preparasi dinding soket, preparasi
permukaan akar
3. Posisikan kembali gigi avulsi ke dalam soket dengan menekan
menggunakan jari secara perlahan
4. Foto rontgen untuk mengetahui posisi gigi sudah benar atau tidak
5. Stabilisasi gigi dengan splinting, jangan terlalu dekat gingiva agar tidak
terjadi ankilosis
6. Antibiotik dan analgesik
7. Kumur klorheksidine, 2 kali sehari selama seminggu
8. Lepas splinting stelah 2 minggu
Untuk gigi decidui tidak perlu direplantasi

Fraktur ellis klas 4 pulpektomi non vital


Intrusi: ekstraksi bila gigi berpindah sampai ke benih gigi untuk decidui, untuk
gigi permanen bisa di ortho
Subluksasi: di splinting, diet lunak, kumur dengan klorheksidin 2 kali sehari

prognosa dari gigi 11 dan 21, 12 dan 22, 13, 41 dan 42?

11 dan 21 : buruk
12 dan 22 : baik
13 : paling buruk bisa masuk ke dalam sinus
41 dan 42 : baik

Diagnosa pada kasus di sknario

11 dan 21 :avulsi
12 dan 22: fraktue ellis kelas 4
13 :intrusi
41 dan 42 : subluksasi
Periodontal mengalami laserasi disertai hemorrage

Apakah intrusi boleh dibiarkan saja?

Tidak boleh, maksila bisa terkena sinus yg dapat mengganggu pernapasan


yang dapat menyebabkan oedem pada paru.
Banyak menimbulkan komplikasi ankilosis, nekrosis pada pulpa, kehilangan
tulang marginal
Ligamen periodontal akan menyebabkan nekrosis, mengubah kontur tulang
alveolar
Menyebabkan masuknya bakteri
Untuk gigi decidui dicabut saja atau dibiarkan sampai erupsi. Bila intrusi gigi
decidui tidak erupsi pada masanya disarakan untuk ortho dan pembedahan
Intrusi < 3mm dibiarkan saja, intrusi >3mm di bedah
Pilihan perawatan, dibiarkan erupsi, ortho, pembedahan ortho, reposisi
pembedahan
Untuk gigi decidui yg apek masih terbuka : dibiarkan saja sampai erupsi
sekitar 4-6 minggu , untuk gigi permanen yg apek tertutup : perawatan saluran
akar
Untuk gigi permanen yg apek ny masih terbuka dibiarkan saja karena
komplikasi yg sedikit dan masih ada daya untuk erupsi
Gigi permanen yg yg akan erupsi ditunggu selama 2-6 bulan, bila tidak erupsi
segera dicabut akan meyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal dan
ankilosis
Ankilosis diepngaruhi oleh umur, usia lebih muda lebih cepat mengalami
ankilosis

Struktur yang terlibat dalam kasus diskenario?

Jaringan periodontal
Sementum
Ligamen periodontal
Soket
Tulang alveolar
Gingiva
Sinus maksila
Splinting harus dilepas selama 2 minggu karena perlekatan ligamen
periodontal sekitar 2 minggu, sedangkan pembentukan tulang sekitar 4 minggu

Ciri ciri fraktur dentoalveolar

Kegoyangan dan pergeseran gigi


Laserasi pada bibi
Pembengkakan pada dagu
Adanya garis fraktur
Adanya perubahan oklusi
Dislokasi

Prognosa lebih bagus disimpan di air liur, susu atau salin

HBSS (Hanks Balance Salt Solution) lebih baik, mengandung larutan garam,
non toksik, biokompatibel dengan ligamen periodontal, pH seimbang, mudah
ditemukan di apotek terdekat
Air kelapa lebih mudah diterima oleh tubuh, mengandung protein, mineral,
asam amino, dapat menjaga ligamen periodontal lebih baik
Susu lebih mudah ditemukan, yg bersifat isotonik, ph lebih bagus, ada nutrisi
yg dapat menyalurkan ke gigi, memiliki osmobilitas, bebas dari bahan toksik,
dapat menjaga kelangsungan hidup mikroba, edia penyimpanan selama 6 jam
Larutan salin memiliki osmolaritas yang kompatibel dengan sel ligamen
periodontal untuk media penyimpanan selama 2 jam
Air liur pasien, disimpan di dalam vestibulum, meningkatkan kontaminasi
bakteri, media penyimpanan sangat singkat

Kenapa kita harus menjaga ligamen periodontal

Komplikasi pada gigi avulsi dan replantasi bisa menyebabkan 3 respon :


vaskularisasi, perlekatan yang tidak sempurna, resorbsi.
Klasifikasi resorbsi : surface resorbtion, replacement resorbtion, inflamatory
resorbtion
Surface resorbtion, hanya di daerah surface saja secara spontan re atachment
selama 2 minggu
Replacement resorbtion terjadi resorbsi pada apek oleh osteoklas dan
pembentukan tulang baru
Inflamatory resorbtion saat ligament periodontal dan tubulis dentinalis
terbuka sehingga terjadi inflamasi saat terbentuknya tulang, saat diperkusi
pasien merasa sakit

BAB III
KONSEP MAPING

Pasien datang dengan


keadaan bibir berdarah
dan ada gigi depan yang
terlepas

Pemeriksaan
subjektiv dan
objektiv

FRAKTUR
DENTOALVEOLAR

11 DAN 21 AVULSI

Replantasi dan
splinting

13 intrusi

orthodontic

41 dan 42
subluksasi

splinting

12 dan 22
fraktur ellis klas
4
Pulpektom
i non vital

DAFTAR PUSTAKA

Grossman LI. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa, Rafiah abiyono. Editor,

Sutatmi Suryo. Ed 11. Jakarta: EGC, 1995.


Walton, Richad E. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih bahasa, Narlan Sumawinata,

Winiati
Sidharta, Bambang Nursasongko. Editor, Narlan Sumawinata. Ed 2. Jakarta: EGC, 1997.
Banks P, Brown A. Fractures of the facial skeleton. Wright; 2001.p.40-2,72-9
Killey HC. Fractures of the middle third of the facial skeleton, 3rd ed. Bristol: John

Wright & Sons Ltd, 1977


Mendes F. A prospective study of dentoalveolar trauma at the Hospital das Clinicas, Sao

Paulo
Ellis E. Soft tissue and dentoalveolar injuries. Dalam: Peterson LJ, Ellis E, Hupp J,
Tucker M. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th eds. St.Lauis. Mosby Inc.
2003.

Andersson L, Kahnberg K-E, Pogrel MA (2010) Oral & Maxillofacial Surgery. (4 th edn),

Wiley-Blackwell Publishing, UK.


Andreasen JO, Bakland L, Andreasen FM. Traumatic in-trusion of permanent teeth. Part
3. A clinical study of the effect of treatment variables such as treatment delay, me-thod of
repositioning, type of splint, length of splinting and antibiotics on 140 teeth. Dental

Traumatol 2006;22(2):99-111.
Nyman S, Houston F, Sarhed G, Lidhe J, Karring T. Healing following reimplantation of
teeth subjected to root planing and citric acid treatment. J Clin Periodontol
1985;12(4):294-305.

Anda mungkin juga menyukai